Tatapan Andrew terlihat kosong namun penuh amarah, menatap nanar pada pusara sang ibu. Malam ini hujan deras, setelah pemakaman berlangsung sore tadi, Andrew masih berdiri disini hingga dunia menggelap.
Venizilia-ibu Andrew meninggal karena bunuh diri. Wanita berusia 40 tahunan itu gantung diri setelah Roger-suaminya menjatuhkan gugatan cerai. Ayah Andrew lebih memilih wanita selingkuhan itu dibandingkan keluarga mereka.
Tanpa banyak berpikir lagi, Andrew segera meninggalkan pemakaman itu. Keluar dari dalam payung yang sejak tadi menaunginya.
"Andrew, kamu mau kemana?" pakik Savana, melihat suaminya yang pergi tanpa kata. Bahkan meninggalkan dia begitu saja. Setelah seharian ini Savana selalu setia.
"Andrew!" pekik Savana lagi, dia mulai mengejar langkah Andrew yang lebar, tergesa-gesa keluar dari pemakaman. Hujan dan malam membuat langkahnya terasa sulit.
Hingga saat tiba di ujung, Savana sudah melihat mobil Andrew yang pergi lebih dulu.
"Shiit!" umpat Savana, menatap kesal pada mobil sang suami yang telah menjauh.
Dia tahu Andrew tengah bersedih, tapi tidak semestinya pria itu meninggalkannya seorang diri disini.
Sedangkan Andrew tak ada lagi yang terpikir di dalam benaknya kecuali membunuh wanita selingkuhan sang ayah.
Andrew Lin pria berusia 25 tahun itu bersumpah, malam ini juga wanita itu akan mati.
Dengan mobil yang melaju cepat Andrew membelah jalanan, tak peduli disaat pandangannya mulai mengurang karena hujan yang deras, tujuannya kini hanyalah mendatangi rumah wanita badjingan itu. Mencekiiknya hingga mati, hingga meregang nyawa karena kehabisan udara.
Sama seperti penderitaan yang dialami oleh sang ibu.
TIIINNN!! Suara klakson Andrew terdengar panjang, dia tidak ingin ada satu pun yang menghadang.
Dan seperti takdir yang sudah disusun rapi oleh Tuhan, ketika mobil Andrew terjebak di lampu merah dia melihat wanita siallan itu berlari di ujung sana, menutupi kepalanya mengunakan tas dan masuk ke dalam sebuah mobil.
Bibir Andrew tersenyum menyeringai, Tuhan malam ini seperti ada pada pihaknya.
Jadi ketika lampu sudah berubah jadi hijau, target Andrew hanyalah mobil berwarna putih itu. Mobil yang terparkir di pinggir jalan seolah sedang menunggu ajal.
Dengan kecepatan yang tinggi, Andrew mengarahkan bagian belakang mobilnya hingga membentur mobil putih itu dengan sangat kuat.
BRAK!!
Dalam sekejab saja, mobil putih itu ringsek. Semua pengendara disana mengira jika mobil hitam milik Andrew terpeleset hujan hingga mengalami kecelakaan.
Diantara semua sirine polisi dan mobil ambulans yang mendekat, Andrew tersenyum miring.
Malam mungkin telah berakhir bagi Andrew. Setelah kecelakaan itu dia tak peduli lagi pada korban yang telah meninggal dunia. Dia menutup mata dan telinganya. Telah puas karena dendam telah lunas.
Tapi malam dengan hujan yang paling deras ini belum berakhir bagi seorang anak perempuan berusia 7 tahun, Ayara terus menangis ketika melihat ayah dan ibunya pulang tanpa nyawa.
Dua tubuh yang sangat dia kenal terbujur kaku, berada di dalam petinya masing-masing.
"Mommy! Daddy!" pekik Ayara diantara isak tangisnya yang menggema. Dia terus menangis, bingung ingin memeluk siapa. Dia tak bisa merengkuh kedua orang tuanya sekaligus. Peti kayu itu membuat tubuh kecilnya memiliki banyak penghalang.
"No Daddy! No Mommy! Don't leave me alone!" rengeknya.
"Sudahlah Ayara! daddy dan mommy mu sudah meninggal, lepaskan petinya agar mereka bisa segera di kubur," ucap salah seorang tante Ayara, wanita itu bahkan menarik paksa tubuh Ayara agar melepas pelukannya pada peti mati itu.
"No! jangan kubur mommy! mommy!! MOMMY! DAAD!!" tapi teriakannya itu tidak membuahkan hasil apapun.
Tubuh kecilnya di kurung di dalam kamar ketika pemakaman itu berlangsung.
Tepat jam 8 pagi dan setelah pemakaman itu usai, keluarga Pearce menutup pintu rumahnya, tidak menerima tamu dan hanya ingin bersama keluarga di hari duka ini.
Kakak beradik kedua orang tua Ayara berkumpul, memikirkan nasib anak semata wayang ini yang kini telah hidup sebatang kara.
"Aku tidak bisa membesarkan Ayara, aku sudah memiliki 3 anak," ucap kakak dari ayah Ayara- Brandon Pearce, istrinya pun menyetujui itu.
"Aku terlalu banyak cicilan untuk mengasuh dia, lebih baik letakan saja di panti asuhan," balas sang adik- Lilya Pearce, dia belum menikah.
"Tidak, lebih baik kita buang saja anak itu, jadi semua harta peninggalan Alaric dan Florin bisa kita bagi rata," usul kakak dari ibu Ayara- Harley.
Dan mendengar usul tersebut, semua orang nampak setuju.
Tidak sadar jika ucapannya di dengar oleh sang pelayan setia keluarga ini. Dia menangis, menayangkan nasib sang nona muda.
Nona Ayara, lirihnya di dalam hati. Sesak sekali dada ini.
Pelayan itu lantas mundur perlahan. Sebelum semua pelayan dilarang untuk menemui sang nona muda, dia lebih dulu menyerahkan sebuah kalung peninggalan sang ibu.
"Nona, ini adalah kalung milik mommy, berbentuk hati, di dalamnya ada ukiran wajah mommy dan daddy, Nona harus memakai ini terus, dengan begini nona tidak akan merasa sendirian, ya?" ucap sang pelayan.
Masih dengan menangis, Ayara mengangguk lemah.
Tidak tahu tentang nasib buruk yang sedang menunggunya di depan mata.
"Apa yang kamu lakukan?!" tanya Lilya dengan sangat ketus, dia masuk ke dalam kamar Ayara dan melihat seorang pelayan yang memeluk erat bocah itu.
"Tante Lilya dimana mommy dan daddy?" tanya Ayara pula, dia belum mau percaya jika kedua orang tuanya telah tiada.
"Hais, apa kamu sebodoh itu? berapa kali aku harus bilang, mommy dan daddy mu sudah meninggal!" suara Lilya terdengar tinggi, buat Ayara tersentak dan memeluk tubuhnya sendiri.
"Sekarang ikut aku!" titah Lilya pula, dia menarik Ayara untuk turun dari atas ranjang.
"Nona, apa yang Anda lakukan? mau dibawa kemana nona muda Ayara?" ucap sang pelayan, dia masih coba menahan nona mudanya agar tidak dibawa pergi.
"Lepas tanganmu! hanya pelayan sok ikut campur! minggir!"
Pelayan itu tak berkutik.
"Kita mau kemana Tante? apa menemui mommy dan daddy?"
"Ya ya ya, jadi tidak usah banyak bicara, ikuti saja kemanapun tante pergi," balas Lilya, setelah mengatakan itu pun dia tersenyum miring.
Membuang anak ini tidaklah terlalu sulit, harusnya dia tidak perlu banyak tenaga untuk marah-marah.
Hanya dengan kebohongan tidak masuk akal, Ayara akan mengikuti apapun yang dia mau.
Masuk ke dalam sebuah mobil hitam hanya berdua, Lilya mengemudikan mobil itu hingga tengah kota. Dia sengaja tidak membuang Ayara di tempat sepi, biar saja di tempat ramai begini hingga akan lebih banyak yang akan memangsanya, preman, pengemis, atau bahkan mucikari.
Ah terserahlah, Lilya tidak peduli akan hal itu.
Tepat di pinggir jalan ramai, Lilya menghentikan mobilnya.
"Turun!"
"Tapi tante, ini dimana? mommy dan daddy dimana?"
"Turun lah, tante akan menjemput mommy dan daddy mu, tante akan kembali secepatnya."
"Tapi aku takut sendirian."
"Turun Ayara! atau tante tidak akan menjemput kedua orang tuamu."
Ayara terdiam, dia masih menggunakan baju hitam dengan pita berwarna kuning di lengan kirinya, tanda berduka.
Ayara nampak ragu, hingga akhirnya Lilya turun lebih dulu dan menarik anak perempuan itu untuk keluar. Dia cubit Ayara dengan sangat kuat gadis malang itu berteriak kesakitan.
Tapi kendaraan yang lalu lalang tidak ada yang peduli padanya.
Ayara kembali menangis, memegang tangannya yang kini telah membiru.
"Tunggu disini, mengerti?"
Ayara mengangguk dengan sesenggukan.
"Jika tidak ingin tante sakiti seperti ini, jangan pernah katakan jika kamu adalah keturunan keluarga Pearce, mengerti?"
Ayara mengangguk lagi.
"Tutup mulutmu tiap ada orang yang bertanya, jika tidak, kamu tidak akan pernah bertemu dengan mommy dan daddy mu! mengerti!"
Ayara mengangguk lagi, gadis kecil itu semakin menangis saat melihat sang tante kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkannya seorang diri disini.
Ayara menangis, terus menangis, sampai dia lelah dan duduk di jalan pinggiran jalan itu. Sampai matahari naik tinggi di atas kepalanya hingga nyaris tenggelam di ujung sana, tapi sang tante tidak juga kunjung menjemput dia.
Dan tiap detik matahari nyaris tenggelam, semakin takut pula perasaan gadis kecil itu.
"Mom, mommy ..." lirih, air matanya tak pernah surut, dia terus menangis.
Di depannya lalu lalang kendaraan, namun Ayara merasa sangat kesepian, dia menangis dan memeluk kalung pemberian sang pelayan.
Hingga tanpa disadari oleh gadis kecil itu, ada sepasang mata yang memperhatikan tangisannya.
Andrew Lin menatap dengan hati yang berdesir di dalam mobilnya.
Melihat gadis itu yang menangis dalam duka. Dua pita kuning di lengan kiri dan baju hitam itu, membuat Andrew tahu jika gadis itu telah kehilangan kedua orang tuanya.
Seorang gadis malang, yang seolah memiliki nasib sama seperti dia.
"Hentikan mobilnya," ucap Andrew.
Jonh-sang asisten pun dengan segera menepikan mobil itu hingga berhenti.
Andrew turun dan Jonh pun mengekor.
Dia tetap berdiri saat melihat sang tuan berjongkok di hadapan seorang bocah kecil yang menangis di pinggir jalan.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Andrew dengan lembut, dia telah menikah selama 2 tahun namun belum dikarunia anak, jadi tiap kali melihat anak-anak seperti ini, hatinya akan segera luluh.
Ayara terdiam, menutup mulutnya rapat-rapat. Ingat ucapan sang tante jika dia tidak boleh bicara dengan siapapun jika ingin bertemu dengan mommy dan daddy.
"Dimana rumah mu? biar Om antarkan pulang," ucap Andrew lagi, tapi Ayara tetap diam, tetap menangis tanpa suara karena mulutnya tertutup rapat.
"Apa kedua orang tuamu telah meninggal?" Andrew coba memastikan dan saat itu tangis Ayara semakin deras, hanya sesenggukan dan dihapus dengan kedua tangannya yang kecil.
Dari sana Andrew dan Jonh tahu, mereka bisa menebak jika setelah kedua orang tuanya meninggal, anak ini dibuang oleh kerabatnya yang lain.
"Ikutlah bersama Om pulang, besok kita akan kembali kesini dan melihat apakah ada keluargamu yang datang," ajak Andrew.
Ayara menangis, tak punya pilihan selain menyetujui keinginan pria dewasa ini. Tatapannya yang teduh, membuat Ayara ingat akan sang ayah.
"John, tinggalkan 1 anak buah kita disini, dan lihat apakah ada seseorang yang mencari anak ini," titah Andrew.
"Baik Tuan."
Ketika malam menjelang Andrew pun membawa anak perempuan itu ke rumahnya, saat itu sang istri sedang tidak berada di rumah.
Seorang pelayan bantu mengurusi anak malang itu.
Hingga jam 3 dini hari, tak ada satupun orang yang mencari-cari gadis malang itu.
Andrew pun masih setia terjaga, menunggu kabar dari sang asisten. Terlebih sejak tadi, anak itu sekalipun tidak pernah membuka mulutnya.
Sampai saat konsentrasinya pecah ketika mendengar suara orang berlari ke arahnya yang duduk di ruang tengah.
"Tuan! maafkan saya Tuan, tapi anak itu demam, tubuhnya menggigil," ucap sang pelayan dengan cemas.
Andrew segera bangkit dari duduknya dan berlari ke kamar sang anak.
Melihat Ayara yang mengigau dalam tidurnya yang tak nyenyak.
"Mom, Dad, Ayara tidak nakal, Ayara akan menunggu mommy dan daddy."
"Mom."
Tubuh kecil Ayara menggigil. Andrew dengan segera menggendongnya dan membawa anak itu ke rumah sakit.
Jam 4 pagi mereka sudah tiba disana dan Ayara mendapatkan penanganan.
Andrew yang telah mengetahui namanya pun, menyebut anak itu dengan sebutan Ayara.
"Maaf Tuan, Ayara mengalami trauma berat, ada kejadian buruk yang membuatnya seperti ini." terang sang dokter.
"Sejak aku menemukan dia, Ayara juga tidak pernah sekalipun bicara. Harus bagaimana ini dok? saya juga bingung."
"Segala tindakan harus mendapatkan izin pihak keluarganya Tuan."
"Saya lah keluarga nya, saya akan mengurus semua itu."
"Baiklah, hanya ada 1 metode untuk membuatnya lepas dari trauma itu dan bisa hidup dengan normal."
"Apa?"
"Hipnoterapi." Dokter itu pun menjelaskan, dengan menggunakan metode ini maka Ayara akan melupakan semua kenangan buruknya dan diganti dengan kenangan yang baru.
"Baiklah, lakukan teknik itu, saat dia bangun dia akan jadi anakku, Ayara Lin." jawab Andrew dengan tegas.
1O tahun kemudian.
Ayara benar-benar telah melupakan nama keluarga Pearce. Dia adalah Ayara Lin. Tumbuh dalam pengasuhan Andrew dan Savana.
Tapi seiring berjalannya waktu, Savana merasa perhatian Andrew pada Ayara sangat berlebihan. Andrew seperti memiliki maksud lain pada anak itu.
Belum lagi kecantikan Ayara membuatnya merasa tak tenang.
Berusia 17 tahun Ayara tumbuh jadi gadis yang sangat cantik.
"Ayara!!" pekik Savana dari ruang tengah. Baru saja dia mengantarkan kepergian Andrew, suaminya itu akan pergi ke luar kota selama 3 hari dalam perjalanan bisnis.
"Iya Mom." dengan tergesa Ayara berlari keluar kamar, menuruni anak tangga hingga terdengar suara langkah kaki yang begitu jelas.
Hari ini adalah hari Minggu jadi dia tidak sekolah.
"Sini kamu!"
"Ada apa Mom?"
"Rambut mu sudah terlalu panjang, ini harus di potong habis!"
Ayara mendelik, dia seperti tak punya kesempatan untuk melawan. Terlebih perkataan sang ibu tak pernah dia bantah.
Ayara hanya bisa pasrah saat dia dipaksa duduk dan sang mommy memotong habis rambut panjangnya.
Kras!
Kras!
Kras!
Satu persatu rambut itu jatuh ke atas lantai.
Ayara tidak menangis, hanya daddanya yang sedikit merasa sesak. Entah kenapa, sejak kecil dia merasa sang mommy tidak pernah menyayangi dia.
Ayara bahkan selalu beranggapan bahwa dia hanyalah anak tiri.
"SAVANA!!" pekik Andrew.
Sontak saja membuat Savana merasa sangat terkejut, gunting yang ada di tangan kanannya bahkan sampai jatuh ke lantai.
dia berbalik dan betapa terkejutnya ketika melihat Andrew datang dengan tatapan mata yang menatap nyalang.
Bagaimana bisa Andrew kembali, bukannya tadi dia sudah pergi?
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Andrew, membuat Savana tersentak. Andrew bahkan mendorong tubuh Savana hingga terhuyung nyaris jatuh, lalu bersimpuh di hadapan sang anak. Melihat mata Ayara yang nampak berkaca-kaca.
Dia menatap Savana dengan sangat tajam. Berani-beraninya wanita itu memperlakukan anaknya seperti ini.
"Ayo kita pergi ke salon, Daddy akan membuat rambut mu lebih baik."
Ayara hanya bisa patuh. kedatangan sang ayah membuat hatinya jadi semakin terenyuh.
"Andrew!" pekik Savana, tapi Andrew tak mau dengar. Pria itu tetap menarik Ayara untuk pergi dari sana.
"Ahk!! kurang ajjar! awas kamu Yara," geram Savana. Semua pembelaan Andrew pada anak itu semakin membuatnya benci.
Sangat benci sampai rasanya ingin membuang Ayara.
"Shiit!! karena ada anak itu, aku jadi semakin sulit mendapatkan Andrew!"
Pernikahan mereka berdua terjadi karena bisnis, namun semakin lama Savana pun benar-benar mencintai Andrew. Dia cemburu ketika melihat suaminya lebih membela Ayara di banding dia. Semakin benci karena hingga saat ini dia belum bisa memberikan keturunan untuk Andrew.
Sementara itu di luar sana, Andrew benar-benar membawa Ayara untuk mendatangi sebuah salon kecantikan.
Andrew meminta rambut Ayara untuk dirapikan, namun malah membuat rambut itu benar-benar habis.
Kini Ayara terlihat seperti anak laki-laki.
Andrew tersenyum, "Anak Daddy tetap terlihat cantik kok," ucapnya dengan menatap lekat.
Ayara tersenyum, lalu menjulurkan lidahnya.
"Daddy bohong!" balas Ayara dengan ketus.
Mereka berdua tertawa.
Seiring berjalannya waktu rambut Ayara berangsur jadi panjang. Tiap kali Andrew melihatnya entah kenapa dia terpesona.
Rasa itu bukan lagi seperti ayah kepada anak, tapi lebih dari itu.
Hingga disaat rambut Ayara benar-benar panjang di usianya yang ke 21, Andrew semakin yakin jika dia telah terobsesi pada anaknya sendiri.
Sebuah rasa yang entah sejak kapan menguasai hatinya. dia yang tidak pernah merasakan cinta, kini seperti dibuat mabuk.
Andrew tersenyum saat melihat Ayara di ujung sana berlari ke arah dia, Ayara yang baru saja keluar dari gedung kuliahnya.
Tapi kemudian tatapannya tertegun, saat melihat wajah Ayara yang seolah tak asing baginya.
Melihat Ayara yang berlari seperti itu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang dulu pernah dia benci dengan teramat dalam.
Deg! wanita siallan itu. Batin Andrew.
Ya, Andrew ingat betul, wajah itu adalah milik selingkuhan sang ayah, wanita yang telah menyebabkan ibunya meninggal. Seketika Andrew naik darah dan berpikir bahwa Tuhan pun mendukung dia untuk melakukan balas dendam.
Hei! lihatlah anakmu ada di tanganku, nasibnya semua akan berada dalam kuasa ku.
"Daddy!! kamu datang menjemput ku? ku pikir pak Amer yang akan datang." Ayara datang dengan wajahnya yang riang, namun seketika senyum itu hilang saat melihat wajah sang ayah yang nampak marah.
"Dad ..."
"Jangan banyak bicara, cepat masuk ke dalam mobil."
Ayara tertegun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!