"Sayang, Mama mohon jangan pergi, jangan tinggalkan Mama, Nak" pinta Nyonya Jung memohon.
"Maaf, Ma, tapi aku harus tetap pergi. Aku akan membuktikan pada Papa jika aku bukanlah gadis manja yang bisanya cuma menghabiskan Uangnya saja. Akan aku buktikan, jika aku bisa hidup meskipun tanpa bantuan kalian berdua!!"
"Nak, tunggu. Mama, mohon jangan pergi!!" nyonya Jung berusaha mengejar putrinya tapi dihentikan oleh suaminya.
"Jangan dihentikan, biarkan saja dia pergi, aku ingin melihat apakah dia benar-benar mampu hidup tanpa bantuan kita!!"
Nyonya Jung hanya bisa menangis melihat kepergian putrinya. Apa yang dia takutnya akhirnya menjadi kenyataan juga, sama seperti kedua Kakaknya akhirnya putrinya pergi juga.
Nyonya Jung lantas berbalik dan menatap tajam suaminya. "Kau benar-benar Ayah yang tidak berhati, bagaimana bisa Kau membiarkan putrimu sendiri pergi?! Apa tidak cukup kau membuat kedua anakku pergi? Dan sekarang kau biarkan dia pergi juga. Lama-lama kau membuatku muak, Jung Hilman!!!"
Dengan berurai air mata, nyonya Jung meninggalkan suaminya begitu saja. Dia benar-benar marah pada pria itu karena telah membiarkan putrinya pergi.
🌺
🌺
Gadis itu menutup matanya dan mendesah berat. Lagi-lagi Iya teringat pada hari itu, hari dimana dia memutuskan untuk meninggalkan semua kemewahan yang dia miliki demi membuktikan pada ayahnya jika ia juga bisa hidup mandiri tanpa embel-embel keluarga Jung.
Gadis itu melepas kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Dia terus menatap pantulan dirinya di cermin, benar-benar terlihat buruk.
Demi menyembunyikan identitasnya sebagai Nona besar keluarga Jung, bahkan ia sampai rela merubah penampilannya menjadi sedikit lebih cupu. Kacamata dan rambut ekor kuda yang kini menjadi ciri khasnya.
Bukan hanya penampilannya yang dia ubah, bahkan dia juga mengganti namanya. Di rumah sakit dia di kenal sebagai Dokter cupu tanpa marga.
Cklekk...
Suara decitan pintu toilet dibuka sedikit menyita perhatiannya, dengan segera gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati 2 rekan kerjanya berjalan menghampirinya.
"Aku pikir siapa yang ada di toilet, ternyata seorang itik buruk rupa." ucap salah satu dari kedua perempuan itu.
Namun tak ada tanggapan dari gadis itu. Dia sangat malas meladeni mereka berdua. Karena bukan hari ini saja mereka mencari masalah dengannya, bahkan hampir setiap hari.
Tanpa mengatakan apapun, dokter muda itu berjalan meninggalkan toilet dan pergi begitu saja. Bahkan dia tidak menghiraukan kedua seniornya tersebut. Dia terlalu malas berurusan dengan mereka berdua.
"Maaf, apa diantara kalian bertiga ada yang melihat dokter Jung?" seru seorang perawat dari arah pintu.
"Untuk apa kau mencari dokter tidak kompeten itu? Paling-paling dia langsung pulang dan bersenang-senang dengan teman laki-lakinya, lagipula inikan bukan jadwalnya untuk sebuah operasi besar." Sahut seorang perempuan bernama Amanda.
"Jangan sembarangan bicara!! Sebaiknya jangan menyebar fitnah jika kau tidak tau apa-apa!!" Sahut gadis berkaca mata itu menyahuti. Lalu pandangannya bergulir pada suster itu. "Ada apa suster Mirah?"
"Pasien kamar nomor 102 ruangan Anggrek mengalami kejang. Siapa pun yang tidak sibuk, bisakah ikut aku kesana untuk memeriksanya," ucap suster itu memohon.
"Kami sibuk!!" Sahut Amanda.
"Biar aku saja, ayo kita periksa." Ia pun dan suster Mirah bergegas menuju ruangan anggrek untuk memeriksa keadaan pasien yang mengalami kejang.
Setibanya di ruangan itu. Dokter muda itu melihat pasien yang dimaksud sedang kejang-kejang, membuat kasur rawat itu berdecit kuat. Beberapa perawat sedikit menahannya. Lalu dia dan suster Mirah menghampiri mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya dokter berkaca mata tersebut.
"Kami juga tidak tau, Dokter. Tiba-tiba pasien ini mengalami kejang. Dan kami hendak memberikan obat penenang." Terang salah seorang perawat di dalam ruangan tersebut.
"Hentikan, tidak perlu diberi obat penenang!!" Seru dokter bernama tag Ellena itu.
Semua menengok, melihat Ellena dan menatapnya dengan tatapan bertanya. Dia baru saja melarang perawat itu untuk memberikan obat penenang. "Jangan tahan kejang-kejangnnya! Itu malah akan membahayakan pasien!" kata Ellena.
"Tapi kenapa, Dok? Apa kau tau! Dia kenapa?!" tanya Mirah sambil menatap Ellena penasaran.
"Epilepsi" semua menengok dan menatap kearahnya, Ellena pun segera memberi penjelasan.
"Hal itu biasanya ditandai kejang-kejang secara tiba-tiba, lebih baik biarkan saja sampai ia diam... kalau tak diam selama lebih dari lima menit, kita baru boleh memberikan penenang!" kata Ellena menjelaskan.
Semua saling berpandangan dan melepas pandanga mereka pada dokter cantik itu."Yang penting! Jangan biarkan ia sampai jatuh" Imbuhnya.
Setelah 1 menit, pasien itu tak mengalami kejang lagi, ia sedikit terengah-engah. Ellena lalu mendekatinya dan memeriksa mulutnya, dan mengarahkan telinganya di dada pasien.
"Keadaannya kembali stabil..." Dokter Ellena tersenyum.
Kemudian Ellena dan Mirah meninggalkan ruangan inap pasien tersebut. Masih banyak pekerjaan yang harus Ellena selesaikan, begitu pula dengan Mirah.
"Wah, wawasanmu sangat luas, Dokter. Seharusnya kau dijuluki sebagai salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini. Kami tidak terlalu paham jika Epilepsi di tandai dengan kejang tiba-tiba seperti pasien itu tadi."
"Kau terlalu memuji, suster Mirah. Aku hanya dokter umum tanpa prestasi apapun, jadi mana mungkin bisa mendapatkan gelar sebagai dokter terbaik. Aku hanya sedikit tau saja tentang epilepsi. Jika dibandingkan dengan dokter senior disini, tentu aku tidak ada apa-apanya." Ujar Ellena panjang kebar.
"Kau terlalu merendahkan diri, Dokter Ellena. Baiklah, mari kembali bekerja." Dan Ellena mengangguk.
-
-
Seorang pria baru saja meninggalkan ruangan rapat. Pria lain tampak berjalan di belakangnya sambil membawa sebuah agenda di tangan kirinya. Sesekali dia terlihat membetulkan letak kaca matanya.
"Presdir, hari ini ada pertemuan penting dengan QL Group. Mereka ingin agar Anda sendiri yang menemui mereka," ucap pria berkaca mata itu tanpa menghentikan langkahnya.
"Aku tidak bisa, aku sudah ada janji lain. Suruh Max saja yang menggantikan ku, dia cukup bisa diandalkan!!"
"Tapi, Presdir..."
"Jika mereka keberatan, maka batalkan saja kerjasamanya. Toh kita juga tidak akan rugi!!" Pria itu berkata dingin lalu masuk ke dalam ruangannya. Dan pria berkacamata itu tetap berjalan mengekor dibelakangnya.
Ting...
Sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya sedikit menyita perhatiannya. Lantas ia membuka pesan tersebut dan membacanya. Ternyata dari kakaknya.
"Ingat, untuk menjenguk Kakek di rumah sakit hari ini!!"
Kevin meletakkan ponselnya dan mendecih sebal. Segera ia menghubungi Sean, agar kakaknya itu tidak terus-terusan mengalaminya bekerja. Tapi ponsel Sean malah tidak aktif. Tak kehabisan akal, kevin mengirimkan voice note.
"Berhentilah menggangguku bekerja, Sean. Aku tidak pikun dan ingat untuk menjenguk pak tua itu!!"
Sebenarnya Kevin sangat malas untuk pergi ke rumah sakit, sejak awal hubungannya dan kakek lu memang tidak terlalu baik. Itulah yang menjadi salah satu alasan Kevin malas pergi ke rumah sakit.
"Presdir, apa saya sudah boleh pergi sekarang?"
Kevin mengangkat wajahnya dan menatap pria berkacamata itu dingin."Memangnya perlu izin dari ku ya? Kalau ingin pergi ya pergi saja dan selesaikan pekerjaanmu!!"
Pria itu tidak merasa tersinggung ataupun dengan ucapan dingin atasannya. Memang begitulah Kevin, dia terlalu dingin dan bermulut tajam. Lantas ia membungkuk dan meninggalkan ruangan atasannya.
Kevin mendengus berat, dia tidak ingin terlalu memusingkan masalah kesehatan kakeknya dan kembali fokus pada pekerjaannya. Toh sudah ada Sean yang menjaganya.
-
-
Jam dinding baru saja menunjuk angka 16.00. Ellena baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Tapi suara decitan pada pintu ruangannya sedikit menyita perhatiannya.
Gadis itu mengangkat wajahnya dan mendapati seorang wanita berjalan menghampirinya. "Senior, kau masih belum pulang? Tumben kau menemuiku di jam segini, apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Ellena memastikan.
Alih-alih menjawab, wanita itu malah memberikan sebuah undangan pada Ellena."Aku harap tahun ini kau tidak melewatkannya lagi seperti tahun-tahun sebelumnya, Ell."
Ellena mengambil nafas panjang dan menghembuskannya. "Bukankah senior tahu sendiri jika aku sangat membenci keramaian, lagipula kedatangan manusia buruk rupa seperti ku hanya akan mengajarkan pesta tahunan saja!!" jelas Ellena.
"Kali ini aku tidak mau mendengar alasan apapun lagi, Ellena. Malam ini jam 7 harus datang tepat waktu!! Jika tidak aku tidak mau bicara lagi denganmu, dan satu lagi, presdir dari Xi Empire juga datang loh. Kepala Rumah sakit yang mengundangnya,"
"Lalu apa hubungannya denganku?"
"Siapa tahu malam ini akan menjadi malam keberuntunganmu. Apa kau tidak lelah terus-terusan disebut sebagai Jones?!"
"Memangnya apa buruknya seorang jomblo? Ini adalah pilihanku dan aku masih belum siap untuk memulai hubungan lagi,"
Bagaimanapun juga Ellena pernah terluka dan terhianati oleh yang namanya cinta. Dan itulah yang menjadi alasan kenapa dia masih sendiri sampai saat ini.
"Ellena, kau baik-baik saja?"
Gadis itu mengganggu. "Ya, aku baik-baik saja senior," Ellena tersenyum.
"Baiklah, aku tunggu malam ini. Tidak ada alasan lagi pokoknya kau harus datang!!"
"Iya iya dasar cerewet,"
"Ya sudah aku pergi dulu," wanita itu kemudian meninggalkan ruangan Ellena.
Ellena pun segera bersiap-siap untuk pulang, dia masih harus pergi ke Boutique untuk membeli gaun yang akan dia kenakan malam ini.
-
-
Bersambung.
Seorang gadis baru saja turun dari taksi dan memasuki salah satu butik terkenal di kota ini. Gadis itu menghampiri pemilik butik dan menyapanya.
"Lama tidak berjumpa, senior," siapa gadis itu sambil tersenyum manis.
Wanita yang dipanggil senior itu tampak kebingungan dan menatap Gadis itu penuh tanya. "Apa aku mengenalmu? Sepertinya tidak asing," ia memperhatikan gadis di depannya dengan seksama.
"Kau tidak mengenaliku, eh?" gadis itu tersenyum. Lalu ia melepaskan kacamatanya dan melepas ikatan rambutnya. "Bagaimana sekarang, apakah masih tidak mengenaliku?"
Sontak saja kedua mata Ara membelalak saking kagetnya. "Ellena?!" wanita itu memekik tak percaya. Ia berlari menghampiri Gadis itu dan langsung memeluknya.
"Eonni, lama tidak berjumpa. Kau semakin cantik saja." Ellena tersenyum dan membalas pelukan Ara.
"Dan kau semakin jelek!!" Ellena terkekeh.
Kemudian mereka melepaskan pelukannya dan saling menatap selama beberapa detik."Pergi ke mana saja kau selama ini, Ell? Kenapa kau tiba-tiba menghilang bagaikan Ditelan Bumi? Dan saat kembali ke malah jadi gadis yang sangat jelek!!"
Ellena mencerutkan bibirnya. "Jahat, jelek-jelek begini aku adalah seorang dokter."
"Apa?! Dokter?! Kau benar-benar mewujudkan impian menjadi seorang dokter?"
Ellena mengangguk. "Menjadi dokter adalah impianku sejak kecil, hanya saja dulu Papa sangat menentangnya dan ingin agar aku menjadi penerusnya, menjadi pemimpin perusahaan. Dan saat aku memiliki kesempatan , tentu saja aku tidak menyia-nyiakannya." tutur Elena.
"Aku memahami betul perasaanmu, Ell. Dan bisakah kau tidak memasang wajah jelekmu itu di depanku?! Dan sekarang katakan apa tujuanmu datang kemari."
Ellena menghela napas. "Malam ini, di rumah sakit tempatku bekerja mengadakan pesta tahunan, dan mereka memaksaku untuk ikut pesta itu. Dan sekarang aku membutuhkan gaun yang pantas aku pakai nanti malam. Eonni, bisakah kau membantuku?!" Ellen memohon.
"Itu masalah yang sangat mudah, kebetulan aku memiliki sebuah gaun yang sangat cantik, yang baru saja selesai aku desain. Dan itu menjadi satu-satunya yang ada di butik ini, dan mungkin juga seluruh dunia."
Mata Ellena berbinar-binar. "Kau memang yang terbaik, lalu di mana gaun itu? Bisakah kau tunjukkan padaku sekarang juga? Aku sungguh tidak sabar ingin melihatnya."
"Tentu, dan Aku pastikan kau akan menjadi bintangnya malam ini. Ayo,"
.
.
Gadis itu terpaku menatap pantulan dirinya di depan cermin. Persis seperti yang dia inginkan, memang gaun itu yang ia butuhkan saat ini. Dan untuk malam ini, tidak ada orang yang bisa meremehkannya lagi, apalagi memandangnya sebelah mata.
Bukan sebagai gadis cupu dan berkacamata. Ia akan datang ke pesta itu sebagai sosok Nona besar keluarga Jung.
"Baiklah aku ambil gaun itu, berapapun harganya aku tidak masalah. Aku ingin kau membantuku berias saat ini juga, karena waktu yang aku miliki sudah tidak banyak lagi!!"
"Dengan senang hati, Nona besar!!"
-
-
"Dimana itik buruk rupa itu? Kenapa dia belum juga menampakkan batang hidungnya? Padahal aku sudah tidak sabar untuk mempermalukan dirinya di pesta ini." Ujar seorang gadis dalam balutan gaun kuning panjang.
"Aku penasaran seperti apa penampilannya, apalagi ini pertama kalinya dia mengikuti acara tahunan." Jawab wanita lainnya.
"Alahh, paling-paling juga seperti nenek-nenek. Mana bisa perempuan jelek seperti dia dandan, apalagi membuat dirinya terlihat cantik."
"Sudah-sudah, kenapa harus membicarakan si miskin itu. Lebih baik kita nikmati saja pestanya."
"Betul juga, ayo kita makan yang banyak. Makanan di sini sangat enak-enak."
Acara pesta tahunan itu berlangsung meriah. Hingga sesosok gadis cantik muncul dari pintu utama dan mencuri perhatian semua orang. Gadis itu memakai gaun panjang berwarna biru muda yang mengikuti lekuk tubuhnya dengan tali spagetti kecil di pundaknya.
Detail Kristal swaroski menghiasi bagian dada, menonjolkan keindahan raganya. Bagian punggungnya terbuka dengan aksen tali menyilang layaknya korset membuat pinggangnya yang kecil terlihat.
Rambut coklatnya yang di buat sedikit bergelombang pada ujungnya di gerai dan di sampirkan kepundak kanannya.
Tak ketinggalan sebuah jepit rambut indah terbuat dari Kristal dan perak bermotif bunga bunga kecil terjepit di bagian kiri kepalanya. Make up tipis dengan bibir merah muda membuat wajah cantiknya tampak alami.
Sebuah handbag berwarna hitam dengan detail pita biru menyempurnakan penampilan ayunya malam ini.
Ia melangkahkan kakinya dengan anggun. Membuat semua pria di ruangan itu terpesona tidak terkecuali sosok tampan yang saat ini sedang menikmati wine nya. Sedangkan perempuan yang berdiri disampingnya melihat tunangannya itu terpesona dengan wanita lain langsung memandang gadis itu dengan tidak suka.
Tapi harus ia akui, jika dibandingkan kecantikan gadis itu, ia pasti kalah telak. Gadis itu memiliki sesuatu yang tidak ia miliki.
Gadis itu mengayunkan kakinya memasuki aula pesta. Namun langkahnya di hadang oleh tiga perempuan yang pastinya adalah Amanda dan kedua pengikutnya.
"Kau kan dokter tidak kompeten itu, bagaimana bisa orang asing sepertimu masuk kemari? Ini adalah pesta tertutup, sebaiknya kau pergi dari sini. Karena hanya Dokter terbaik dan perawat yang bisa mengikuti pesta ini. Kau tidak layak ada di sini!!"
Perempuan itu menyeringai sinis. "Aku bagian yang dari pesta ini, dan memangnya siapa yang mengatakan Aku tidak layak ada di sini? Dan apakah kau mengira jika aku adalah dokter Jung? Tapi sayangnya dia tidak ada di sini."
"Apakah sungguh tidak mengenaliku, atau aku perlu memakai kacamata dan mengikat rambutku supaya kau bisa tahu siapa aku?" ujar Gadis itu dengan seringnya yang sama.
"Kau?!"
"Yah, ini aku. Kenapa kau begitu terkejut melihatku? Apa karena kau tidak pernah melihat wanita secantik diriku sebelumnya?"
"Kau itik buruk rupa, Bagaimana bisa menjadi secantik ini?! Gaun mu ini, perhiasan yang kau pakai, parfum yang kau pakai, sepatu yang kau pakai, dan dompet pesta yang kau bawa. Semua itu adalah barang mewah, bagaimana bisa kau membelinya?! Atau jangan-jangan kau menjadi simpanan suami orang?!"
Gadis itu menyapukan pandangannya, semua mata kini tertuju padanya. Mereka saling berbisik dan membicarakan dirinya. Kemudian ia menghampiri Amanda dan berbisik pelan di telinganya.
"Sebaiknya kau hati-hati kalau bicara nona, kau berusaha mempermalukanku, itu bisa menjadi senjata untuk menghancurkan dirimu sendiri. Kau menghinaku karena semua barang mewah yang melekat di tubuhku, seharusnya kau sendiri yang malu."
"Gaun mu, sepatumu, tas mu, dan perhiasanmu, semua itu palsu kan. Kau membelinya di lowakan yang tidak jauh dari tempat ini. Jika kau ingin aku bisa membuktikannya. Aku memiliki buktinya, ingin aku tunjukan pada mereka?" Ellena menyeringai dan menatap Amanda penuh kemenangan.
"Kau?!"
"Sebaiknya kau bercermin sebelum menghina orang lain. Dan kau sudah mencari masalah dengan orang yang salah, selama ini Aku diam bukan berarti aku takut padamu, aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan mu!!!" Gadis itu menepuk bahu Amanda dan pergi begitu saja.
Gadis itu tersenyum puas di tengah langkahnya. Dia begitu puas membuat Amanda malu di depan semua orang, niat Amanda untuk mempermalukannya gagal total, dan justru dia lah yang mempermalukan Amanda di depan semua orang.
Tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang terus memandangnya dari kejauhan. Orang itu menatapnya dengan penuh kekaguman, ini pertama kalinya dia melihat perempuan seperti Ellena. Dia adalah wanita yang kuat dan tidak mudah ditindas.
Diam-diam pria itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum tipis. "Sungguh gadis yang menarik!!"
-
-
Bersambung.
Ellena meninggalkan pesta dan pergi menuju atap gedung untuk menikmati keindahan langit malam. Bintang-bintang bertaburan menghiasi langit, sang Dewi malam bertahta di singgasananya. Menyinari sebagian bumi yang dinaungi.
Derap langkah seseorang yang datang menyita perhatiannya. Gadis itu menoleh dan mendapati seorang pria berjalan menghampirinya. Tapi dia tak terlalu menghiraukannya. Gadis itu bersikap acuh dan mengabaikannya.
"Pesta masih berlangsung, tapi kenapa kau malah menyendiri di sini?" Tanya orang itu memecah dalam heningnya malam.
Degg...
Gadis itu terpaku mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Sontak dia menoleh dan kedua matanya membelalak melihat sosok yang berdiri tepat dihadapannya tersebut.
"Kevin?!" Ucapnya membatin.
Orang itu 'Kevin' berjalan menghampiri Ellena yang terus menatap padanya. Kevin memicingkan matanya dan menatap gadis itu penuh tanya. "Kenapa kau menatapku seperti itu, Nona? Aku tau, aku ini tampan jadi kau tidak perlu terpesona begitu." Kevin menyeringai.
"Maaf, Tuan. Tapi aku harus pergi!!"
Ellena beranjak dari hadapan Kevin dan pergi begitu saja. Sedangkan Kevin hanya bisa menatap kepergian gadis itu dengan tatapan tak terbaca.
"Siapa gadis itu? Kenapa tatapannya terasa begitu familiar?"
🌺
🌺
Ellena kembali ke pesta dan orang-orang sedang berdansa dengan pasangan masing-masing. Ada pula yang hanya memperhatikan sambil menikmati minumannya.
Gadis itu menoleh saat dia merasakan tepukan pada bahunya. Lantas dia menoleh dan mendapati Mirah berdiri tepat dibelakangnya. "Aku pikir kau tadi adalah dokter Jung, jika berdandan seperti ini kau dan dia terlihat seperti adik kakak." Ujar Mirah.
Ellena terkekeh. "Apakah kami sungguh semirip itu? Tadi juga banyak yang mengira aku adalah dia, dan aku menikmatinya saja. Memangnya siapa yang tidak ingin disamakan apalagi dianggap sebagai dokter hebat seperti dia." Tutur Ellena.
"Dasar kau ini, tapi begini bagus juga. Kenapa saat bekerja kau tidak membuka topeng buruk rupamu itu dan menjadi dirimu yang seperti ini?" Tanya Mirah penasaran.
"Aku lebih menikmati sebagai dokter yang cupu. Dengan begitu aku tidak perlu memusingkan tentang urusan cinta dan semacamnya."
"Dasar aneh. Sudah larut malam, sebaiknya kita pulang sekarang. Besok kita harus bekerja lagi."
Ellena mengangguk. "Kau benar, ya sudah ayo kita pulang sama-sama."
🌹
🌹
"Fyuhh!!!"
Dokter perempuan itu menyeka peluh di keningnya. Dia baru saja selesai memeriksa pasien-pasiennya.
Ellena Jung adalah seorang gadis berumur 24 tahun. Dia adalah salah seorang dokter yang bekerja di rumah sakit besar di kota ini. Walaupun usinya masih muda, tetapi keahliannya sebagai dokter tidak bisa diragukan lagi.
Paras wajahnya sangat cantik, memiliki sepasang mata Hazel yang indah. Siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh hati pada tatapan matanya, lembut dan ceria.
Tapi sayangnya semua kecantikannya itu tersembunyi di balik kaca mata yang selalu bertengger di hidung mancungnya.
Rambut coklat panjang sepunggungnya di gulung ke atas menggunakan sebuah tusuk konde dengan hiasan bunga sakura yang indah, menyisakan beberapa anak rambut di kedua sisi wajahnya.
"Ellena, tunggu," langkah kakinya terhenti mana kala ia mendengar seseorang memanggil namanya.
Terlihat seorang perawat menghampirinya dengan langkah tergesa-gesa. Dia terlihat panik dan juga cemas. "Ada apa, Mirah? Kenapa kau terlihat panik?" Tanya Ellena kebingungan.
"Gawat, kita dalam masalah besar. Rumah sakit kita kedatangan seorang pasien yang sangat penting, dia terluka parah di bagian kepala dan perut sebelah kirinya. Semua dokter bedah yang bertugas hari ini sedang sibuk, dan hanya kau satu-satunya dokter yang tersisa." Ujar suster itu panjang lebar.
Ellena terdiam. Dia bingung harus melakukan apa sekarang, jika dia pergi ke ruang operasi dan menolong pasien itu. Maka apa yang dia sembunyikan selama ini maka akan terbongkar. Lalu jika dia tidak bertindak, bisa-bisa nyawa orang itu berada dalam bahaya.
Ellena benar-benar di lemah. "Kenapa diam saja, kita harus segera melakukan sesuatu. Dia dalam keadaan kritis saat ini." Mirah menegaskan.
"Tapi aku belum pernah melakukan operasi sebelumnya."
"Tapi bukankah kau sudah pernah ikut ke ruang operasi. Kau pasti paham dengan apa yang harus di lakukan di sana. Ellena, aku mohon padamu. Percaya pada dirimu sendiri dan yakinlah jika kau pasti bisa."
Ellena menggigit bibir bawahnya. "Tapi..."
"Tidak ada tapi-tapian lagi. Sekarang kita pergi ke sana. Kau adalah seorang dokter, dan sudah seharusnya kau menyelamatkan nyawa pasiennya!!"
Ellena menatap Mirah. Sepertinya dia tidak memiliki pilihan lain. "Kalau begitu jangan buang waktu lagi. Segera siapkan ruang operasi. Siapa pun dia, dan apapun statusnya. Jika sudah datang ke rumah sakit ini, itu artinya dia adalah seorang pasien. Dan tugas kita adalah memberikan pelayanan terbaik untuknya!!!"
"Nah begitu dong!!"
-
-
Ellena dan timnya tengah bekerja keras untuk menyelamatkan nyawa seorang pria yang mereka ketahui sebagai salah satu pewaris dari XI Emperor. Pria itu bernama Kevin Xi. Pria berdarah China yang memiliki kekuasaan di 3 benua, salah satunya adalah Asia.
Ellena tidak tau apa yang terjadi pada pria ini. Karena semalam saat bertemu dengannya, dia masih baik-baik saja.
Selama operasi berlangsung. Ellena tidak bisa bekerja dengan fokus, beberapa kali dia melakukan kesalahan sehingga operasi diambil alih oleh Dokter lain yang kebetulan juga tidak sibuk.
Dokter itu meminta Ellena untuk beristirahat karena mengira jika dokter cantik itu sedang kelelahan.
Dan setelah menenangkan dirinya selama beberapa saat. Ellena mengambil alih kembali operasi tersebut. Dan kali ini dia bisa melakukan tugasnya dengan baik, meskipun hatinya dalam keadaan berkecambuk hebat.
3 jam waktu yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan operasi tersebut. Dan berkat usaha keras para tim medis, nyawa pria bermarga Xi itu pun akhirnya berhasil di selamatkan.
Ellena bersama Mirah keluar dari ruang operasi dan menghampiri dua pria yang sedari tadi menunggu dengan cemas. Salah satu dari kedua pria itu kemudian bangkit dari duduknya.
"Dokter, bagaimana operasinya? Apakah nyawa adik saya berhasil di selamatkan?" Tanya pria itu memastikan.
Ellena melepas maskernya dan membuat pria itu terkejut begitu pula dengan Ellena. Meskipun Ellena memakai kaca mata, tapi dia mengenali siapa gadis di depannya. Mimik wajah Ellena berubah dingin.
"Anda tenang saja, Tuan. Nyawa Tuan Xi berhasil kami selamatkan, dan beliau juga sudah melewati masa kritisnya. Anda bisa menemuinya setelah beliau di pindahkan ke ruang inap. Kalau begitu saya permisi dulu." Ellena membungkuk dan pergi begitu saja.
"Ellena, tunggu!!" Namun langkahnya segera dihentikan oleh pria itu.
Ellena menyentak tangan pria itu dan menatapnya dingin. "Maaf, Tuan. Saya sedang sibuk, saya permisi dulu!!" Ellena melepaskan genggaman tangan pria itu dan melenggang pergi.
Ellena pergi dengan batin yang bekecambuk hebat. Pria yang menghentikannya itu adalah salah satu pria yang tidak pernah ingin dia temui dalam hidup ini.
Dan lagipula masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Dan dia masih memiliki beberapa pasien yang harus di periksa kondisinya. Sementara pria itu menatap kepergian Ellena dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
-
-
Kelopak mata itu terbuka perlahan. Hal pertama yang dia lihat adalah sebuah ruangan serba putih dengan aroma khas yang sangat menyengat. Tanpa penjelasan pun, tentu saja dia tau dimana dirinya berada saat ini.
"Uhhh, sial!!" Sebuah umpatan keluar dari sela-sela bibirnya. Sebelah tangannya mencengkram kepalanya yang terasa ingin pecah.
"Kevin, kau akhirnya bangun juga!!" Seru seorang pria sambil berlari menghampiri Kevin.
Dengan dramatis, dia memeluk sang adik sambil menangis haru. "Huhuhu, akhirnya kau membuka mata juga. Apa kau tau bagaimana paniknya aku saat melihatmu terkapar dalam keadaan bersimbah darah."
"Aku pikir hari ini adalah akhir dari perjalananmu di Dunia ini. Tapi ternyata Tuhan masih menyayangimu, sehingga beliau mengirimkan seorang malaikat untuk memperpanjang hidupmu!!"
Kevin memicingkan matanya. "Seorang malaikat?" Pria itu mengangguk. "Bisa kau jelaskan, Sean?!" Kevin meminta penjelasan.
"Malaikat dalam arti yang sebenarnya. Dia adalah salah seorang dokter di rumah sakit ini. Dia yang berjasa besar dalam menyelamatkan hidupmu, berkat tangan ajaibnya, kau bisa selamat dari maut yang nyaris merenggut nyawamu!!"
"Lalu dimana dia? Bisakah kau mempertemukan aku dengannya?"
"Tentu, tapi tidak malam ini. Dia sudah pulang, mungkin besok saja, oke. Sebaiknya sekarang kau istirahat saja. Aku tidak ingin jika kau sampai pingsan lagi seperti kemarin. Lagipula kondisimu sendiri masih belum stabil. Istirahatlah, Kakak akan pergi sebentar untuk mencari makan."
Sean menepuk bahu Kevin sebelum meninggalkan sang adik sendiri di ruang inapnya. Sean merasa lapar, sejak Kevin masuk rumah sakit, dia belum makan sama sekali.
Dan bagaimana dia bisa makan dengan enak, sementara Kevin masih terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Dia berjuang antara hidup dan mati setelah insiden yang menimpa ya itu. Tapi sekarang dia lega, karena Kevin baik-baik saja.
Sean tidak perlu merasa cemas dan khawatir lagi karena Kevin sudah baik-baik saja.
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!