NovelToon NovelToon

14 Februari

BAB 1

Laut memiliki kemampuan untuk membuai. Kendra dan Fay membiarkan dirinya terbuai tanpa perlawanan sedikit pun, dengan tenang mereka berdua memperhatikan ombak-ombak berwarna turkois bergulung-gulung menuju pasir putih menyilaukan.

Meski mereka berdua bukan tipe orang yang suka duduk tanpa melakukan sesuatu, namun sore itu mereka menyelonjorkan kaki mereka di pasir pantai, tanpa melakukan apa pun selain melihat ombak dan mendengarkan gemuruh ombak yang mendekat lalu menjauh lagi.

Mereka berdua melihat camar-camar putih menukik, lengkingannya menambah simfoni yang diciptakan deru angin dan gemuruh ombak. Mereka melihat matahari berwarna jingga keemasan tenggelam ke air, membuat permukaan laut seolah terbakar.

Pemandangan tersebut sangat memukau, sehingga Kendra tak rela untuk melewatkannya begitu saja. Ia mengambil handphone di saku kemejanya, kemudian ia meminta Fay untuk bergaya. "Fay, coba deh kamu minggir sedikit saja ke sebelah kanan," pintanya.

Fay pun menuruti permintaan kekasihnya, ia seolah berdiri di sebelah matahari terbenam.

"Sungguh mengagumkan," gumamnya, pemandangan alam yang mempesona, di tambah wajah cantik kekasihnya.

Puas mengambil beberapa gambar, Kendra mengajak Fay berjalan menyusuri pantai, hingga matahari terbenam dengan sempurna.

Kendra tak hanya mengajak Fay menikmati indahnya matahari terbenam di pinggir pantai Parangtritis Yogyakarta, ia juga mengajak kekasihnya, makan malam romantis di lokasi yang sama.

Bukan tanpa alasan hari ini Kendra mengajak Fay makan malam di tempat itu, ada dua hal penting yang ingin Kendra rayakan bersama kekasih yang telah di pacarinya selama tiga tahun itu.

"Ken, kemarinkan kan aku sudah bilang, tahun ini kita makan malam di angkringan tempat biasa saja. Agar uangnya bisa kita tabung untuk hari bahagia kita setelah aku menyelesaikan pendidikanku," ucap Fay.

Kendra tersenyum menggelengkan kepalanya. "Buatku ini adalah hari yang sangat special, Fay," ucapnya sembari membelai lembut wajah Fay. "Karena selain hari kelahiranmu, aku juga punya satu informasi penting yang ingin aku sampaikan padamu."

Mata Fay berbinar-binar tak sabar mendengar informasi penting yang akan di sampaikan oleh Kendra. "Apa itu Ken?" tanyanya penasaran. Jujur saja dalam benak Fay, ia berharap jika kekasihnya akan melamarnya. Namun agaknya harapan Fay itu salah, karena Kendra bukan mengeluarkan sebuah cincin yang biasa di gunakan seorang pria untuk melamar seorang wanita, melainkan sebuah handphone.

"Kamu masih ingatkan, keinginan aku untuk bekerja di salah satu bursa aset kripto?" tanya Kendra sembari menggeser layar handphonenya kemudian ia memberikan handphonenya kepada Fay. "Aku di terima di terima di perusahan itu, Fay," ucapnya dengan penuh semangat dan antusias.

Fay membaca balasan email pada handphone Kendra dengan seksama. Perasaannya campur aduk saat melihat lokasi perusahan tersebut berada di kota Jakarta.

Sebagian dari dirinya merasa senang karena Kendra berhasil meraih mimpinya, namun sebagian lagi Fay merasa sedih harus berjauhan dengan Kendra. Selama tiga tahun berpacaran dengan Kendra, hampir setiap hari mereka selalu bertemu, walau hanya untuk sekedar pulang atau berangkat bersama, karena kebetulan tempat kerja Kendra tidak jauh dengan tempat Fay menimba ilmu.

"Hei, kok bengong?" Kendra menyentuh punggung telapak tangan Fay, sehingga membuyarkan lamunan Fay.

"Jadi kita akan LDR?" tanya Fay dengan raut wajah sedih, sembari mengembalikan handphone Kendra.

Kendra sedikit tertawa mendengar pertanyaan Fay. "Jogja - Jakarta hanya beberapa jam saja, Fay. Aku bisa pulang saat libur, dan yang pasti setiap tanggal 14 Februari aku akan pulang, aku tidak akan pernah melewatkan hari anniversary kita dan ulang tahunmu. Aku janji!" ia menyodorkan jari kelingkingnya ke arah Fay.

Janji yang di ucapkan Kendra membuat hati Fay sedikit lega, pasalanya selama tiga tahun berpacaran dengan Kendra, tak sekali pun Kendra pernah berbohong padanya. Fay tersenyum dan melingkarkan jari kelingkingnya di jari Kendra.

"Kamu ngizinin aku pergi kan?" tanya Kendra memastikan.

Fay mengangguk, ia merasa tak memiliki hak untuk mencegah Kendra pergi, ia ingin Kendra mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari tempatnya bekerja saat ini, dan Fay juga menyadari jika peluang dan kesempatan karir di Jakarta lebih banyak. "Aku akan selalu mendukungmu."

"Terima kasih ya, Fay." Kendra mengelus tangan Fay dengan ibu jarinya. "Kamu juga harus janji semakin rajin dan semangat kuliahnya, agar jadi dokter yang hebat."

Fay mengangguk. "Iya, agar bisa ngobatin kamu kalau sakit."

"Kalau dokternya secantik kamu, aku mau deh sakit terus, agar bisa di rawat terus sama kamu."

"Jangan dong, Ken. Aku tidak berharap kamu jadi pasienku, aku ingin kamu sehat terus."

Kendra tertawa. "Tapi kamu sudah jadi dokter cintaku, sayang"

"Gombal kamu, Ken," Fay tersenyum menundukan kepalanya, ia tersipu malu menyembunyikan rona merah di wajahnya.

Suasana makan malam romantis seketika menghilang, ketika hujan deras tiba-tiba mengguyur. Kendra bergegas melepas jaket yang di kenakannya, kemudian memayungi Fay dengan jaket tersebut menuju resort yang tak jauh dari tempat makan malam mereka.

Sudah hampir satu jam mereka berada di lobby resort, namun hujan tak kunjung reda. Kendra melihat Fay sudah nampak kedingingan. Sedari tadi Fay terus menggosok-gosokkan tangannya, Kendra meraih tangan Fay, kemudian menggenggamnya erat sekbari menghembuskan nafas hangatnya. "Maaf ya, kamu jadi keujanan. Insyaallah kalau nanti aku ada rizky lebih, aku akan beli mobil, jadi kalau kita jalan enggak keujanan lagi," ucap Kendra.

"Aamiin, aku selalu berdoa semoga segala urusan dan langkahmu selalu di permudah oleh Allah."

Kendra tersenyum, ia merasa sangat beruntung memiliki Fay. Meski Fay lahir dari keluarga yang berada, tapi Fay tetap menerima dan mencintai dirinya apa adanya.

Malam kian larut, jam sudah menunjukan pukul 23.00 WIB, namun hujan belum juga reda. Sudah puluhan kali Kendra mencoba memesan taxi melalui jasa transportasi online, namun ia tak kunjung mendapatkannya.

"Kalau hujan begini biasanya memang agak sulit," ucap Fay. "Kalau pun dapat pasti jaraknya jauh, dan tidak jarang drivernya menolak."

Kendra menghela nafas beratnya, ia semakin tidak tega melihat Fay kedinginan. Kendra pun berinisiatif menyewa salah satu kamar di resort untuk Fay beristirahat sembari menunggu hujan reda.

Jantung Fay berdegup dengan kencang ketika berada dalam satu kamar hotel bersama Kendra, ini adalah kali pertamanya mereka menginap bersama. Fay nampak memperhatikan Kendra tengah membuat teh hangat, kemudian Kendra berjalan ke arah Fay dan mengulurkan gelas. "Minumlah, agar tubuhmu hangat!"

Fay pun menerimanya. "Terima kasih ya sayang," ucapnya, ia langsung menghabiskan setengah gelas minumannya, lalu Fay menaruhnya di atas meja.

Fay terkejut saat Kendra menyibakan selimut dan memintanya untuk masuk. "Fay, masuklah?"

Fay diam untuk beberapa detik tapi kemudian ia menuruti permintaan Kendra, ia menyusup masuk ke selimut. "Good night, baby." Kendra merapihkan selimut kemudian mengecup kening kekasihnya dan beranjak menjauh dari tempat tidur.

Fay menghembuskan nafas lega, ketika ia melihat Kendra merebahkan tubuhnya di sofa, walau sebenarnya ia tak tega melihat kekasihnya tidur di sofa. "Ken, bantalnya." ia menghampiri Kendra dan memberikan sebuah bantal kepada kekasihnya.

"Terima kasih ya Fay."

Fay mengangangguk kemudian ia kembali ke tempat tidurnya.

BAB 2

Fay berbaring menatap langit-langit kamar hotelnya. "Ken, apa kamu sudah tidur?" tanyanya.

Kendra menggeleng, "Belum, Fay," ia berguling merubah posisinya menghadap Fay dari sofa tempatnya berbaring.

"Ken, kapan kamu berangkat ke Jakarta?" tanya Fay kembali.

"Insyaallah besok lusa aku berangkat," jawabnya.

"Apa kamu sudah mendapatkan tempat tinggal?" seingat Fay, Kendra tidak memiliki teman ataupun saudara di Jakarta sehingga membuat dirinya sedikit khawatir.

"Aku sudah mencari kost-kostan, tapi belum ada yang pas," jawabnya jujur. "Di sekitar kantor, harganya terlalu mahal, mungkin karena pusat perkantoran jadi harganya pasti tinggi. Yang harganya lumayan miring, lokasinya agak jauh dari kantor." Kendra kembali terlentang dan menaruh tangannya di bawah kepalanya, ia berpikir jika tinggal di tempat yang agak jauh dari kantor, ia akan terlambat, mengingat Jakarta di pagi hari selalu macet.

"Kantormu di kawasan Sudirman kan?" tanyanya. "Bagaimana kalau kamu tinggal di kontrakan budeku saja? Paling hanya sekitar tiga puluh menit naik busway. Nanti pagi aku akan coba menghubungi bude, beliau pasti kasih diskonan spesial untukmu."

"Jangan, Fay!!" tukas Kendra. "Aku tidak mau merepotkan budemu." kendra merasa malu dan tak ingin merepotkan keluarga Fay.

Fay tertawa. "Ken, kitakan pacaran sudah lama. Semua keluargaku sudah mengenal dan menganggapmu seperti keluarga sendiri. Jadi kamu tidak perlu malu atau merasa merepotkan." Fay terus membujuk kekasihnya agar mau tinggal di kontrakan milik budenya. Selain mengkhawatirkan Ken belum mendapatkan tempat tinggal, di sisi lain Fay juga sedikit merasa takut jika Kendra akan berpaling darinya, sehingga menurutnya jika Ken tinggal di kontrakan budenya Ken tidak akan berani macam-macam.

Kendra kembali memandangi wajah Fay. "Terima kasih ya, Fay."

Fay menarik sekimut hingga ke dadanya. "Sama-sama Ken, kita istirahat yuk." ia pun memejamkan matanya.

"Good night baby," Kendra juga menutup matanya.

"Katanya semalam nginep di rumah Amel, kok pulangnya sama Kendra?" tanya Ratri, ibunda Fay sembari menuangkan susu ke gelas, kemudian ia memberikannya kepada putri sulungnya

"Terima kasih, bu." Fay menerima dan meminumnya, ia nampak gugup mendengar pertanyaan ibundanya. Fay tak mungkin mengatakan jika semalam ia menginap bersama Kendra di resort, karena ibunya pasti akan marah besar kepadanya.

" Tadi Ken jemput di rumah Amel, terus nganterin aku pulang," ucapnya. Ia merasa tak begitu masalah sedikit berbohong, toh menurutnya ia dan Kendra tak berbuat yang macam-macam selama di resort tadi malam.

"Fay, jangan sering-sering ngerepotin, Ken. Kamu kan bisa bawa mobil sendiri," ucap Ratri, ia tak ingin putrinya bergantung pada orang lain, terlebih status hubungan putrinya dengan Kendra masih sebatas pacaran.

"Ken yang minta, bu. Besok Ken pindah kerja ke Jakarta, jadi sebisa mungkin kami mau menghabiskan waktu bersama sebelum Ken pergi." ada raut wajah kesedihan, ketika Fay mengatakan Kendra akan pindah kerja ke Jakarta.

Ratri sedikit terkejut mendengar kekasih putrinya akan pindah ke Jakarta. "Jadi kerja di Jakarta?" tanyanya.

Fay mengangguk. "Oh iya bu," ujar Fay. "Tempat kerja Ken tidak jauh dari kontrakan bude Jum, ibu bisa tolong bantu bicara dengan bude, agar bersedia menyewakan kontrakannya untuk Ken?"

Ratri tersenyum, ia mengerti maksud dan arah pembicaraan putrinya. "Kamu takut ya Ken berpaling? Jadi kamu mau minta bude Jum sekalian ngawasin Ken?"

Fay tersenyum dan mengangguk. "Mau ya bu?" pintanya, dengan wajah penuh harap.

"Iya, nanti ibu akan bicara dengan bude Jum. Sekarang kamu siap-siap gih, sebentar lagi kan ke kampus."

Fay menghabiskan sarpannya kemudian ia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri ibundanya. "Terima kasih ibuku sayang" ia mengecup pipi Ratri kemudian melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Setelah siap, Fay kembali turun menemui ibundanya di taman depan kediamannya. "Bu, Fay berangkat dulu ya." ia meraih tangan ibundanya kemudian menciumnya.

"Oh iya Fay, tadi ibu sudah telepon budemu. Kata budemu kebetulan sekali, kontrakannya sedang kosong, jadi Kendra besok bisa langsung tinggal di sana. Masalah uang sewanya, Kendra bisa membayar setelah gajian."ucap Ratri.

Senyum sumringah terpancar jelas di wajah cantik Fay. "Terima kasih ya bu, nanti aku sampein ke Ken."

"Alamatnya nanti ibu kirim lewat whatsapp ya, biar Ken tidak nyasar."

Fay mengangguk. "Siap bu, aku berangkat dulu ya bu. Assalamualaiku." ia menekan tombol buka pada kunci mobilnya, kemudian ia pun menuju kampusnya.

Dalam perjalanan menuju kampus, Fay mendapat chat dari ibundanya yang berisi alamat kontrakan milik bude Jum, Fay pun langsung memforward chat tersebut ke kekasihnya.

Tak lama kemudian Kendra menghubungi Fay. "Itu alamat siapa sayang?" tanya Kendra dari seberang telepon, dari nada bicaranya Kendra nampak bingung.

"Itu alamat dan nomor handphone bude Jum, nanti begitu kamu tiba di Jakarta, kamu langsung hubungi beliau saja." ucap Fay. "Kamu tidak perlu mikirin masalah sewa kontrakannya, kamu boleh bayar setelah kamu gajian."

"Fay, aku beneran enggak sama keluargamu."

Fay memarkirkan kendaraannya di parkiran kampus. "Enggak apa-apa sayang, keluargaku kan keluargamu juga," ucap Fay. "Udah dulu ya, aku sudah sampai kamus. Nanti malam kamu jadi ke rumah kan?"

"Jadi dong, kan sekalian pamit dan minta doa sama calon mama mertua."

Fay tersipu malu, seandainya Kendra berada di hadapannya sudah tentu Kendra melihat rona merah di wajah Fay. "Ya sudah aku kuliah dulu ya. Assalamualaiku."

"Walaikumsalam, semangat sayang." Kendra mematikan sambungan teleponnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kendra menepati janjinya, malam harinya ia datang ke rumah Fay dengan membawakan martabak telur, kesukaan ibunda Fay. "Assalamualaikum," .

Seperti biasanya Ratri menyambut kedatangan Kendra dengan hangat. "Walaikumsalam." ia menerima bingkisan martabak yang di bawakan oleh Ken. "Wah jadi ngerepotin."

"Masuk yuk!" Ratri mengarahkan Kendra untuk duduk di ruang tamu. "Kamu duduk dulu ya, Ken. Faynya masih ngerjain tugas kuliahnya di kamar," ujar Ratri. "Ibu panggilin dulu sebentar ya."

"Tidak udah, bu," cegah Kendra. "Biarkan Fay, nyelesaiin tugasnya dulu." Kendra tak ingin kedatangannya mengganggung Fay belajar, ia memilih untuk menunggu sampai Fay selesai mengerjakan tugasnya.

"Ada ingin Ken bicarakan dengan Ibu." wajah Kendra mendadak berubah menjadi serius.

"Iya, Ken. Ada apa?" tanya Ratri.

"Begini, bu. Seperti yang ibu sudah ketahui, kalau Ken mendapat panggilan kerja di Jakarta dan besok pagi Ken akan berangkat. Ken mau titip Fay, Ken janji setelah Fay lulus akan langsung melamar Fay," ucapnya dengan penuh keyakinan.

Ratri tersenyum menatap Kendra, ia mengerti dengan apa yang di samppaikan oleh Kendra. Sama halnya dengan Fay, Kendra pun takut jika Fay berpaling darinya. "Terima kasih untuk niat baikmu berkeinginan melamar putri ibu, semoga kamu di berikan kelancaran di setiap langkahmu. Ibu pasti akan menjaga Fay dengan baik, kamu tidak perlu khawatir Fay di rebut orang."

"Terima kasih banyak bu," ucap Kendra lega, ia seperti mengantongi sebuah restu dari orang tua kekasihnya.

Rupanya dari balik tirai Fay mendengar semua percakapan Kendra dengan ibundanya, ia nampak senang dan semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan kuliahnya.

BAB 3

Fay berlari menerobos keramaian terminal Giwangan sembari menoleh kekanan dan kekiri mencari sosok kekasihnya. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Harusnya sih belum berangkat, tapi di mana ya?"

Fay merogoh handphone di sakunya, ia menghubungi Kendra sembari terus mencari keberadaannya.

Kotak suara!

Fay mematikan handphonenya. "Pake acara tidak aktiv lagi handphonenya," ia menaruh kembali handphonenya ke dalam sakunya. Ia terus berjalan menyusuri deretan bus yang berjejer dengan berbagai tujuan. "Kalau tidak salah... Rosalinda Indah nama busnya," gumam Fay.

Benar saja tepat di depan bus Rosalinda Indah, Fay melihat sosok Kendra tengah menyimpan barang bawaannya di bagasi bus. "Kendra..." teriak Fay, ia berlari menghampiri Kendra.

Kendra menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya, ia kemudian memastikan barang-barangnya tersusun dengan rapih di bagasi barulah menghampiri Fay.

"Nomormu kenapa tidak aktiv?" tanya Fay. "Aku dari tadi mengghubungimu sulit sekali."

"Ada di tas, sedang aku charger dengan power bank," jawab Kendra. "Kok kamu ada di sini?" tanyanya heran melihat keberadaan kekasihnya menyusulnya ke terminal.

Fay mengulurkan sebuah tas ransel ke arah Kendra. "Titipan dari Ibu dan juga dari aku," ucap Fay sembari tersenyum.

"Apa ini, Fay?" tanyanya bingung. "Aku jadi enggak enak keseringan ngerepotin kamu dan ibu."

"Aku sama ibu tidak merasa di repotkan, ini cuma makanan agar kamu tidak telat makan dan beberapa kemeja untukmu agar kamu semakin rapih di hari pertamamu bekerja."

Kendra tertawa. "Kalau nanti atasanku naksir aku gimana? Kaya cerita-cerita dalam novel fiksi, Pacarku adalah bossku," ucap Kendra menyebutkan salah satu judul novel yang pernah ia baca.

Fay membulatkan matanya, ia langsung mencubit pinggang Kendra. "Belum berangkat udah niat macam-macam...."

Kendra meringis kesakitan. "Awww... Sakit, Fay... Ampun..." ia menarik tangan Fay lepas dari pinggangnya.

"Iya habis kamu belum apa-apa udah nyebelin," ucapnya kesal.

Kendra mengelus kepala Fay dengan lembut. "Atasan aku itu laki-laki semua tau," ujarnya. "Aku sudah sangat merasa bersyukur punya kamu, Fay. Kamu adalah hal terbaik yang pernah ada di dalam hidupku. Cepat lulus ya sayang, agar kita tidak LDR lagi."

Fay mengangguk penuh semangat. "Iya sayang."

Ditengah perbincangannya dengan kekasihnya, seorang kondektur bus meminta seluruh penumpang untuk segera masuk ke bis. Sekilas Kendra menoleh ke arah bus yang akan ia tumpangi. "Aku berangkat dulu ya sayang," ia mendaratkan bibirnya di kening Fay kemudian melangkah pergi.

"Jangan lupa aktivin handphonenya dan kabari aku jika sudah sampai," ucap Fay.

"Siap sayang!" Kendra pun masuk ke bus yang membawanya ke Jakarta.

Masih di tempat yang sama Fay berdiri memandangi bus yang di tumpangi Kendra perlahan menjauh dari terminal. Tunggu aku lulus ya, Ken.

Tiba di Jakarta, Kendra langsung mengorder transportasi online untuk mengantarkannya ke tempat kontrakan bude Jum. Hanya butuh waktu sekitar empat puluh lima menit untuk tiba di lokasi.

Setibanya di kontrakan barunya, bude Jum menyambut kedatangan Kendra dengan hangat. "Nak, Kendra ya?"

Kendra mengulurkan tangannya, kemudian mencium tangan bude Jum. "Iya bude, aku Kendra."

"Ayo masuk, masuk!" bude Jum mengarahkan Kendra ke ruang tamu. "Ayo duduk dulu! Bagaimana perjalanannya? Susah cari alamat ini?"

"Tidak bude, tadi dari terminal aku pake transportasi online jadi lebih mudah."

"Iya, zaman sekarang sudah canggih jadi tidak perlu hafal nomor angkot lagi. Tapi nanti kalau kamu besok mau kerja, naik busway saja di depan, cuma delapan ribu sudah sampai ke Sudirman, kalau naik online lumayan bisa nyampe tiga puluh lima ribu."

Kendra tersenyum mengangguk. "Iya bude, kemarin Fay pun bilang seperti itu."

Wajah bude Jum seketika berubah, ia nampak seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Kalau tidak salah terakhir ketemu sekitar dua tahun lalu," ucap bude Jum. "Saat nikahan, kakak sepupu Fay di Jogja."

Kendra tersenyum mengangguk, sebetulnya Kendra tidak ingat betul siapa-siapa saja keluarga besar Fay. yang ia inggat saat acara tersebut, Fay memang mengenalkan Kendra pada keluarga besarnya. "Iya bude. Dua tahun yang lalu," ia menggosokkan tangannya ke leher.

"Bagaimana hubunganmu dengan Fay?"

Kendra sedikit terkejut dengan pertanyaan bude Jum, baginya agak sedikit aneh untuk seseorang yang baru saja bertemu menanyakan soal hubungan. 'Apa semua tante-tante seperti ini?' batinnya.

"Hubunganku dengan Fay baik, bude." Meski kurang nyaman dengan pertanyaan tersebut, Kendra tetap menjawabnya dengan sopan.

"Udah lama kan kamu pacaran sama dia?" tanyanya kembali.

"Tiga tahun, bude," jawabnya singkat.

"Fay, ambil kedokteran. Kelamaan kuliahnya, sekitar enam tahun jadi tidak nikah-nikah sampai sekarang. Anak bude saja tahun depan sudah mau lulus, lulusan Singapore lagi. Padahal kuliahnya duluan Fay, dari anak bude." tutur bude Jum.

Kendra berdeham, ia semakin tidak nyaman dengan pembicaraan ini. "Aku dan Fay tidak sedang terburu-buru ingin nikah kok bude, kami sama-sama saling support meraih mimpi masing-masing."

"Aku masuk ke kamar dulu ya bude, beresin barang-barangku, karena besok aku sudah mulai bekerja." Kendra beranjak dari tempat duduknya, ia meraih koper-kopernya kemudian memasukannya ke kamar.

"Ya sudah bude juga pulang dulu ya, ini kuncinya." ia memberikan kunci kontrakannya kepada Kendra. "Semoga kamu betah, Ken. Rumah bude di sebelah, ke rumah saja jika kamu butuh apa-apa." ia melangkahkan kakinya keluar dari kontrakan di ikuti oleh Kendra dari belakang.

"Terima kasih banyak, bude." Kendra pun menutup pintu, setelah bude Jum pergi meninggalkan kontrakannya.

"Akhirnya..." Kendra menghela nafas leganya, ia berkeliling di rumah kontrakan barunya. Rumah sederhana dengan satu kamar, satu ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Bagi Kendra itu semua sudah lebih dari cukup.

Ia kembali ke kamar untuk membongkar barang-barang bawaannya, sembari menghubungi Fay.

"Aku sudah coba kemeja, pas. Terima kasih ya sayang," ucap Kendra kepada Fay lewat sambungan telepon. Ia melipat kembali kemeja pemberian Fay dan menyusunnya di lemari pakaian.

"Alhamdulillah, semangat ya kerjanya."

"Oh iya aku lupa bilang padamu," ucap Kendra.

"Apa Ken?" tanya Fay penasaran.

"Dalam kontrak kerja yang sudah aku tanda tangani, jika selama satu tahun ini aku belum mendapatkan jatah cuti."

Fay terdiam sesaat, sebenarnya bukan hal yang baru baginya mendengar peraturan kantor seperti yang di ucapkan Kendra, memang ada beberapa perusahaan yang belum memberikan jatah cuti kepada karyawan baru. "Tidak apa-apa kok, kan kita tetap bisa telpon atau video call," ucap Fay dengan nada ceria, ia tak ingin terdengar kecewa.

Fay ingin tetap bisa mensupport Kendra seperti Kendra mensupport dirinya, kalau pun di tanggal 14 Februari yang akan datang Kendra tidak bisa datang untuk menepati janjinya, Fay akan mengerti.

"Tiap hari, aku akan selalu menghubungimu."

"Ya sudah istirahat yuk. Besok pagi kan kamu sudah harus berangkat ke kantor."

"Bye, Fay."

"Bye, Ken." Fay mematikan sambungan teleponnya dan menaruh handphonenya di atas meja, barulah ia menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!