"Ayah! Aku mohon jangan tinggalkan aku sendirian disini! Aku berjanji akan berlatih keras asalkan ayah tidak membuangku!.." Teriak seorang anak kecil yang berusia sebelas tahun seraya menangis dan memegang kaki ayahnya.
"San Lin! Satu tahun adalah waktu yang pernah aku berikan padamu agar kau menunjukkan dirimu bahwa kau bukanlah seorang sampah!!.."
Pria paruh baya yang terlihat berusia empat puluhan berteriak dan membentak putranya, namanya adalah SAN GANG. San Gang adalah ayah dari San Lin.
"Tapi ayah! Aku mohon berikan aku waktu satu tahun lagi! Jika dalam waktu satu tahun ini aku tidak bisa berkultivasi juga maka ayah bebas melakukan apapun padaku!."
Anak kecil itu berteriak dengan sangat memohon dibawah kaki ayahnya. Air mata mengalir sangat deras membasahi wajah polosnya.
"Cih.. Aku benar-benar muak mendengar perkataan sampahmu itu San Lin! Ayah, tidak usah pedulikan orang yang telah membuat ibu meninggal karena kelahirannya itu!!.."
Seorang anak muda yang berdiri disamping San Gang dan terlihat berusia enam belas tahun berkata dan mengompori ayahnya, namanya adalah SAN LI. San Li adalah kakak laki-laki dari San Lin. Mereka berdua beda usia lima tahun.
"Kakak! Apa yang kau katakan!? Aku memohon pada ayah bukan padamu!!." Ujar San Lin marah pada kakaknya San Li.
(Jika kalian ingat dengan benar, San Li pernah muncul di novel Putra Sang Penguasa pada chapter 72. Disana diceritakan bagaimana Tang Lin sangat marah pada San Li sampai-sampai dia menghajarnya sampai babak belur, dan ini adalah alasannya tapi juga bukanlah alasan keseluruhan.)
Meskipun San Lin memohon dibawah kakinya, San Gang tidak memperdulikannya sama sekali. San Gang melepaskan tangan San Lin dengan kasar dan pergi memasuki portal ruang dan waktu yang masih terbuka. Namun sebelum itu, San Gang mengatakan sesuatu yang membuat San Lin sangat terkejut.
"Kematian istriku sudah cukup membuktikan bahwa kau sebenarnya adalah anak pembawa sial! Dan karena kau yang tidak bisa berkultivasi itu juga aku dipermalukan oleh orang-orang di alam atas. Satu hal yang harus kau tau, bahwa aku tidak membunuhmu karena aku mengingat wajahmu itu mirip dengan ibumu. Dan juga alam rendah ini adalah tempat yang cocok untuk seorang sampah pembawa sial sepertimu dan aku harap kau tidak akan pernah kembali ke alam atas!.."
San Gang berkata kemudian melangkahkan kakinya dengan berat karena San Lin menahannya.
"Ayah! Kumohon jangan! Aku bisa mati jika ayah meninggalkanku sendirian di tengah hutan belantara ini!!.." Teriak San Lin dan semakin erat memegang kaki ayahnya.
"Mulai sekarang hidup dan matimu bukanlah urusanku lagi!! San Li, ayo pergi!!.." Seraya berkata San Gang melepaskan tangan San Lin dengan kasar dan langsung memasuki portal ruang dan waktu.
"Humph!! Nikmatilah masa-masa terakhirmu dasar sampah pembawa sial!!.." Ucap San Li dengan sinis dan tatapan penuh kebencian sebelum dia mengikuti ayahnya memasuki portal ruang dan waktu.
"Tidak... Tidak... Tidak... Ayaaaaah!!!.." San Lin berteriak keras dan menangis histeris karena ayah dan kakaknya telah meninggalkannya seorang diri ditengah hutan belantara.
Kebencian San Gang dan San Li sangatlah dalam, karena kelahiran San Lin istri yang sangat dicintai oleh San Gang meninggal. Terlebih lagi San Lin terlahir dengan jantung yang lemah, Pada awalnya San Gang mengira mungkin setelah usia San Lin telah mencapai sepuluh tahun dan telah bisa berkultivasi maka jantungnya akan sembuh.
Namun pada kenyataannya San Lin bahkan tidak memiliki dantian dan tidak bisa berkultivasi, oleh karena itu San Gang dan San Li sering di permalukan oleh oleh klan-klan lain. Sebelumnya saja karena lahirnya San Lin dan membuat istrinya meninggal cukup untuk membuatnya sangat membenci San Lin, dan sekarang ditambah lagi mereka terus menerus dipermalukan oleh klan-klan lain jadi bagaimana dia bisa menahan rasa malu dan kebencian ini?. Oleh karena itulah dia membuang putranya sendiri.
Setelah San Gang dan San Li pergi, maka tinggallah San Lin seorang diri menangis dan berada dalam keputusasaan hingga hari menjelang malam.
"Mengapa?... Mengapa ini terjadi padaku?... Mengapa aku terlahir sebagai seorang sampah yang pembawa sial? Mengapa?... Mengapa!!!!!!???.." San Lin berteriak putus asa sangat keras.
"Oh langit... Apakah dikehidupanku sebelumnya aku telah melakukan dosa besar sehingga kau membuatku terlahir sebagai sampah pembawa sial!?.."
San Lin terus menangis dan berkata-kata didalam keputusasaannya yang dalam hingga tanpa dia sadari matahari telah terbenam.
Setelah matahari terbenam, sekelompok serigala keluar dari rerumputan dan mengepung San Lin.
San Lin sangat terkejut dan ketakutan ketika dia melihat kelompok serigala itu. San Lin tidak bisa menahan tubuhnya agar tidak gemetar.
"J-jangan mendekat! A-atau kalian akan mati! K-kayu ini bukanlah kayu sembarangan!!.." San Lin hanya bisa mencoba untuk menakut-nakuti kelompok serigala itu dengan sebuah kayu panjang yang barusan dia ambil dari tanah.
Kelompok serigala itu seolah mengerti apa yang dikatakan oleh San Li sehingga sekelompok serigala itu melolong dengan maksud mengejek pada San Lin.
Disisi Lain, seorang pria tua yang sedang memungut ranting kayu untuk digunakan sebagai kayu bakar, dia tiba-tiba mendengar suara lolongan itu.
"Lolongan serigala itu seperti sedang mempermainkan seseorang.." Pria tua yang berpakaian lusuh itu awalnya dia tidak peduli dengan lolongan serigala itu.
Namun hatinya mengatakan ada seseorang yang sedang dalam bahaya, kemudian dia tidak bisa menahan diri untuk menggunakan kesadaran ilahinya agar melihat dengan jelas dalam radius lima kilo meter. Setelah pria tua itu menatap kearah lolongan serigala itu berasal, alangkah terkejutnya dia ketika melihat seorang anak kecil yang terpojok dan dipermainkan oleh kelompok serigala itu.
"Gawat!! Bocah kecil itu dalam bahaya aku harus segera menolongnya!!.."
Pria tua itu bergumam panik dan dengan cepat dia membuang seluruh ranting kayu yang dia kumpulkan lalu berlari kearah San Lin dengan cepat.
Tampilan luar pria tua itu memang terlihat seperti orang biasa yang miskin, namun pemandangan dimana dia bisa menggunakan kesadaran ilahi dan berlari sangat cepat, terkadang juga dia melompat dari dahan pohon kedahan pohon lainnya. Itu membuktikan bahwa dia bukanlah manusia biasa.
Sedangkan disisi San Lin, tubuhnya telah dipenuhi luka dan dilumuri oleh darah akibat cakaran dan gigitan sekelompok serigala itu. San Lin terlihat sangat kesakitan, terlebih lagi dia memiliki jantung yang lemah dan itu membuatnya hampir kehilangan kesadaran.
Para kelompok serigala itu juga terlihat menikmati bagaimana mereka mempermainkan San Lin dan ingin membuatnya mati dengan perlahan.
"A-apakah ini adalah saat dimana kematianku tiba?.." Ujar San Lin dengan nafas yang mulai berat dan perasaan sakit diseluruh luka-lukanya.
"L-langit... K-kau... T-tidak... A-adil..."
Dengan kata-kata terakhir itu kemudian pandangan San Lin perlahan-lahan menjadi gelap sampai dia kehilangan kesadarannya.
Pada saat itu, sekelompok serigala itu merasa bahwa San Lin sudah benar-benar mati, kemudian para serigala itu kembali mendekat dan ingin memakan San Lin, namun sebelum itu terjadi...
"PETIR PENGHANCUR GUNUNG!!!.." Pria tua sebelumnya berteriak sangat keras dan...
"DUUUAAAAARRRRR!!!."
Petir merah seperti darah menyambar sangat keras dan mengubah sekelompok serigala sebelumnya menjadi abu yang beterbangan ketika ditiup oleh angin.
BERSAMBUNG
Setelah pria tua itu mengubah seluruh kelompok serigala itu menjadi abu, dengan segera dia mendekat kearah Tang Lian dan memeriksa keadaanya.
"Syukurlah bocah kecil ini masih hidup!.."
Pria tua itu menghela nafas lega setelah dia memeriksa keadaan San Lin yang tak sadarkan diri. Lalu dengan cepat dia merobek bajunya dan membalut seluruh luka-luka San Lin agar dia tidak kehilangan banyak darah.
"Bocah ini tidak memiliki dantian dan jantungnya juga lemah, hanya ini yang bisa aku lakukan sekarang. Dan aku harap kamu bisa bertahan setelah kita sampai di desa bocah..." Pria tua itu bergumam pasrah dengan keadaan San Lin sekarang.
Karena bagaimanapun juga, San Lin bukanlah seorang kultivator, San Lin tidak memiliki dantian dan jantungnya lemah. Dan karena itu daya tahan tubuhnya juga jauh lebih lemah dari pada orang biasa sekalipun. Kemudian pria tua itu menggendongnya dan mulai berjalan kembali kedesanya.
"Aku penasaran bagaimana bocah lemah sepertimu bisa ada ditengah hutan belantara yang sangat berbahaya ini... Haiss... Sungguh bocah yang malang.." Pria tua itu bergumam lagi dan merasa sangat kasihan pada San Lin.
Pria tua yang berjalan seraya menggendong seorang anak kecil yang terluka dan tidak sadarkan diri dipunggungnya, pria tua itu terlihat seperti sedang menggendong anaknya, atau lebih cocok jika disebut cucunya.
Ditengah perjalanannya kembali kedesa, pria tua itu membatin, 'Jika putraku masih hidup seharusnya dia juga berusia sama dengan bocah ini. Dan juga... Keadaannya yang tidak bisa berkultivasi sama dengan putraku yang telah mati satu tahun yang lalu...'
Pria tua itu membatin sedih karena secara tiba-tiba dia juga mengingat putranya yang mati karena sebuah insiden berdarah. Pria tua itu sekarang telah menginjak usia enam puluh tahun, dan dua dikaruniai seorang putra ketika dia sudah berusia lima puluh tahun. Ketika itu pria tua itu dan istrinya terlihat sangat bahagia hingga pada akhirnya putranya mati ketika menginjak usia sepuluh tahun. Itu adalah masa lalu yang sangat kelam dan menyedihkan bagi pria tua itu.
Mengingat itu pria tua itu tidak bisa untuk menitiskan air mata kesedihan. Pria tua itu juga berpikir apakah ini sebuah kebetulan ataukah langit telah mengatur ini untuknya? Jika benar maka langit sungguh sangat kejam padanya. Bagaimana tidak? Putra satu-satunya yang dia miliki di saat usianya sudah tua adalah sebuah kebahagiaan yang tidak tergambarkan dengan kata-kata, namun ketika usia putranya menginjak sepuluh tahun putranya mati dan sekarang dia dipertemukan dengan seorang bocah yang keadaanya benar-benar sama dengan putranya dulu yaitu tidak bisa berkultivasi.
Seraya terus berjalan dengan cepat, pria tua itu menatap bulan sabit yang dikelilingi oleh jutaan bintang seraya bergumam pelan, "Sudah hampir tengah malam. Istriku pasti akan marah karena aku pulang terlambat.. Ah, sudahlah yang penting sekarang adalah bagaimana caranya agar bocah malang ini selamat.."
Pria tua itu bergumam tidak berdaya seraya terus memutar otaknya untuk mencari solusi. Karena mengingat kondisi San Lin saat ini takutnya dia tidak bisa bertahan hingga sampai didesanya. Namun sekeras apapun pria tua itu berpikir dia tetap tidak bisa menemukan jawaban apapun, dan satu-satunya cara hanyalah dia berharap agar San Lin si bocah malang itu bisa bertahan hingga sampai di desa, dengan begitu mungkin dia masih bisa selamat.
Pria tua itu juga tidak tau mengapa dia begitu khawatir akan bocah malang itu, entah itu karena San Lin mirip dengan putranya yang telah mati atau yang lain dia tidak tau. Yang dia rasakan hanyalah kekhawatiran yang sangat besar, dia takut San Lin akan mati dan dia berpikir akan sangat menyesal jika itu terjadi padahal San Lin bukanlah putra ataupun cucu kandungnya.
Dan karena kekhawatirannya itu, pria tua itu kemudian mempercepat langkahnya dan bahkan sesekali dia berlari. Ekspresi wajah pria tua itu juga terus berubah ubah diantara sedih, takut, khawatir dan lain-lain.
Sedangkan didalam sebuah rumah tua yang telah lapuk dan bahkan ada beberapa bagian rumah itu yang telah dimakan oleh rayap ditambah lagi atapnya bocor. Dan dihalaman rumah itu seorang wanita yang berusia lima puluh tahunan berjalan mondar-mandir seperti sedang menunggu seseorang dan merasa sangat khawatir.
"Mengapa kali ini suamiku lama sekali pulangnya? Ini sudah hampir tengah malam dan dia juga belum kembali. Tidak mungkin terjadi sesuatu padanya kan?.." Wanita itu bergumam sangat khawatir dan terus berjalan mondar-mandir dihalaman rumah tuanya itu.
Bermacam-macam pikiran buruk terus menghantui pikiran wanita itu. Dan karena dia tidak bisa tenang, kemudian dia berdoa, "Langit... Tolong lindungi suamiku dan bimbing dia kembali ke sisiku dengan selamat. Aku tidak memiliki siapapun lagi selain dia.."
Wanita itu berdoa kepada langit seraya menitiskan air matanya. Tepat setelah wanita itu selesai berdoa, tiba-tiba sebuah suara yang sangat akrab memanggilnya.
"Yu'er! Aku kembali!.."
Ketika mendengar suara itu memanggil namanya dengan sangat akrab, wanita itu kemudian membalikkan tubuhnya dan ingin berlari memeluk orang yang memanggilnya itu, namun dia berhenti karena apa yang dia lihat adalah suaminya yang tidak memakai baju seraya menggendong seorang anak yang dibalut dengan baju suaminya yang dipenuhi darah.
Wanita itu menatap dengan mulut terbuka lebar dan mata terbelalak, namun dengan cepat dia tersadar lalu mendekati suaminya itu.
"Suamiku, apa yang telah terjadi! Dan siapa anak yang kau bawa itu!?.." Wanita itu melontarkan pertanyaan berturut-turut pada suaminya.
"Untuk sekarang tidak ada waktu untuk menjelaskan istriku, anak ini sedang terluka sangat parah dan membutuhkan pertolongan dengan segera!.." Ucap pria tua itu dan dengan terburu-buru dia langsung membawa San Lin kedalam sebuah kamar dan membaringkannya diatas kasur yang beralaskan papan.
Sedangkan istri dari pria tua itu telah pergi untuk memanggil seorang tabib. Wanita itu sebenarnya merasa tidak enak jika menganggu seseorang ditengah malam begini, namun mengingat kondisi bocah malang yang sedang sekarat itu dia terpaksa melakukannya meskipun dia akan dipermalukan pada akhirnya.
Setelah sepuluh menit berlari, akhirnya wanita itu sampai dihadapan sebuah rumah yang cukup besar untuk orang-orang desa tinggali, bahkan rumah itu juga memiliki beberapa penjaga.
"Permisi tuan penjaga, aku membutuhkan bantuan tabib Kang Ho untuk mengobati seseorang.." Wanita itu berkata dengan sangat sopan.
"Bibi, mohon kembalilah kerumah anda dan kembali lagi besok, karena sekarang tabib Kang Ho tengah beristirahat.." Salah satu dari dua penjaga yang menjaga digerbang menolak dengan sangat sopan pula.
Wanita itu tidak ingin berlama-lama untuk terus beradu mulut dan memaksa terus masuk, lalu tanpa memikirkan harga dirinya dia kemudian bersujud. Kedua penjaga itu sangat terkejut dengan apa yang dilakukan wanita itu.
"B-bibi, tolong jangan bersujud pada kami..."
"Tapi tuan penjaga, aku benar-benar sangat memohon. Suamiku baru saja menemukan seorang anak kecil yang terluka ditengah hutan dan sekarang tengah sekarat!." Wanita itu memohon dan mengatakan kejujuran. Wanita itu berpikir dengan begini mungkin kedua penjaga itu akan mengijinkannya masuk.
"Tapi bibi..." Penjaga itu menghentikan kata-katanya karena tiba-tiba dipotong oleh temannya.
"Saudara, sudahlah izinkan saja dia masuk.." Ucap penjaga satunya lagi yang menatap wanita itu dengan kasihan dan tidak tega.
"Tapi saudara, aku takut kita nanti bisa dipecat dari pekerjaan kita.." Penjaga satunya lagi masih dengan keras kepala mencoba untuk menolak.
"Saudara, kehilangan pekerjaan itu tidak masalah, kita bisa mencarinya lagi jika kita dipecat. Ini bersangkutan dengan nyawa manusia, coba saudara pikirkan bagaimana jika anak saudara berada dalam posisi itu?.."
Mendengar pektaan temannya itu, penjaga yang keras kepala sebelumnya itu kemudian mengalah. Penjaga itu tidak bisa untuk tidak mengalah karena dua juga memiliki seorang putra yang baru menginjak usia lima tahun, dan tentunya perkataan temannya barusan membuatnya merasa bersalah jika dia tetap tidak mengijinkan.
"Bailah bibi, kamu boleh masuk.." Ucap penjaga itu lalu membukakan pintu gerbang.
Wanita itu merasa sangat lega ketika kedua penjaga itu mengijinkannya lalu dia berkata, "Terima kasih tuan penjaga!.."
Setelah berterimakasih, wanita itu langsung berlari masuk. Namun tepat pada saat dia melewati pintu gerbang, tiba-tiba saja bersambung...
"Tabib Kang Ho... Apakah anda didalam?.." Teriak seorang wanita yang wajahnya sudah mulai berkerut memanggil seseorang dan menggedor pintu rumahnya.
Sedangkan didalam rumah itu, seorang pria tua lainnya lagi sedang membaca sebuah buku, dia terlihat sangat serius ketika membaca buku itu. Namun segera dia berekspresi kesal karena seseorang mengganggunya.
"Iya! Tunggu sebentar!!.." Ucap pria tua itu yang ternyata adalah tabib Kang Ho.
Tabib Kang Ho kemudian berjalan kearah pintu dan membukanya, dan seketika dia yang tadi kesal berubah menjadi biasa saja.
"Ternyata nyonya Yu, ada gerangan apakah nyonya Yu datang malam-malam begini?.." Tabib Kang Ho bertanya dengan penasaran.
"Tabib, aku butuh bantuan anda untuk menyelamatkan seorang anak yang sedang sekarat.." Wanita itu langsung mengatakan maksud dan tujuannya.
Kang Ho adalah seorang tabib dan karena dia adalah satu-satunya tabib didesa itu, maka mau tidak mau dia harus menerima permintaan tolong itu. Nyawa manusia sangatlah penting, dan karena Kang Ho juga telah mengambil sumpah seorang tabib maka tidak ada alasan baginya untuk menolak.
"Baiklah nyonya Yu tunjukkan jalannya.." Ucap Kang Ho dan tidak bertanya panjang lebar meskipun dia penasaran anak siapa sebenarnya yang membutuhkan pertolongan.
Kang Ho memutuskan untuk bertanya nanti saja karena nyawa adalah yang paling penting. Kemudian tanpa banyak bicara lagi wanita itu langsung memimpin jalan menuju rumahnya dengan tergesa-gesa.
Sedangkan disisi pria tua sebelumnya, dia melihat darah yang ada ditubuh San Lin telah membeku, dan dia juga berpikir mungkin tabib akan merasa terganggu dengan bau darah dan tubuh kotor San Lin. Oleh karena itu kemudian dia mengambil air dan beberapa kain putih.
Pria tua itu lalu mulai mengelap dan membersihkan seluruh tubuh San Lin dari bekas darah yang bercampur dengan tanah.
"Bertahanlah sebentar lagi bocah malang..." Pria tua itu berkata seraya memandang San Lin dengan tatapan kasihan dan khawatir.
Beberapa saat kemudian, akhirnya istri dari pria tua itu telah kembali bersama dengan tabib Kang Ho.
Tabib Kang Ho tidak berbasa-basi begitu dia melihat keadaan San Lin yang dipenuhi luka di seluruh tubuhnya. Hal pertama yang dilakukan oleh Kang Ho adalah memegang pergelangan tangan San Lin. Setelah Kang Ho memegangnya dia merasa ada yang aneh pada San Lin, oleh karena itu dia beralih meletakkan dua jarinya di pusar San Lin.
Kang Ho memejamkan matanya dan mengalirkan energi dari kedua jarinya. Setelah tiga puluh detik Kang Ho lalu membuka matanya.
"Anak ini tidak memiliki Dantian.." Ucap Kang Ho seraya menyeritkan keningnya.
"Lalu apakah tabib masih bisa menyembuhkannya?.." Pria tua yang membawa San Lin sebelumnya bertanya kembali dengan panik.
"Ini sulit karena paru-parunya terluka dan dua tulang rusuknya patah. Tapi sebagai seorang tabib aku akan tetap mencoba, jadi kalian tunggulah diluar dan biarkan aku bekerja dengan fokus!.."
"Baik tabib.."
Setelah itu pria tua dan istrinya pergi meninggalkan kamar itu dan menunggu diluar. Sementara tabib Kang Ho bekerja didalam kamar, istri dari pria tua itu bertanya pada suaminya.
"Sekarang bisakah kamu menjelaskan siapa anak itu?." Tanyanya dengan penasaran.
"Aku melihatnya sedang dikepung oleh kelompok serigala jadi aku menolongnya, tetapi aku terlambat karena dia sudah tak sadarkan diri.." Ucap pria tua itu menjelaskan.
"Jadi maksudmu kamu sudah mulai menggunakan kekuatanmu lagi begitu!?.." Wanita itu bertanya dengan marah pada suaminya.
"Aku tidak punya pilihan lain Yu'er, atau anak itu akan mati!." Pria tua itu tetap berusaha menjelaskan.
Penjelasan pria tua itu bukannya membuat istrinya mengerti justru membuatnya semakin marah.
"Maksudmu kau lebih baik mengorbankan nyawamu hanya untuk anak yang tidak dikenal itu dan meninggalkan aku sendirian begitu!? Hah!?."
"Yu'er, bukan begitu maksudku. Apa salahnya jika aku sedikit terluka yang penting anak itu selamat, lagi pula seperti yang kamu lihat, bukankah aku baik-baik saja? Aku bahkan tidak merasakan luka lamaku kembali kambuh jika aku menggunakan kekuatanku kembali, sungguh aku merasa benar-benar sehat sekarang.."
Pria itu dengan bersusah payah terus berusaha menjelaskan. Namun meskipun penjelasannya terdengar meyakinkan, nyatanya pria tua itu sedang menahan rasa sakit seperti dibakar hidup-hidup dengan api yang membara diseluruh tubuhnya.
"Tapi bagaimana jika luka lamamu kambuh kembali? Bagaimana jika kamu benar-benar meninggalkan aku? Kehilangan putra kita itu sudah cukup membuatku sangat sedih, dan sekarang aku benar-benar tidak ingin kehilangan suami satu-satunya yang aku punya.."
Perkataan wanita itu jelas terdengar seperti sangat menghawatirkan. Wanita itu berpikir lebih baik anak yang diselamatkan oleh suaminya itu mati dari pada suaminya mati. Dan sebenarnya kekhawatiran itu terlalu berlebihan karena juga kejadiannya sudah lewat.
Mendengar semua perkataan istrinya, pria tua itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menghela nafas tidak berdaya.
"Tapi nyatanya aku baik-baik saja kan?.."
Sementara suami istri yang sudah tua itu terus berdebat diluar kamar, didalam kamar Tabib Kang Ho mengeluarkan sebuah botol yang menyimpan ramuan didalamnya. Setelah itu dia juga mengeluarkan jarum dan beberapa gulung benang.
Tabib Kang Ho meneteskan beberapa tetes ramuan itu kepada luka-luka San Lin diseluruh tubuhnya lalu menjahit luka-lukanya dengan perlahan. Proses itu memakan waktu sekitar dua jam karena luka-luka San Lin sangat banyak, terlebih lagi dua bukan seorang kultivator jadi cara pengobatan tentunya berbeda dengan pengobatan para kultivator.
Sebagai seorang tabib pekerjaan itu sangatlah dipandang tinggi didunia kultivator ini karena kemampuan yang dimiliki oleh seorang tabib bukan hanya satu, tetapi dia harus mengetahui beberapa pengetahuan yang lain. Seperti Alkemis, ilmu bela diri dan tentunya dia harus memiliki talenta dikedua bidang itu.
Untuk memahami semua bidang itu, para tabib harus belajar dan berlatih empat kali lipat lebih keras dari pada orang-orang pada umumnya. Karena selain memahami teori para tabib juga harus melalu beberapa ujian praktek.
Dan ilmu bela diri yang dipelajari adalah untuk melindungi dirinya sendiri meskipun dalam bidang itu dia tidak terlalu berbakat tetapi itu diharuskan, karena dia akan diakui sebagai seorang tabib setelah dia mendapatkan lencana khusus.
Setelah selesai menjahit seluruh luka-luka San Lin, Kang Ho lalu mengeluarkan beberapa perban dari cincin penyimpanannya dan membalut seluruh luka-luka San Lin.
Proses yang melelahkan dan menengangkan itu berlalu selama empat jam barulah Kang Ho bisa bernafas lega. Setelah itu Kang Ho mengemasi kembali sua barang-barangnya yang berserakan dimana-mana lalu pergi keluar kamar untuk menjumpai dan berbicara pada suami istri yang sedari tadi menunggu diluar.
Namun sebelum Kang Ho membuka pintu, dia sekali lagi berbalik dan memandang San Lin, dan alangkah terkejutnya dia karena dia tidak sadar jika sekaranglah saatnya bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!