Ruang kelas di ujung koridor sekolah masih sepi. Hanya terlihat beberapa orang yang sudah memasuki kelas. Adelle melangkah menuju tempat duduknya yang berada di bagian tengah barisan di dekat jendela. Shella sahabat sekaligus kawan sebangkunya masih belum datang. Seperti biasa, paling cepat dia baru akan muncul 5 menit sebelum bel tanda masuk berbunyi.
Hmmm...dihembusnya napas perlahan. Adelle melirik jam tangannya, baru pukul 6.30 menit. Masih pagi, pantesan aja sekolah masih rada sepi. Tak lama lagi pasukan masing-masing kelas akan datang sedikit demi sedikit dan pada akhirnya ruangan akan riuh rendah dengan suara-suara yang bertanya tentang PR atau tugas.
Dibukanya tas dan dikeluarkannya kue yang tadi tak sempat di makan karena harus buru-buru berangkat ke sekolah. Ya, karena harus mengantar sang adik yang sekolahnya tak searah dengan dirinya maka Adelle harus berangkat lebih awal. Lola, sang adik yang masih duduk di kelas 8 SMP itu mengatakan dia harus datang lebih awal ke sekolah karena mendapat giliran piket umum dan dia tak ingin di hukum hanya karena tidak piket.
2 buah kue ludes dalam beberapa saat. Dan baru saja Adelle meminum bekal air minumnya, Shella muncul dengan senyum cerah sambil berteriak
"Adelle...... Sahabatku yang cantik dan baik hati. Aku tau kamu pasti sudah datang"
"Tumben datang awal" sela Adelle, masih 20 menit lagi bel baru akan berbunyi.
"Pinjem Pr kamu ya Del, aku ga sempat ngerjaain tadi malam" rayu Shella
"Hmmm udah jelas. Ga mungkin seorang Shella datang awal kalo ga ada maunya" sindir Adelle sambil mengeluarkan buku EKonomi dari dalam tasnya. Walau bukan siswa terpintar di kelas, namun otak Adelle juga ga jongkok amat. Setidaknya dia tak perlu nyontek saat ada pr taupun ulangan.
Shella segera menyalin pr dari buku Adelle. Tulisan rapi Adelle memudahkan Shella untuk menyalin tanpa banyak tanya.
Adelle memperhatikan satu demi satu temannya yang mulai memenuhi kelas. Dave yang selalu ceria datang bersama rekan-rekan genk nya. Yah, begitulah Adelle menyebut Dave, Roy, Gio, dan Eko. Genk yang selalu membuat meriah kelas mereka dengan canda, banyolan dan terkadang kenakalan khas anak SMA.
Adelle segera memalingkan wajahnya dari memandang pintu kelas saat sesosok lelaki berkulit sawo matang datang dengan langkah penuh percaya diri. Yudi, sang ketua kelas. Lelaki yang dikenalnya sebagai pribadi yang selalu hangat dengan siapa saja. Ketua kelas yang selalu bisa diandalkan untuk mengurus keperluan anak-anak XI IPS 5 yang super duper aneh bin ajaib. Begitu Pak Rendra memberi gelar untuk kelas mereka. Kelas yang sering ribut saat guru yang mengajar berhalangan hadir walau ada tugas yang diberikan, yang selalu menjadi buah bibir para guru.
Ah Yudi, jauh di lubuk hati Adelle tersimpan sedikit rasa suka terhadap lelaki yang telah dikenalnya sejak awal mereka bertemu tahun lalu. Namun tak pernah dia berusaha untuk menunjukkan rasa suka itu kepada siapapun. Disimpannya dengan rapat dalam hati. Hanya pada angin malam dia berbagi. Dia tak ingin rasa itu tumbuh dan berkembang dengan subur.
"Del, makasih ya" lamunan Adelle terputus saat Shella mengembalikan buku ekonominya.
"Kamu ga lupa pesananku kan?" Adelle mengingatkan Shella.
"Sip, udah ku siapkan sesuai permintaanmu. Nih, liat aja sendiri." Shella menyerahkan beberapa gambar bunga anggrek pada Adelle.
"Oke, thank's ya"
"Makasih juga dah ngasi contekan yah del." jawab Shella
Keduanya tertawa, tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Ruangan kelas semakin rame, satu persatu penghuni kelas mulai masuk. Tak lama lagi, Pak Bano yang mengajar matematika akan masuk. Guru yang selalu datang tepat waktu itu berjanji akan memberikan quiz hari ini.
"Semoga saja apa yang ku pelajari tadi malam bisa membuahkan hasil" batin Adelle.
"Selamat pagi anak-anak" sapa pak Bano.
"Selamat pagi pak"
"Sudah siap untuk quiz hari ini?"
"Sudah pak" serentak mereka menjawab
"Waduh, mati aku. Aku lupa kalau hari ini ada quiz, dan tadi malam aku ga belajar sama sekali" Shella berbisik di telinga Adelle.
"Ah kamu Shel, kapan sih kamu siap untuk ulangan atau quiz?" kekeh Adella.
"Del, tolongin aku ya nanti" bisik Shella lagi.
"Shella, kamu tukaran tempat duduk sama Yudi. Kamu duduk di sebelah Tri" suara pak Bano memecah bisikan diantara mereka.
"Mampus aku" Shella mati gaya.
Sementara Adelle merasa mendadak gelisah. Walau berteman, namun Adelle memang merasa kurang nyaman jika harus duduk sebangku dengan laki-laki. Baginya duduk dengan lawan jenis menimbulkan rasa aneh. Dia merasa kurang leluasa, apalagi harus duduk dengan Yudi yang memang disukainya.
Adelle menahan rasa selama quiz berlangsung, dia tak bisa protes apalagi bukan hanya dia yg dipisahkan dari Shella. Hampis semua ditukar pasangannya oleh pak Bano. Ntah apa alasannya. Dia berusaha mengerjakan quiz dengan sebaik mungkin dan berharap bisa mendapat hasil terbaik.
"Gemana tadi? Bisa quiznya?" Adelle bertanya saat Shella kembali ke kursinya.
"Ga yakin aku. Kayaknya ada yang salah deh" Shella menjawab "Aku ga bisa nanya kamu. Pak Bano ngeliatin terus." sambung Shella.
"Ya mudah-mudahan tuntas deh. Itu yang terpenting." Adelle membalas cepat.
"Iya, semoga. Del, tar istirahat temenin aku temuin Joy ya. Ada yang mau aku sampein." Shella berkata.
Adelle hanya mengangguk tanpa menjawab karena guru yang mengajar selanjutnya sudah masuk. Kepalanya mengingat wajah Joy, lelaki yang sudah setahun ini menjadi gebetan Shella.
Bel pulang baru saja berbunyi. Riuh rendah suara terdengar memenuhi setiap sudut sekolah. Berduyun-duyun rombongan remaja berseragam putih abu-abu itu menuju keluar. Ada yang langsung ke parkiran, ada yang berkumpul di bawah pohon menunggu giliran untuk bisa keluar atau sekedar bercakap-cakap sebelum akhirnya berpisah.
Adelle berjalan berdampingan dengan Shella. Mereka sempat bercanda tentang kejadian lucu yang di alami ketika istirahat tadi. Teringat bagaimana seorang adik kelas mereka yang terpeleset hingga jatuh akibat terpesona dengan penampilan Astrid sang idola di sekolah mereka. Ya, siapapun pasti terkagum-kagum saat melihat betapa Astrid yang wajahnya mulus dan begitu cantik bak manekin. Malangnya, si adik kelas tersebut bertemu dengan Astrid saat dia akan naik menuju kelasnya di lantai atas sehingga tanpa sadar kakinya terpeleset dan jatuh. Terang saja dia menjadi tontonan gratis bagi sebagian siswa yang sedang berada di sana.
"Aku ga bisa lupain wajahnya saat jatuh tadi" Shella masih tertawa.
"Iya, aku juga. Koq bisa sih dia ga liat ada tangga di depannya"
"Dia hanya fokus liatin Astrid makanya meleng. Untung aja nggak papa." sambung Shella lagi. "Astrid juga baik banget ya. Di saat orang lain mentertawakan, dia malah mendekati si adik kelas dan menolongnya"
"Iya, dia emang bidadari berhati surga" Adelle menjawab.
"Del, aku pulang duluan ya. Udah di tunggu tuh sama my yayang." Shella berlalu sambil melambaikan tangannya dan berjalan menuju ke arah mobil yang telah menunggunya
"Bye Shella. Jangan lupa tar sore kita janji ngerjain tugas kelompok" Adelle mengingatkan.
"Iya, thank's dah ngingetin. Aku jemput kamu nanti ya" Shella membalas.
Ya, mereka memang janji untuk mengerjakan tugas kelompok sosiologi di rumah Eka pukul 3.30 sore nanti. Tugas membuat makalah tentang interaksi sosial yang diberikan oleh bu Vani, guru cantik yang selalu tampil modis sehingga membuat para siswa memanggilnya ibu cantik.
Adelle gegas menuju parkiran yang sudah lebih lengang karena sebagian besar pemilik kendaraan telah meninggalkan sekolah. Dinyalakannya motornya dan kemudian mengendarai dengan kecepatan sedang. Dia harus segera pulang. Perutnya sudah bernyanyi minta di isi.
Hanya butuh lima belas menit untuk mencapai rumahnya.
"Assalamualaikum...." salamnya saat memasuki rumah.
Dilihatnya sang adik telah ada di rumah dan sedang memasukkan kue sambil matanya menatap televisi yang sedang menayangkan acara petualangan di pedesaan.
"Waalaikum salam" jawab Lola sang adik.
"Ibu mana La?" tanya Adelle ketika tak dilihatnya wanita yang telah melahirkannya itu di dalam rumah.
"Ibu ke rumah bude Yas kak. Tadi di telpon, katanya ada perlu. Urusan pengajian" Lola menjelaskan sambil matanya terus saja menatap televisi.
"Kamu udah makan La?" tanya Adelle lagi.
"Udah kak, tadi bareng ibu. Kakak makan aja."
"Iya. Kakak makan dulu ya. Oh ya, itu ada kakak beliin marbol pesanan kamu. Ambil aja di dalam tas kakak"
Lola beranjak menuju kamar dan mengambil marbol yang dijual di depan sekolah kakaknya yang menurutnya mempunyai rasa yang sangat enak.
"Makasih kak"
_____
Adelle, Shella, Eka, Yudi dan Tri baru saja selesai mengerjakan tugas mereka. Tugas itu sebenarnya belum sepenuhnya selesai, masih ada beberapa bagian yang harus mereka tambahkan. Yudi selaku ketua kelompok berjanji akan mengedit beberapa gambar yang telah mereka buat karena menurutnya gambar tersebut kurang kuat untuk mendukung masalah yang mereka usung.
"Makan dulu gaes. Nih minum juga. Mamaku buat brownies lho khusus untuk kita" Eka datang membawa nampan yang berisi kue yang nampaknya sangat lezat dan juga es yang nampak sangat menyegarkan.
Tanpa diperintah kedua kalinya, mereka mengambil satu persatu brownies yang nampak sangat mengugah selera.
"Mamamu pinter banget buat kue, Ka" Tri memuji sambil terus mengunyah.
"Makan dihabisin, baru ngomong Tri" Yudi mengingatkan. "Bisa tersedak kamu makan sambil ngomong"
"Iya nih Tri. Malu-maluin aja. Ga sopan tau" Shella ikut menyambung.
Adelle hanya tersenyum melihat tingkah Tri. Sementara Eka tertawa. Mereka sudah sangat mengenal bagaimana Tri. Dia memang hobi makan, apa saja di makan. Hampir tak ada makanan yang ditolaknya. Wajar jika badannya paling besar diantara mereka.
Pembicaraan mereka mengalir lebih santai. Dari cerita sekolah, tentang pr-pr yang diberikan para guru hingga hobi masing-masing. Tri dan Yudi membicarakan tentang rencana pertandingan futsal tim mereka melawan tim SMA Taruna minggu depan. keduanya sibuk merencanakan taktik yang akan digunakan untuk memenangkan pertandingan. Sementara Eka dan Shella berbagi info tentang drakor terbaru yang sedang tayang. Keduanya asyik bahkan sesekali tertawa dan juga menampakkan rasa sebel saat menceritakan tokoh yang dianggapnya terlalu lamban dalam mengambil sikap. Adelle hanya melihat sambil sesekali ikut tersenyum mengaksikan keasyikan teman-temannya.
"Assalamualaikum...." tiba-tiba terdengar suara seseorang memberi salam.
"Waalaikum salam" serentak mereka menjawab.
"Kak Fitri, silakan masuk kak." Eka menyapa gadis cantik yang baru saja tiba. "Aku ajak kak Fitri masuk dulu ya. Kalian lanjut aja."
Adelle memperhatikan wanita yang disapa dengan kak Fitri. Wajahnya sangat teduh, ada kelembutan yang terlihat nyata saat menatapnya. Tapi bukan hanya itu yang membuat Adelle merasa terpukau. Penampilan kak Fitri begitu sederhana namun sangat indah untuk di pandang. Bukan pakaian modis ala anak muda yang menggunakan jeans atau baju yang pas di badan. Dia hanya menggunakan gamis sederhana dan kepalanya di balut dengan jilbab yang menutup hingga ke dada. Adelle tertegun, hatinya kembali terusik. Ah, andai saja...
"Del, kamu kenapa?" Shella bertanya sembari menyentuh lengan Adelle.
"Aku ga papa" jawabnya
"Kamu kenal sama yang barusan datang tadi?" tanya Shella lagi.
"Enggak, aku ga kenal. Aku hanya senang melihat wajahnya. Enak untuk dipandang ya" Adelle menjelaskan.
"Iya, sampe-sampe ketua kelas kita ga lepas pandangannya dari tadi. Melotot aja" Tri menyambung sambil tertawa.
"Apaan sih kamu Tri?" Yudi menjawab sambil menahan malu.
"Maaf ya gaes aku lama. Tadi itu kakak sepupuku, mamanya adik mamaku. Namanya kak Fitri. Dia sudah kuliah, semester lima." Eka menjelaskan tanpa di minta.
"Aku kayaknya pernah lihat di mana ya, lupa" Adelle berkata seolah pada dirinya sendiri.
"Apa kamu pernah ikut kajian yang diadakan rohis SMA kita yang bekerja sama dengan pemuda masjid Agung?" tanya Eka.
"Oh iya, aku ingat sekarang. Iya, aku ikut kegiatan itu bulan lalu." wajah Adelle nampak antusias.
Teringat dia akan isi kajian yang diikutinya bersama beberapa orang rekan satu sekolah. Kegiatan yang begitu membekas dalam hatinya sehingga menimbulkan keinginan yang begitu besar untuk dapat melaksanakannya. Namun, keinginan itu sampai saat ini belum bisa diwujudkan karena ada beberapa kendala.
"Kak, duduk sini. Kenalin ini teman-teman sekelasku." Eka menyebutkan nama teman-temannya satu persatu.
Kak Fitri menangkupkan tangannya di depan dada saat Yudi dan Tri menjulurkan tangan ingin berjabat tangan. Keduanya sontak menarik mundur tangan dan ikut menangkupkan di depan dada mengikuti gerakan kak Fitri. Saat melihat wajah Adelle, kak Fitri terdiam sesaat kemudian berkata
"Kamu yang pernah ikut kajian kan?" Fitri bertanya pada Adelle.
"Iya kak" Adelle nampak malu karena ternyata Fitri masih mengingatnya.
Fitri tersenyum manis. Dia masih ingat bagaimana Adelle begitu antusias mengikuti kegiatan bulan lalu. Dia juga menyatakan keinginannya untuk bisa mengikuti apa yang disajikan pada hari itu. Yah, Adelle pernah mengatakan bahwa dirinya juga ingin seperti Fitri yang tampil dalam balutan baju muslimah.
Adelle menatap Fitri dengan sedikit rasa malu. Bukannya ingkar dengan apa yang pernah dikatakannya, namun untuk mengubah tampilan membutuhkan biaya. Dia sudah pernah mengutarakan keinginan itu kepada ayah dan ibunya. Keduanya tak melarang namun hanya mengingatkan bahwa Adelle harus mengganti semua outfit nya jika ingin menggunakan jilbab.
Adelle sadar akan keadaan kedua orang tuanya. Mereka bukan orang yang tak mampu, namun tak juga bisa dengan gampang mengganti penampilan menjadi syar'i. Itulah sebabnya Adelle masih berusaha untuk menabung agar bisa sedikit demi sedikit membeli keperluannya.
"Del, nanti kalo ada yang mau ditanyakan jangan sungkan untuk menghubungi kakak ya." Fitri kembali berkata pada Adelle.
"Baik kak. Saya sudah menyimpan nomor ponsel kakak." jawab Adelle.
"Baiklah, kakak permisi dulu ya. Daah semuanya. Assalamualaikum..." Fitri berpamitan.
"Waalaikum salam" jawab mereka.
Setelah Fitri pulang, kelima remaja itu melanjutkan candaan mereka. Hanya Adelle yang terlihat sedikit lebih diam seolah ada sesuatu yang dipikirkan. Shella menyadari hal itu dan mencoba mencari tahu
"Del, kamu kenapa sih dari tadi ku lihat jadi lebih banyak diem? Lagi mikirin apa sih? Tugas kita kan udah oke, jadi nggak perlu dipikirin lagi." Shella mencoba bertanya.
"Aku nggak papa Shel" jawab Adelle.
"Tapi kamu ga ceria kayak biasanya? Cerita dong ke kita-kita. Kan kita sahabatan" Shella mencoba terus bertanya.
Adelle lagi-lagi menggeleng. Tak mungkin dia menceritakan apa yang menjadi pemikirannya saat ini. Dia hanya berharap agar Allah memberikan kemudahan baginya untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi keinginannya saat ini.
"Del, pulang yuk. Udah sore, tar kemalaman di jalan lho kalo nggak cepet pulang. Aku nggak mau tar ibumu mikir kita bukan kerja kelompok tapi kelayapan." ujar Shella.
"Yuk ah. Aku juga udah capek banget." jawab Adelle. "Thank's ya Ka atas jamuannya." sambungnya lagi.
"Yud, Tri, kalian masih betah di sini? Kami duluan ya" ucap Shella. Dia memang sengaja berharap Yudi dan Tri tak pulang bersama mereka agar ia punya kesempatan untuk bicara empat mata dengan Adelle.
"Kita cabut ya guys, see you tomorrow" Keduanya pun pamit dan meninggalkan rumah Eka.
Kira-kira lima menit perjalanan, Shella mengarahkan kendaraannya menuju sebuah kafe yang nampak asri. Tak terlalu banyak pengunjung, dan memang itu yang menjadi tujuan Shella.
"Koq kita ke sini Shel?" tanya Adelle. "Katanya mau cepet pulang."
"Sebentar aja Del, dah lama nggak pernah nongki bareng kamu."
Mereka memilih tempat duduk di pojokan dekat jendela. Setelah memesan minuman dan juga cemilan, Shella mulai bertanya
"Del, to the point aja ya. Aku nggak mau bertele-tele. Aku mau kamu cerita kenapa kamu jadi berubah diam dan seperti ada beban. Apa itu ada hubungannya dengan kehadiran kak Fitri tadi?" Shella bertanya.
"Kita udah lama berteman. Aku nggak mau kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Cerita dong Del, siapa tau aku bisa bantu" Sambung Shella.
Adelle menghembuskan nafas perlahan. Bukan bermaksud tidak jujur kepada Shella yang telah menjadi sahabatnya sejak bertahun-tahun lalu.
"Del, come on. Tell me. We are friends, iya kan?" Shella menatap wajah Adelle sambil tangannya menyentuh lengan sahabatnya dengan lembut.
"Oke. Aku cerita." Adelle menunduk sesaat sebelum akhirnya memulai lagi
"Sebenarnya aku udah lama ingin menggunakan jilbab Shel. Aku begitu tersentuh setelah mengikuti beberapa kali kajian yang diadakan oleh rohis sekolah kita. Apalagi saat aku bertemu dengan kak Fitri dan kawan-kawan. Aku sadar akan kewajibanku sebagai seorang muslimah untuk menutupi auratku. Aku tidak ingin kelak akan menjadi beban bagi ayahku di akhirat. Aku sangat ingin sekali Shel. Tapi aku tau, untuk bisa seperti itu aku harus mengganti semua tampilanku. Kamu tau kan sebagian besar pakaianku masih pendek. Aku nggak mungkin memaksa ayah atau ibu untuk membeli pakaian baru untuk ku." Adelle terdiam sesaat.
"Aku sedang nabung agar bisa membeli pakaian yang mendukung tampilanku. Bukan baju-baju mahal, tapi yang sesuai dengan syariat. Tadi, saat bertemu kak Fitri, aku seperti diingatkan kembali untuk segera melaksanakan kewajibanku Shel."
"Aku udah membeli seragam sekolah baru yang sesuai kemarin Shel. Setelah bertemu kak Fitri, aku semakin yakin untuk segera mengubah penampilanku Shel" Adelle menatap sahabatnya.
"Kenapa kamu harus simpan sendiri sih hal penting seperti itu. Kamu bisa cerita sama aku kan. Aku pasti bantuin kamu." Shella tersenyum menatap Adelle. "Nanti aku lihat dalam lemariku deh mana tahu ada yang bisa kamu pakai"
Adelle tersenyum, dia tahu sahabatnya itu punya banyak sekali pakaian. Dia pernah melihatnya langsung. Bahkan ada baju yang dibeli beberapa bulan lalu yang sama sekali belum pernah dipakai. Hmmm wajar saja, Shella anak tunggal. Mama papanya memberikan kebebasan baginya untuk membeli apa saja yang dia mau. Satu hal yang Adelle suka dari Shella adalah, meskipun kehidupan sosial mereka berbeda jauh namun Shella tak pernah menampakan sikap sombong dan membanggakan kekayaan orang tuanya. Bahkan tak jarang dia dengan mudah memberikan bantuan kepada teman yang membutuhkan pertolongan.
Keduanya tersenyum dan tak lama kemudian beranjak meninggalkan kafe dan pulang. Shella mengantarkan Adelle hingga ke rumahnya, setelah menyapa ibu Adelle, dia pun pamit pulang.
Adelle menatap penampilannya sekali lagi di cermin. Hmmm, sudah rapi. Hari ini adalah hari pertama Adelle ke sekolah dengan menggunakan jilbab. Yah, setelah pembicaraannya di kafe yang kemudian berlanjut dengan Shella yang mengantarkan beberapa pakaian dan juga jilbab tentunya. Dan yang membuat terharu adalah, bukan hanya Shella yang mendukung Adelle untuk segera menggunakan jilbab. Sang mama juga ikut memberikan beberapa potong pakaian untuk Adelle. Tentu saja hal itu sangat di luar prediksi. Tak pernah sekali pun Adelle menyangka jika pembicaraan sore itu akan berbuntut dengan terwujudnya keinginan merubah penampilannya.
Melangkah menuju meja makan, adik dan ayahnya sudah duduk manis menikmati nasi goreng buatan ibu. Ayah tersenyum menatap putri pertamanya yang beranjak remaja.
"Sarapan dulu Del." Ayah menyapa sambil terus menyuapkan nasi yang masih mengepul asapnya. "Kamu cantik sekali kak dengan jilbab gitu"
"Terima kasih yah. Alhamdulillah" jawab adelle sambil menarik kursi dan mulai menedokkan nasi ke piring.
"Kamu udah selesai sarapannya dek?" tanya Adelle saat dilihatnya sang adik beranjak meninggalkan meja makan.
"Sudah kak. Alhamdulillah. Mau ambil tas di kamar." Adelle melanjutkan sarapannya. Setelah nasi di piring tandas, dibawanya ke dapur piring-piring kotor itu.
"Udah biarkan saja di situ Del. Kamu pergi saja, biar nanti ibu yang mencucinya." ujar sang ibu yang melihat Adelle akan mencuci piring-piring tersebut.
"Baik bu, Adelle pergi ya bu" Adelle mengambil tangan sang ibu dan mencium penuh takzim.
"Assalamualaiku bu" lanjut Adelle.
"Waalaikum salam. Hati-hati ya Del. Jangan ngebut, pagi-pagi gini pasti jalanan pasti rame.
"Iya bu" jawab Adelle.
"Yah, berangkat dulu. Assalamualaikum...." Adelle dan sang adik berpamitan pada ayah dan berangkat ke sekolah.
__________
Sekolah sudah mulai ramai saat Adelle memasuki halaman sekolah. Diparkirkannya kendaraan roda duanya di parkiran bagian samping dan kemudian melangkah menuju kelas. Beberapa orang teman menyapa dan mengomentari penampilan baru Adelle hari ini.
"Del, wah surprise nih. Tampil baru ya hari ini. Alhamdulillah. Seneng liatnya. Kamu makin terlihat cantik" Farah anak IPS 2 menyapanya saat bertemu di depan perpustakaan.
"Makasih Far" sahut Adella.
Keduanya berjalan bersama menuju kelas.
"Aku masuk kelas dula ya" kata Farah saat tiba di kelasnya.
Adelle melanjutkan melangkah menuju kelas yang sudah nampak di depan mata. Beberapa orang teman yang berdiri di depan kelas sudah tersenyum saat melihat Adelle dari jauh. Adelle yakin akan ada tanggapan yang berbeda dari teman-temannya saat melihatnya. Dan Adelle sudah mempersiapkan diri dengan segala konsekuensinya.
"Suit-suit.....ada yang tampil beda nih" si pembuat onar dan super jahil Dimas yang pertama terdengar memberikan komentarnya.
"Assalamualaikum ukhti" Roy menambahkan. "Silakan masuk, jangan malu" lanjutnya lagi.
"Adelle, kamu makin cantik lho hari ini. Aku bakalan makin cinta kayaknya" sekarang Bobi yang terdengar buka suara.
Adelle hanya tersenyum dan tidak membalas apapun. Dia hanya memandang wajah teman-temannya. Sesaat pandangannya bertemu dengan Yudi. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Tapi matanya menampakkan rasa yang mengisyaratkan hal yang sulit untuk di mengerti.
Baru saja Adelle akan masuk ketika dari jauh didengarnya suara teriakan memanggil namanya.
"Adelle sayangku......." itu sudah pasti Shella.
Adelle melihat gadis cantik dengan rambut yang di ikat ekor kuda itu berlari menuju kearahnya dengan nafas yang terengah-engah. Keduanya kemudian berpelukan dan saling tertawa.
"Kamu cantik say. Cantik sekali." Shella memuji penampilan Adelle.
"Makasih Shel. Makasih atas bantuan kamu dan mamamu. Aku sangat berterima kasih." keduanya berjalan menuju tempat duduk mereka. "Apaan sih, del. Udah deh jangan berterima kasih terus. Bosen ah dari tadi malem kamu nggak brenti ngucapin terima kasih." Shella menjawab sambil tertawa. "Tar habis lho stok terima kasih kamu hahahahahaha"
"Aku hari ini belum bisa kayak gini kalo kamu dan mamamu ga ikut campur dalam nyiapin keperluanku. Kamu tahu keterbatasanku. Nggak tau bagaimana aku harus membalas kebaikan kamu." Adelle menatap Shella penuh rasa terima kasih.
"Gampang, pinjemin aku buku peer mu dan tar kasi contekan ya" Shella menjawab asal sambil mengedipkan matanya penuh arti.
Keduanya tertawa. Adelle membuka tasnya dan mengeluarkan buku peer yang di maksud Shella. Dia mulai mencatat peer yang tadi malam belum selesai dikerjakannya. Sesekali kedua sahabat karib itu tertawa. Bel tanda masuk berbunyi tak lama setelah Shella selesai mencatat peernya.
_______
Taman samping tidak terlalu ramai, hanya beberapa siswa yang terlihat menikmati waktu istirahat. Adelle dan Shella menikmati jus mangga dan kentang goreng yang hampir habis. Keduanya memang hampir selalu bersama saat istirahat. Walaupun mempunyai pacar yang juga satu sekolah, namun Shella lebih suka jika saat di sekolah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Bahkan beberapa orang tidak menyangka jika keduanya sedang menjalin hubungan. Ketika hal itu ditanyakan kepadanya, dengan santai Shella menjawab
"Norak ah pacaran harus selalu berduaan terus. Nggak di rumah, nggak di sekolah nempel terus. Aku juga butuh orang lain untuk berinteraksi dalam hidupku."
Adelle merasa beruntung mempunyai seorang sahabat seperti Shella. Cantik, berasal dari keluarga terpandang dan kaya, supel dan pandai bergaul. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya tidak membuat gadis berlesung pipi itu menjadi sombong dan tinggi hati. Bahkan dengan senang hati Shella akan mengulurkan bantuan kepada siapa saja yang memerlukan bantuan.
"Del, kamu ga bakalan berubah walau udah berpenampilan gini kan Del? Kamu masih tetap mau nemani aku jalan-jalan saat aku gabut atau bingung mau ngapain kan" Shella bertanya. Hatinya merasa takut jika Adelle, sahabat yang sudah dikenalnya dari saat pertama mendaftar di sekolah ini akan berubah. Wajar saja, Adelle mengubah penampilannya, bukan menggunakan jilbab kecil seperti teman-temannya yang hanya untuk menutupi rambut berwarna mereka karena ada larangan dari pihak sekolah untuk itu. Adelle menggunakan jilbab yang menutup dada hingga hampir mencapai perut.
Adelle tersenyum. Diraihnya tangan Shella dan digenggamnya dengan lembut.
"Shella, aku hanya menutup auratku. Bukan kehidupan sosialku. Kamu tetap akan jadi sahabatku, kita tetap akan bisa bersama seperti biasa asalkan tidak bertentangan dngan ajaran agama dan norma-norma susila. Jangan berfikiran yang aneh-aneh deh" Adelle mencoba menenangkan sahabatnya.
"Aku masih boleh nyontek kamu kan Del?" tanyanya lagi.
Adelle tertawa. "Kamu tuh ya. Belajar dong, jangan males. Kamu udah dikasi kelebihan oleh Allah. Seharusnya itu malah menjadikan kamu lebih pintar dariku. Kamu punya banyak fasilitas yang mendukung"
Shella tersenyum mendengar kalimat yang disampaikan Adelle. Tidak ada yang salah sama sekali.
"Makanya aku pinjemin kemudahan itu ke kamu. Supaya kamu bisa belajar dengan lebih baik sehingga bisa memberi bantuan saat aku memerlukan jawaban atas peer atau tugas yang diberikan." jawabnya ringan.
Adelle diam, tak ada niat untuk membalas ucapan Shella. Dia tau, Shella bukan anak yang tidak pintar. Hanya saja dia cepat merasa bosan saat belajar. Makanya sang mama merasa senang jika Adelle datang ke rumah untuk belajar bersama. Bagi tante Ivone, Adelle bukan hanya sahabat anaknya. Dia sudah menganggap Adelle seperti anaknya sendiri.
Keduanya beranjak meninggalkan taman saat bel tanda masuk berbunyi. Tak lupa membawa sampah sisa makan mereka. Pelajaran terakhir adalah pendidikan seni. Hari ini Pak Adi menjanjikan mereka akan latihan menyanyi dengan menggunakan gitar. Shella sangat bersemangat, itu adalah salah satu kesukaannya sementara Adelle merasa biasa-biasa saja. Dari dulu dia tidak pernah sukses memainkan gitar. Kelemahan yang terkadang membuatnya frustasi apalagi saat pengambilan nilai. Yang artinya dia pasti tidak akan bisa menyaingi Shella yang memang bisa dengan sangat mahir memainkannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!