NovelToon NovelToon

Aziya Untuk Ustadz

Aziya untuk Ustadz bab 1

Di sebuah diskotik yang terkenal di kota itu, dua orang gadis cantik sedang minum minuman bahkan mereka sudah menghabiskan satu botol.

Mata keduanya merah, wajahnya pucat, kepalanya pusing dan mulutnya tak bisa diam selalu saja bicara namun entah bicara apa karena sekarang mereka dalam keadaan mabuk parah.

Kedua gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Aziya Yunita Wijaya dan Alena Hilmaya Argantara, mereka melampiaskan sakit hati mereka dengan minum dan mabuk.

Yang ada dalam pikiran mereka sekarang adalah melupakan masalah dalam hidupnya dan bersenang senang dengan teman temannya.

Namun mereka tak berpikir panjang, karena masalah tak akan selesai jika hanya bermabuk mabukan saja, saat ini seseorang sedang memantau kedua gadis itu.

"Len aku pikir Akash akan setia padaku tapi, ck laki laki itu malah memilih wanita yang kaya dari pada aku" ucap Aziya meracau tak jelas.

"Hahahah apa lagi Kakak mu dia lebih memilih bocah itu dari pada aku" ucap Alena yang sekarang sudah tepar di sofa diskotik itu.

Seorang laki laki yang tak lain adalah anak buah kakaknya Zia yang bernama Rayhan, mereka semua melihat aksi Zia dan melaporkannya pada tuanya itu.

{ Tuan Nona Zia mabuk berat } pesan dari anak buah Rayhan.

Brakk..

Pria berusia 25 tahun itu menggebrak meja yang berada di ruangannya.

"Zia aku tak sangka kau akan melakukan ini" ucap Rayhan yang sekarang berada di ruangannya itu.

{ bawa Zia pulang ke rumah } titah Rayhan pada anak buahnya.

Karena perkataan Rayhan adalah sebuah pekerjaan anak buah itu langsung membawa Zia dan Alena pulang ke rumah Rayhan.

Anak buah Rayhan mengantar dahulu Alena pulang ke rumahnya, setelah mengantar ke hotel kepunyaan Alena anak buah itu langsung membawa Zia pulang.

"Kau jahat Akash, rasakan ini" racau Zia sambil memukul kursi mobil.

Zia di seret masuk kedalam rumah Rayhan, sedangkan Rayhan sudah menunggu Zia di rumahnya.

"Ray buatkan jus lemon untuk Zia" titah Rayhan pada istrinya Raya.

Raya langsung membuatkan jus Lemon untuk Zia, dengan cepat Raya memberikan itu pada Rayhan.

Zia saat ini duduk tepar di sofa rumah Rayhan.

Rayhan memaksa Zia untuk meminum jus Lemon itu walau pun Zia sempat berontak tapi Zia meminum jus itu sampai habis.

Ohekk..

Zia memuntahkan semua isi di dalam perutnya, sampai semuanya keluar dan membuat Zia sedikit membaik tak seperti tadi.

Rayhan saat ini sudah kepalang marah dengan cepat dia membawa air satu ember dan mengguyurkan air satu ember itu tepat di wajah Zia.

Byurr.

"Hahhh" Zia kehabisan nafas karena air itu bahkan matanya terbuka dan menatap pada Rayhan yang sedang marah di hadapannya.

Kepala Zia masih sangat pusing bahkan matanya sangat mengantuk sekarang dan ingin rasanya Zia berbaring di ranjang kamarnya.

Zia bangkit dan langsung menuju kamarnya, dengan langkah yang masih sempoyongan Zia masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai dua.

Dengan cepat Rayhan menghubungi orang tuanya yang ada di kampung, dan memberi taukan pada mereka kelakuan Zia yang sekarang sedang mabuk parah.

Rayhan hanya duduk di Sofa itu menunggu Zia sepenuhnya sadar setelah tidur.

Sedangkan Zia dia tertidur pulas di kamarnya karena seharian kecapean.

Karena hari sudah malam Rayhan memutuskan untuk tidur saja sambil menunggu Zia bangun dari tidurnya di pagi hari.

Zia membuka matanya, dia melihat jam yang menggantung di dinding kamarnya tanpa Zia sadari dia sekarang sedang dalam bahaya karena sebentar lagi dia akan mendapatkan amarah dari kakaknya itu.

Kepala Zia masih sedikit pusing bahkan matanya masih merah.

"Ya ampun apa yang terjadi semalaman" gumam Zia.

Zia langsung masuk ke bath room untuk mandi karena sekarang Zia merasa badannya sangat lengket dengan keringat.

Setelah selesai mandi seperti biasa Zia akan turun dari kamarnya dan makan.

Rayhan sudah menunggu Zia di Sofa ruang tamu, bahkan saat ini Rayhan masih sangat marah pada Zia.

Bukan kali ini saja Zia mabuk tapi sudah Zia lakukan hampir empat kali tapi Rayhan baru turun tangan sekarang karena kali ini Zia sudah sangat melewati batasnya.

"Duduklah" ucap Rayhan dingin dan datar.

"Ada apa kak aku sangat lapar" ucap Zia menatap kesal pada kakaknya.

"Kita akan pulang ke kampung sekarang" ucap Rayhan.

"Bukan kah sekarang aku harus kerja" tanya Zia.

"Aku sudah menyerah mengurus mu, aku akan serahkan kau pada mamah dan papah" ucap Rayhan yang langsung pergi menuju kamarnya.

Dengan cepat Zia mencari kakak iparnya itu karena hanya Raya lah yang bisa membantu Zia agar bebas dari amukan Rayhan.

"Kakak ipar" teriak Zia.

Raya pun datang dari arah dapur.

"Ada apa Zia" tanya Raya.

"Kak tolong aku, tolong bujuk kakak supaya tak membawa aku ke kampung, kau akan kesepian jika tak ada aku di sini, ayolah kakak ipar" ucap Zia memohon.

Seperti biasa Raya akan menuruti keinginan Zia adik iparnya itu, Raya masuk ke dalam kamarnya yang di sana ada Rayhan yang sedang menelpon seseorang.

"Pak Ray" ucap Raya.

Rayhan menempelkan tangannya di bibirnya memberikan kode pada Raya agar tak bicara padanya.

"Tapi pak Ray, maaf kan Zia dia tak salah" ucap Raya.

"Ray sampai kapan kau akan di manfaatkan oleh Zia, setiap hukuman yang aku berikan selalu saja aku batalkan karena kau yang meminta, untuk sekarang aku tak bisa" ucap Rayhan ketus.

Raya pun paham, dia keluar dari kamarnya dan kembali lagi pada Zia.

"Bagaimana kakak ipar" tanya Zia.

"Maaf aku gagal, Zia dia sangat marah bahkan dia memarahi aku" ucap Raya.

"Ck seharusnya kakak ipar kau tak menikahi kak Rayhan, tinggalkan saja dia biar dia tau rasanya sakit hati" ucap Zia menggerutu.

"Tapi Zia kau akan pergi, lalu aku bagaimana" tanya Raya.

"Ahh kakak ipar aku sangat sayang padamu, aku tak ingin jauh darimu" ucap Zia.

Begitulah Zia dan Raya jika mereka sedang bersama mereka seperti anak kecil apa lagi usia Raya yang sekarang masih berusia 19 tahun, membuat Zia pun seperti anak kecil karena menyeimbangi kakak iparnya itu.

Zia memeluk kakak iparnya itu karena selama ini kakak iparnya itu yang sudah membantunya dalam segala hal.

Zia mengemas semua pakaiannya, dalam hatinya dia merutuki Rayhan dengan kata kata pedasnya.

"Aku benci kau kak" gerutu Zia.

Sedangkan Rayhan sudah menunggu di mobil bersama dengan Raya istrinya.

"Pak Ray apa sebaiknya kau pikirkan lagi masalah ini, aku takut mamah dan papah akan memarahi Zia dan memberikan hukuman pada Zia" ucap Raya pada suaminya itu.

"Kau mau membela Zia" tanya Rayhan datar.

"Tidak hanya saja aku kasihan melihanya" ucap Raya.

Zia datang kesana sambil menyeret koper yang berisi semua pakaiannya.

Mobil pun melaju meninggalkan rumah mewah Rayhan menuju kampung tempat tinggal papah dan mamah Rayhan.

"Kak maafkan aku, aku janji akan berubah" ucap Zia memohon agar kakaknya itu berubah pikiran.

"Tetap duduk dan diam" ucap Rayhan ketus.

Mereka menempuh perjalanan hampir tiga jam lamanya, akhirnya sampai juga di kampung halaman tempat tinggal orang tua Rayhan dan Zia.

"Kalian datang" ucap seorang wanita paruh baya.

"Ya mah ada hal yang akan aku bicarakan" ucap Rayhan yang langsung masuk kedalam rumah.

Raya menyalami ibu mertuanya itu dan Zia pun mengikuti Raya menyalami mamah kandungnya itu.

Semuanya kumpul di ruang tamu minimalis itu, dan Zia sejak tadi hanya menunduk saja karena takut mendapat hukuman lebih dari kedua orang tuanya.

"Ada apa Ray kau datang kemari, dan Zia kenapa membawa koper sebesar itu" tanya Topan papahnya Zia dan Rayhan.

"Pah, mah aku sudah tak sanggup mengurus Zia aku memulangkan Zia pada kalian, Mah Zia mabuk berat kemarin entah habis berapa botol dia mabuk" ucap Rayhan menjelaskan semuanya pada kedua orang tuanya.

"Apa" pekik kedua orang tua Zia dan Rayhan.

Terlihat oleh Zia kalau Papahnya sekarang sedang memegang dadanya mungkin karena sesak mendengar kabar itu.

"Mas kau baik baik saja" tanya Nita mamahnya Zia pada suaminya itu.

"Aku tak apa".

"Zia mamah tak sangka kau akan melakukan hal itu, siapa yang sudah mengajak mu melakukan itu hah" tanya Nita.

"Alena" ucap Zia yang masih menundukan kepalanya karena takut.

"Mah kita hukum saja Zia, papah sudah cape mendengar setiap kenakalan Zia" ucap Topan.

"Ya pah, apa sebaiknya Zia kita masukan saja ke pesantren agar dia bisa menuntut ilmu agama yang baik" ucap Nita.

"Ide bagus mah" ucap Topan.

"Pesantren" ucap Zia tak percaya.

Bahkan Zia tak tau apa itu pesantren?, setelah sepakat Rayhan dan Raya pun pulang ke kota, dan dengan cepat Nita dan Topan membawa Zia ke pesantren yang berjarak 1 km dari rumahnya itu.

Nita memberikan Zia baju gamis dan kerudung, agar penampilan Zia tak terlalu minim tetapi pada dasarnya Zia memang tak tau kehidupan di pesantren dia pun malah lebih banyak membawa rok span dan gaunnya ke sana.

Nita, Topan, dan Zia berjalan selama hampir setengah satu jam menuju pesantren itu, karena bagi Nita dan Topan sudah biasa kalau harus berjalan dari rumahnya ke pesantren.

"Mah apa masih lama" tanya Zia.

"Itu di depan sampai" ucap Nita yang sekaran masih sangat marah karena ulah putrinya itu.

"Kenapa mamah malah membawa aku ke pesantren, kenapa gak bawa aku ke Mall saja" batin Zia.

Bersambung...

**Cerita ini hanyalah fiksi, ini di buat atas dasar pemikiran dan halusinasi Author.

Tak menginggung pihak mana pun, namun jika ada kesamaan dalam alur, nama dan latar tempat. Author mohon maaf sebesar besarnya.

Terima kasih pada kalian yang sudah mampir ke Novel ini, Author mengucapkan..

... Terima kasih sebesar besarnya...

Bijaklah dalam membaca..

Selamat membaca**...

Bab 2

Zia menatap pada bangunan yang ada di depannya itu, terlihat sangat bagus dan bersih, terdapat mesjid yang besar di sana ada juga kelas seperti sekolah yang mempunyai 6 ruangan.

Dan banyak sekali rumah seperti kontrakan di belakang kelas itu, ada juga rumah yang sederhana yang berada di sana.

Dan tujuan Nita dan Topan adalah ke rumah itu, ada seorang wanita paruh baya memakai jilbab sedang menyapu disana.

"Assalamualaikum Umi" sahut Nita.

"Waalaikum salam Bu Nita, hayu masuk" ucap Wanita yang Nita sebut umi tadi.

Mereka masuk Zia dan Nita duduk bersama di kursi rumah itu sedangkan Topan duduk di kursi yang lain, ada laki laki paruh baya berjenggot di tempat itu juga.

Seorang laki laki datang kesana dan menyalami Nita dan Topan serta laki laki paruh baya itu yang sudah Zia yakini kalau laki laki itu anak dari laki laki berjenggot itu.

"Silahkan di minum" ucap Umi menyuguhkan minuman pada Semua orang yang ada di sana.

"Zia salim pada Umi dan Abah" titah Nita.

Zia langsung menyalami tangan Umi dan Abah yang Nita maksud itu, tetapi tak hanya itu yang Zia lakukan Zia juga mendekat pada putra Abah dan Umi dan hendak menyalaminya.

Laki laki itu tak menyahuti tangan Zia yang sekarang sedang mengulur padanya.

Namun bukan Zia namanya kalau tak mendapat jawaban dari orang.

Zia langsung mengambil tangan laki laki itu dan menempelkannya pada kening Zia.

Dengan cepat laki laki itu melepaskan tangannya yang masih menempel pada kening Zia.

"Maaf kita bukan muhrim" ucap laki laki itu.

"What" ucap Zia.

"Zia" ucap Nita sambil tersenyum namun matanya menatap tajam pada Zia.

Dengan cepat Zia kembali duduk ke kursi yang tadi dia duduki.

"Abah maafkan anak saya, Umi maafkan anak saya" ucap Nita.

"Tak apa Bu Nita" ucap Umi sopan.

"Nak Adam maafkan Zia" ucap Nita pada laki laki yang baru saja Zia salami.

"Tak masalah Bu Nita" ucap laki laki yang bernama Adam itu.

"Abah maksud kami datang kesini, kami ingin memasukan Zia ke pesantren Abah kami mohon anak kami ini sudah melewati batas, kami tak bisa lagi mendidiknya" ucap Topan.

"Memangnya kenapa" tanya Abah.

"Zia nakal Abah" jawab Topan sambil melihat pada Zia.

Topan dengan cepat mencolek tangan Nita dan mengkode agar melihat pada Zia.

Nita terkejut karena Zia membuka kerudungnya dan meletakkan nya di kursi.

"Zia pakai kerudungmu" bisik Nita.

"Tapi mah gerah" ucap Zia.

Nita mencubit tangan anaknya itu, karena sudah sangat kesal pada tingkah Zia.

"Aws mah Sakit" ucap Zia meringis kesakitan.

"Abah tolong ijinkan anak saya belajar agama di sini" ucap Topan memohon.

"Pak Topan jangan begitu kami akan mendidik anak bapak agar menjadi lebih baik lagi" ucap Abah itu.

"Terima kasih Abah, Umi sudah mengijinkan Zia tinggal di sini" ucap Topan.

"Tak apa pak Topan kami malah senang karena pesantren ini jadi sangat ramai, ya kan Abah" ucap Umi itu dengan nada yang sopan.

"Ya Umi, kami sangat senang pak Topan bu Nita" ucap Abah.

Mereka semua mengobrol, dan setelahnya Nita dan Topan berpamitan pulang sekalian menitipkan Zia di sana.

"Mah kenapa kalian membawa aku kesini" tanya Zia pada kedua orang tuanya yang sekarang akan pulang.

"Betah lah disini Zia, tuntut ilmu agama dengan baik" ucap Topan.

"Besok mamah akan datang kesini dan membawakan baju serta kerudung untukmu" ucap Nita.

"Umi, Abah kami permisi" ucap Topan dan Nita.

"Ya bu Nita pak Topan hati hati di jalan" ucap Abah.

"Umi saya titip Zia" ucap Nita pada Umi.

"Ya bu Nita saya akan jaga anak Ibu" ucap Umi.

Nita dan Topan pun pergi dari sana karena urusan mereka selesai sedangkan Zia berdiri mematung di sana tak tau harus berbuat apa.

"Nak Zia selamat datang di pesantren semoga kamu betah" ucap Abah pada Zia.

"Ya Om" ucap Zia.

Umi pun terkekeh geli saat mendengar suaminya di panggil Om karena selama ini tak ada yang berani pada Abah bahkan belum pernah ada yang memanggil Abah dengan sebutan Nama.

"Umi antarkan nak Zia ke kamarnya" ucap Abah yang langsung pergi dari sana.

"Ayo nak Zia" ucap Umi.

"Umi" sahut seseorang yang memanggil Umi.

"Ada apa" tanya Umi.

"Umi, imron jeng si Rudi gelut ( Umi imron sama Rudi bertengkar) " ucap laki laki yang di perkirakan masih Smp itu.

"Hayu jeng Umi kaditu ( ayo sama Umi kesana )" ucap Umi.

"Adam" teriak Umi memanggil anaknya.

"Kulan Umi" tanya Adam yang langsung datang kesana.

"Antar Nak Zia ke kamarnya" ucap Umi yang langsung pergi dari sana menuju ke kelas yang katanya ada yang berantem.

"Baiklah apa kita akan berdiri saja di sini" tanya Zia pada laki laki yang bernama Adam itu.

"Ikut aku" ucap Adam.

"Ck laki laki ini sangat sombong" gumam Zia.

"Gus" sapa santri wanita yang berpapasan dengan Adam dan Zia.

"Dia bilang apa? Gus? Nama mu Agus?" ucap Zia sambil tertawa terbahak bahak.

"Diam suara mu menganggu para murid belajar" ucap Adam.

"Ck kau sangat sombong Agus" ucap Zia yang masih terkekeh geli.

Adam membukakan satu pintu yang mirip kontrakan itu.

"Masuklah" ucap Adam yang langsung masuk kedalam.

Kamar itu hanya satu ruangan dan memiliki empat ranjang yang di susun dua,

"Ranjang ini punya Rena dan Gita, kau bisa memilih yang ini kau mau yang atas atau yang bawah" jelad Adam.

"Kamar apa ini kasur tipis, selimut kain, aku gak mau tidur di sini" ucap Zia.

"Terserah, tapi maaf aku harus pergi sekarang, karena laki laki tak boleh berlama lama di kamar santriwati" ucap Adam.

"Tapi Agus" ucap Zia memegang tangan Adam.

Dengan cepat Adam melepaskan tangan Zia.

"Maaf kita bukan Muhrim jadi jangan saling sentuh" ucap Adam yang langsung pergi dari sana.

"Awas kau Agus, untung kau tampan kalau tidak aku sudah pastikan kau akan mendapat bogem mentah dariku" gerutu Zia.

Zia menatap tempat itu dengan jijik karena kotor dan banyak sekali debu disana.

"katanya ada yang isi tapi kenapa kotor begini, lihat apa ini handuk basah berada di atas ranjang, iyuhh jorok sekali" gerutu Zia.

Zia membuka lemari yang kosong karena yang isi di kunci dan ada namanya.

"apa ini lemari kecil dan bau begini apa pakaian ku tak akan kotor jika di masukan kesini" gerutu Zia lagi.

Zia duduk di ranjang bawah sambil menata ke sekeliling.

"mamah aku ingin pulang" teriak Zia.

Bersambung...

bab 3

Sore harinya para Santriwan dan Santriwati pulang ke kamarnya untuk istirahat karena maghrib nya mereka akan melakukan Sholat Maghrib dengan berjamaah.

Ceklek.

Zia menatap pada pintu yang terbuka terlihat dua Santriwati masuk kedalam kamar itu.

"Assalamualaikum" sapa Rena pada Zia.

Sedangkan Zia yang Awam itu dia tak mengerti dengan apa yang di ucapkan Rena.

"Siapa dia Gita" tanya Rena pada temannya yang ikut bersamanya.

"Aku gak tau" jawab Gita sambil menggelengkan kepalanya.

Zia pun tak menjawab kedua santriwati itu dia hanya melamun saja dan meratapi nasibnya karena harus mendekam di pesantren yang Zia sendiri tak tau harus melakukan apa.

"Kita tanya pada Gus Adam" bisik Gita.

"Hayu" ucap Rena yang langsung pergi menemui Gus Adam di madrosah yang tak jauh dari sana.

"Gus" panggil Rena pada sang Kakak.

"Ya Ning, ada apa" tanya Adam menatap pada adik dan temannya itu.

"Gus di kamar kita ada wanita, dia hanya melamun saja apa dia orang gila" ucap Rena.

"Oh itu Santriwati baru namanya Aziya dia dari kota, tolong ajari dia dan ajak dia berteman" ucap Adam.

"Tapi Gus dia sangat memperihatinkan" ucap Gita temannya Rena.

"Ayo Aku akan lihat kondisi dia" ucap Adam yang langsung pergi dari sana menuju kamar Rena adiknya.

"Ning, kata Umi malam ini menginaplah di rumah karena aku akan ikut Abah ke yayasan yang ada di kota" ucap Adam.

"Tapi Gus bagaimana dengan Gita" tanya Rena.

Adam mengernyitkan dahinya.

"Memangnya Gita kenapa? Apa dia sakit?" tanya Adam menatap teman Adiknya itu.

"Tidak, tapi Gus aku tak yakin Gita akan mau sekamar bersama dengan wanita itu" ucap Rena.

"Ya Gus, kita tak saling mengenal" ucap Gita.

Adam hanya mangut mangut saja.

"Baiklah Umi biar Aku yang temani, biarkan Abah ke kota bersama dengan Fauzi" ucap Adam.

Ceklek..

Adam menatap Zia yang melamun dan bersandar pada besi ranjang.

"Aziya bersiaplah sebentar lagi kita akan Sholat Maghrib" ucap Adam.

"Agus bisakah kau diam, aku sedang sedih sekarang" ucap Zia sambil menyelipkan rambutnya yang terurai pada telinganya.

"Agus" gumam Rena.

"Siapa yang kau panggil Agus" tanya Rena pada Zia.

"Tentu saja laki laki ini" ucap Zia menunjuk Adam.

"Panggil dia Gus bukan Agus" ucap Rena keberatan.

"Sudah Ning, jangan di bahas ajak Zia berkomunikasi jangan sampai dia merasa kesepian, aku akan pergi" ucap Adam yang langsung pergi dari sana.

"Kak, siapa nama mu" tanya Rena pada Zia dan langsung duduk di samping Zia.

"Aziya Yunita Wijaya" ucap Zia malas.

"Kenalkan saya Rena dan ini Gita" ucap Rena menunjuk pada temannya itu.

"Assalamualaikum Kak" ucap Gita.

"Hemm" ucap Zia.

"Kak kalau ada masalah cerita saja kita teman kan, insya alloh kita bisa membantu" ucap Rena.

"Kalian tak akan paham" ucap Zia.

"Allahu akbar, Allahu akbar..

Allahu akbar, Allahu akbar.."

Suara Adzan berkumandang di Mesjid pesantren itu.

"Alhamdulilah" ucap Rena dan Gita bersamaan.

"Ayo kita Sholat" ucap Rena.

Gita dan Rena menatap pada Zia yang masih saja diam.

"Kak ayo kita Sholat" ucap Rena.

"Ya ayo" ucap Zia malas.

"Kak mukena Kakak mana" tanya Gita.

"Mukena apa aku tak punya" ucap Zia yang lupa kalau siang tadi Nita menyuruhnya membawa Mukena tapi Zia malah memasukannya kedalam lemari.

"Lalu dengan apa Kakak akan Sholat" tanya Gita.

"Tak apa kita pinjam punya Umi" ucap Rena.

Mereka bertiga berjalan ke rumah Umi dan Abah, para santriwan dan Santriwati berhamburan keluar karena akan ke Mesjid untuk menunaikan Sholat tiga waktu itu.

"Umi, Kak Zia te gaduh Mukena, bisa minjem ka Umi" ucap Rena. (Umi, Kak Zia gak punya Mukena, apa bisa pinjam ke Umi).

"Oh bisa, hayu masuk" ucap Umi.

Umi membawakan Mukena untuk Zia, dan langsung memberikannya pada Zia.

"Hayu kita ke Mesjid" ucap Umi.

Mereka berempat terlebih dahulu mampir ke tempat Wudhu, Zia hanya menatap ketiga wanita berbeda generasi itu melakukan Wudhu.

"Kapan terakhir kali aku Wudhu" batin Zia mengingat ingat karena waktu kecil Zia adalah anak dari keluarga yang cukup taat pada Agama.

"Kak ayo Wudhu takut terlambat" ucap Gita.

"Ya" ucap Zia yang hanya menirukan apa yang mereka lakukan pasal Doanya Aziya Lupa.

Semua santriwan dan santriwati melakukan ibadah Sholat Maghrib berjamaah, Zia membaca semua bacaan pada Sholat sedikit sedikit Zia tau walau pun sudah lama tak melakukan Sholat tapi Zia masih ingat betul bacaan Sholat yang pernah dia pelajari dan praktekan saat usia Zia delapan tahun.

"Assalamualaikum...." ucap Zia menatap pada kanan dan kiri.

Imam membimbing Doa setelah melakukan Wirid, Zia menengadahkan tangannya tepat sejajar dengan dada.

Hati Zia rasanya tenang setelah melakukan Sholat.

Adam maju ke Mimbar karena malam ini adalah jadwalnya berceramah.

"Assalamualaikum Wr Wb,

Hamdan Washukron Lilah ama bakdu..

Alhamdulilah kita masih di kasih umur untuk melakukan ibadah Sholat berjamaah, Selamat datang pada Aziya putri dari Ibu Nita dan pak Topan yang baru saja datang kesini dan ingin menuntut ilmu dengan kita, aku harap kalian semua bisa akur dan bisa mengajak Zia berteman.

Baiklah malam ini kita akan membahas masalah pentingnya menghargai waktu..." ucap Adam di depan sana.

Sedangkan Zia hanya menatap malas dan sesekali menggaruk garuk kepalanya, bahkan Zia sampai menguap beberapa kali karena merasa mengantuk.

Mata Zia perlahan merapat dan hendak tidur, namun.

"Aziya" sahut seseorang yang membuat Zia tersadar dari kantuknya.

Zia menatap pada laki laki yang memanggilnya ternyata tak lain dan tak bukan adalah Adam yang sejak tadi sedang ceramah namun melihat Zia tertidur.

"Apa yang baru saja aku sampaikan" tanya Adam menatap tajam pada Zia.

"Hah" ucap Zia berfikir apa yang baru saja Adam bicarakan namun karena Zia terlalu malas dan mengantuk jadi dia tak mendengarkan.

Semua para Santriwan dan Santriwati menatap Aziya dengan tatapan sinis, membuat Aziya seolah tersudutkan karena di pandang oleh banyaknya Santriwan Santriwati.

"Fokus dan dengarkan" ucap Adam menarik nafasnya dalam dalam sampai terdengar di microphon.

"Baiklah kita lanjutkan, Waktu itu bukan hanya Jam yang setiap saat berputar tapi Waktu lebih dari itu lebih dari sekedar benda yang kita pajang di dinding yang kita bisa lihat untuk menentukan Waktu, Mengapa kita penting menghargai waktu karena apa yang kita lakukan hari ini belum tentu akan kita lakukan besok, bagaimana kalau kita meninggal dalam keadaan sibuk mengejar dunia karena kita lupa pada waktu, Naudzu bilahhi mindalik Cukup sekian yang bisa saya sampainya, Wabilahi taufiq Walhidayah, Wassalamualaikum Wr Wb" ucap Adam.

"Waalaikum Salam Wr Wb" serempak.

Sebentar lagi waktu Isya akan datang, Zia merasa sangat mengantuk dia tak bisa lagi menahan kantuknya.

Sampai sampai dia tak ingat dan terlelap tidur sampai Sholat Isya selesai.

"Baiklah kita mengaji di Madrosah" sahut Adam pada Para Santriwan dan Santriwati.

"Ya Gus".

Mereka semua meninggalkan Zia yang masih berbaring di atas sejadah.

"Ning Husna" panggil Adam pada Wanita yang bernama Husna.

"Ya Gus" tanya Husna yang sejak lama ini menyukai Adam.

"Tolong ajari dulu para Santri, aku ada perlu sebentar" ucap Adam.

"Baik Gus" ucap Husna sopan santun dan Lemah lembut.

Adam melihat Abahnya yang hendak membangunkan Zia.

"Abah" panggil Adam.

"Biarkan dia tidur biar Adam yang membangunkannya, Adam juga ingin memberikan hukuman padanya" ucap Adam.

"Baiklah, Abah akan pergi ke kota sekarang jaga Umi mu Dam" ucap Abah.

"Ya Bah, Abah tenang saja" ucap Adam sambil menyalami tangan Abah Zakariya.

Adam mendekat pada Zia, Adam mengambil tongkat yang sering di bawa Abah jika mengajar santri yang banyak becanda.

Adam membangunkan Zia dengan tongkat itu dengan cara memukul kaki Zia pelan dengan tongkat itu karena semua santri yang sama dengan Zia pun di bangunkan dengan cara itu.

"Bangun" ucap Adam sambil memukul mukulkan tongkat yang ada di tangannya pada kaki Zia.

"Diam Kak" ucap mengigau.

"Bangun Zia sekarang mengaji" ucap Adam.

"Ck kak" ucap Zia yang langsung bangun dan menatap pada Adam.

"Kau aku kira kak Rayhan" ucap Zia.

"Aku Adam" ucap Adam.

"Kau tega Gus, kau memojokkan aku di depan para santri, kau sangat tak berprikemanusiaan padaku Gus kau sangat kejam kau tau bahkan selama ini aku belum pernah merasa di permalukan begini" ucap Zia mengeluarkan uneg uneg nya dengan wajah yang sendu.

"Salah siapa? Kau yang tidur berarti kau tak mendengarkan aku, jadi terpaksa aku membangunkan mu dengan cara memanggilmu" ucap Adam.

"Tapi tak begitu juga, kau mempermalukan aku" ucap Zia.

"Baiklah maafkan aku" ucap Adam menyesal.

"Aku maafkan, tapi dimana yang lain" tanya Zia menatap ke sekitar tempat itu tak ada siapa siapa disana kecuali Zia dan Adam.

"Semua orang ke Madrosah" ucap Adam.

Zia langsung bangkit dan membuka semua mukenanya, saat ini Zia tak pakai kerudung tapi Zia memakai baju dan celana yang panjang.

"Tunggu kau akan kemana" tanya Adam menatap Zia dengan tatapan heran.

"Aku akan menyusul mereka" ucap Zia.

"Tetap diam di sini Zia, kau belum Sholat Isya" ucap Adam.

"Bisakah aku besok melakukannya" ucap Zia.

"Kalau besok kau mati, apa kau bisa melakukannya" tanya Adam.

"Ya baiklah" ucap Zia terpaksa sambil memakai kembali mukenanya.

Adam menatap Zia yang sekarang sedang melakukan Sholat.

"Bisakah kau tak melihatku aku jadi tak Fokus" ucap Zia yang merasa risih karena di tatap oleh Adam.

"Aku hanya ingin melihat apa Sholat mu benar atau salah" ucap Adam.

"Ck alasan" gumam Zia dan langsung melakukan Sholat empat waktu itu dengan di tatap oleh Adam.

**Bersambung..

Assalamualaikum...

Jangan lupa like comen dan beri ranting lima pada Novel Author yang ini ya...

Terima kasih sudah mampir**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!