Bening berbaring di brankar operasi yang dingin, menatap lampu operasi yang bersinar terang. Dokter sedang memegang sebuah kateter yang panjang dan memasukkan kedalam tubuhnya.
"Dorong spermanya ke dalam. Pelan pelan, bagus, inseminasi buatan berjalan lancar."
Mendengar ucapan Dokter itu, perasaan Bening terasa campur aduk di dalam hatinya.
Dia yang baru saja genap 18tahun, tak pernah menyangka, di usianya yang terbilang masih muda belia, akan menjadi ibu pengganti.
Dari sejuta wanita di dunia, bisa saja orang lain yang terpilih, namun akhirnya ia juga yang terpilih. Entah, ia merasa senang atau sedih.
Ayahnya masuk penjara, ibunya sedang berjuang melawan maut di ruang operasi, karena biaya yang besar, akhirnya ia mengambil jalan ini. Demi kesembuhan ibu tercinta. Mungkin inilah baktinya sebagai seorang putri yang bisa di lakukannya untuk ibu yang telah membesarkannya. Dan ia tidak menyesal mengambil jalan ini.
Bening di dorong oleh perawat keluar dari ruang operasi. Tak berapa lama setelah sampai di ruang inapnya. Muncul seorang wanita paruh baya bernama Mira. Ia seorang asisten dari seseorang yang telah menyewa rahimnya.
"Mbak Bening, operasinya berjalan lancar, sedangkan untuk ibumu, semua sudah diatur oleh tenaga medis yang profesional, kamu tidak perlu cemas lagi. Berdasarkan kontrak yang telah kita tanda tangani. Saat Mbak sudah hamil harus segera berhenti kuliah. Dan menjaga kehamilanmu dengan baik."
Bening cuma menganggukkan kepalanya menjawab perkataan Mira. Matanya nampak sembab.
Tanpa sadar ia membelai perutnya, di dalam rahimnya kini ada benih dari seorang pria yang tidak di kenalnya dengan cara yang tak wajar. Apakah operasi itu akan berhasil? Sejenak terlintas pemikirannya. Selain itu kesuciannya harus hilang di brankar operasi.
Airmatanya pun menetes, sejak saat ini, kebahagiaan mungkin akan menjauh dari hidupnya.
Hari terus bergulir, ternyata operasi itu telah gagal. Hingga ia harus menyiapkan diri untuk rencana selanjutnya.
"Mbak Bening, karena operasi kemarin tidak berhasil, maka kami akan membuat rencana selanjutnya, Mbak Bening persiapkan diri saja, istirahat yang cukup agar usaha kita tidak sia sia. Nanti saya akan memberi kabar selanjutnya." Mira berkata dengan wajah serius.
Bening merasa bingung," apa saya harus melakukan operasi lagi Bu Mira?"
"Tidak, kamu tunggu saja, saya akan mengatur semuanya."
Beberapa hari kemudian, nampak sebuah mobil mewah sedang menjemput Bening di kampusnya. Mobil itu melaju ke sebuah Villa yang cukup megah. Setelah sampai di halaman Villa, mobil pun berhenti. Bening pun turun, berjalan mengikuti sopir masuk ke dalam Villa.
"Mbak bersihkan diri dulu, nanti malam Tuan Muda akan pulang. Sebaiknya Mbak bersiap siap, karena Tuan Muda tidak suka pada wanita yang kotor." Kata penjaga Villa.
Bening pun mengangguk perlahan. Lalu mengikuti penjaga Villa yang berjalan di depannya menuju kamar yang di peruntukkan untuk Bening.
Sesampainya di dalam kamar, Bening pun terduduk lemas di sofa. Pikirannya kalut, ia sungguh takut akan hal yang akan dihadapinya. Sebagai ibu pengganti yang berkewajiban melahirkan keturunan dari orang yang telah menyewanya. Ia harus siap dengan konsekwensinya. Meski ia harus menyerahkan tubuhnya pada pria tersebut jika jalur operasi mengalami kegagalan.
Saat ia sedang gelisah dengan pemikirannya. Penjaga Villa pun mengetuk pintu kamarnya. Lalu masuk menyerahkan sebuah paper bag diatas meja. Setelah itu melangkah keluar meninggalkan Bening yang masih bergetar tubuhnya.
"Kamu harus kuat Bening, demi ibu." Monolognya lirih lalu bergegas membersihkan diri di dalam kamar mandi. Lima belas menit kemudian ia sudah keluar dengan baju tidur seksi yang melekat di tubuhnya.
Ia pun menunggu sampai larut malam, hampir saja ia tertidur dalam kegelapan kamar itu. Hanya pantulan sinar purnama yang menerangi kamar tersebut, hingga terlihat remang remang.
Saat terdengar langkah kaki mendekati kamar itu, lalu terdengar bunyi pintu dibuka dari depan, tubuh Bening terasa lemas, hatinya bergejolak tak karuan, andai ia bisa lari, mungkin ia akan melakukannya secepat kilat, namun sayangnya semua hanya keinginan yang tidak akan pernah terwujud. Karena perjanjian yang harus ditepati dan dilaksanakan. Meskipun tubuhnya kini sudah terasa sangat dingin dan keringat sudah membasahi pelipisnya. Namun ia mencoba untuk bersikap tenang.
Dalam cahaya remang remang, sebuah bayangan hitam yang tinggi besar tepat berada disamping ranjangnya. Bening semakin mengeratkan selimutnya dengan tangan yang bergetar. Rasanya jantungnya ingin sekali meloncat keluar. Pria itu membelakangi cahaya, Bening sama sekali tidak bisa melihat raut wajahnya. Hanya harum maskulin itu yang semerbak mengisi ruang kamar di villa tersebut.
Pria itu memasukkan kedua tangannya di saku celana, auranya terasa dingin."Apa kamu sudah dewasa?"
"Ah?" Bening tertegun sesaat, suaranya bergetar,"iya saya sudah 18tahun."
Pria itu terdiam sesaat." Tak kusangka kamu masih terlalu kecil!" Suaranya terdengar terkejut namun juga mengejek.
Bening mengira pria itu akan mengurungkan niatnya. Namun ia sudah mengambil separuh dari uang perjanjian itu, ia takut semua usahanya akan sia sia, kesucian yang dijaga juga telah hilang di ruang operasi. Apa lagi rahimnya juga pernah diisi oleh ****** pria itu. Bening tidak bisa membiarkannya. Meskipun ia harus menderita sekali lagi.
Dengan gugup ia pun berkata," tidak Tuan, saya sudah siap dengan semuanya."
Pria itu hanya diam sesaat, akhirnya ia melanjutkan katanya," maaf untuk operasi terakhir kalinya, saya sudah berhati hati, tapi entah kenapa, semua bisa gagal. Saya sudah dewasa dan sehat, siap untuk menanggung semua."
Jika bukan karena ibunya, ia tidak mungkin merendahkan dirinya seperti saat ini, namun semua harus ditanggung nya demi kesembuhan sang ibu. Bening berusaha menguatkan dirinya sendiri, meskipun ia merasa jijik dengan tubuhnya sekarang.
"Aku akan memberikanmu kesempatan terakhir, kalau kamu tidak bisa maka aku tidak akan memaksa, jangan sampai kau menyesal nantinya." Pria itu begitu tenang dalam tutur katanya.
"Tidak Tuan, saya tidak akan menyesal." Bening hampir saja menangis, ia tidak menyesal. Penyakit ibunya membuatnya tidak boleh menyesal.
"Baiklah jika itu keputusanmu." Pria itupun membuka kancing bajunya. Bening bisa mendengarkan itu, meskipun suasana kamar cukup gelap hanya mengandalkan sinar bulan yang meneranginya.
Ia semakin merapatkan selimutnya, seakan itu hal terakhir yang bisa melindunginya. Tubuhnya gemetaran. Rasa takut kini mengisi seluruh relung hatinya.
Tak lama kemudian, tubuh tinggi itu sudah menekan tubuh Bening dengan lembut di bawah kungkungannya. Pria itupun mengambil selimutnya, tidak membiarkan tubuh Bening untuk melarikan diri.
"Kau gugup?" Suaranya terdengar mengejek.
"Pertama kali ya?"
Tubuh Bening menggigil," hmm,, bisa dibilang begitu juga bisa di bilang tidak."
"Hmm,," dalam kegelapan ada gelombang emosi yang seakan terlintas di mata pria itu.
"Bisa di bilang begitu juga tidak? Pernyataan yang unik!"
"Keperawanan ku sudah hilang saat operasi kemarin," suara Bening terdengar malu juga sedih.
Pria itu pun berbisik di telinga Bening," bagus setidaknya masih bersih."
Gelapnya malam juga sinar bulan menjadi saksi kisah percintaan semalam antara dua insan yang dilandasi tanpa dasar cinta, hanya kesepakatan saja. Meninggalkan perih juga ketidakberdayaan seorang gadis yang terenggut masa mudanya.
bersambung🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Setelah kejadian malam itu, Bening tidak pernah lagi datang ke villa.
Asisten Mira berkata, jika Bening belum hamil juga setelah malam itu, maka akan diatur pertemuan selanjutnya. Bening hanya disuruh beristirahat, menyiapkan kondisinya untuk rencana selanjutnya.
Suasana di kampus pada akhir pekan sama seperti biasa, angin berhembus sepoi sepoi ke arah danau.
Teman teman kuliah terlihat bahagia dengan bersenda gurau satu sama lain. Menyisakan luka di hati Bening, andai ia bisa seperti itu. Namun semua hanya mimpi yang tidak akan terwujud.
Bening duduk sendiri di bangku tepi danau. Sedikit rasa frustasi perlahan hinggap di hatinya. Dia sangat berharap bisa seperti dulu. Meski hidup susah, setidaknya ia masih bisa memperjuangkan kebahagiaannya.
"Bening!"
Terdengar suara seseorang memanggilnya. Ia pun menoleh ke arah sumber suara. Sesaat ia mematung melihat seorang pria kini berjalan kearahnya. Tanpa ia sadari, kini manik matanya mengeluarkan embun yang siap untuk jatuh, namun ia tahan.
Faby, laki laki paling tampan di kamus, menjadi idola tiap mahasiswi, tidak hanya karena ketampanannya namun juga karena kepintarannya.
"Kenapa kamu menghindariku?"
Kini pria itu sudah berdiri tepat dihadapan Bening.
Bening merasa panik melihat tatapan pria di depannya."Aku tidak menghindarimu."
"Ku dengar kemarin ada mobil mewah yang menjemputmu, apa itu benar? Ada kabar jika terjadi sesuatu dengan keluargamu, apa kau butuh bantuanku?"
Faby duduk di sebelah Bening, kini mereka menjadi pusat perhatian teman teman sekampusnya.
Dan itu membuat Bening tidak nyaman.
"Tidak, terimakasih." Bening sedikit menggeser duduknya.
Faby terlihat sedikit emosi, ia pun menggenggam tangan Bening dengan erat. "Bening, kenapa akhir akhir ini kau terlihat asing bagiku, jika ada masalah berbagilah denganku, mungkin aku bisa membantumu!"
Jari jari Bening sedikit bergetar,"Faby, jangan seperti ini,,,"
Bening berusaha melepaskan genggaman tangan Faby. Itu membuat pria itu sedikit kecewa.
"Apa semua ini berhubungan dengan mobil mewah yang menjemputmu kemarin? Awalnya aku tidak percaya dengan rumor yang beredar kemarin, tapi melihat sikapmu sekarang aku,,, apa itu benar jika kau menjadi simpanan,,," Faby tidak melanjutkan katanya, ada rasa sesak yang menghantam dadanya saat ia mengatakan semua.
Bening sedikit terlonjak, ternyata masalah kemarin sudah tersebar ke seluruh kampus. Bening pun tersenyum pahit, ada rasa sakit yang teramat saat ia melihat tatapan Faby yang tersirat kekecewaan di sana.
Bening pun menarik nafas dalam dalam, lalu bangkit dari duduknya." Faby, aku ada kelas, aku permisi."
Bening pun membalikkan tubuhnya berniat meninggalkan tempat itu namun tangannya di tahan Faby.
"Apa kamu sedang menghindariku, apa rumor itu benar?"
Bening tidak dapat menjawab pertanyaan Faby, ia hanya terdiam dengan rasa sakit di hatinya seakan tertusuk oleh ribuan belati, membuat tubuhnya bergetar, sebisa mungkin ia menahan kristal kecil yang akan terjatuh dari pelupuk matanya. Ia pun terpejam agar kristal itu tidak tumpah sekarang.
"Bening, kenapa kamu diam saja? Apa selama ini kedekatan kita tidak berharga di hatimu? Apa aku yang terlalu meninggikan hubungan kita selama ini?"
Bening membuka matanya, menatap lekat wajah tampan yang selalu mencuri pikirannya. Seakan ingin membingkai wajah itu menaruhnya dalam relung hati yang terdalam.
Faby, pria yang telah mencuri hatinya sejak SMA, menjadi kepercayaan dan kerinduannya. Ia bagai matahari yang selalu menyinari hati juga harinya, namun ia sadar, matahari itu tidak bisa ia gapai, hanya menyisakan kesakitan yang teramat dalam di hatinya.
"Bening, katakan jika semua rumor itu bohong. Jangan diam saja!"
Dengan senyum yang menghiasi bibirnya, akhirnya Bening mengatakan," Faby, lupakanlah aku, maaf ,,,"
Meski hati bagai di hujami ribuan panah, Bening mencoba menyembunyikan luka hatinya. Tidak ada yang tahu, seberapa banyak keberanian yang di perlukan untuk menolak orang yang sangat dicintai.
Bening segera berlari meninggalkan Faby sebelum air mata itu benar benar terjatuh.
"Bening,,'
Faby hanya bisa menatap punggung Bening yang semakin menghilang dari pandangannya, berteriak dengan perasaan sedih.
Bening berlari dengan tubuh bergetar sampai ke toilet. Disana ia menumpahkan semua air matanya. Setelah dirinya merasa tenang, ia pun mengeluarkan testpack dari tasnya yang sudah ia siapkan sebelumnya.
Tubuh Bening bergetar saat ia melihat ada dua garis merah di tes kehamilan tersebut.
"Aku hamil,,," ucapnya bergetar.
Jarinya tanpa sadar membelai perutnya. Air matanya kembali deras mengalir. Benar benar ada kehidupan di dalam rahimnya.
Kini perasaannya bercampur aduk, antara sedih dan bahagia. Namun ia sadar, anugerah ini hanyalah sementara dalam hidupnya. Setelah memenangkan diri, ia pun keluar dari toilet juga kampusnya.
******
Sembilan bulan kemudian, Singapura.
Diruang persalinan, Bening sudah siap untuk melahirkan.
"Bening, ayo ikuti kataku, jangan takut!"
"Dokter Ana, tolong aku, ku mohon tolong aku,,,"
Wajah Bening di penuhi dengan keringat, tangannya menggenggam kuat brankar untuk menyalurkan rasa sakitnya.
Perutnya terlihat besar dari wanita hamil pada umumnya, karena ia hamil kembar. Karena ini, rasa sakitnya lebih dari persalinan normal biasanya.
"Jangan khawatir, aku akan menolong mu, Bening."
"Tarik nafasmu, lalu mengejan setelah merasakan kontraksi lagi."
"Ahhhh,,,"
Bening berteriak dengan rasa sakit yang luar biasa.
"Oee,,,oee,,," tangisan bayi terdengar memenuhi ruangan.
Dokter Ana menggendong seorang bayi mungil di tangannya.Ia meletakkan bayi tersebut di dada Bening.
"Selamat Bening, dia laki laki."
Bening terharu melihat putranya yang bergerak aktif di dadanya, ia pun menitikkan air mata.
Sembilan bulan lebih mengandungnya hingga melahirkannya. Kini rasa kehilangan benar benar menyelimuti hatinya. Sungguh ia tak rela menyerahkan darah dagingnya sendiri pada orang yang tidak di kenalnya, meskipun ia ayah biologis dari bayinya.
Setelah mendengar suara tangisan bayi, seorang perawat memasuki ruang bersalin. Ia pun mengambil bayi tersebut.
"Sesuai dengan perjanjian, Nona Bening kami harus membawa bayi ini pada Tuan Muda."
Bening hanya bisa menatap kepergian putranya dengan tidak rela.
"Ku mohon, rawat ia dengan baik,,," Air mata kini membasahi pipinya.
"Itu sudah pasti, dia adalah darah daging dari Tuan Muda, uang sudah di transfer ke rek Nona Bening, untuk kedepannya jangan memikirkan hal ini lagi!"
Perawat itu pun meninggalkan ruang bersalin.
"Bayiku,,," Bening menggenggam erat selimut yang masih ada noda darahnya. Air mata semakin deras mengalir, rasa sakit berpisah dengan buah hati siapa yang akan tahan.
Di sela Isak tangisnya, ia merasakan perutnya berkontraksi lagi.
"Ayo Bening, tarik nafasmu dalam dalam lalu mengejan lagi." Titah Dokter Ana yang diikuti oleh Bening.
"Ayo Bening, tarik nafasmu lagi, ayo sayang kamu pasti bisa,,,"Dokter Ana memberikan semangat untuk Bening.
"Aahhh,," teriak Bening kuat di sisa sisa tenaganya.
"Oee,,, oe,,, " tangis bayi terdengar di ruang bersalin tersebut.
"Selamat sayang,,, dia juga laki laki."
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
7 tahun kemudian di kota J. Di sebuah rumah kontrakan yang cukup sederhana terdengar tangis seorang anak laki laki juga suara wanita yang sedang memarahi anaknya. Bening menjewer telinga putranya meski tidak terlalu kencang.
"Aww,, Bunda maafin Dimas, sakit,,," anak laki laki itu berakting seolah ia benar benar teraniaya, dengan mengeluarkan air mata palsunya.
"Sudah Bunda bilang, kamu harus rajin belajar jangan main main terus, tapi kamu tidak mau dengar, sekarang liat!" Bening mengangkat kertas ujian sambil memelototkan matanya ke arah anaknya.
"Liat baik baik Dimas Anggara,,,,!" Geramnya memperlihatkan kertas ujian itu tepat di depan mata Dimas.
"Dimas minta maaf Bunda, Dimas janji mau belajar lebih giat lagi, tapi bisakah Bunda tidak marah untuk saat ini, please!" Mohonnya dengan tatapan yang menggemaskan.
"Kamu masih berani bernego sama Bunda setelah membuat kesalahan, hmm?"
Bocah itu pun bergidik ngeri melihat amarah Bundanya yang tidak pernah di liatnya selama ini. "Maafin Dimas Bunda, hikss,, hikkss,,!"
"Ada apa sih Ning,,, kenapa kamu marahi Dimas kayak gitu, ia masih kecil, jangan terlalu ketat padanya."
Seorang wanita paruh baya keluar dari dapur melangkah kearah Dimas lalu mendudukkan anak itu di kursi yang terbuat dari rotan.
"Ibu jangan terlalu memanjakan Dimas, nanti ia besar kepala, tidak mau menurut, bersikap sesuka hati, mau jadi apa dia nanti kalau besar." Kesal Bening karena ibunya selalu memanjakan putranya itu.
"Memang salah Dimas apa?"
"Ibu lihat saja sendiri, nilai ujian dia benar benar hancur." Bening menyerahkan kertas lembar soal ujian bahasa Indonesia.
Ibu Bening pun menerima lembar kertas itu lalu melihatnya. Mulanya ia tidak terkejut dengan nilai yang tertera di lembar kertas itu, namun saat matanya membaca jawaban dari salah satu pertanyaan ia pun tertawa dengan keras.
"Ha,,,ha,,,ha,,, ternyata cucu ku memang sangat pintar."
Dimas yang mendapatkan pujian dari neneknya pun merasa bangga dengan membusungkan dadanya.
Melihat kekompakan keduanya, nenek juga cucu membuat Bening semakin jengkel.
Bu Nunik membawa Dimas dalam pelukannya. Bukannya ia ingin memanjakan Dimas, namun beberapa tahun ini hidup mereka sudah susah.
"Ini semua salah Ibu, andai Ibu tidak sakit parah, maka kita tidak perlu pergi ke Singapura untuk berobat, dan Dimas tidak dilahirkan disana."
Nunik tahu, betapa susahnya hidup putrinya saat itu, dan ia juga tidak mau memberi tahu dari mana uang yang dia peroleh untuk berobat juga hidup mereka selama ini di Singapura. Karena Bening selalu diam saat ditanya. Bahkan ayah kandung Dimas juga ia tutupi.
"Ibu tidak perlu mengatakannya, yang penting ibu sembuh. Aku sudah merasa bahagia."
Saat itu ia melahirkan di Singapura karena ibunya juga berobat disana. Setelah beberapa tahun, uang 1milyar yang diterima dari perjanjian kontraknya sudah habis, ia memutuskan kembali ke Indonesia untuk mencari pekerjaan.
Selama tinggal di Singapura memang putranya memakai bahasa Inggris juga bahasa Indonesia dalam keseharian, membuat bahasa anak itu campur aduk. Beruntung setelah 6bln pulang ke Indonesia, bocah itu sudah lebih baik bahasa Indonesianya.
"Iya, aku tidak akan membahasnya lagi, aku hanya ingin kamu juga Dimas bahagia sambil menunggu Ayahmu keluar dari penjara."
Setiap berbicara tentang suaminya, mata Nunik selalu sembab.
"Oma jangan nangis, Dimas janji akan jadi anak yang baik." Bocah itu menghapus air mata Omanya dengan lembut.
Bening merasa sesak melihatnya, di remasnya kertas ujian tersebut, mungkin ia harus lebih sabar lagi juga keras lagi untuk mengajari putranya.
Kini yang ada dipikirannya hanya bekerja keras mencari uang, agar putranya bisa hidup layak juga lebih baik lagi. Sehingga ia tidak menyia nyiakan putra kedua yang dianugerahkan padanya, karena keegoisannya untuk mempertahankan anak itu disisinya.
*******
Suatu malam.
"Bening, pertemuan akan segera di mulai. Kamu ada dimana?"
"Pak Hendra, saya sudah ada di luar hotel sebentar lagi akan masuk."
"Baiklah, langsung naik ke lantai 3 nanti, aku tunggu!"
Bening pun mematikan ponselnya, mengangkat kepalanya melihat bangunan megah yang ada di depan matanya.
Hotel H. Hotel ini adalah hotel terkenal juga termegah di kota J.
Setengah tahun sejak ia kembali ke negara ini, nama hotel ini yang paling sering disebutkan dari mulut rekan kantornya.
Tak disangka malam ini Pak Direktur akan mengajaknya menghadiri acara perjamuan. Begitu memikirkan akan gaji juga bonus yang akan diterima jika mau hadir dalam perjamuan ini membuat Bening bersemangat.
Demi membuat hidup Dimas juga ibunya lebih layak, ia harus bekerja keras, mencari uang sebanyak mungkin.
Bening memegang erat tasnya, saat melewati sebuah sedan mewah warna hitam yang terparkir di pinggir jalan, ia pun berhenti sejenak, melihat penampilannya di depan kaca mobil, ia pun merapikan rambut juga gaunnya.
Rambut panjangnya yang hitam telah digulung dan dicepol tinggi tinggi. Dengan riasan wajah yang sederhana. Gaun warna hitam bermodel sabrina ini agak terasa salah, ia pun merapikan gaunnya menggunakan jendela mobil. Setelah memastikan penampilannya ok, ia pun berniat meninggalkan tempat itu.
"Ok, selesai!"
Bening pun mengambil nafas dalam dalam, tersenyum manis untuk menyemangati dirinya. Tanpa disangka, kaca jendela itupun terbuka.
Nampak raut wajah yang dingin namun terlihat sangat tampan sedang memandangnya intens.
Bening membeku, senyum di wajahnya pun menghilang entah kemana.
bersambung 🌹 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!