"Bu, Mawar berangkat dulu." pamit Mawar pada sang ibu, yang tengah mencuci piring kotor di dapur.
"Hati-hati..!!" teriak sang ibu.
"Oke..!!" sahut Mawar.
Mawar, gadis manis berseragam putih abu-abu kelas satu. Putri tunggal dari pasangan Wiryo dan Lina. Kehidupan keluarganya sederhana. Tidak miskin dan juga tidak kaya.
Sang ayah bekerja di sebuah perusahaan yang berada di luar kota. Menjadikan beliau hanya pulang ke rumah dua minggu sekali.
Bahkan, jika perusahan sedang menangani sebuah proyek, biasanya Pak Wiryo pulang sebulan sekali. Itupun jika waktunya senggang.
Sementara sang ibu, beliau tidak bekerja. Setiap harinya berada di rumah. Melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Karena memang, mereka tidak mempunyai pembantu.
Mereka hanya mengandalkan uang yang di berikan oleh sang kepala rumah tangga. Yakni Wiryo.
Oleh sebab itu, Mawar hanya tinggal berdua dengan sang ibu, di rumah yang tidak terlalu kecil, namun jiga tidak begitu besar.
Mawar menunggu angkot yang biasanya dia tumpangi. Keluarga Mawar memang mempunyai satu mobil dan juga satu sepeda motor matic.
Namun, mobilnya di pakai oleh sang ayah bekerja. Sebenarnya, sang ibu menyuruh Mawar menggunakan sepeda motor untuk pergi ke sekolah.
Namun Mawar menolaknya. Mawar beralasan jika sang ibu lebih membutuhkan. Yakni untuk berbelanja atau membeli sesuatu di luar rumah.
Mawar segera melambaikan tangannya, melihat angkot yang biasanya dia naiki melaju ke arahnya. "Silahkan mbak Mawar." ucap sopir angkot dengan ramah.
"Terimakasih pak." seperti biasa, Mawar selalu duduk di samping pak sopir. Sepertinya memang pak sopir membiarkan kursi bagian depan kosong. Sebab, sejak masih duduk di bangku SMP, angkot inilah yang selalu dia naiki.
Sampai di depan sekolah, angkot tersebut berhenti, dan Mawar segera keluar. "Terimakasih pak. Hati-hati." ucap Mawar sembari mengulurkan uang pada pak sopir.
"Sama-sama mbak, belajar yang rajin." ucap pak sopir angkot.
Seperti biasa, Mawar berjalan dengan santai. Wajahnya yang memang good looking menjadi pemandangan tersendiri bagi siswa laki-laki di sekolahnya.
Namun Mawar hanya acuh. Dia sepertinya memang enggan untuk berdekatan dengan lawan jenis. "Mawar..!!" teriak Sally, sahabat Mawar.
"Kenapa? dikejar hantu?" goda Mawar.
"Kamu tuh." sahut Sally dengan nafas masih ngos-ngosan.
"Mana Mira?" tanya Mawar. Sally hanya mengangkat kedua bahunya, tanda jika dia sendiri tak tahu apakah sahabatnya, Mira, sudah datang apa belum.
"Ckk,,,, Astaga." decak Sally, memandang ke arah lain.
Mawarpun mengikuti kemana arah pandangan Sally. Saat melihat apa yang di lihat oleh Sally, Mawar tersenyum samar. "Mereka cantik ya." ucap Mawar lirih.
"Iiiisshhh,,, cantik apaan. Sumpah, dandanan mereka kayak tante-tante." ucap Sally mencebik. Melihat make up di wajah Dona.
Dona, siswi kelas tiga yang menjadi primadona seluruh siswa. Baik siswa laki-laki maupun perempuan.
Dia berpakaian sangat seksi, hingga siapapun yang memandang akan terasa sesak. Bahkan, seragamnya tak pantas untuk dikenakan seorang siswa yang bersekolah.
Namun, tak ada satu gurupun yang menegurnya. Pasalnya, orang tua Dona adalah salah satu donatur tersebar di sekolahan.
"Hay,,, hay,,, kalian nunggu gue ya." seru Mira dengan percaya dirinya, berlari ke arah mereka..
"Pede..." ujar Sally, membuat Mira menjulurkan lidah dan memainkan bola matanya dengan lucu.
"Ya udah, kita masuk yuk." ajak Mawar.
"Oke, lihat tuh, lalat-lalat udah mulai mengerubungi bunga bangkai." celetuk Mira, saat melihat beberapa siswa menghampiri Dona.
Dan pastinya, mereka hanya di jadikan kacung oleh Dona. Di suruh ini itu, tapi mereka tetap menurut. Seperti kerbau di cocok hidungnya.
"Husssttt." ujar Mawar, berjalan lebih dulu.
"Benar." Sally mengangkat kedua jempol tangannya di depan wajah Mira.
Sally dan Mira memang tidak menyukai Dona. Mereka merasa jika Dona memanfaatkan kedua orang tuanya sebagai donatur di sekolahan untuk bertindak seperti putri.
Dan Mawar, dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang dilakukan Dona. Mawar berpikir, bukan salah Dona juga menyuruh mereka melakukan apapun yang diinginkan oleh Dona.
Toh, mereka juga mau melakukannya. Dan tampak senang melakukannya.
"Maaf." ucap Mira, saat dirinya tak sengaja menabrak kakak kelasnya, lantaran bergurau dengan Sally saat berjalan menuju kelas.
Mawar dan Sallypun menghentikan langkah mereka. "Makanya, jalan pakai mata. Elo pikir jalanan punya nenek moyang elo." teriak Gaby, siswa yang berdiri di dekat Dona.
Dan dua siswa lainnya, hanya diam dengan memandang remeh pada Mira. Mereka adalah Weni dan Siska. Ketiganya adalah sahabat Dona. Lebih tepatnya siswa yang dijadikan pelayan oleh Dona.
Sementara siswa yang tak sengaja di tabrak Mira malah diam. Tak mengeluarkan suara apapun. Dia nampak santai dan tenang.
Mawar memegang lengan Sally, saat sahabatnya tersebut hendak membuka mulutnya. Mawar dapat menebak, apa yang akan terjadi jika Selly ikut berbicara.
Dilihat dari raut wajahnya, Selly pasti akan berteriak marah. Dan itu malah akan membuat keadaan menjadi kacau.
Mawar segera menepuk pelan pundak Mira. Mawar sadar, jika mereka akan kalah. Apalagi Mawar tahu, jika lelaki yang tak sengaja di tabrak oleh Mira adalah salah satu anggota most wanted di sekolah ini.
"Pagi,,, rame bener..Ada apa nih." timbrung siswa lainnya, mendekat ke arah mereka. Bukan hanya satu siswa lelaki. Tapi ada tiga siswa yang menghampiri mereka.
"Tidak ada." ucap Deren santai, siswa yang tidak sengaja di tabrak oleh Mira.
"Sial, kenapa baru sekarang tu mulut terbuka." geram Mawar dalam hati.
"Jangan menghalangi jalan." tegur Jerome dengan nada dingin tanpa ekspresi.
"Minggir,,,, pangeran mau lewat." seru Lucky, sahabat Jerome dan juga Deren.
Tanpa banyak berkata, siswa lainnya menerobos kerumunan tersebut tanpa berkata apapun. Ya, dengan santai, Tian berjalan meninggalkan mereka semua.
Dona and the geng juga pergi dari tempat tersebut dengan menatap sinis ke arah Mira.
"Gila, ganteng banget." bisik Mira pada Mawar, melihat keempat siswa yang menjadi idola di sekolah mereka.
Mawar menatap tajam ke arah Mira. "Sebaiknya kita segera masuk ke kelas." ajak Mawar. "Dan kalian. Lain kali jangan bercanda di tengah jalan." tegur Mawar jengkel pada kedua sahabatnya.
"Baik ibu Mawar." jawab Mira dengan nada di buat seperti suara anak kecil.
"Pengen sekali gue tonjok tu mulut." ujar Selly dengan tangan meninju angin.
"Selll,, jangan cari masalah." tegur Mawar, sebab memang sahabat Mawar yang satu ini sedikit bar-bar.
Ketiganya dengan langkah menahan kesal masuk ke dalam kelas. Mereka mengikuti pelajaran seperti biasa.
"Anak-anak, ibu ada kepentingan. Jadi ibu harus pergi lebih awal. Kalian kerjakan tugas dari ibu. Dan setelah itu, seperti biasa. Kalian kumpulkan pada Mawar." jelas Bu Ratmi, guru sekaligus wali kelas mereka.
"Baik bu....!!" seri mereka bersama.
Mawar memang siswa yang pandai. Dia salah satu siswa dengan nilai tinggi di sekolah ini. Apalagi di kelas, Mawar mendapat peringkat tertinggi, pastinya dengan nilai paking tinggi untuk setiap mata pelajaran.
"Astaga..." gumam Mawar dengan nada menahan kesal.
Bagaimana tidak merasa kesal, saat Mawar berjalan dengan membawa beban di tangannya, yakni buku lembar kerja dari teman-teman kelasnya.
Tiba-tiba Gaby berlari dari arah lain dan menabrak tubuh Mawar. Membuat apa yang ada di tangan Mawar jatuh berserakan di atas lantai.
"Elo punya mata nggak sih." bentak Gaby, padahal dirinyalah yang bersalah, namun malah dirinya pula yang marah.
"Jadi kotorkan." ucap Gaby, membersihkan seragam sekolahnya bagian depan, seperti dirinya baru saja terkena kotoran. Padahal Gaby hanya menyentuh lengan Mawar yang melingkar di tumpukan buku.
Mawar memicingkan sebelah matanya, melihat tingkah menyebalkan dari Gaby, siswa seangkatan dengannya. Namun Gaby malah sering menghabiskan waktu dengan gengnya Dona, dan menjadi salah satu budak setia dari Dona.
"Jika gue ladeni, bakal panjang urusannya. Malas banget. Ngabisin waktu gue aja." ucap Mawar dalam hati, merasa membuang-buang waktu.
"Maaf." ucap Mawar singkat tanpa memandang wajah Gaby, segera berjongkok dan mengambil buku-buku yang jatuh berserakan di lantai.
"Ya iyalah,,, elo harus minta maaf." ucap Gaby dengan pongah. "Beruntung gue sedang terburu-buru." lanjut Gaby meninggalkan Mawar sendirian.
Mawar hanya menggelengkan kepala dan mendengus kesal melihat tingkah Gaby. "Kasihan sekali orang tuanya, bayar sekolah mahal-mahal, anaknya kayak bola bekel." gerutu Mawar.
"Mawar, elo kenapa?" tanya siswa lainnya yang tak sengaja melintas di lorong tersebut, dan segera membantu Mawar.
Pasalnya, jam istirahat seperti ini memang kebanyakan dari penghuni sekolahan banyak yang pergi ke kantin. Membuat suasana lorong kelas menjadi sepi. Namun masih ada yang berjalan, beberapa siswa.
"Biasa, nggak konsen. Jadinya jatuh." ucap Mawar sekenanya.
"Thanks." ucap Mawar, setelah semua buku berada di tangannya.
"Oke." ucap siswa tersebut sambil menyatukan jempol dan jari telunjuknya.
Mawar segera berjalan ke ruangan Bu Ratmi, takut jika sampai jam istirahat usai. Sebab cacing di perut Mawar sudah mulai berdemo, meminta jatah.
Tanpa Mawar sadari, seseorang siswa lelaki memperhatikannya sejak dirinya bertabrakan dengan Gaby dari pojokan. "Gue yakin, sebenarnya dia berani dan pasti mampu melawan Gaby, tapi dia lebih memilih bersikap masa bodo." gumam Deren tersenyum sendiri.
"Kenapa elo, senyum-senyum sendiri. Kesambet. Yuk,,, ke kantin." ajak Tian merangkul pundak Deren.
Keduanya lantas segera berjalan ke kantin. Sebab, kedua sohib mereka sudah berada di kantin terlebih dahulu.
Tampak suasana di kantin sangat ramai, pasalnya memang saat ini jam istirahat. Tampak semua siswa dan siswi duduk dengan makanan serta minuman di depan meja mereka.
Sementara, ada dua meja bersebelahan yang sepertinya memang dipergunakan oleh mereka yang merasa populer di sekolahan ini.
Satu meja di gunakan Dona and the gang. Sementara meja satunya digunakan oleh Jerome beserta sahabatnya.
"Hay, Je,,, boleh duduk sini nggak?" tanya Dona dengan nada di buat manja.
"Nggak boleh, itu kursi milik gue." celetuk Tian, yang baru saja sampai. Dan duduk di samping Jerome. Sementara Deren, langsung mendaratkan pantatnya tanpa berkata apapun.
"Dona sayang, kok masih berdiri di situ. Mau pesenin ayang makanan ya." ledek Luck, padahal di meja mereka sudah terdapat makanan untuk masing-masing dari mereka.
Dona hanya memutar kedua matanya dengan malas, dan segera kembali ke mejanya. Sejak duduk di bangku kelas satu, Dona memang selalu mengejar Jerome.
Meski Jerome bersikap dingin padanya, namun tak lantas membuat Dona mundur dan menjauh. Bahkan, Dona sudah mengklaim Jerome sebagai miliknya. Itulah alasan kenapa tidak ada satu siswipun yang berani mendekati Jerome.
Dari arah lain, Mita dan Selly tersenyum melihat saat Dona lagi-lagi di usir oleh mereka. "Lagian, kayak uler keket gitu. Sok kecantikan." ucap Selly lirih.
Selesai mengantar tugas ke ruangan bu Ratmi, segera Mawar pergi ke kantin. Menyusul kedua sahabatnya, yang sudah lebih dulu pergi ke kantin.
"Makasih,,, kalian memang sahabat terrrrbaik." ucap Mawar, segera duduk bersama dengan Mira dan Selly, juga beberapa siswa lain. Sebab di meja mereka masih terdapat beberapa kursi kosong.
Di depan Mawar, sudah ada semangkuk mie ayam dengan segelas es jeruk di sampingnya. "Ya iyalah,,, kita kan sahabat yang pengertian." ujar Mira.
Suara Mawar, mampu membuat beberapa siswa menatap ke arahnya. Juga Jerome beserta sahabatnya. "Mawar. Nama yang indah. Seperti orangnya." papar Lucky dengan lirih. Namun masih bisa di dengar oleh yang lain.
"Sayangnya, gue denger sampai sekarang belum ada yang bisa ngajakin dia jalan." imbuh Tian.
"Je,, gimana kalau elo coba deketin dia. Siapa tahu dia mau. Gimana? Gue kasih mobil sport terbaru gue, kalau elo bisa ngajakin dia jalan. Berani nggak elo?" tantang Lucky.
Jerome tersenyum sinis. "Ogah." kata Jerome dengan santai, melanjutkan makannya kembali.
"Nggak seru elo Jeee..." keluh Lucky.
"Uhuk,,, uhuk,,,," tiba-tiba Deren batuk, segera dia meraih segelas air di depannya dan meminumnya.
"Elo kenapa Deee?" tanya Tian.
"Nggak, hanya keselek ludah sendiri." ucap Deren bohong.
Padahal Deren terbatuk saat melihat Mawar menguncir rambutnya tinggi-tinggi, hingga membentuk seperti ekor kuda. Memperlihatkan lehernya yang jenjang dan mulus.
"Sial, bisa-bisanya gue punya pikiran mesum." umpat Deren dalam hati.
Selesai makan di kantin, Mawar dan sahabatnya kembali ke kelas. Tanpa mereka sadari, tepat di belakang mereka berjalan para pangeran sekolahan. Siapa lagi jika bukan Jerome beserta sahabatnya.
"Ehh,,, ntar jalan yuk. Udah lama nggak jalan." ajak Mira.
"Ayukk..." sahut Selly dengan antusias.
"Sorry, gue nggak bisa. Besok ibu dapat banyak orderan kue, jadi gue mesti bantu ibu." jelas Mawar.
Yang memang, selain sebagai ibu rumah tangga. Bu Lina memang biasanya membuat kue, itupun jika ada pesanan.
"Ya udah, nggak jadi deh. Nunggu elo free. Jadi bisa jalan bertiga. Bagaimana?" usul Mira.
"Setuju." sahut Selly.
"Maaf ya, gara-gara gue, kalian nggak jadi jalan-jalan." ujar Mawar merasa tidak enak.
"Ya elaaa,,,, santai... kayak di pantai..." celetuk Mira.
Tiba-tiba Mira bertanya pada Mawar dan Selly. "Eh,,, elo tahu nggak?" tanya Mira dengan wajah besinar.
"Nggakk.." jawab Mawar dan Selly bersamaan.
"Belum,,, kalian ini." kesal Mira dengan wajah cemberut yang menggemaskan. Sehingga Mawar dan Selly tertawa pelan.
"Kalau di lihat-lihat, kak Jerome sama kak Deren itu agak sama ya?" ujar Mira.
"Sama apaan?" tanya Selly penasaran.
"Sama-sama ganteng." ujar Mira dengan menggerak-gerakkan tangannya di depan dadanya sendiri.
"Benar, coba kita bisa duduk, makan bersama mereka. Pasti menyenangkan. Makan dengan di temani pangeran tampan." seloroh Selly.
Mawar tertawa pelan. "Ya, terus kalian berdua nggak jadi makan. Nglihatin terus wajah mereka. Lapar dong." ejek Mawar.
"Ihh,,, Mawar. Elo to ya,,, sekali-kali hilangin duri elo. Lihat dan buka mata batin elo." ujar Selly aneh.
Pasalnya, di antara mereka bertiga, hanya Mawar yang dama sekali tidak pernah membicarakan tentang pangeran tampan di sekolah mereka.
"Mata batin, elo pikir gue paranormal." ucap Mawar, berjalan sedikit cepat meninggalkan keduanya.
"Mawar,,,, tunggu...!!" teriak Mira, namun Mawar malah berlari. Sehingga mau tak mau, Selly dam Mira ikut berlari.
"Dasar, cewek-cewek aneh. Apa mereka nggak lihat, Jee sama Dee ada di belakang mereka." ucap Tian menggelengkan kepala.
"Beneran elo nggak bareng kita aja?" tanya Selly yang sudah berada di dalam mobil, bersama dengan Mira. Sebab, rumah mereka memang searah.
Meski biasanya mereka berangkat sendiri-sendiri. Namun, saat pulang mereka lebih sering pulang bersama.
"Nggak, gue naik angkot saja. Sudah kalian cepat pulang. Nanti kena omel loh.." ucap Mawar mengingatkan.
Sebab, mama Selly begitu over protektif pada anak perawannya. Sementara Mira, meski kedua orang tuanya bekerja di luar rumah, namun ada pembantu yang selalu mengawasinya. Dan melaporkan pada orang tuanya, apa saja yang dilakukan oleh Mira.
Mereka tidak keberatan dengan sikap para orang tua, yang terkesan mengekang kebebasan mereka. Mereka sadar betul, jika para orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya.
Apalagi di zaman yang seperti ini, pastinya para orang tua tidak ingin jika sang anak sampai terjerumus ke dalam pergaulan yang nantinya malah akan membuat anak mereka kehilangan arah.
"Ya udah, kita duluan." pamit Mira. Setelah melambaikan tangan pada Mawar, mobil yang dinaiki merekapun melaju meninggalkan area sekolahan.
Bukannya tanpa alasan Mawar selalu menolak saat mereka hendak mengantarkannya pulang. Sebab rumah Mawar lumayan jauh, sementara arah rumah mereka tidak searah dengan rumah Mawar.
Menjadikan Mawar merasa tidak enak hati. Mawar jiga berpikir jika pastinya mereka juga butuh istirahat setelah belajar di sekolah.
Dengan senyum di bibir, Mawar berjalan menuju halte. Kedua tangan berada di selempang tas tang bertengger di pundaknya.
Mawar menunggu angkutan umum yang biasanya dia naiki. Mawar tidak sendirian menunggu angkot, ada beberapa siswa juga yang seperti dirinya. Berangkat dan pulang sekolah dengan menaiki angkot.
Mawar bersama yang lain berdiri, pasalnya angkutan yang biasanya mereka tumpangi sudah terlihat berjalan mengarah ke tempat mereka.
Namun saat Mawar hendak meninggalkan tempat tersebut, Mawar tanpa sengaja melihat ada seekor kucing dengan kaki terjebak di sebuah lubang kecil.
Membuat kucing tersebut hanya bisa mengeong tanpa bisa melepaskan kakinya dari lubang kecil tersebut.
Terlihat kedua mata kucing tersebut seperti meminta pertolongan pada Mawar. Tanpa memikirkan angkotnya, Mawar segera berlari ke tempat kucing tersebut yang sedang terperangkap.
"Sebentar, yang sabar ya." ucap Mawar pada kucing tersebut, dengan tangan berusaha membantu kucing itu untuk keluar dari lubang kecil yang membuatnya hanya bisa diam dan mengeong.
Sementara Mawar masih sibuk dengan sang kucing, angkutan yang Mawar tunggu sekitar lima menit lamanya telah meninggalkan halte. "Selesai. Lain kali hati-hati." ucap Mawar, mengelus bulu lembut milik kucing tersebut.
"Sudah, sana. Main lagi." ucap Mawar, seolah kucing tersebut mengerti dengan perkataannya. Dan benar sekali, sang kucing mendusel gemas di kaki Mawar sebelum pergi berlari meninggalkan Mawar di tempat tersebut.
Mawar terkekeh pelan melihat sikap kucing tersebut. "Semoga masih ada angkot lagi." gumam Mawar, kembali duduk di kursi yang ada di halte.
Dari seberang jalan, sepasang mata mengamati apa yang dilakukan oleh Mawar. Dia tersenyum manis, saat melihat Mawar menolong kucing tersebut.
"Mawar." gumam Jerome, entah apa yang ada di benak Jerome saat ini. Tapi sudah dapat di tebak dari senyum yang sekarang mengembang di bibirnya. Padahal, Jerome termasuk tipikal orang yang sangat pelit dalam memberikan senyum.
Ponsel milik Jerome berbunyi. "Ckkk,,, menggangu saja." decak Jerome. Bukannya mengangkat panggilan telepon tersebut, Jerome malah membiarkan ponselnya berbunyi nyaring.
Dengan mata masih memandang ke arah Mawar berada. Hingga ponsel miliknya berhenti berbunyi. Namun, beberapa detik kemudian, ponsel milik Jerome kembali berbunyi
"Saya sedang di jalan." ucap Jerome dengan ketus, setelah menggeser warna hijau di layar ponsel miliknya. Lalu segera mematikannya, tanpa mendengarkan apa yang akan di katakan oleh sang penelpon di seberang.
Dengan perasaan malas, Jerome mulai kembali menyalakan mesin mobil dan berjalan meninggalkan tempat tersebut.
Namun sebelum pergi, Jerome kembali menyempatkan diri untuk melihat ke arah Mawar yang sedang duduk.
"Huhhhh." terdengar helaan nafas dari Mawar. Sudah lima belas menit lamanya Mawar duduk di halte menunggu angkot. Namun tidak ada satupun angkot yang melaju di depannya.
"Ya ampun Mawar, tidak boleh berpikir seperti itu." ucap Mawar, memukul pelan kepalanya. Sebab dia sempat berpikir, jika gara-gara kucing, dia jadi kehilangan angkot.
Tiit,,, tiiittt.... sebuah mobil sport mewah berhenti di depannya. Mawar masih duduk dan hanya melihat.
"Kenapa belum pulang?" tanya seseorang di dalam mobil. Yang ternyata adalah Deren.
Mawar tersenyum saat mengetahui siapa pengemudi mobil tersebut. "Sedang menunggu angkot kak." jawan Mawar dengan sopan dan ramah.
"Jangan senyum Mawar. Sumpah, elo terlihat sangat cantik." ucap Deren dalam hati, terpesona dengan senyuman manis milik Mawar.
"Khemm...." Deren kembali menetralkan perasaan gugupnya.
"Masuk saja, biar aku yang antar. Kelihatannya sudah nggak ada angkot lagi." tawar Deren.
Mawar menggeleng dengan bibir masih tersenyum. "Jangan kak, biar Mawar nunggu angkot saja. Rumah Mawar jauh soalnya." tolak Mawar dengan sopan.
Deren tersenyum saat Mawar menolaknya. "Waoww,,, ternyata dia bisa tersenyum." ujar Mawar dalam hati, sedikit terkejut.
Sebab, selain Jerome, Deren termasuk sosok yang memang jarang tersenyum. Bukan jarang, namun para siswa memang bahkan tidak pernah melihat Deren tersenyum.
"Bensin saya penuh." ujar Deren.
"Tidak perlu kak. Makasih." tolak Mawar lagi.
Selain merasa tidak ingin merepotkan, Mawar juga merasa dirinya akan mempunyai masalah jika sampai ada siswa yang tahu. Jika dirinya dan Deren berada dalam satu mobil. Pasalnya, penggemar Deren juga banyak seperti layaknya penggemar Jerome.
"Yakin nggak mau? Karena setahu saya, setelah ini tidak ada angkutan umum lagi yang akan melintas disini." ucap Deren, berusaha membujuk Mawar. Padahal dia tidak tahu tentang hal tersebut.
"Benar kak?" tanya Mawar dengan raut wajah khawatir.
"Berhasil." ucap Deren dalam hati merasa senang.
Deren mengangguk dengan cepat. "Makanya, naik saja. Biar aku antar. Ayo." ajak Deren dengan antusias.
"Memang mau sampai kapan kamu di situ terus. Pasti orang tua kamu akan cemas, anaknya belum pulang dari sekolah. Padahal sudah jam segini." ujar Deren membuat Mawar akhirnya mau di antarkan dirinya.
Mawar mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil Deren. Saat Deren menyebut kata orang tua, Mawar jadi kepikiran dengan sang ibu. Karena pasti sang ibu akan cemas jika dirinya terlambat pulang sekolah.
Apalagi hari ini, Mawar lupa membawa ponsel. Menjadikan dia tidak bisa menghubungi sang ibu.
"Maaf kak, merepotkan." ucap Mawar setelah masuk ke dalam mobil milik Deren.
"Nggak masalah. Aku juga sedang senggang." ucap Deren, mulai menyalakan mesin mobilnya.
"Ehhh,,,, kak?" Mawar terkejut, saat Deren tiba?tiba mendekat ke arah tubuhnya.
"Pasang sabuk pengaman kamu." ujar Deren.
"O.. iya. Maaf kak. Maklum jarang naik mobil." jujur Mawar, membuat Deren tersenyum.
"Kamu grogi?" tanya Deren ansurb.
Mawar menaikkan sebelah alisnya. "Grogi, grogi kenapa?" tanya Mawar dengan polos.
"****... sial. Deren bodoh, kenapa elo mesti bertanya seperti itu?" umpat Deren dalam hati.
"Nggak, jangan dipikirin. Asal tanya aja." ucap Deren tersenyum canggung. Lantas Mawar hanya mengangguk.
Deren mengira jika Mawar akan merasakan debaran dan merasa grogi saat Deren mendekatkan tubuhnya ke tubuh Mawar tadi.
Padahal, Deren sendirilah yang merasakan hal tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!