NovelToon NovelToon

Lea, Kisah Para Magus Benua Casiopea

Awal kisahku

Peta Benua Casiopea

Prolog.

   Salam dari Casiopea. Ini adalah cerita yang telah lama sekali berlalu, lantaran sudah terlalu lama, sampai-sampai orang mengira kalau riwayat-riwayat ini telah terlupakan oleh waktu.

Kisah ini bermula pada masa tiga ribu tahun yang lalu waktunya dari sekarang. Semua lakon ini terjadi bahkan ketika pohon-pohon masih dapat berbicara, binatang-binatang masih bercakap-cakap dan bersahabat dengan bahasa manusia.

   Di era itu, ada empat ras yang paling dominan di muka dunia dan teramat umum dikenal. Ras pertama adalah ras manusia, kemudian Ras Vampire, lalu Ras Duyung dan terakhir adalah Ras Avianse (Ras unggas atau burung).

Aku ingin menambahkan bahwa ada ras lain di luar empat ras diatas, akan tetapi mereka, akan tetapi belakangan nanti, ada banyak ras lainnya yang terlibat dalam perang di Benua Casiopea.

   Keempat ras itu selalu saling menyerang dan saling membantai untuk menentukan siapa yang akan menjadi penguasa terbesar di muka dunia yang kami kenal dengan nama Benua Casiopea.

Ras manusia, meskipun paling lemah dari segi kekuatan dan kemampuan sihir, akan tetapi jumlah mereka yang sangat banyak, tentu saja hal ini membuat ras manusia pada akhirnya memenangkan peperangan antar empat ras utama

(saat itu populasi jumlahnya melebihi tujuh puluh bagian dari total populasi empat ras dunia),

   Jika kamu merasa senang karena mendengar bahwa ras manusialah pemenang perang antar ras, sebaiknya jangan kamu senang dulu. Karena, meskipun tiga ras lain telah tersingkir, terusir dari daratan utama Benua Casiopea tercinta.

Tiga ras itu dengan terpaksa harus memilih tempat tinggal di pulau-pulau terpencil jauh dari ras manusia, itu bukan berarti telah bahwa peluang bagi ke empat ras ini untuk berhenti saling menyerang telah selesai.

   Manusia sendiri karena memiliki sifat tamak dan selalu ingin menang dengan sifat egoisnya. Yang pada akhirnya sesama manusia itu, saling berlomba untuk menjadi penguasa benua lalu mengusung perang antar negara.

Diam-diam di dalam pertikaian antar negara di dunia itu, sesama manusia lain dengan licik melakukan aliansi rahasia dengan ras-ras musuh. Ras mula-mula yang mereka ajak bekerja sama untuk membantai ras manusia lainnya adalah Ras Vampire. Menyusul Ras Avianse bahkan Ras Duyung - semua demi membuat negri mereka (manusia) yang akan di sebut pusat kekuatan dunia dibanding sesama ras manusia lain.

Di salah satu Negri bernama Dorado, itu adalah satu kota kecil di Benua Casiopea tempat antar Ras Manusia saling mengadu kekuatan dalam perang, memulai cerita ini.

******

   Hai. Namaku Lea. Singkat dan hanya itu saja Lea, tanpa nama belakang atau embel-embel apapun. Sebenarnya aku memiliki nama belakang, akan tetapi aku enggan menggunakannya karena alasan tertentu (belakangan aku akan menceritakan alasanku).

   Aku adalah remaja putri berusia lima belas tahun. Er.. sesungguhnya masih tiga bulan kedepan aku baru genap berusia lima belas tahun. Namun siapa yang peduli akan hal itu bukan? Sekarang atau tiga bulan lagi, toh aku tetap akan berusia lima belas tahun di tahun ini.

   Aku seorang anak yatim piatu, yang tinggal bersama seorang bibi, adik almarhum ibuku, yang bernama Adele. Sesungguhnya aku mesti memanggil ia dengan sebutan bibi. Akan tetapi Adele  tidak suka jika aku memanggilnya dengan sebutan bibi. 

   Well.. tentu saja, dengan profesi Adele sebagai seorang penjual cinta semalam, kesan yang akan ditangkap tamu pelanggannya seolah-olah dia sudah terlalu tua untuk menjadi seorang wanita penghibur, jika saat itu, seorang anak kecil usia delapan tahun mengejarnya dan merengek sambil berteriak "bibi - bibi".

   Adele tegas dalam hal ini sehingga aku sejak dini telah membatasi diri untuk bermanja-manja kepadanya, dan bersikap seolah-olah Adele adalah kakak, bukannya bibi.

Oh iya, aku lupa memberi tahu kamu. Kami tinggal di satu Benua besar yang bernama Benua Casiopea.

   Benua Casiopea kami yang tercinta ini memiliki empat negara besar yang masing-masing memiliki nama seperti nama-nama rasi bintang. (Tahukah kalian, bukankah Casiopea juga adalah satu nama rasi bintang bukan?)

   Aku tinggal di negara yang bernama Dorado. Negri kami ini adalah yang terkecil dan berada di sebelah selatan benua. Bertetangga dengan negri kami adalah Negara Indus di barat dan Negara Hydra di sebelah timur benua.

   Namun diantara semua negara tersebut, adalah Negara Aquila yang paling besar dan juga merupakan negara yang paling ditakuti di Benua Casiopea kami.

   Tentu saja, setelah masa-masa peperangan antara ras seperti yang diceritakan orang-orang tua atau Elder... kembali lagi - setelah seratus tahun berjalan, Benua Casiopea kami kembali jatuh di dalam perang diantara empat negara besar itu.

   Di Dorado sendiri, kami memiliki dua belas provinsi yang nama-nama nya mengikuti nama zodiak yang umum dikenal orang-orang. Aku sendiri tinggal di Provinsi paling selatan yang bernama Provinsi Scorpio.

   Provinsi Scorpio ini memiliki satu-satunya kota yang juga disebut Kota Scorpio - tempat dimana aku tinggal. Sebagai kota yang berada di tepi laut, Kota Scorpio kami memiliki pelabuhan yang merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal dari benua lain di timur sana. 

   Saking banyaknya kapal yang datang pergi untuk berlabuh sebelum berangkat ke Negara Hydra yang kaya, mereka mampir di Pelabuhan Kota Scorpio kami. (Negara Hydra adalah negeri yang subur dengan banyak hasil alam, sedangkan Dorado kami hanya hamparan tanah gersang berbukit batu atau gunung kering).

Jadi sebenarnya Kota Scorpio kami mengandalkan keindahan wisata laut sebagai mata pencarian terbesar. Pelacuran adalah salah satu komoditi terselubung dan terbaik Kota Scorpio kami. Gadis-gadis Provinsi kami memang terkenal cantik-cantik dan hangat di atas ranjang. Mungkin sebenarnya inilah daya tarik utama Kota Pelabuhan Scorpio kami. Kamu tertarik mendengar ceritaku selanjutnya?

   Inilah kisahku..

******

"Ada apa Adele?" tanya ku ogah-ogahan kepada seorang perempuan yang tampil dalam dandanan mencolok dan berdiri memegang payung di pinggir dermaga Kota Scorpio.

   Adele memalingkan wajah, mempertontonkan riasan tebal dan belahan rendah di dada tanpa malu-malu. Padahal hari belum lagi malam, namun perempuan yang seharusnya ku panggil bibi itu telah berdandan secara berlebihan sejak awal-awal hari - hanya demi menunggu satu kapal barang yang kata nya akan masuk ke pelabuhan kota kami.

   Angin bertiup kencang, membuat rambut lurus ku yang hitam ini langsung menutup sebagian wajahku. Sementara itu sayup-sayup aku mendengar Adele memintaku untuk bernyanyi di LearoQ sebentar malam.

"Apa?" pekik ku ngeri.

"Aku keberatan" kata ku sambil berjalan dan langsung pergi.

"Tunggu sebentar anak kurang ajar !" teriak Adele.

"Kau tahu kalau kita kesusahan keuangan belakangan ini.

   Apa salahnya kamu bernyanyi barang dua atau tiga lagu malam nanti. Tamu-tamu kapal dari negeri seberang seperti yang aku dengar-dengar, mereka membawa satu orang saudagar kaya" desis Adele mencengkeram lenganku.

"Lepaskan !" aku menghentak tanganku dari genggaman itu. Namun kekuatan Adella terlalu besar untuk anak lima belas tahun (meskipun angka itu masih tiga bulan kedepan).

"Aku tidak sudi !"kata ku gusar.

"Pria-pria hidung belang itu selalu mencolek pinggang ku ketika aku bernyanyi. Dan lagi, bukankah kau tahu? suaraku tidak terlalu bagus-bagus amat" kataku berkelit.

   Wajah Adele terlihat bengis. Keringat meleleh mengaliri wajah putihnya yang penuh riasan tebal. Dengan teriakan yang tidak kalah kencang nya dia menghardik ku,

"Apa salahnya bernyanyi barang dua atau tiga lagu disana. Lagipula ketika mereka dalam keadaan mabuk, tidak ada yang peduli apakah suaramu merdu atau tidak. Yang mereka perlukan hanyalah kata-kata rayuan untuk memesan minuman lebih banyak lagi dan keuntungan bar usang itu setidaknya akan memberi sedikit rezeki untuk kehidupan kita berdua" suara nya tak kalah besar.

Wajahku cemberut. Dan masih dengan sungut-sungut aku mengeluh,

"Aku benci bau alkohol yang diminum pemabuk-pemabuk itu. Dan lagi, mereka pria-pria itu terlalu tua untuk menggoda seorang anak berusia lima belas tahun" kata ku kesal.

"Mengapa kau tidak menikahi Tuan Uwais Jardin saja? Bukankah dengan menikahi pria tua itu, kehidupan kita akan membaik? Kau terlalu tua untuk menjalani kehidupan sebagai pelacur Adele. Dan lagi, aku sering melihat Tuan Uwais menatapmu lama dan penuh cinta. Mengapa kau selalu menolak cintanya?" kataku kembali sengit.

   Aku tahu kalau aku terlalu jauh melangkah. Adele menyimpan kepedihan yang mendalam. Bibiku itu meskipun mulutnya kotor dan kasar, akan tetapi sesungguhnya ia sangat mencintaiku.

Dulu sekali, ketika aku baru berusia delapan tahun dan menjadi anak yang sebatang kara - ketika ibuku meninggal dunia dalam rasa sedih, Adele berjanji di depan mayatnya bahwa dia akan merawatku baik-baik sampai dewasa.

   Sejak saat itu Adelle pergi menemui seorang dukun peramu herbal. Dukun itu memberikan ramuan yang akan membuat Adelle senantiasa menarik dengan badan sebagus anak gadis dalam puluhan tahun kedepan. Namun sebagaimana hukum di dunia ini, semua ada harga yang harus dibayar.

   Ketika Adelle meminum ramuan awet muda buatan sang dukun, ia jatuh sakit selama satu minggu. Adele mengalami pendarahan yang parah. Seorang tabib mengatakan kalau ramuan yang dikonsumsi Adele membawa efek pada bagian dalam kewanitaannya mengalami fase kekeringan dan rusak yang membuat Adelle tidak akan pernah memiliki anak seumur hidup.

   Sejak saat itu, setelah sembuh dari demam seminggu penuh, Adelle seketika berubah menjadi bunga di antara bunga dari semua gadis penghibur di bar kepunyaan Tuan Uwais. Meskipun tidak seketika menjadi kaya raya, namun kehidupan kami mengalami sedikit perbaikan setelahnya.

   Namun waktu jua lah yang pada akhirnya menjadi pemenang. Masa manfaat Adele mengkonsumsi ramuan buatan dukun itu berlalu sudah. Kini kulit sehalus bayi Adele perlahan-lahan mulai berubah menjadi kisut seperti jeruk yang mulai layu.

   Aku tersentak dari lamunan dan terkejut ketika mendengar Adele berbicara dengan isak tertahan.

"Tolong.. kuminta kau jangan mengungkit-ungkit masalah itu. Semua yang aku lakukan di masa lalu adalah tindakan sembrono seorang gadis muda yang kebingungan.." air mata Adella membasahi pelupuk matanya.

   Aku seketika menjadi luluh. Aku tak tega melihat Adele menangis. Aku pun lantas memeluk perempuan itu dan ikut menangis. Kami berdua lalu terdiam dengan sesekali sesenggukan dengan air mata yang tumpah. Kehidupan keras di masa perang ini membuat semua orang rela melakukan apa saja.

   Aku berbisik pelan di telinga Adele.

"Aku akan datang ke LearoQ malam nanti. Mungkin aku akan bernyanyi barang dua lagu kataku lirih" diam-diam aku mengeluh. Dua tiga lagu yang di maksud Adelle adalah bernyanyi sepanjang malam, sambil tersenyum ketika pinggang kamu di colek lelaki hidung belang berbau minuman memuak kan.

Kehidupan miskin di masa perang seperti ini, bagi gadis-gadis di Kota Scorpio hanya memiliki dua peluang. Menjadi peliharaan pria tua hidung belang namun kaya, atau menjadi pelacur merangkap pengemis. Dan aku menolak untuk menjadi kedua hal itu.

Bersambung.

Jika kamu suka cerita ini, dukung author dengan memberi like dan subscribe novel ini untuk pemberitahuan update nya. Terima kasih.

Musim Gugur di Negri Impian

 

 Langit belum lagi gelap, dan semburat warna jingga masih terlihat nyata di ufuk barat. Namun sejak awal-awal hari, aku telah merapikan diriku dan mandi. Kini aku mulai mematut-matut diri di depan cermin. Kota Scorpio kami adalah di tepi pantai, sehingga hawa panas dari laut cenderung lembab dan membuat siapapun menjadi aktif berkeringat, sehingga aku memilih untuk mandi sesering mungkin demi menghindari tubuh dari aroma tak sedap.

   Aku membongkar peti pakaian peninggalan ibuku, mencari-cari pakaian yang pantas dikenakan ketika menyanyi di Bar LearoQ malam nanti. Aku merenggut kesal, telah setengah jam lamanya aku membongkar isi peti itu, namun tidak ada satupun yang kurasa pantas untuk dikenakan sebagai pengisi acara di LearoQ malam nanti. 

   Semua pakaian ibuku pada kenyataannya adalah gaun yang berpotongan sederhana, tidak seksi dan tidak berkesan mewah. Namun Aku tahu, meskipun hidup didalam kesempitan, tapi setidaknya seseorang itu pasti memiliki satu atau dua potong pakaian yang pantas dikenakan ketika dia menghadiri suatu pesta bukan?

   Pada akhirnya setelah menimbang-nimbang berkali-kali, pilihanku jatuh pada satu baju potongan Cheongsam, dengan garis memanjang membelah paha yang akan mempertontonkan kaki jenjang ku.

   Ibuku bernama Christiana Bartolotta memang seorang gadis ras Venula dari Negeri Dorado ini. Seperti orang-orang dari ras ini, dia memiliki penampilan fisik dengan memilik rambut berwarna seperti emas, lengkap dengan bola mata yang berwarna biru seterang langit. 

   Namun pada masa mudanya ibuku jatuh cinta pada ayahku seorang pria muda dari Negri musuh Dorado yaitu Negri Hydra. Ayah adalah seorang pria tampan berambut hitam lurus seperti warna jelaga, yang memiliki kulit kuning dengan bola mata sekelam malam dengan mata setajam mata burung rajawali ciri khas orang Hydra. 

   Ya ayahku seseorang pria dari ras atau suku Han - satu-satu nya ras yang memiliki penampilan berbeda di Benua Casiopea kami. Banyak orang yang tidak suka dengan Orang Han dari Negeri Hydra itu. Kabar angin berhembus dengan kencang yang memberi tahu kalau orang Han adalah keturunan penyihir.

Mereka konon adalah ahli-ahli dalam ilmu nujum dan jampi-jampi. Itulah sebabnya Negri Aquila meskipun membenci Negri Hydra, namun mereka tidak pernah secara terang-terangan mengajak Negeri itu di dalam peperangan langsung. Sihir dengan peperangan adalah kombinasi yang mengerikan di masa ini.

   Dengan perpaduan antara keunikan wajah tampan ayah dan kecantikan  ibuku, aku memiliki kulit halus seperti bayi yang berwarna kuning bersih, berambut hitam lurus seperti orang ras Han pada umumnya, namun mata dan tinggi badanku mengikuti garis keturunan ras Venula. Mataku terlihat meruncing seperti mata elang, layaknya mata orang-orang Han, namun memiliki mata berwarna terang seperti warna biru langit.

   Dengan penampilan campuranku ini, bisik-bisik di antara tetangga - sering kudengar di waktu aku kecil, mata tajam dan rambut hitam ku ini adalah petunjuk bahwa aku bakal menjadi seorang penyihir.

Namun aku tidak pernah mengindahkan omong kosong semacam itu. Jika saja aku memiliki kekuatan sihir, bukankah aku telah menjadi seorang Knight atau Perwira Militer dan hidup terhormat? Mengapa aku mesti hidup kesusahan dan berharap dari belas kasihan Adele yang berprofesi sebagai penjaja cinta itu? Ah.. semua hanya omong kosong !

******

   Di depan cermin itu aku hampir tidak mengenali siapa diri ku ketika mengenakan gaun Cheongsam miliki ibu. Memang sedikit longgar, akan tetapi siapa yang akan memperhatikan? Tatapan pria-pria hidung belang itu pasti tertuju pada kaki jenjangku yang terlihat kontras dengan warna gaun cheongsam ini.

(Gaun Cheongsam adalah pakaian khas orang Han. Dan sebagai istri seorang pria suku Han, ibuku wajib memiliki gaun ini, ketika upacara minum teh ketika dia menikah dulu).

   Aku memilih pewarna bibir yang terlihat paling natural, dan masih sedikit memberi kesan sebagai perempuan baik-baik, ketika nanti bernyanyi di LearoQ. Well.. meskipun telah membongkar semua koleksi pewarna bibir milik Adele yang memiliki warna terlalu dramatis ciri khas perempuan malam, pada akhirnya aku memutuskan untuk memilih satu warna yang paling tidak mencolok diantara semua warna mencolok, sambil berdoa semoga aku tidak terlihat seperti pelacur.

   Aku berjalan di sepanjang jalan yang hanya diterangi dengan lampu-lampu dinding menuju ke LearoQ. Ketika berpapasan dengan beberapa perempuan, ibu-ibu rumah tangga yang gemar bergunjing itu, buru-buru aku menundukkan muka agar tidak dikenali perempuan-perempuan itu.

"Apakah dia pelacur baru di LearoQ" suara perempuan yang satunya demikian keras diucapkan sambil mencolek lengan kawannya.

"Kasihan... masih demikian muda namun memilih jalan pintas dengan menjalani kehidupan menjadi wanita bayaran"

   Langkah kakiku makin kupercepat sambil memaki didalam hati. 

"Sialan ...Selop tinggi Adele ini sungguh menyulitkanku untuk cepat menghilang dari hadapan dua perempuan pemuja gosip itu" 

   Aku memilih lebih baik aku menghindar sebelum darahku naik ke ubun-ubun dan menantang dua penggunjing itu di dalam perang mulut.

Brak ! 

   Aku membanting pintu LearoQ keras-keras karena masih jengkel dengan gunjingan dua perempuan yang kutemui tadi.

"Lihatlah siapa gadis cantik ini.." Tuan Uwais Jardin memuji penampilanku. Tangannya terbuka lebar dan memelukku seperti seorang paman kepada ponakannya. Aku membalas kehangatan dan keramahan pria itu. 

   Sementara itu, aku yang sedang tersipu malu dengan pujian Tuan Uwais, tak menyadari tatapan cemburu dari beberapa pelacur tua yang telah menjadi anak buah Tuan Uwais sejak belasan tahun. Catherine misalnya. Perempuan usia 34 tahun itu dengan cemberut mencela rambutku yang menurutnya terlalu hitam sehingga terlihat seperti seorang penyihir.

"Seharusnya kau merubah warna rambutmu agar menjadi berkilau seperti warna rambut orang Dorado.

Rambut hitam mu itu membuatmu sedikit mirip seorang ahli nujum" kata Catherine mencibir. Catherine lantas menyibak rambut emasnya yang bergelombang alami dan berbau harum semacam dupa perangsang.

   Adele membelaku sambil memberi pemulas mata berwarna gelap sehingga makin membuat wajahku terlihat dramatis.

"Ah... sudahlah Catherine. Kau hanya cemburu dengan kemudaan dan kecantikan Lea. Lea tidak ingin bersaing untuk menjadi gadis Learoq seperti kita. Dia hanya datang untuk bernyanyi malam ini. Kau sendiri tahu bukan? Tidak seorangpun diantara kita yang memiliki bakat bernyanyi" Adele merapikan pewarna mataku. Aku menjadi ngeri melihat mataku yang terlihat seperti perempuan dracula - kisah ini ku dengar dari cerita-cerita orang tua tentang Vampire.

Adele melanjutkan menyisir rambut hitamku yang jatuh menjuntai, demikian lurus seperti air terjun yang jatuh ke sungai. Katanya..

"Lagipula usia Lea amatlah muda dan dia tidak ingin bersaing untuk merebut pelanggan mu" cela Adele yang kini memberikan semacam bulu-bulu angsa panjang berwarna hitam, untuk mempertegas penampilanku.

   Aku memperhatikan penampilan ku yang kini semakin mengerikan. Aku yakin.. begitu melihat diriku nanti, pemabuk-pemabuk itu pasti menyangka ku seorang pelacur muda.

"Tolonglah Adele hentikan tanganmu yang terus mewarnai mataku" kataku menepis tangan Adela lalu berjalan ke arah panggung kecil.

   Dua orang pemusik yaitu Paman Alain Vaganay seorang pemain gramophone dan Owen Plantier seorang pria muda usia 25 tahun pemain biola mulai memainkan musik ketika aku berbisik sebuah judul lagu.

"Musim Gugur di Negeri Impian. Tolong mainkan dalam nada C minor" kataku.

   Gesekan dawai biola dengan terampil di mainkan Owen Plantier. Paman Alain lantas menimpali suara dawai biola dengan irama menyayat hati yang kemudian diikuti suara merduku sehingga membuat lagu ini terdengar begitu pilu dan menyayat hati.

   Aku mengulangi menyanyikan lagu Musim Gugur di Negeri Impian sebanyak tiga kali dengan sangat mendalami. Mataku terpejam selama aku bernyanyi - benar-benar menghayati sambil membayangkan musim gugur di negeri nun jauh sana, dan membayangkan tengah bercinta dengan seorang pangeran tampan yang akan memboyong keluar dari kemiskinan ini.

   Ketika aku selesai dengan satu lagu ini, aku terkejut ketika melihat telah banyak sekali orang berkumpul dan menonton penampilanku. Suara tepuk tangan terdengar mengelu-elukan ku, smentara botol-botol minuman anggur dan whiski mengalir dari gudang penyimpanan, para tamu bar mulai larut dalam suasana gembira.

"Ketika Pesta Panen dimulai" kata ku kepada pemusik untuk memainkan lagu berikutnya. Owen Plantier mengedipkan mata padaku, seolah memberi tanda agar mengikuti nya malam nanti. Aku hanya tersenyum seperti anak kucing - pura-pura malu namun sebenarnya suka dengan pria tampan itu. 

Bersambung.

Jika kamu suka cerita ini, dukung author dengan memberi like dan subscribe novel ini untuk pemberitahuan update nya. Terima kasih.

Pertempuran di Lorong Gelap

  Aku baru saja menyelesaikan empat lagu untuk beberapa jam kedepan - memuaskan keinginan Adele agar suasana di LearoQ menjadi meriah. Memang harus ku akui. Malam itu ruang bar yang cukup lapang itu penuh dengan tamu-tamu. Sebagian besar adalah awak kapal-kapal asing yang kebetulan baru saja berlabuh di Pelabuhan Kota Scorpio. Sementara sisanya sebagian besar adalah pemabuk-pemabuk Kota Scropio, yang terbiasa membunuh sepi dengan minuman beralkohol.

   Sesekali aku menepis tangan-tangan nakal kaum pria kesepian itu, ketika mereka mencoba mencolek pinggang ku. Bahkan dengan berani aku mendorong seorang pemabuk yang mencoba menyusupkan tangannya ke sela-sela pahaku.

"Jaga tanganmu pemabuk. Aku bukan pelacur !" maki ku. Petugas pengaman di LearoQ lantas mendekati pemabuk itu dan membawanya keluar ruangan. Aku puas dengan Tenaga pengamanan di bar itu, meski kecil tapi mengamankan pekerja tetap atau lepas seperti diriku

   Meskipun aku sibuk dengan bernyanyi, namun seperti biasa aku selalu memperhatikan siapa-siapa saja pengunjung di LearoQ tiap malam, ketika aku mengisi acara.

Aku melihat banyak anak muda laki-laki yang terlihat gembira, larut dalam pesta sesama mereka sambil berulang kali menuang minuman anggur. Tapi hatiku tidak tergerak dan tertarik dengan kelompok muda seperti itu.

Mereka itu meski tampan dan terlihat menarik dalam kemudaannya, rata-rata hanya petugas biasa di kapal-kapal dagang yang jelas-jelas hanya akan mencari cinta semalam, lalu pergi berlayar membelah laut, dan melupakan cinta satu malam. 

   Aku tidak tertarik dengan tipe anak muda seperti itu. Mereka akan lengket seperti lem, lalu merayu dan membawa perempuan lugu ke tempat tidur. Dan ketika kamu telah berbadan dua, dengan cepat seperti angin, anak muda seperti itu akan menghilang ke rumah orang tua mereka, meninggalkan kamu menjadi seorang ibu dalam usia muda. Lalu kamu tidak akan memiliki pilihan lain, selain memilih bisnis pelacuran sebagai pilihan terbaik untuk kamu menghabiskan sisa waktumu dengan anak tanpa ayah itu.

***

   Sejak dari tadi aku memperhatikan ada yang mencolok di dalam bar berbau alkohol dan asap tembakau.

Pria usia empat puluh tahun itu selalu mencuri-curi pandang, lalu menatapku lekat-lekat. Ia bahkan tidak memalingkan wajah barang sedetik selama aku bernyanyi. Jujur harus aku katakan. Aku bukan tipe pemilih yang hanya mau berkencan dengan laki-laki muda saja. Aku bahkan bersedia berkencan dengan laki-laki paruh baya, sepanjang dia bukanlah suami orang, yang barangkali akan membawaku pergi dari kota kecil ini sebagai calon isteri atau mungkin isteri.

    Namun tatapan pria itu, Shakir El-Bacchus namanya, membuatku merasa bergidik. Sorot matanya seolah dapat menelanjangi diriku, dan melihat dalam-dalam, jauh sampai ke lubuk hatiku.

   Tuan Shakir El-Bacchus ini adalah seorang perwira militer berpangkat Kapten dari Negeri Dorado kami. Shakir El-Bacchus sendiri bertugas di Kota Scorpio dari ibukota, dengan misi untuk memberantas mahluk gaib seperti Vampire, Avianse dan lain-lain ras sihir - itulah kenyataan seperti yang aku dengar dari banyak kabar burung.

   Lama setelah aku merasa tidak nyaman dengan tatapan Tuan Shakir, aku melihat pria perwira Kota Virgo, yang tadinya mengadakan pesta perpisahan atas bebas tugasnya dia untuk mengawasi mahluk sihir di Kota Scorpio kami, dan akan kembali ke ibukota Negri Dorado kami Kota Dorado city.

Aku mencatat dalam hati, Tuan Shakir El-Bacchus saat itu datang bersama lima kawannya yang juga sesama anggota militer.

   Tak lama setelah aku selesai dengan tugasku sebagai penyanyi, Tuan Uwais Jardin memberikan sekitar sepuluh keping koin tembaga sebagai kompensasi atas kerjaku. Bagiku, Ini adalah jumlah yang cukup besar buat gadis miskin seperti aku. 

"Mungkin besok aku akan pergi ke pasar pusat perdagangan Kota Scorpio dan melihat-lihat belati" batinku.

Memang telah sejak lama aku memendam keinginan untuk berlatih dan memahami teknik bertarung. Bagiku, dengan menguasai teknik bertarung, aku bermimpi akan menjadi seorang Knight atau yang biasa disebut Ksatria.

"Itu adalah impianku, ketimbang terpuruk menjadi pelacur apalagi peminta-minta" tegasku dalam hati

   Aku melihat petunjuk waktu di menara kota. Saat ini waktu telah hampir tengah malam (jam 11 lewat).

Malam di Kota Scorpio, saat ini betul-betul amat kelam, hitam segelap tinta cair hitam. Bulan tak nampak, bahkan bintang-bintang sekalipun seperti enggan muncul menampakkan batang hidung nya.

   Aku berjalan sendirian dengan selop tinggi milik Adele, dan meninggalkan bunyi 'tok tok tok' yang bergema di jalanan sepi ketika hak selop di kakiku membentur jalan kota yang terbuat dari batu-batu gunung.

   Aku berusaha mengabaikan pandanganku ketika merasa ada dua bayangan kabur yang berkelebat seperti hantu, melintas di atas bubungan rumah di sepanjang jalan kota.

"Mungkin aku terlalu ngantuk" bisikku menghibur diri sendiri, mengusir rasa takut.

   Masih dengan penuh percaya diri aku melangkah anggun dibuat-buat, dengan bunyi selop seperti irama tambur perang. Sayup-sayup aku mendengar dari ujung lorong buntu, suara benturan senjata tajam serta bentakan-bentakan keras.

   Insting ku seketika terbangun dan kata hatiku mengatakan kalau aku harus lari menghindar. Namun entah kenapa, bukannya lari menjauh dari suara bentrokan senjata tajam itu, aku malahan mengendap-endap ke arah lorong buntu itu. Jantungku berdegup kencang, terasa seperti bertalu-talu dan meningkatkan adrenalin di dalam diri ku.

   Samar-samar aku melihat satu laki-laki yang menggunakan pedang, berusaha melawan dua orang berpakaian jubah panjang serba hitam, yang wajah mereka tersamarkan dengan kerudung. Meski aku merasa takut, namun aku seperti enggan untuk pergi.

"Aw !" tanpa sadar aku menjerit kecil ketika melihat pria berpedang itu terkena sambaran belati di tangan salah satu sosok bertudung itu.

Gedebuk ! 

   Pria berpedang itu terjatuh sambil memegang dadanya yang berdarah terkena irisan belati sosok bertudung. Jantungku terasa berhenti berdetak ketika sosok bertudung yang memegang belati itu memalingkan wajah dan menatapku.

   Tubuhku seperti terkena aliran listrik tegangan tinggi, ketika tatapan dingin itu menatap mataku. Tatapan dari balik tudung berwarna gelap itu mempertontonkan wajah yang demikian pucat, dengan mata yang indah berwarna hijau.

Entah mengapa meskipun saat itu segalanya tampak sangat gelap, namun aku seolah dapat melihat wajah di balik tudung hitam itu. Wajah pucat itu demikian tampan, sampai-sampai aku menduga kalau ia adalah dracula.

   Dracula adalah kisah mitos diantara orang-orang Dorado, yang mengisahkan seorang pria bangsawan yang kaya, namun menjadi monster peminum darah. Konon wajah tuan drakula itu sepucat kertas, yang menurutku mirip dengan penampakan sosok di balik tudung tadi.

"Lari !"jeritku keras-keras sambil melepaskan selop Adele yang kini terasa menjadi beban.

"Dracula... aku yakin itu adalah dracula" pekikku ketakutan.

   Aku hampir berteriak keras-keras ketika Adele bersama dua gadis pelacur di LearoQ muncul dari arah berlawanan, dengan membawa obor di tangan. Catherine ada diantara mereka bertiga.

"Apa yang terjadi?" tanya Adele cemas ketika melihatku panik.

   Aku tak dapat berkata-kata, dan hanya menunjuk ke arah lorong gelap itu dengan suara gugup tidak jelas. Lalu kami pun beramai-ramai mengendap-endap dengan obor di tangan, pergi melihat apa yang telah terjadi di dalam lorong yang membuat ku ketakutan.

   Tidak terdapat apapun di dalam lorong itu, bahkan sisa-sisa darah dari sosok berpedang tadi juga ikut-ikutan menghilang. Catherine mencemoohku dengan mengatakan kalau aku mabuk.

"Aku curiga kalau kau terlalu banyak menyesap anggur selama pertunjukkan di LearoQ tadi" suara Catherine terdengar licik.

"Aku bersumpah kalau tadi aku melihat terjadi pertarungan antara tiga orang disini" kata ku membela diri. Tentu saja aku tak ingin di cap sebagai gadis pencari sensasi.

"Darling Lea, akan tetapi kami melihat bahwa tidak terjadi apa-apa di tempat ini. Saranku mari kita segera pulang kerumah masing-masing dan hentikan menyebar gosip kalau kau telah melihat penampakan dracula di lorong ini" Catherine langsung berjalan meninggalkanku dan Adele, yang tiba0tiba dilanda ketakutan dan ikut berlari mengejar mereka berdua.

"Aku benci dengan perempuan itu. Dia selalu memojokkan ku dengan berbagai hal yang tidak jelas" kata ku bersungut-sungut.

"Tak usah dipikirkan. Dia hanya iri dengan kemudaanmu dan kecantikanmu" kata Adele membujuk ku.

   Aku mengiyakan kata-kata Adele, lalu kami memasuki rumah kami setelah tidak lama berpisah dari Catherine dan kawannya.

   Malam itu aku tak dapat memejamkan mataku. Aku seperti mendengar suara seseorang berbisik meminta tolong dari arah luar kamarku.

Bersambung.

Jika kamu suka cerita ini, dukung author dengan memberi like dan subscribe novel ini untuk pemberitahuan update nya. Terima kasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!