Seorang wanita tengah duduk bersimpuh di depan sang raja. Wanita tua itu akan segera dihukum mati karena terbukti bekerja sama dengan manusia untuk memusnahkan kaumnya.
“Apa alasanmu melakukan semua ini?” tanya sang raja kepada wanita yang saat ini masih setia menundukkan kepalanya. Bukan karena ia menyesal, namun karena ia tidak ingin memandang wajah seseorang yang sudah menghancurkan hidupnya, dan merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya dan sang suami. “Soh-Hyun ssi, sampai kapan kau akan terus bertindak sesukamu? Apa kau lupa bahwa apa yang kau lakukan ini bisa saja membuat musnah kaum kita?” tanya sang raja.
“Aku tidak peduli! Aku akan melakukan apa pun asal aku dan suamiku mendapatkan apa yang harusnya kamu dapatkan. Bahkan jika aku harus membunuh seluruh kaumku sekalipun, aku tidak peduli.”
“Sho-hyun!” teriak Jae Wook saat mendengar ucapan Sho-hyun yang menjabat sebagai istri dari sang kakak.
Sho-hyun tertawa dengan sangat keras mendengar pria yang sudah merebut haknya dan sang suami, membentaknya.
Kim Tae Ri, ratu dari seluruh klan vampir yang sangat diagungkan mengatakan akan memaafkannya dan membiarkan dirinya hidup bahagia bersama keluarganya jika ia mau meminta maaf kepada seluruh rakyat dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Namun niat baik Tae Rin tidak disambut baik oleh Sho-hyun, karena nyatanya wanita itu justru mengutuk Tae Rin.
“Eonnie, aku mohon pikiran baik-baik apa yang aku katakan. Karena ini sungguh demi kebaikanmu dan keluargamu, aku tidak ingin memisahkan anak-anak dari Ibunya, dan aku juga tidak ingin hubungan baik antar anak-anak kita harus berakhir hanya karena masalah ini. Aku akan meminta kepada Raja untuk menyelesaikan masalah ini, aku janji.”
“Cih, dasar wanita ular. Kau pikir aku akan percaya dengan semua kebaikan palsu yang tunjukkan padaku, jangan harap.”
“Jaga tutur katamu, Sho-hyun!” teriak sang raja yang tidak terima istri tercintanya dihina dengan begitu kejam.
“Sho-hyun, kau tau betul alasan kenapa aku tidak bisa menggantikan posisi ayah. Dan kita sudah setuju dengan keputusan itu, lalu kenapa kau tiba-tiba begini?” tanya Kim Woo Bin kepada sang istri.
“Dulu aku begitu bodoh dan naif, makanya aku menerima semuanya tanpa berpikir jauh ke belakang. Tapi tidak untuk saat ini, karena aku akan tetap memperjuangkan apa yang harusnya kita dapatkan meski aku harus mati.”
***
“Hajima!” teriak seorang anak laki-laki kecil saat mendengar ibunda tercintanya akan diadili oleh raja karena kesalahan yang tidak ia ketahui. Yang ia tahu, ibunya adalah orang yang baik dan sangat menyayangi keluarganya. “Jangan hukum Ibuku,” pinta anak tersebut sembari memeluk sang ibu yang sudah berdiri di pengeksekusian bersama beberapa prajurit.
Jimin menatap sang ibunda yang sudah siap dieksekusi. Kedua tangannya diikat, kepala yang sudah tertunduk dan ditutup oleh sebuah kain. Anak kecil itu menangis dan terus memanggil nama sang ibunda yang tak sadarkan diri.
“Ibu, bangun!” teriak Jimin sembari mengguncang tubuh ibunya. “Ini Jimin, Bu.”
Terdengar lenguhan dari wanita tersebut dan hal itu membuat air mata Jimin kecil mengalir semakin deras. “Jimin, anak Ibu yang paling Ibu sayangi. Jaga diri baik-baik ya, Nak. Jangan suka bertengkar dengan para hyungmu, dan jadilah anak yang baik. Semoga kelak Jimin bisa jadi pemimpin klan vampir terbaik menggantikan posisi raja yang sekarang.”
“Ibu, jangan pergi.” Jimin menangis sembari memeluk sang Ibu, agar algojo tidak bisa melakukan tugasnya.
“Jimin, ayo Sayang.”
“Nggak Ayah! Jimin mau sama Ibu.” Jimin kecil meronta di gendongan sang ayah. Anak kecil itu ingin tetap bersama sang ibu agar algojo tidak bisa menyakiti ibunya.
“Tapi Ibu pantas mendapatkannya, Nak. Ibu sudah membahayakan kaum kita dengan memberitahukan keberadaan kita kepada manusia.”
“Tidak! Ibu tidak akan melakukan hal itu.”
Jimin kecil terus meronta. Memanggil nama wanita yang sangat ia sayangi, yang sebentar lagi akan bertemu dengan mautnya.
“Jimin,” panggil sang ratu.
“Mama, Jimin mohon jangan hukum Ibu. Ibu orang baik,” mohon Jimin saat sang ratu ingin membawanya pergi dari tempat eksekusi. “Mama, Ibu Jimin orang baik. Ibu tidak akan melakukan hal sekejam itu pada kamu kita.”
“Sayang, dengarkan Mama. Ibu Sho-hyun sudah memberitahu keberadaan kita kepada manusia, dan Ibu Sho-hyun sudah seharusnya menerima hukuman untuk semuanya.” Sang ratu mencoba memberi pengertian Jimin kecil yang terus meronta dan berteriak memanggil sang ibu. “Maafkan Mama, Sayang. Tapi Mama dan kami semua yang ada di sini tidak bisa menolak perintah Raja,” terang seorang wanita yang dipanggil Mama oleh Jimin.
“Tapi Ibu orang baik.”
Jimin kecil menghapus air matanya dan berlari ke arah raja yang sedang duduk di atas singgasana miliknya. Anak kecil itu ingin mendatangi raja dengan tujuan membebaskan sang ibu dari hukuman mati. Anak itu akan melakukan semua perintah raja, asal raja mau melepaskan ibunya.
Jimin kecil menangis tersedu saat raja melakukan hal yang sama, yaitu menolak keinginannya untuk melepaskan sang ibu. Raja memegangi Jimin yang ingin berlari memeluk ibunya, dan hal itu sukses membuat Jimin meraung.
“Lepasin, Jimin!” teriak Jimin. Namun raja tidak juga melepaskan Jimin, raja malah semakin erat memeluknya. “Tidak! Jangan!” teriak Jimin saat algojo mengayunkan pedang besarnya tepat ke leher ibu Jimin.
Jimin kecil kehilangan kesadarannya bersamaan dengan terputusnya kepala Sho-hyun dari tubuhnya.
***
Sejak kejadian itu Jimin kecil yang dulu selalu ceria menjadi pendiam. Jimin bahkan diam-diam menaruh dendam pada raja dan bersumpah akan menghabisi seluruh anggota keluarga raja sebagai balasan atas kematian ibunya.
Bagi Jimin, kerajaan sudah memperlakukan ibunya dengan sangat tidak adil. Ibunya orang baik, dan tidak mungkin ibunya melakukan sesuatu yang bisa membahayakan kaum mereka.
“Jimin, ayo kita main.” Seorang gadis canti dengan rambut panjangnya menghampiri Jimin yang tengah duduk seorang diri di bawah pohon rindang. “Bukankah hari ini kau sudah janji akan mengajakku ke tengah hutan. Kau bilang di sana ada danau dengan pemandangannya yang sangat indah,”ucap gadis kecil itu dengan senyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya.
“Pergi kau!” teriak Jimin sambil mendorong tubuh gadis mungil yang selama ini selalu menemani harinya.
“Tapi, Jim....”
“Karena keluargamu, aku kehilangan ibuku! Aku benci kalian semua!” seru Jimin. Pemuda kecil dengan pipi bulat itu pergi meninggalkan si gadis yang tengah menatapnya dengan mata berkaca.
Dengan air mata yang mengalir deras gadis itu berjalan menemui para kakaknya dengan harapan mereka bisa membantu gadis itu mengurangi rasa sakit karena ulah Jimin. Namun, bukannya sebuah sambutan senyum seperti biasa, para kakaknya malah mendorongnya menjauh dan mengatakan hal yang sama dengan yang Jimin katakan.
“Namjoon Oppa....”
“Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikkan itu!” seru Namjoon yang membuat gadis itu terlonjak.
Gadis itu berlari menemui sang ibu untuk menceritakannya semua kejadian yang ia alami.
“Kenapa Jimin dan para Oppa tidak mau lagi melihatku, Eomma? Namjoon Oppa bahkan mendorongku hingga terjatuh,” keluh gadis itu sembari menunjukkan telapak tangannya yang terluka.
“Tae-yaa, kamu anak yang kuat jadi bersabarlah. Eomma yakin suatu saat nanti mereka akan kembali bersikap baik padamu, seperti biasa.”
Tae-yaa kecil hanya mengangguk. Gadis mungil itu memeluk tubuh sang ibu yang sangat ia sayangi.
Hujan lebat yang terjadi tadi malam menyisakan hawa dingin yang begitu menusuk tulang sehingga membuat seorang yeoja cantik yang tengah tertidur nyenyak harus rela terbangun dan itu artinya dia merelakan mimpi indahnya lenyap begitu saja. Gadis dengan netra berwarna coklat serta rambut berwarna coklat emas yang berantakan khas orang yang baru bangun tidur dan jangan lupakan bibirnya yang merah dan mungil itu yang membuat siapa saja ingin mencicipi manisnya.
Dengan rasa kantuk yang bercampur rasa malas gadis itu bangun dari tempat peristirahatannya, meregangkan otot-otot ditubuhnya yang terasa kaku, kemudian membenahi ranjangnya yang sudah beberapa tahun terakhir menemaninya.
Dia gadis yang sangat unik karena sepanjang hidup dia hanya akan melakukan sesuatu yang diinginkan oleh hatinya, ya dia hanya berpegang teguh pada kata hatinya karena menurutnya hati tak akan pernah membohonginya dan akan selalu ada bersamanya.
Ada ya yang kayak gitu?
Gadis itu keluar dari kamarnya. Kaki jenjangnya melangkah dengan penuh keanggunan menapaki setiap anak tangga membuat setiap orang akan berkata, “Aku ingin jadi anak tangga yang beruntung itu”.
Gadis itu berjalan menuju dapur mengambil air untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang kekeringan.
“Tumben ini hari dingin banget,” keluh gadis itu sembari mengambil gelas dari lemari penyimpanan. “Kok gue berasa kayak orang gila ya, ngoceh-ngoceh sendiri. Nggak jelas banget, ini pasti efek hidup sendiri deh. Hidup sendiri tiada yang menemani bagaikan angka 1 yang tak akan pernah jadi 10 jika 0 tidak menemaninya. Lhah kan, makin gila gue. Lama-lama kesambet setan rumah sendiri gue, mending jogging aja ah biar nggak makin sinting”.
***
Kyeon Hyuna. Seorang mahasiswa di fakultas ekonomi dari salah satu universitas yang cukup ternama , yaitu BH University. Gadis itu memilih untuk tinggal di sebuah rumah berukuran besar seorang diri, dari pada harus tinggal bersama teman-temannya di asrama yang disediakan oleh universitas.
Dia punya seorang sahabat perempuan yang tidak akan pernah menolak semua keinginannya, sekalipun terkadang keinginan gadis cantik itu tidak masuk akal. Tapi, di sisi lain gadis itu juga selalu menanyakan sesuatu yang menurut Hyuna tidak penting.
“Hyuna!” teriak gadis cantik saat memasuki rumah Hyuna. “Lu habis jogging?” tanya gadis itu saat melihat Hyuna masih memakai setelan olahraga.
“Heemb. Tadi gue berniat mandi, tapi elu keburu datang.”
“Gue sengaja datang ke sini pagi-pagi soalnya ada hal yang mau gue bahas sama lu,” ucap gadis yang saat ini tengah mengambil beberapa cemilan yang tersedia di lemari penyimpanan makanan Hyuna.
“Soal apaan?”
“Soal vampir dan manusia serigala untuk bahan cerita baru gue,” ucap gadis itu yang membuat Hyuna membuang napasnya, dan memilih meninggalkan gadis itu sendirian di ruang tamu rumahnya.
Gadis itu sudah cukup lelah mendengar opsesi sahabatnya soal vampir dan manusia serigala yang menurutnya berlebihan.
Bagaimana tidak? Gadis mungil dengan tubuh bulat itu selalu berpikir kalau musnahnya klan vampir ratusan tahun yang lalu karena ulah manusia serigala yang menyerang bangsa vampir saat kekuatan mereka melemah. Padahal kan bukan begitu cerita aslinya.
“Na, menurut lu apa yang bakalan vampir lakukan kalau mereka berjumpa dengan manusia seperti kita?” tanya gadis itu sembari berjalan mengekori Hyuna.
“Park Tae-hee yang tercantik, termanis dan ter yang lainnya. Sahabat gue yang paling gue sayangi, gimana bisa gue tau apa yang bakalan mereka lakuin ke manusia. Dasar gila,” umpat Hyuna.
“Gue pengen jadi vampir, Na.”
Hyuna yang tengah memegang ponsel seketika terdiam. Gadis cantik itu tanpa belas kasihan langsung melempar ponsel mahal miliknya hingga mengenai kepala sang sahabat.
“Hyuna bangsat!” teriak Tae-hee sembari mengusap keningnya yang merah.
“Masih untung cuma ponsel yang gue lempar, bukan meja.”
Tae-hee mengusap kepalanya. Kedua matanya menatap ponsel sang sahabat yang tergeletak di lantai setelah mengenai kepalanya beberapa detik yang lalu.
“Na, ini foto siapa?” tanya Tae-hee sembari mengambil ponsel sahabatnya yang tergeletak di lantai. “Anak kecil yang sangat tampan,” ucap Tae-hee.
“Namanya Yeon hee. Dia anak jalanan yang ada di depan kampus kita,” jawab Hyuna sekenanya.
Kedua gadis cantik itu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Hyuna dengan segelas minuman dan cemilan, sementara Tae-hee sibuk dengan laptopnya. Gadis cantik itu selain menjabat sebagai mahasiswa di salah satu universitas yang cukup ternama, ia juga menjadi seorang penulis dan bukunya sudah banyak yang terbit.
“Hyuna, enak kali ya jadi vampir. Kita bisa pergi ke mana pun dengan cepat dan mudah, tinggal lari. Kita bisa sangat kuat, jadi nggak perlu takut sakit. Bahkan gue denger kalau ada yang namanya vampir origin, mereka bahkan bisa bebas keluar kapan pun mereka mau tanpa takut terbakar sinar matahari.”
“Jangan gila. Ingat, kalau semua yang ada di dunia ini pasti ada plus dan minusnya. Maybe mereka bisa melakukan semua hal yang lu sebutin tadi, tapi mereka juga pasti punya kelemahan yang kita nggak ketahui.”
Tae-hee mengusap dagunya. Gadis itu tengah memikirkan kalimat yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Hyuna, tapi bukannya mereka nggak punya kelemahan, ya? Banyak situs yang mengatakan tentang hal itu.
Tae-hee membuka aplikasi pencarian. Mengetik sesuatu yang mungkin akan merubah pola pikir sahabatnya tentang vampir.
“Bagaimana menurut lu soal ini?” tanya Tae-hee sembari menunjukkan sebuah artikel tentang vampir.
“Tidak ada yang sempurna kalau masih bisa mati,” ucap Hyuna. Gadis itu berlalu pergi meninggalkan sahabatnya yang tengah kebingungan dengan jawaban yang sahabatnya berikan.
Lama Tae-hee tenggelam dalam lamunan, membuat gadis itu tidak menyadari Hyuna sudah berdiri di sebelahnya dengan outfit yang berbeda.
“Lu mau ke mana?” tanya Tae-hee.
“Kampus lah, Bodoh.” Hyuna mengambil kunci mobilnya yang berada di sebelah sahabatnya.
“Gue ne....”
Ting tong
Bel pintu rumah Hyuna dipencet oleh seseorang, membuat kedua sahabat itu menghentikan acara membahas vampir.
“Siapa, Na?”
“Paket kali? Kemarin gue beli beberapa barang lewat online.” Tae-hee hanya ber-oh ria menanggapi ucapan sahabatnya. “Tolong bukain pintu. Gue mau ambil duit bentaran,” pinta Hyuna yang diangguki oleh Tae-hee.
Tubuhnya mematung. Matanya membola sempurna dengan mulut yang terbuka lebar. Itulah beberapa hal yang dilakukan Tae-hee sesaat setelah membuka pintu berwarna coklat dengan ukiran berbentuk pintu yang terbuka.
“Nonna, ini paketnya mau diletakkan di mana?” tanya si kurir entah sudah ke berapa kali. Karena sejak tadi gadis di hadapannya itu hanya diam. “Mbak,” panggil si kurir lagi sembari melambaikan tangannya di wajah Tae-hee.
“Bawa masuk aja, Mas.”
“Oh, baik.”
Si kurir bersama seorang teman membawa barang yang Hyuna pesan setelah mendapatkan perintah. Hyuna segera menyelesaikan pembayaran, sementara Tae-hee masih tidak percaya dengan apa yang dibeli oleh sahabatnya.
“Lu mau hibernasi?” tanya Tae-hee saat kesadarannya kembali ke tubuhnya.
“Itu semua buat stock di rumah. Emang lu nggak nyadar kalau makanan udah hampir kosong,” gerutu Hyuna sembari menata cemilan dan beberapa mie instan serta beberapa susu dan minuman bersoda.
“Habis berapa duit lu belanja sebanyak ini?” tanya Tae-hee. Tangan gadis itu gesit menata cemilan dan membuka beberapa untuk dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Nggak sampek bikin gue miskin juga,” sarkas Hyuna yang dibalas cibiran oleh Tae-hee.
Kedua sahabat itu serempak menata makanan ringan yang beru dibeli Hyuna dengan diselingi candaan agar tidak terasa lelah.
“Nona, sampai kapan Nona akan menyembunyikan semuanya dari sahabat-sahabat Nona?” tanya pemuda tampan yang sudah lelah dengan kegilaan anak dari Rajanya.
“Jeno benar, Nona. Akan lebih baik jika mereka mengetahui semuanya sebelum sekarang.”
“Apa yang Jeno dan Jaemin katakan ada benarnya, Nona. Lebih baik mereka tau segalanya dari awal, karena kalau sampai mereka tau yang sebenarnya nanti, apalagi mereka tau dari orang lain, kami takut mereka akan nekad menyakiti anda.”
Gadis itu terdiam. Mendengar penuturan ketiga orang kepercayaannya entah mengapa membuatnya sedikit merasa was-was.
Ia bisa saja memberitahukan semuanya pada teman-temannya, tapi bagaimana kalau semua akan jadi lebih buruk karena ia mengungkapkan jati dirinya? Bagaimana jika keputusannya untuk mengungkap jati dirinya malah membuatnya mengulang kesalahan yang sama dengan yang pernah dilakukan seseorang? Banyak hal yang harus ia pertimbangkan sebelum mengungkapkan tentang siapa dia yang sebenarnya, dan dia harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
“Nonna,” panggil Lucas saat nonanya malah terdiam.
“Cas, apa menurutmu mengungkapkan jati diriku saat ini adalah hal yang terbaik? Bagaimana kalau karena aku melakukan itu, para manusia akan memburu kelompok kita lagi.” Lucas bersama dengan Jaemin dan Jeno terdiam. “Aku tidak masalah kalau teman-teman menjauhiku karena jati diriku, tapi aku belum siap kalau yang terjadi waktu itu harus terjadi lagi.”
“Lalu, apa yang akan Nona lakukan?” tanya Jaemin. Jujur saja ia ikut pusing memikirkan kelangsungan hidup tuannya dan juga klannya.
“Entahlah. Kalian tetap jalani hidup kalian seperti biasa, begitu juga dengan aku. Nanti setelah aku menemukan cara yang tepat, aku akan memanggil kalian lagi.”
“Noona, maaf kalau saya lancang. Tapi bagaimana dengan tuan muda Jimin dan yang lainnya? Dendam mereka masih sangat besar kepada Nona dan keluarga kerajaan.”
“Aku akan memikirkannya. Sebelum kalian kembali ke pekerjaan kalian, bisakah kalian kembali ke kerajaan? Ada hal yang ingin aku sampaikan pada raja dan ratu.”
Lucas mengangguk saat Tuan mereka memberikan secarik kertas padanya.
“Baik Nona. Kalau begitu kami permisi,” pamit ketiganya.
Setelah mendapatkan anggukan dari seorang wanita yang dipanggil Nona, ketiganya lenyap begitu saja bagai ditelan bumi.
Kamar tersebut kembali sunyi seperti sebelumnya, dan wanita itu memutuskan untuk merebahkan dirinya di kasur empuk yang ia beli beberapa hari yang lalu karena bagus.
“Gue harus apa?” tanya gadis itu sembari mengusak rambutnya dengan kasar.
***
“Elu tu jadi cowok bersih dikit, kek!” teriak Hyuna saat seseorang mencomot makanannya. Pemuda itu kebetulan teman satu tingkat Hyuna di universitas tempat ia menuntut ilmu. Sebenarnya bukan cuma satu tingkat, tapi satu jurusan, satu pergaulan, tapi kalau soal satu rasa belum tau.
“Ngalah? Gue harus ngalah sama cewek jadi-jadian kek elu? Najis banget.”
Hyuna mengepalkan tangannya dan melayangkan tangannya ke arah Jimin yang berdiri tak jauh darinya. Saat pemuda itu berhasil menangkis tangan Hyuna, gadis itu langsung melayangkan tendangan ke arah betis Jimin yang membuat pemuda itu mengadu kesakitan.
“Lu....”
“Apa lu!” seru Hyuna saat Jimin menunjuk wajahnya dengan jari. “Lagian jadi cowok kok lembek bener. Baru ditendang gitu doang udah kesakitan,” ejek Hyuna yang membuat Jimin hampir tersulut emosi.
“Lu....”
“Kalian berdua lama-lama gue kawinin juga, kalau nggak berhenti.” Seseorang datang dan berhasil menghentikan pertengkaran konyol antara Hyuna dan Jimin.
“Kali ini apa lagi?” tanya Hoseok yang baru sampai di meja kantin sembari membawa segelas jus jeruk dingin dan beberapa buku di pelukannya.
“Dia nyomot bakso gue!” seru Hyuna.
“Cuma bakso doang, lagian juga gue nyomot cuma sebiji.”
“Masalahnya lu nyomot pake tangan ya, Njing.” Hyuna tidak mempermasalahkan soal Jimin yang mengambil bakso di mangkoknya, yang gadis itu permasalahkan cara pemuda itu mengambil bakso Hyuna. Dan bukannya meminta maaf, Jimin malah mengobok-obok mangkok Hyuna, membuat gadis itu urung memakan baksonya.
“Kan elu bisa beli yang baru. Perhitungan banget jadi orang,” gerutu Jimin. Pemuda itu mengambil tempat duduk di sebelah Hoseok karena menurutnya itu yang paling aman, dibandingkan dirinya harus duduk di dekat hyungnya yang lain.
“Ini,” ucap seorang pemuda tampan dengan senyum kotak yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Pemuda itu menyerahkan semangkok bakso panas lengkap dengan sayuran di atasnya yang membuat Hyuna tersenyum.
“Thank you, Taehyung. Lu emang yang terbaik, beda sama saudara lu.”
Jimin hanya memajukan bibirnya. Pemuda itu memilih menikmati ramen pesanannya yang juga baru datang.
“Kalian berdua bisa nggak akur sehari aja. Capek gue dengernya,” gerutu Jungkook. Meski dalam pertemanan mereka, Jungkook adalah member paling muda, tapi pemuda itu bahkan lebih dewasa jika dibandingkan dengan Jimin.
“Jungkook benar.”
“Tapi dia duluan,” ucap Jimin dan Hyuna bersamaan yang sukses membuat Jungkook dan yang lainnya menggelengkan kepala.
Semuanya kembali tenang dan fokus dengan makanannya masing-masing. Hyuna yang tengah fokus dengan bakso pedas miliknya harus terbatuk-batuk saat Taehyung mengatakan ingin menemui orang tuanya. Pemuda itu berniat menikahi Hyuna agar gadis itu tidak dibawa lari oleh laki-laki lain.
“Taehyung, bukannya gue nggak mau ngenalin elu sama ortu gue. Tapi kan kita nggak ada hubungan apa-apa, kita semua berteman.”
“Kalau gitu mulai sekarang kita pacaran dan elu nggak ada hak buat nolaknya,” ucap Taehyung tanpa mengalihkan pandangannya dari mangkok di depannya.
“Tae, kita semua teman dan gue nggak mau ngerusak hubungan baik kita. Elu....”
“Bukannya gue udah bilang kalau elu nggak punya hak buat nolak,” ucap Taehyung.
Hyuna bersama dengan yang lain terdiam mendengar penuturan Taehyung yang terdengar mengada-ada. Bagaimana bisa ia membuang hak gadis itu untuk memutuskan apa yang dia mau dan nggak? Dan apa yang dia setujui atau tidak?
Hyuna menggebrak meja mendengar ucapan Taehyung. Gadis itu memilih pergi meninggalkan teman-temannya dan memilih pergi ke atap sekolah untuk menenangkan pikiran.
“Taehyung, Hyung tau elu suka sama Hyuna. Tapi elu harus mikirin perasaan dia juga,” ucap Hoseok. Pemuda itu berniat menengai pertengkaran antara sang adik dengan sosok yang pemuda itu cintai. “Jangan memaksakan apa pun yang lu mau ke orang lain, karena belum tentu orang itu bisa terima.”
“Hyung berkata seperti itu karena Hyung ingin Jimin yang bersama dengan Hyuna, bukan gue. Benar?”
Jimin yang tengah sibuk menikmati ramennya harus mendongakkan kepalanya setelah mendengar ucapan sang adik.
“Maksud lu apa, Taehyung? Hyung hanya....”
“Kalian tau gue suka sama Hyuna sejak pertama bertemu, tapi kalian nggak pernah sama sekali bantuin gue buat dapetin dia. Kalian semua....”
“Kalau emang lu mau sama Hyuna, lu ambil aja. Lagian gue juga nggak berminat sama gadis dada rata kek dia, tapi setidaknya jaga cara bicara lu sama yang lebih tua.”
Hyuna yang berniat kembali ke meja untuk mengambil tasnya merasakan sakit yang cukup dalam saat mendengar ucapan Jimin yang begitu menusuk.
Gadis itu memutuskan untuk kembali ke atap, namun karena tidak berhati-hati ia jadi menabrak teman sekelasnya.
“Mata lu buta!” teriaknya. Dan hal itu sukses membuat Hoseok dan yang lainnya menoleh ke arah sumber suara.
“Hyuna,” panggil Jungkook. Namun bukannya memberi jawaban, gadis itu hanya tersenyum dan memilih pergi meninggalkan teman-temannya.
“Hyuna tunggu!” seru Jungkook saat berniat mengejar Hyuna yang berlari ke arah atap. Namun Belum sempat Jungkook mengejar Hyuna, Hoseok lebih dulu mengentikan langkahnya. “Kenapa, Hyung?” tanya Jungkook yang tidak mengerti dengan apa yang dilakukan hyungnya.
“ Yoon Ki Hyung yang mengejarnya, karena saat ini dia satu-satunya rang yang bisa bicara dengannya.” Jungkook hanya mengangguk menanggapi ucapan sala satu hyungnya. Berbeda dengan Jimin yang namak diam setelah melihat Hyuna.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!