"Ibu!" teriak Ermi histeris sambil berlari dengan sekuat tenaga.
"Ibu, Ibu bangunlah Ibu. Ermi, mohon bangun, Bu. Tolong!" tangis gadis malang itu semakin histeris.
Tak berselang lama, Tante Devi pemilik toko bunga tempat Ermi bekerja, berlari menuju tempat di mana Ermi berada.
"Astaga, Ermi. Ibumu kenapa bisa jatuh? Sebentar, Tante panggilkan Suami Tante agar segera membawa Ibumu ke rumah sakit."
"Terima kasih, Tante Devi." Jawab Ermi menangis pilu.
Tak lama kemudian, Tante Devi kembali dengan Suaminya yang tiba dengan membawa mobil pribadi mereka.
"Paman, tolong bantu Ibuku." pinta Ermi pada Paman Dika Suami dari Tante Devi.
"Baiklah, kamu tenanglah. Ibumu akan baik-baik saja," jawab Paman Dika lalu mengangkat tubuh kurus Ibu Santi.
Ermi turut masuk ke dalam mobil, di dalam sana, ia memangku kepala Ibunya dengan tangisan yang tak kunjung sudah.
"Paman, bagaimana ini? Kenapa Ibuku belum juga bangun?" Ermi terisak dalam diam, lalu mengelap perlahan bekas air mata yang berada di pelupuk mata keriput Sang Ibu tercinta.
Sekitar dua puluh menit membelah jalan raya, yang beruntung tidak macet. kini, Ermi dan Paman Dika telah berada di depan sebuah ruangan bertuliskan IGD, dimana Sang Ibu ditangani di dalam sana.
"Ermi, tenanglah. Berhenti menangis, Ibumu akan baik-baik saja," Paman Dika berusaha membujuk sambil menepuk pelan pundak Ermi.
Paman Dika dan Tante Devi sudah Ermi anggap seperti saudara sendiri, hubungannya begitu dekat. Bahkan, tak jarang Paman Dika dan Tante Devi membantu membayar cicilan hutang Ermi di Bank. Mereka melakukan semua kebaikan benar-benar tanpa meminta imbalan sama sekali.
Terbukanya pintu ruangan IGD membuat Ermi dan Paman Dika berdiri serentak. Melangkah lebar Ermi mendekat pada seorang Dokter muda tampan yang keluar dari ruangan.
"Dokter, bagaimana keadaan Ibu saya? Apa Ibu saya baik-baik saja, Dokter? Tolong cepat katakan," desak Ermi panik.
"Nana tenanglah, izinkan Dokter berbicara," kembali Paman Dika membujuk.
"Mari, ikut ke ruangan saya terlebih dulu. Saya akan menjelaskan semuanya di ruangan saya," jawab Dokter tetap tenang.
Ermi mengangguk cepat, kemudian mengekor di belakang Sang Dokter hingga tiba di sebuah ruangan serba putih, dengan meja dan kursi kerja ditengah-tengahnya. Ada pula sebuah ranjang khas rumah sakit, tak lupa tabir berwarna biru mengelilingi ranjang itu.
"Silahkan duduk, Ermi. Maaf, Pak. Kursinya hanya satu," ujar Sang Dokter yang memang telah mengenal Ermi.
"Tidak masalah, Dokter. Ermi duduklah," Titah Paman Dika dan Ermi duduk tepat di hadapan Dokter. Ermi memegangi dadanya—kala merasakan jantungnya yang berdetak tak beraturan, saking gugupnya akan menghadapi berita tentang kesehatan Sang Ibu.
Lenggang menyelimuti ruangan ketika tak ada satu pun yang akan memulai pembicaraan. Sedangkan Dokter tampak tengah serius membaca sebuah dokumen.
"Dokter, Ibu saya sakit apa?" tanya Ermi pelan karena belum sepenuhnya sanggup menghadapi sebuah kenyataan yang akan membuatnya kembali bersedih. "Apakah ginjal Ibu saya bermasalah lagi?" tanya Ermi dengan setetes air mata.
Sebelumnya, sekitar satu tahun yang lalu, Ermi memang telah mendonorkan salah satu ginjalnya untuk Sang Ibu. Dan Ermi khawatir hal seperti itu akan terulang lagi.
Ermi menggenggam erat ujung roknya, ketika melihat semburat iba dari raut wajah Sang Dokter. Semburat iba persis seperti satu tahun yang lalu, yang membuatnya harus meminjam banyak uang kepada rentenir, karena saat itu Ermi belum mengenal Paman Dika dan Tante Devi yang notabenya adalah pendatang baru. Sebelumnya Paman Dika dan Tante Devi tinggal di Inggris, negara asal Paman Dika.
Dokter menghela napas sambil menggelengkan kepala, membuat Ermi menaikkan pandangannya, menatap Dokter muda tampan itu dengan perasaan tak menentu.
"Lebih buruk dari tahun lalu, Ermi. Tubuh Ibumu menolak ginjal darimu dan kini ginjalnya tidak berfungsi, Ibumu hanya bisa bertahan hidup dengan satu ginjal yang juga telah rusak. Namun, masih bisa berfungsi walau tidak efektif," jelas Dokter membuat Ermi tak dapat membendung air matanya.
"Lalu, apa yang akan dilakukan agar Ibu saya kembali sembuh?" tanya Ermi dengan suara serak.
"Akan saya usahakan semaksimal mungkin. Namun, saya tidak ingin memberi kamu banyak harapan, karena kondisimu Ibumu sangat buruk. Bukan hanya karena ginjalnya, tapi juga karena usianya. Kamu hanya perlu banyak-banyak berdoa, karena hanya dengan kuasa Tuhanlah Ibumu akan kembali sembuh."
Buliran bening terus membasahi pipi gadis malang itu, sesekali dia juga membersihkan cairan dari hidung menggunakan lengan bajunya yang panjang.
"Kenapa bisa begitu, Dok. Bukankah sebelumnya ginjal yang saya berikan cocok untuk Ibu saya. Kenapa setelah setahun baru ada penolakan?"
"Ini adalah kondisi yang tidak dapat diprediksi, Ermi. Hal semacam ini memang biasa terjadi. Untuk kondisi Ibumu, faktor usia sangat mendukung," jelas Dokter.
"Tidak bisakah melakukan operasi sekali lagi, Dokter?" pinta Ermi.
"Iya, Dokter. Kami tahu Ibu Santi memang telah lanjut usia, tapi sebagai Dokter, sudah seharusnya Anda menyelamatkan nyawanya mau dia masih muda atau pun telah lanjut usia,"
saut Paman Dika yang terdengar emosi.
Dokter tampan yang bernama Adit itu menelan salivanya kasar ketika mendengar ucapan Paman Dika, karena sebenarnya Dokter Adit tidak menyukai Ibu Santi karena beliau pernah menolaknya mentah-mentah ketika dia mengatakan kalau dia mencintai Ermi.
Ibu Santi membenci Dokter Adit, karena pernah menangkap basah Dokter tampan itu yang ingin mencium Ermi secara diam-diam disaat Ermi tengah terlelap di sebuah ranjang kosong di rumah sakit. Dan sejak saat itulah, Ibu Santi tidak suka berada lama-lama di rumah sakit. Jarang kontrol, itu juga menjadi salah satu penyebab ginjalnya kembali bermasalah.
"Ayo Ermi, kita pulang. Biar Paman yang mencarikan Dokter terbaik di kota ini untuk mengobati Ibumu. Dan kau Dokter Adit! Kemasi semua barang-barangmu karena kau akan diusir dan dicabut surat izin praktekmu!" kesal Paman Dika menyeret lengan Ermi untuk dibawa keluar dari ruangan Dokter Adit.
"Ta-tapi, Paman ...." Ujar Ermi ketika diseret paksa oleh Paman Dika.
Sedangkan Dokter Adit tampak linglung, dia begitu terkejut atas apa yang baru saja terjadi. Dia tampak berpikir siapa sebenarnya lelaki paruh baya yang datang bersama Ermi.
Apa maksudnya berbicara begitu? Tanpa dia sadari, dirinya telah melakukan kesalahan besar karena telah berani berhadapan dengan seseorang Paman Dika, seorang Asisten dari Presdir Varon, pemilik Lomero grup, yang memiliki begitu banyak cabang usaha, termasuk rumah sakit tempat Dokter Adit bekerja saat ini. Dan benar saja, belum sampai satu menit, Dokter Adit telah mendapatkan surat pemecatan secara tak hormat.
***
"Paman, bagaimana dengan Ibuku?"
"Tenanglah, Ermi. Ibumu baik-baik saja, Dokter gila itu hanya tidak menyukai Ibumu, makannya dia mengatakan hal semacam itu untuk menakutimu," jawab Paman Dika, membuat Ermi tak percaya.
"Maksud Paman apa?"
"Panjang ceritanya, yang pasti Dokter Adit menyukaimu dan dia membenci Ibumu karena pernah menolaknya. Dan sepertinya dia ingin melenyapkan nyawa Ibumu, agar dia dapat dengan mudah mendapatkanmu." Jelas paman Dika membuat Ermi menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.
"Apa Paman tidak membohongiku? Apa Paman serius?"
"Apa kamu melupakan siapa Paman?" tanya balik Paman Dika.
"Dengar, Ermi, sekarang semua itu tidak penting. Yang penting saat ini adalah bagaimana agar Ibumu bisa kembali sembuh seperti biasa."
"Bagaimana caranya agar Ibuku bisa kembali sembuh, Paman?" tanya Ermi frustasi.
"Kamu tau operasi yang akan dilakukan kepada Ibumu bukan hanya ginjal saja. Tapi, juga penyakit lainnya yang mengalami komplikasi. Dan dipastikan butuh biaya ratusan juta, dan Paman tidak punya uang sebanyak itu untuk membantumu."
"Aku akan meminjam uang kepada rentenir lagi, Paman. Apa mereka mau meminjamkanku? Sedangkan hutang sebelumnya belum sepenuhnya terbayar."
"Tidak bisa, Ermi. Apa kamu mau akhirnya akan menjadi wanita simpanan rentenir karena tak sanggup membayar cicilannya?" Ermi menggeleng cepat.
"Paman punya cara yang lebih aman untukmu. Dia adalah Bos Paman, Paman tau siapa dia. Dan dia dapat memberikanmu uang sebanyak apa pun yang kamu mau."
"Bos Paman? Apa Paman akan mencarikanku pekerjaan? Pekerjaan apa yang bisa menghasilkan uang yang banyak dalam waktu yang cepat?"
"Selingkuhan bos paman," jawab Paman Dika membuat Ermi begitu terkejut.
.
.
.
Hallo semua reader kesayangan😍. Ketemu lagi di novel terbaru Author 🙌. Jangan lupa berikan dukungannya, ya. Calangeo😘.
Ermi Azrina
Varon Mero
"Paman ingin menjualku? Apa bedanya dengan aku meminjam uang ke bank atau ke rentenir!" Kesal Ermi diselimuti emosi. Saking kesalnya Ermi segera membuka pintu mobil untuk keluar. Namun, aksinya gagal—kala Paman Dika mengunci pintu otomatis.
"Apa yang Paman lakukan!"
"Dengarkan dulu, Ermi. Paman belum selesai bicara," imbuhnya.
"Apa lagi yang ingin Paman jelaskan? Paman sama saja liciknya dengan Dokter Adit. Tidak ada yang benar-benar tulus ingin membantu kesusahan yang aku alami. Kalian semua mengambil kesempatan untuk menyudutkanku, kenapa kalian semua melakukan ini padaku? Apa salahku?" tangis Ermi pecah.
"Ermi, tenangkan dirimu lebih dulu dan dengarkan Paman berbicara hingga selesai," bujuk Paman Dika lembut.
"Apa yang ingin Paman jelaskan? Jelas-jelas Paman sendiri yang mengatakan kalau Paman ingin menjadikan aku selingkuhan untuk Bos Paman, itu sama saja dengan Paman menjualku!" terang Ermi dengan tangisan pilunya.
"Paman tidak mungkin tega menjualmu. Kamu sudah Paman anggap seperti Putri Paman sendiri."
"Kalau tidak, lalu apa artinya Paman ingin menjadikan aku selingkuhan bos paman?"
"Ini berbeda, Ermi. Dengarkan dulu Paman berbicara sampai akhir. Selingkuhan ini berbeda, di sini kamu akan menjadi Fake Affair yang maksudnya, kamu tidak diwajibkan untuk menemaninya dalam kutip soal urusan ranjang," jelas Paman Dika menggantung.
"Maksud Paman apa? Fake Affair" tanya Ermi cepat.
"Makanya, dengarkan dulu Paman baik-baik setelahnya baru ambil kesimpulan. Jadi begini, Bos Paman ini ingin mencari selingkuhan yang bisa diajak bekerja sama."
"Kerja sama? Kerja sama apa, Paman?" tanya Ermi penasaran.
"Dengarkan dulu Paman berbicara, jangan dipotong terus," kesal Paman Dika.
"Dia dipaksa menikah dengan wanita yang tidak dia cinta. Dia ingin menceraikan Istri pertamanya," Paman Dika menjelaskan tapi tidak detail.
"Kenapa tidak langsung ceraikan saja sendiri? Kenapa harus melibatkan orang lain? Bukankah Bos Paman adalah orang berkuasa?" saut Ermi.
"Dia sudah berjanji kepada Almarhum Ayahnya untuk tidak akan menceriakan wanita itu, dia adalah lelaki yang sangat menjunjung tinggi janji dan sumpah. Walau bagaimana pun tersiksanya, dia tetap tidak ingin menceraikan Istrinya itu. Dia tidak ingin mengingkari janji kepada Almarhum Ayahnya juga kepada almarhum Mertuanya."
"Lalu, apa hubungannya dengan aku menjadi gadis selingkuhannya?"
"Untuk bekerja sama membuat Istri pertama yang akan meminta cerai darinya," jawab Paman Dika.
"Paman, walau mereka tidak saling cinta. Tapi, ikatan pernikahan adalah ikatan yang sakral, tidak seharusnya dipermainkan seperti itu. Aku tidak bisa, Paman. Bagaimana pun sulitnya hidupku, aku tidak ingin menjadi orang ketiga yang akan merusak rumah tangga orang lain," Ermi menolak tegas.
"Apa kamu tidak ingin melihat Ibumu kembali sembuh?" goda Paman Dika membuat Ermi berpikir ulang.
"Pikirkan baik-baik, Ermi. Paman tidak masalah bila kamu menolak, tidak ada untungnya juga ruginya bagi Paman. Paman hanya memberikan kamu solusi agar tidak terjebak dengan banyak hutang dan berakhir menjadi wanita simpanan. Paman tau siapa kamu, kamu adalah satu-satunya gadis paling tangguh yang pernah Paman kenal, kamu bukanlah gadis lemah. Kamu adalah Ermi Azrina, gadis kuat yang akan melakukan apa pun demi menyelamatkan nyawa Ibunya. Kamu tidak mungkin hanya berdiam diri melihat Ibumu kesakitan hingga berakhir kematian," Paman Dika menyadarkan Ermi, bila nyawa lebih penting dari segalanya termasuk kehormatan.
"Ta-tapi, Paman ... A-aku—"
"Terserah padamu, Ermi. Walau kamu menolak, Paman akan tetap membantu Ibumu meski hanya membantu semampu yang Paman bisa," tutur Paman Dika tak lagi memaksa Ermi.
Ermi begitu bimbang akan kejadian yang kini menimpa dirinya. Haruskah dia menerima tawaran Paman Dika? Haruskah dia menerima takdirnya untuk menjadi selingkuhan dan menghancurkan rumah tangga orang lain? Entah takdir seperti apa yang kini dia jalani.
Semua kemalangan ini, entah kapan akan berakhir. Kenapa dia terus diberikan ujian hidup bertubi-tubi. Kapan kebahagiaan buah dari hasil ujiannya akan dia nikmati. Apakah dia hanya akan terus menderita hingga akhir hayatnya.
Menjadi selingkuhan, walau hanya sebatas menemani kesepian. Tidak dituntut untuk menemani urusan ranjang. Tetap saja namanya selingkuhan, seorang gadis yang akan membuat dosa lalu diberikan imbalan berupa kemewahan duniawi.
Selingkuhan tanggung, bisa dibilang begitulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan pekerjaannya nanti. Ya, pada akhirnya Ermi menerima tawaran Paman Dika.
Demi menyelamatkan nyawa Sang Ibu, apa pun akan Ermi lakukan, jangankan menjadi selingkuhan, diambil nyawanya sekali pun, sanggup Ermi lakukan.
"Tenangkan dirimu, Ermi, Bos Paman tidak menyukai wanita yang lemah. Jadi, setidaknya jangan tunjukkan kelemahanmu di hadapannya. Dia akan sangat baik bila orang juga bersikap baik kepadanya, begitu pula sebaliknya. Kamu harus pandai-pandai memposisikan dirimu saat bersamanya," jelas Paman Dika masih tetap fokus mengemudi.
Ermi tak menanggapi ucapan Paman Dika yang terus mengoceh. Dia masih betah bersandar di sandaran kursi, dengan pikiran menerawang jauh entah ke mana. Ermi menatap satu persatu gedung menjulang tinggi yang dilewati, terpaan angin menembus pori-pori kulitnya, mendinginkan tubuh hingga mengkristalkan hati.
Ibu jari dan telunjuknya, dia capitkan di pangkal hidung. Kedua jari itu memijat pelan, memberikan sensasi menenangkan, yang mampu membuatnya memejamkan mata.
Beberapa menit kemudian.
"Ermi, bangunlah. Kita sudah sampai," ujar Paman Dika membangunkan Ermi yang tak sadar telah terlelap.
Ermi mengusap matanya perlahan, lalu mengedarkan pandangan keluar, menatap dan mengeja nama gedung paling tinggi di kota itu.
"Lomero group? Bukannya Paman hanya bekerja di cabangnya saja? Ini, kan kantor pusatnya," imbuh Ermi heran.
"Kamu benar, Paman memang cuma bekerja di kantor cabang saja. Tapi, Paman tetaplah orang kepercayaan beliau. Untuk itulah, Paman yang dipercaya untuk mencarikannya gadis baik sepertimu," jawab Paman Dika.
"Beliau itu namanya siapa, Paman?"
"Beliau bernama Tuan Varon," jawab Paman Dika.
"Berapa usia Tuan Varon?" Tanya Ermi sambil menatap sendu gedung itu.
"Apa kamu mengira dia lelaki yang seperti Paman, yang sudah berumur, haha ...." saut Paman Dika tertawa.
"Kenapa? Bukankah Tuan Varon menginginkan selingkuhan? Itu artinya dia adalah seorang pria berumur, lagian Bos-bos muda dan tampan sempurna hanya ada di dunia novel saja," saut Ermi dengan pikiran polosnya membuat Paman Dika terus tertawa hingga sakit perut.
"Sudahlah, daripada menerka-nerka lebih baik kita masuk sekarang dan kamu akan langsung melihat sendiri. Ingat pesan Paman, jaga sikapmu saat bersama Tuan Varon."
"Baik, Paman." Jawab Ermi nanar.
Ermi turun dari mobil, kemudian mengekor di belakang Paman Dika yang masuk lebih dulu. Tiba di lobby, Ermi menundukkan wajahnya dalam ketika para karyawan yang berada di sana menatapnya dengan pandangan tak suka. Pandangan tak suka yang mampu menusuk hati gadis malang itu, hingga meninggalkan luka tak berdarah.
"Silahkan masuk, Ermi." Ujar Paman Dika mempersilahkan Ermi masuk ke dalam lift.
"Terima kasih, Paman." Jawab Ermi sopan.
Kini, Paman Dika dan Ermi telah berada dalam lift khusus, yang akan otomatis membawa mereka menuju lantai 25, di mana di sanalah Tuan Varon berada.
"Ermi, ingat juga satu lagi pesan Paman. Setelah ini, kamu akan menjadi majikan Paman. Jadi, kamu harus panggil Paman dengan panggilan Asisten Dika saja, jangan Paman lagi."
"Ta-tapi, Paman—"
"Sudah ikuti saja apa yang Paman katakan."
Ting!
Lift terbuka, kembali Paman Dika mempersilahkan Ermi untuk keluar lebih dulu.
Ermi melongo kagum ketika memasuki lantai dua lima yang super mewah. Begitu luas dengan tiang-tiang besar di sepanjang jalan. Dinding berwarna abu-abu juga putih, dengan lantai keramik khas Jepang berpola kotak-kotak yang besar berwarna putih bersih.
Ermi semakin kagum, ketika Paman Dika menempelkan sebuah kartu berbentuk kartu ATM di pintu baja sebuah ruangan yang bertuliskan PRESDIR VARON MERO dengan warna gold yang memberikan kesan mewah.
Setelah Paman Dika menempelkan kartunya, pintu baja itu mulai terbuka dengan sendirinya. Dan lagi-lagi Ermi mengagumi ruangan luas di dalamnya.
Sama dengan ruangan Presdir pada umumnya, yang terdapat meja dan kursi lengkap dengan komputer, laptop, telepon kantor, dokumen penting, dan hal lainnya.
Jika sang Presdir penat bekerja, dia akan langsung memutar singgasananya, dan seketika dihadapkan dengan pemandangan indah gedung-gedung pencakar langit plus warna jingga yang mengiringi matahari untuk mencapai tempat peristirahatannya.
"Tuan, saya datang bersama dengan membawa wanita dengan ciri-ciri yang Tuan inginkan," lapor Paman Dika sopan.
"Kau boleh pergi," usirnya yang tetap membelakangi Ermi dan Paman Dika.
Ermi menelan salivanya kasar ketika mendengar suara baritone yang terdengar begitu seksi di telinganya. Punggung lebar dan kekar dengan otot-otot yang kencang menjadi pemandangan pertama yang Ermi lihat.
"Baik, Tuan," jawab Paman Dika segera keluar meninggalkan Ermi seorang diri.
Paman, aku takut!
Dengan keringat dingin yang mulai bercucuran, Ermi mencoba membuka suara walau berat untuk membuka mulutnya.
"Tu-tuan Varon," panggil Ermi terbata.
Pria itu tak juga berbalik, juga tak menyambut sapaan Ermi.
"Tuan, saya siap bekerja untuk Tuan. Bisakah Tuan memberikan sedikit penjelasan tentang pekerjaan seperti apa yang akan saya lakukan?" memang lancar Ermi bertanya, tapi keringat yang membasahi wajahnya, dapat menjelaskan betapa gugupnya dia saat ini.
"Kamu memang harus siap. Tandatangani sebuah kertas di atas meja di hadapanmu!" titahnya tanpa berbalik. Ermi langsung mengedarkan pandangannya ke atas meja dan melihat sebuah kertas kosong yang tergeletak di sana.
"Surat apa ini, Tuan?" tanya Ermi pelan karena takut salah bicara.
"Tidak perlu banyak bertanya, kamu hanya perlu tanda tangan terserah di bagian mana," jawabnya dengan nada yang mulai meninggi membuat Ermi semakin ketakutan.
Bagaimana ini? Tidak ada peraturan apa pun yang tertera di sini. Apa pria ini berniat menjebakku?
Ermi ragu untuk menorehkan tanda tangannya yang berharga.
"Tanda tangan sekarang, atau nyawa Ibumu akan melayang!" desaknya membuat Ermi reflek langsung menandatangani kertas kosong itu.
"Sudah, Tuan," jawab Ermi cepat karena takut. Ermi memang belum pernah mengenal seperti apa wajah pewaris Lomero group, tapi nama perusahan terbesar di negara itu sudah begitu terkenal dan berkuasa. Dan beberapa menit lagi, Ermi akan segera melihat seperti apa wajah pria misterius itu.
"Jadi, pekerjaan seperti apa yang akan saya lakukan untuk Tuan?"
"Temani kesepianku. Maka, uangku adalah uangmu."
.
.
.
Ermi Azrina
Varon Mero
Flashback
"Bangun, hei! Sudah jam berapa ini? Bangun!" Bentak Varon sambil menepuk pundak Key Sang Istri yang tidur di lantai beralaskan karpet berserabut.
Varon berdiri dari berjongkok ketika Key sudah duduk dan mulai mengusap matanya perlahan.
"Kak Varon, kepalaku pusing sekali. Tidak apa-apa bukan, kalau aku tidur sebentar lagi saja," pinta gadis dewasa berusia 27 tahun itu.
Nesya Key, adalah seorang Putri dari Tuan Robert dan Nyonya Anna. Ayah key yaitu Tuan Robert, sudah berteman lama dengan Ayah Varon yaitu Tuan Devan. Sebelum meninggal dunia karena kecelakaan dua bulan yang lalu, keduanya telah sepakat menikahkan Putra dan Putri mereka secara paksa.
Dan karena paksaan kedua orang tua merekalah, Varon dan key pada akhirnya menikah. Sedari dulu, Varon dan key adalah teman masa kecil. Karena selalu bermain bersama, rasa cinta pun tumbuh di hati key, tapi tidak dengan Varon. Varon sama sekali tidak menyukai key, karena hal itulah dia bahkan tidak mengizinkan Key untuk tidur seranjang dengannya.
Sedangkan kehamilan Key saat ini, hanyalah sebuah insiden yang terjadi tanpa sengaja ketika keduanya berlibur ke pulau pribadi keluarga Mero.
Ketidakpedulian Varon bahkan kekejaman Varon, tak sedikit pun dapat mengurangi rasa cinta Key untuk Varon. Meski Varon tak pernah menganggap dirinya, tapi Key tetap setia untuk selalu mencintai Suami sahnya. Karena baginya, menjadi Istri seorang Varon adalah kebahagiaan yang tak dapat ternilai oleh apa pun.
"Jangan manja! Pergi ke dapur sekarang dan buatkan aku makanan yang enak, awas saja kalau tidak enak!" ancam Varon lalu berjalan tanpa dosa menuju kamar mandi.
Braaak!
Suara pintu yang ditutup kuat, membuat Key terkejut, menyeka kasar air mata yang tumpah, dia segera berdiri lalu berjalan menuju dapur—guna menyiapkan sarapan yang Suaminya inginkan.
Penuh perjuangan, dengan bolak balik kamar mandi guna melegakan mualnya. Pada akhirnya, Key berhasil menyiapkan sepiring omelette kesukaan Varon.
"Sayang, kamu masak? Sudah sayang, lain kali biarkan chef di rumah ini yang membuatkan Varon sarapan. Kamu lagi hamil muda, Sayang. Tidak boleh terlalu lelah," ujar Nyonya Lona yang adalah Mommy dari Varon.
"Tidak apa-apa, Mommy. Dia yang menginginkan aku untuk membuatkannya sarapan," jawab Key tersenyum manis sambil menyusun sarapan ke atas meja.
"Tapi, dia tidak pernah memakannya, Sayang," saut Nyonya Lona sendu. Sebagai seorang wanita, hatinya begitu terluka kala melihat usaha Key yang tak pernah disambut baik oleh Varon, Putranya. Setiap paginya, Varon selalu meminta Key untuk membuatkannya sarapan. Tapi, tak pernah dimakan langsung oleh Varon. Mencicipi sesendok, lalu dia muntahkan di depan Key langsung. Selalu ada saja alasannya, entah keasinan, terlalu manis, dan hal tak masuk akal lainnya.
"Tidak apa, Mommy. Aku hanya mengerjakan kewajibanku saja," jawab Key ramah.
"Maafkan Mommy, Sayang. Maafkan Mommy karena tidak mampu membujuk Varon untuk bersikap baik kepadamu," sesal Nyonya Lona iba.
"Mommy jangan sedih, ya. Aku baik-baik saja, dia juga baik kepadaku. Pernikahan kami baik-baik saja, Mommy," jelas Key berbohong.
"Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi sudah ada drama begini. Hey kamu, lepaskan Mommyku. Jangan pernah lagi menyentuh Mommyku!" bentak Varon memisahkan kedua perempuan itu.
"Varon, jaga sikapmu, Nak! Key sedang mengandung anakmu, setidaknya hargai dia sebagai Istrimu," saut Nyonya Lona murka.
"Anakku? Aku tidak pernah menyentuhnya. Jadi, jangan pernah mengatakan kalau anak yang saat ini dia kandung adalah anakku. Aku tidak pernah menyentuhnya! Jadi anak itu bukan anakku!" bentak Varon langsung pergi tanpa menyentuh sarapan yang susah payah Key buatkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!