Hello! Cerita ini udah direvisi. aku harap kalian suka ^_^
Selamat membaca!
@falaf
...****************...
Audina membuka kedua matanya. Dia begitu bahagia pagi ini, sebab semalam, sudah menghabiskan malam yang indah dengan dika.
Saking bahagianya, senyum di wajah audina tak luntur sedetik pun. Namun, saat matanya melihat ada amplop berisi uang tunai, dan sepucuk kertas yang menyatakan, bahwa uang ini untuk bayaran atas keperawanan yang audina beri pada dika. Membuat sang empu kecewa dan refleks melemparkan amplop itu.
Dia berteriak, dan meraung-raung. Menyesali perbuatannya, mengapa semalam mau-mau saja diajak bercinta oleh dika. Padahal hubungan mereka hanya sebatas pacar kontrak.
TOK TOK TOK
“Adik kecil, kau di dalam?”
Itu suara kirani, kakaknya.
Pintu pun dibuka oleh kirani. Dia seperti pura-pura terkejut melihat keadaan audina yang mengenaskan.
“Adik, mengapa kau tak pakai baju? Lalu mengapa, matamu sembab??” tanya ia beruntun, lalu mengalihkan tatapan ke lantai kamar. “Oh my god! Ini uang, dik. Jangan dibuang-buang ah!” lanjutnya sembari mengambil uang-uang itu.
“Ada apa kakak, ke apart ku?” tanya Audina mengalihkan topik.
“Kakak cuman mau main aja, salah ya?” balas kakaknya itu dengan suara yang di imut-imut kan.
“Bukan. Hari ini aku lagi gak mau diganggu, jadi maaf kak, tolong keluar.”
Seperti mempunyai dua kepribadian, Kirani yang tadinya tersenyum manis, langsung berubah datar. Dan berjalan menghampiri audina yang masih bersandar diranjang kasur.
Tanpa disangka, tangan Kirani menarik rambut panjang Audina hingga sang empu mendongak. Lalu ia naik ke atas tubuh Audina dan mencekik lehernya.
“kak, lep-Ashh.”
“Gak akan aku lepas, sebelum puas!” ucapnya menggebu-gebu.
Kirani lalu mengeluarkan sebuah foto polaroid dari sakunya. Dan menunjukkan foto itu tepat di hadapan sang adik. “Lihat baik-baik,” titah ia yang membuat Audina terkejut.
Di foto itu, terdapat Dika yang sedang memeluk mesra tubuh Kirani.
“Paham kan? Kenapa Dika tiba-tiba ajak kamu pacaran, dan semalam dia ambil keperawanan kamu?”
Dalam keadaan dicekik Audina mengangguk. Dia jadi sadar, mana mungkin seorang Dika, lelaki tampan, kaya dan digilai wanita, menyukai ia, yang hanya orang biasa-biasa saja.
“Bagus!” setelah mengucap itu, Kirani melepas cekikannya dan melempari sebuah undangan di hadapan wajah Audina.
“Kamu harus datang.”
Dengan masih mengatur nafasnya, Audina tatap setiap gerak gerik Kirani yang beranjak turun dari atas tubuhnya. Ia mengira Kirani akan langsung pergi, tapi ternyata salah.
“Aku harap kamu hamil, dan langsung diusir dari rumah.” Bisiknya, lalu mencium pipi sang adik dan pergi.
Yang membuat tangis Audina pecah seketika.
...
Dua minggu sudah terlewati. Audina sekarang berdiri ditengah-tengah kerumunan, dengan baju pesta panjang.
Dia kemari, hanya untuk menghargai undangan sang kakak.
Acara dimulai. Pembawa acara tersebut memanggil Kirani ke atas panggung. Lalu tak lama, seorang pria datang dengan jas hitamnya.
Tangan audina bergetar. Pria itu Dika. Diatas sana keduanya saling memeluk.
Pertahanan Audina langsung runtuh, kala mereka mengumumkan akan menikah seminggu yang akan datang.
Tak sengaja, mata berair milik Audina bertatapan dengan bola kebiruan Dika. Bisa Audina lihat, Dika seperti terkejut saat mengetahui dia ada di sini.
Tak mau melihat kemesraan mereka lebih jauh lagi, Audina langsung berlari pergi. Tapi, tanpa diduga Dika mengejarnya dari belakang.
Lelaki itu berhasil menggapai lengan Audina di lorong dekat pintu keluar.
“Ck, siapa yang mengundangmu kemari?!”
“Kau bodoh? Apa pura-pura lupa? Aku ini adik Kirani!” teriak Audina dengan melepas cekalan Dika ditangannya.
Tapi seperti tak gentar, Dika malah memegang kedua bahu Audina, hingga membuat sang empu meringis. “Jaga bicaramu. Masih ingat, kan dengan—“
“Persetan sama perjanjian! Aku akan memutuskan hubungan kita sekarang!”
“Audina rosen.” Jika dika telah memanggil nama lengkapnya. Sudah dipastikan lelaki itu begitu marah.
Tapi biarlah, kali ini Audina tak peduli. Dia dengan mudah melepaskan tangan Dika dibahunya. Lalu saat akan melangkah pergi, Dika malah menarik tubuhnya dan mencium bibir Audina.
Plak
“AUDINA!”
Dengan hati yang sakit. Audina menatap sang ibu, papah dan kirani yang ada dibelakang Dika.
“Kau gila! Menampar seseorang—“
“Apa? Ibu mau memarahiku karena menampar, si brengsek yang sudah menghamili ku??”
Keempat orang disana menatap bingung kearah Audina. Namun, perempuan itu tak mau menjawab lebih dan hanya melemparkan hasil testpack dan foto USG ke wajah Dika.
Dia pun langsung berlari dan masuk kedalam mobil.
...****************...
...****************...
Dika begitu ingat saat malam itu dia pergi ke club bersama audina, dan meminum alkohol. Namun meskipun begitu, saat memaksa audina untuk bercinta dengannya. Dika 100% dalam keadaan sadar.
Lalu, sebab saking terlena akan tubuh wanita itu, Dika sampai tak merasa, telah mengeluarkan benih-benih cintanya dalam rahim audina.
Yang berakhir, membuat pacar kontraknya itu hamil.
“Audina, berhenti!” teriak Dika dari kaca mobilnya.
Namun, mobil yang dikendarai Audina malah lebih cepat melaju. Sehingga membuat Dika menggeram marah. Ia tahu, Audina tak pandai mengemudi.
“Audina Rosen, berhenti! kau membawa anakku.”
Kali ini, Audina menengok, dan mendapati mobil Dika di sampingnya. Memerhatikan bagaimana mimik wajah ketakutan lelaki tersebut. Yang langsung memunculkan niat jahat dalam diri Audina.
“Aku gak peduli.” Setelah ucapannya, Audina membanting stir ke kanan. Dan menekan pedal gas, yang membuat tubuh depan mobil langsung menerobos pembatas jalan berbahan besi. Hingga sang kendaraan beroda empat itu meluncur bebas ke jurang. Yang mengakibatkan mobil meledak besar dan terbakar.
Dika, yang melihat seluruh kejadian. Keluar dari mobil, dan dengan cepat menelepon seluruh pengawal, serta dokter pribadinya untuk segera kemari.
“Audina!! Ah brengsek!” dengan berbagai umpatan yang keluar dari mulutnya. Dika berjalan ke bawah jurang. Tak peduli kalo ia juga, akan terbakar kobaran api nantinya.
“Tuan,” seorang pengawal menahan tubuh Dika, lalu menunduk. “Orang di dalam sana pasti sudah tak dapat selamat.” Ucap pengawal itu, yang langsung meminta maaf dan melindungi tuannya dari kobaran api.
Sedang Dika hanya terdiam kaku. Menyesal sebab tak bisa menyelamatkan darah dagingnya sendiri.
“Audina kau seharusnya tak membawa anakku mati denganmu,” lirih pria 22 tahun itu yang langsung bersimpuh ke tanah. “Akan ku pastikan kau menyesal!”
...
Tujuh tahun kemudian.
Dengan rambut terurai serta make up tipis yang menghiasi wajah cantiknya. Dia berjalan anggun di lantai kantor ternama di negara korea selatan.
Semua menyapanya dengan ramah. Sampai perempuan cantik bernama, audina itu berhenti melangkah.
Ia masuk kedalam ruangan yang sedang diadakannya rapat.
“Hallo, selamat pagi.” Sapanya membuat seluruh pasang mata disana langsung menatap audina.
Salah satu dari mereka mendengus dan mengambil map yang ada ditangan audina. “Dasar, hanya kurir pengambil barang saja, gayamu seperti karyawan kantoran!”
“Tak apa nyonya ciya, ini keinginanku. Total bayarannya 50 ribu,”
“Cih. Hanya uang sebesar itu saja kau tagih!”
“Bukan seperti itu nyonya. Aku hanya meminta bayaran atas jasa yang telah aku berikan saja.” Balasnya mencoba sabar.
Dengan tak manusiawi Ciya mengeluarkan uang tersebut dan melempari tepat di wajah audina. Orang-orang disana hanya menjadi pengamat dari kejadian itu.
Audina pun, membawa uangnya dilantai dan pamit undur diri.
“Orang miskin tak tahu diri.”
Mendengar gumaman penghinaan, Audina lantas berbalik. “Lain kali, kau harus menghargai sesama makhluk tuhan Ciya!”
“MAKSUDMU??”
“Ini maksudku.” Setelah ucapan itu Audina merobek uang senilai 50 ribu yang ia pegang dan melemparkannya kearah Ciya.
Membuat orang-orang yang ada di dalam ruangan, melongo tak percaya. Apalagi Ciya, wajahnya sudah memerah. Siap untuk meledak.
Namun, Audina tak peduli. Ia langsung pergi keluar. Saat di tengah perjalanan, ia mendapati telepon dari putranya, yang mengatakan bahwa dirumah ada masalah.
Audina pun tanpa pikir panjang, melepaskan sepatu haknya, dan belari cepat. Lalu menjalankan motornya seperti pembalap terkenal.
...****************...
...****************...
Tujuh tahun lalu, Audina pikir, saat mobil sudah terbakar. Ia akan mati. Tapi salah, dia malah diselamatkan oleh seorang pria muda, yang pernah ia tolong. Bernama Noah.
Karena wajahnya saat itu terkena luka bakar yang parah, dia pun diputuskan untuk melakukan operasi plastik.
Dan sekarang beginilah wajahnya. Sangat berbeda, namun, masih dengan nama Audina.
“Adrean, ada apa?!” tanya langsung Audina saat membuka pintu. Tapi Audina malah dikejutkan dengan keberadaan satu wanita dan dua lelaki berbadan besar yang menjaga dikedua sisi.
Dia menatap putranya, yang tetap terlihat tenang. Memang, meski Adrean berusia enam tahun. Namun bocah itu, memiliki sikap seperti orang dewasa.
“Kalian siapa?”
Wanita bersetelan formal maju. “Aku Sisil. Sekretaris dari wanita tua yang pernah kalian bantu kakinya yang tak bisa berjalan sebab gatal-gatal.” Jelas Sisil.
Audina berfikir kembali. Oh, dia baru ingat. Seminggu lalu, ada seorang nenek yang dibantu Adrean. Nenek itu selalu gatal kakinya hingga luka, Adrean yang tahu obat herbalnya apa, segera meracik lalu memberikannya pada nenek, yang belum dikenal namanya siapa.
“Okay. Lalu?” tanya Audina.
“Kami meminta anakmu untuk meracik obat itu lagi, dan membantu pengobatan nyonya Rosi di indonesia. tentang bayaran kami akan beri dengan nominal yang besar.”
“Bagaimana, Ad? Kau mau?” kali ini, Audina bertanya langsung pada sang anak.
“Jika iya. Apa aunty, akan membelikan fasilitas yang memadai untuk ibuku?” tanya anak itu, dengan menatap sisil tajam.
“Of course. Selama kau bisa menyembuhkan nyonya Rosi dalam waktu 3 bulan, kami akan berikan segala hal yang kau inginkan.” Jawab kembali Sisil, mantap.
Terlihat Adrean menimbang-nimbang. Dia bagai seorang bos kecil yang memiliki sifat angkuh tinggi. “Baiklah, tapi aku ingin ada sulat kontrak di antara kedua belah pihak.”
Sisil mengangguk. Lalu keduanya membicarakan kontrak apa saja di antara mereka selama bisnis ini berjalan. Saat serasa Adrean telah bersedia dengan segala perjanjiannya. Mereka pun memutuskan untuk bersiap pergi.
Audina lalu menghampiri sang putra. “Kau yakin?”
“Aku selalu yakin, akan keputusanku.”
Senyum perempuan itu terbit. Dia bersyukur diberikan anak dengan otak dan pola pikir yang jenius. Padahal anak-anak lain yang berumur enam tahun, masih ada yang kurang lancar dalam berbicara dan ada juga yang tak pandai baca.
“Dika. Anakku begitu pintar. Aku tak akan membiarkanmu merebutnya!” batin Audina yang sesegera mungkin memeluk tubuh adrean.
“Mom? Kau sedang sedih?”
Minusnya memiliki anak genius, ya begini. Dia akan tahu apa yang sedang dirasakan dan apa yang terjadi. Tanpa harus bicara dahulu.
...
Di bandara pagi ini begitu riuh akan manusia-manusia.
Seorang pria berpakaian sederhana tapi bermerek, menyeret kopernya sendirian. Dia menarik nafas berkali-kali untuk menahan segala emosi yang sudah dipendam sejak dalam pesawat tadi.
Teleponnya berdering. Ternyata sang partner bisnis.
“Hello! Tuan Dika yang terhormat! Bagaimana honeymoon nya?? Lancar, kah?”
“Jika ingin membicarakan itu. Aku tutup.”
“Eh, pak bos kenapa sih?? Kirani dia..”
Bip
Hancur sudah mood Dika pagi ini. Dia sembari menunggu jemputan langsung mampir dahulu ke kedai kopi. Dan duduk di dekat jendela.
Bertahun-tahun sudah semua terlewat. Namun, dia masih merasa ada di tahun saat Audina dan anaknya mati.
“Aku halap, om jika berjalan bukan hanya pakai kaki, tapi matanya pun dipakai. Untung kopi panas itu tak mengenai tubuh ibuku.” Suara seorang anak ribut dari meja sampingnya, mengalihkan perhatian dika.
Anak itu memang terlihat masih kecil, namun gaya bicaranya layak orang besar saja.
“Ad. Stop, dia gak sengaja,” ujar ibunya.
“Gak. Dia dali awal emang niat buat menumpahkan kopinya ke baju mommy, supaya tangan dia bisa pegang bebas tubuh kau mom.” Dengan lantang anak yang tak lain Adrean berucap.
Dengan berani dia menatap nyalang pria lebih tua darinya tadi. “Basi. Yang kau lencanakan itu, begitu buruk. Pak.”
“Ad. Mom gak pernah kasih tahu kamu buat kurang ajar sama—“
“Ad ke toilet.” Putus Adrean tanpa mau mendengar kalimat sang ibu. Sejujurnya dia kesal pada Audina yang selalu berpikir jika semua manusia baik dan tak punya niat jahat. Padahal jika dilihat, mereka semua sangat..
“Good. Aku suka ke keangkuhanmu.“ tiba-tiba seorang pria datang dan berucap seperti itu.
Dia sama mencuci tangan di samping adrean.
Mereka tak berbicara tapi saling tatap di cermin. “Apa?” akhirnya Adrean sendiri yang bertanya.
“Hahahaha, tidak. Aku hanya mengkhayal memiliki anak sepertimu.” Ucapnya lalu berbalik pergi.
Tapi, entah sebab apa. Pria itu kembali berbalik dan memberikan kartu nama pada Adrean serta sebuah salep.
“Siapa tahu kau butuh, Ad.” Itu kalimat terakhir yang dikatakannya sebelum benar-benar hilang dibalik pintu.
“Dika Almans.” Baca Adrean dari kartu nama, yang seketika memunculkan senyumnya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!