“Kamu sudah siap Dit?” tanya bu Sinta dari luar kamar.
“Sudah Ma, Adit segera keluar nih,” jawab Adit dari dalam kamarnya.
Adit adalah putra tunggal pak Abidin pemilik perusahaan tekstil yang cukup terkenal. Walaupun Adit adalah pewaris tunggal kekayaan pak Abidin, tapi dia tidak sombong bahkan sangat rendah hati.
Sedangkan pak Bambang adalah pegawai lama pak Abidin. Sejak awal berdirinya perusahaan tekstil itu pak Bambang adalah pegawai pertama sampai sekarang sehingga pak Bambang menjadi orang kepercayaan pak Abidin.
“Jangan sampai kita ketinggalan, papa malu,” ucap pak Abidin dari ruang tengah.
“Iya Pa, Adit sudah selesai kok.” Bu Sinta menenangkan pak Abidin yang takut terlambat menghadiri acara pernikahan anak pak Bambang.
Tidak lama kemudian Adit keluar dari kamarnya dan mereka segera pergi ke rumah pak Bambang.
***
“Rin, ambilkan air putih untuk abang,” pinta om Budi pada adiknya tante Rina.
Tante Rina langsung berjalan ke dapur untuk mengambil air putih hangat buat pak Bambang yang baru saja terjatuh begitu mendengar berita bahwa Yoga membatalkan pernikahannya dengan anaknya Regina. Tentu saja berita ini membuat jantung pak Bambang seperti mau copot rasanya. Tidak terbayangkan dalam pikirannya bahwa resepsi pernikahan anaknya yang dibayangkan akan meriah dan bahagia berubah menjadi duka karena calon menantunya tiba-tiba membatalkan pernikahannya tanpa alasan yang jelas.
Pak Bambang tentu saja merasa kecewa dan marah bahkan dia sampai terhuyung jatuh ke lantai karena sendi-sendi kakinya tiba-tiba terasa lemas tidak bertenaga. Syukurnya ada pak Gunawan tetangga yang berada di dalam ruang itu melihat dan langsung menolongnya untuk berdiri. Pak Bambang langsung dirangkul dan diajak duduk di ruang tengah oleh pak Gunawan yang merupakan tetangga dekat pak Bambang.
Hati pak Bambang sangat hancur dan kecewa. Dia juga merasa malu karena para undangan sudah banyak yang hadir untuk menyaksikan ijab kabul itu. Rencanaya setelah ijab kabul selesai maka acara selanjutnya adalah resepsi pernikahan yang akan digelar dengan sangat sederhana. Hanya famili dan kerabat dekat saja yang diundang.
“Abang jangan banyak pikiran ya, serahkan semuanya pada kami. Kami akan menyelesaikan masalah ini,” jelas tante Rina menenangkan abangnya seraya memberikan air putih hangat.
Pak Bambang dengan ditemani pak Gunawan duduk di ruang tengah sambil memperhatikan orang yang lalu lalang di ruang itu. Terlihat om Budi, tante Santi dan om Andi sedang berbicara serius tapi enggak tau apa yang sedang mereka bicarakan.
Sedangkan pak Bambang hanya terduduk lemas tanpa tenaga sambil memperhatikan adik-adiknya dari kejauhan. Dia merasa sangat kecewa dan malu karena sudah banyak tamu yang hadir.
“Kasihan ya bang Bambang mempunyai istrinya yang tidak setia bahkan sekarang pergi dengan lelaki lain. Pasti itu juga salah satu alasan kenapa bang Bambang sampai tumbang seperti itu. Masalah istrinya belum selesai, eh ditambah masalah calon menantunya yang membatalkan pernikahannya. Cobaan ini pasti sangat berat bagi bang Bambang terlihat dari raut wajahnya yang menyipam segudang masalah,” jelas tante Santi berbicara pada om Budi dan tante Rina.
“Dari awal kan sudah aku katakan, jangan menikahi mbak Sony tapi bang Bambang tidak pernah mendengar omongan aku. Sudah begini siapa yang susah, ya kita juga kan?” ucap tante Rina.
“Sudah...sudah, yang lalu tidak perlu dibahas lagi. Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana mengatasi masalah ini. Itu yang harus kita pikirkan sekarang,” ucap om Budi tegas.
Kemudian tante Rina dan tante Santi keluar rumah untuk melihat tamu-tamu yang sudah berdatangan. Terlihat pak Abidin beserta istri dan anaknya tiba. Tante Rina segera menyambut mereka karena tante Rina sudah sangat mengenal mereka.
“Mari silahkan masuk Pak, Bu...” ucap tante Rina ramah.
“Pak Bambang mana, kok tidak kelihatan,” tanya pak Abidin sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencari sosok pak Bambang.
“Pak Bambang sedang tidak enak badan Pak makanya di dalam saja,” jelas Rina.
“Sakit apa dia?” tanya pak Abidin heran.
Tante Rina terdiam sesaat dan akhirnya dengan nada gugup dia pun menjawab pertanyaan pak Abidin.
“Bapak lihat saja sendiri di dalam,” pinta tante Rina.
Kemudian pak Abidin langsung masuk ke dalam rumah untuk melihat kondisi pak Bambang karena merasa seperti ada sesuatu yang tidak beres. Begitu sampai dalam, pak Abidin langsung terkejut melihat kondisi pak Bambang yang terduduk lemas.
“Kamu kenapa Mbang?” tanya pak Abidin heran.
“Saya lagi dilanda masalah Pak....”
“Masalah apa, coba ceritakan.”
“Utang saya belum terbayar pada Bapak, sekarang ditambah lagi dengan masalah yang lain.”
“Jangan kamu pikirkan masalah utang itu Mbang. Sekarang kamu dilanda masalah apa lagi?”
Pak Bambang pun terdiam sambil menundukkan kepala dengan raut wajah yang begitu sedih. Pak Abidin langsung duduk dihadapannya sambil memegang pundak pak Bambang.
“Coba kamu ceritakan masalah kamu sekarang, mudah-mudahan saya bisa membantunya..”
“Calonnya Regina membatalkan pernikahan ini Pak....”
“Kenapa Mbang?”
“Barusan saja seorang lelaki datang kemari dan katanya keluarga Yoga. Dia mengatakan kalau Yoga pagi tadi kabur dengan wanita lain....”
“Apa....?”
Pak Abidin langsung terkejut dan membulatkan matanya sempurna menahan emosi yang sudah memuncak, sedangkan pak Bambang hanya menganggukkan kepalanya.
“Saya bingung Pak.”
Pak Abidin kemudian menepuk-nepuk pundak pak Bambang sambil berusaha menenangkannya.
“Kamu yang sabar ya Mbang, saya yakin pasti ada solusinya nanti yang penting kamu serahkan semuanya pada Allah.”
“Tapi sebentar lagi resepsi pernikahan akan dilaksanakan dan tamu-tamu sudah banyak yang datang Pak.”
Pak Abidin hanya terdiam sambil memikirkan sesuatu. Kemudian pak Abidin melangkah keluar menemui istrinya yang sedang duduk bersama tamu yang lain. Terlihat semua persiapan sudah selesai dipersiapkan termasuk kursi-kursi untuk tamu undangan sudah ditata serapi mungkin dan hidangan juga sudah mulai ditata di meja tamu. Bunga-bunga di setiap sudut ruangan sudah diletakkan membuat suasana tampak indah dan begitu juga dengan lampu-lampu yang gemerlap di setiap sudut ruang menambah keramaian suasana.
Pak Abidin langsung memanggil istrinya dan mengajaknya untuk duduk agak di sudut supaya pembicaraannya tidak didengar orang lain termasuk anaknya sendiri.
“Ada apa Pa?” tanya bu Sinta heran setelah mereka duduk berhadapan.
“Ma, ternyata pengantin pria membatalkan pernikahan ini.”
“Kenapa Pa?”
“Katanya sih minggat dengan wanita lain.”
“Lalu gimana dengan pernikahannya?”
“Ya itulah yang akan papa sampaikan pada Mama. Tapi Mama jangan tersinggung dulu ya, ini hanya saran papa saja.”
“Saran apa sih Pa?” tanya bu Sinta penasaran.
“Gimana kalau Adit sebagai gantinya Ma....”
Bu Sinta yang mendengar ucapan suaminya langsung terkejut tidak percaya.
“Maksud Papa, Adit kita nikahkan dengan Regina?” ucap bu Sinta dengan nada tegas.
“Iya Ma, itu pun kalau Mama dan Adit setuju. Kalau tidak setuju ya tidak apa-apa karena papa tau kalau Adit juga menyukai Regina.”
“Gimana ya Pa, mama juga bingung dengan situasi ini. Mama juga kasihan dengan pak Bambang dan juga anak gadisnya. Tapi apa Adit mau karena dia kan belum ada persiapan.”
“Makanya nanti kita tanya dia dulu, mudah-mudahan dia mau.”
Kemudian pak Abidin dan bu Sinta memanggil Adit yang sedang duduk sendiri sambil memainkan hpnya. Dengan sangat hati-hati pak Abidin dan bu Sinta menjelaskan pada Adit maksud dan tujuan mereka karena mereka sangat kasihan dengan keluarga pak Bambang. Belum lama ini pak Bambang ditinggalkan istri mudanya dengan lelaki lain dan sekarang harus menanggung malu karena putri satu-satunya tidak jadi menikah. Pasti hati pak Bambang sangat sedih dan kecewa. Karena hal inilah yang mendorong pak Abididn dan bu Sinta untuk menikahkan anaknya dengan Regina. Apalagi pak Abidin dan keluarga sudah mengenal dekat pak Bambang dan mereka juga mengetahui kalau putri pak Bambang yaitu Regina adalah anak yang baik, sholeha dan juga sangat cantik. Itulah salah satu hal yang membuat bu Sinta menyetujuinya.
“Gimana Dit, kamu mau kan menikah dengan Regina?” tanya bu Sinta setelah menceritakan pada Adit.
“Kalau kamu tidak mau ya tidak apa-apa. Papa dan mama tidak akan memaksa kamu,” jelas pak Abidin.
Adit hanya terdiam tidak sanggup menjawab permintaan mama dan papanya. Dia sangat terkejut dengan permintaan papa dan mamanya yang begitu tiba-tiba. Walau pun Adit menyukai Regina tapi dia belum yakin apakah Regina mau menerimanya dengan sepenuh hati.
Pertama kali bertemu dengan Regina, Adit sudah jatuh hatinya padanya. Hal ini sudah pernah diungkapkan pada mamanya dan meminta mamanya untuk melamarnya tapi sayangnya pada saat itu Regina sudah mempunyai kekasih. Akhirnya dengan perasaan kecewa Adit berusaha melupakan bayang-bayang wajah Regina walaupun sampai sekarang belum sepenuhnya Adit bisa melupakannya. Saat ini Adit merasa bimbang antara menerima atau menolak tawaran papa dan mamanya. Jika menolak padahal dia sangat mencintai Regina, tapi kalau diterimanya dia masih tidak yakin apakah Regina bisa mencintainya.
Setelah terdiam beberapa saat sambil memikirkan tawaran papa dan mamanya, akhirnya Adit menerima.
“Kalau Papa dan Mama merestuinya maka Adit akan menerimanya,” ucap Adit dengan tegas.
“Papa dan Mama tidak memaksa kamu Dit. Jika kamu tidak menginginkan nya, kami tidak apa-apa. Semua kami serahkan padamu, karena kamu yang akan menjalaninya nanti,” jelas pak Abidin.
“Adit sejutu kok Pa.”
“Kami sangat senang, tapi apa benar, keputusan ini dari hati kamu bukan karena paksaan Nak,?”
Kemudian pak Abidin masuk ke dalam menemui pak Bambang, beliau pun menyampaikan niat baiknya itu dan diterima oleh keluarga pak Bambang dan juga Regina sendiri.
Pak Bambang bersyukur, begitu juga putrinya, yang penting saat ini adalah ada pria yang bersedia menikah dengannya.
Setidaknya orangtuanya tidak akan malu, karena dirinya yang gagal menikah.
Regina yang masih berada di kamar hanya bisa menangis sedih saat menerima keputusan yang telah disepakati.
‘Gimana nasib rumah tanggaku nantinya?
Semua ini karena kamu Yoga, kamu sangat kejam meninggalkan aku dan pergi dengan wanita lain. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkan kamu Yoga....’ batin Regina sedih.
“Kamu harus kuat ya Re.... Mulai sekarang kamu harus bisa melupakan Yoga. Aku juga yakin anaknya pak Abidin akan menjadi imam yang baik buat kamu.” Risma berusaha menenangkan Regina yang masih menangis.
Kemudian ayah Regina masuk ke dalam kamar menemui Regina yang masih menangis di sisi tempat tidur. Didekati putrinya sambil memegang bahu Regina.
“Kalau kamu tidak bersedia, ya tidak apa-apa Nak, ayah tidak memaksa.”
“Re mau Yah...Re juga akan belajar untuk mencintai nya.”
Keduanya pun saling berpelukan. Pak Bambang mengelus kepala putrinya lembut dan dia merasa kasihan dengan nasib putrinya itu.
Ditinggal lelaki pujaannya sebelum pernikahan adalah hal yang paling menyakitkan,
‘Aku akan berusaha untuk menjadi istri yang baik buat suami ku,’ batin Regina dalam hati.
***
Para tamu undangan sudah memasuki ruang tamu karena acara akan segera dimulai. Bapak penghulu juga sudah hadir.
Regina dengan didampingi Risma dan tante Rina keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu.
Semua mata tertuju pada Regina yang memakai kebaya berwarna putih gading.
Terlihat semua hadirin terpesona dan kagum akan kecantikan Regina termasuk bu Sinta yang duduk di samping Adit.
“Subhanallah...cantik sekali Regina,” ucap bu Sinta setengah berbisik.
Mendengar pengakuan mamanya, Adit langsung menoleh ke arah Regina. Dengan sedikit malu Adit melihat ke arah Regina yang berjalan mendekatinya.
Regina duduk tepat di samping Adit dan tante Rina langsung meletakkan selendang putih di atas kepala Regina dan Adit.
Acara pernikahan pun langsung dimulai dengan pak Bambang yang menjadi wali nikah Regina.
“Pak Bambang, sudah bisa kita mulai acaranya?” tanya pak penghulu.
“Sudah Pak, mulai saja sekarang.”
Kemudian pak penghulu memulai acara ijab kabul tersebut.
Bagi sebagian orang yang mengetahui kalau pengantin pria yang sebenarnya bukanlah Adit merasa sangat prihatin pada Regina.
Sehingga banyak dari mereka yang menitikkan air mata menyaksikan proses pernikahan itu.
“Sah....?” tanya penghulu pada hadirin yang hadir.
“Sah....” jawab hadirin semuanya.
“Alhamdulillah....” ucap pak penghulu.
Kemudian penghulu memimpin do’a dengan diikuti hadirin yang hadir. Begitu do’a selesai Risma yang duduk di samping Regina langsung berbisik, “Sekarang kamu cium tangan suami kamu Re,” pinta Risma.
Regina sedikit gugup dengan perintah Risma barusan. Saat dia melihat ke tante Rina yang ada di dekatnya, tante Rina langsung memberikan isyarat agar dia mencium tangan Adit yang telah menjadi suaminya itu.
Sambil tetap menunduk tanpa melihat wajah Adit, Regina kemudian meraih tangan Adit dan menciumnya. Adit kemudian membalasnya dengan mencium ujung kepala Regina. Regina merasa sedih dan juga terharu dengan moment yang sakral itu. Keduanya tampak malu dan sedikit canggung.
Kemudian Regina mencium dan memeluk ayahnya sambil menumpahkan tangisnya. Dia pun terisak-isak dalam pelukan lelaki separuh baya itu.
“Jadilah istri yang patuh dan berbakti pada suami ya Re...” ucap pak Bambang dengan suara parau.
Pak Bambang juga merasakan kesedihan yang sama tapi dia yakin bahwa Regina pasti dapat menjadi istri yang setia dan berbakti pada suaminya kelak.
Tangis Regina pun pecah saat bersalaman dengan tante Rina. Sejak ibunya meninggal, Regina sangat dekat dengan tantenya. Apalagi tante Rina belum mempunyai anak sampai sekarang walau pun sudah lama menikah sehingga kasih sayang tante Rina sepenuhnya tercurah pada Regina.
“Jadi istri yang setia dan taat pada suami ya Sayang...” peluk tante Rina sambil menangis.
Para hadirin banyak yang menangis menyaksikannya kesedihan Regina karena mereka banyak yang tau kalau ibu tiri Regina belum lama ini meninggalkan ayah Regina dan pergi dengan lelaki lain. Tentu semua orang sangat prihatin dengan kehidupan rumah tangga pak Bambang. Tidak terkecuali bu Sinta yang telah menjadi mertua Regina. Dia juga ikut menangis saat memeluk Regina yang telah menjadi menantunya.
“Mama yakin pasti kamu bisa menjadi istri yang baik dan setia buat Adit. Mama do’akan semoga rumah tangga kalian menjadi rumah tangga yang sakinah dan cepat diberi momongan, Aamiin,” ucap bu Sinta sambil memeluk menantunya.
“Aamiin...Makasih Ma,” jawab Regina membalas pelukan mama mertuanya.
Setelah ijab kabul selesai, selanjutnya acara resepsi pernikahan digelar. Resepsi pernikahan dibuat sangat sederhana. Ini semua atas kemauan Regina karena menghargai perasaan ayahnya yang baru ditinggal istri mudanya dan Regina juga tidak mau membebani ayahnya karena ayahnya masih mempunyai utang pada pak Abidin. Pak Bambang yang jiwanya baru saja terguncang karena ditinggal minggat istri mudanya tapi tetap berusaha sekuat mungkin. Di depan semua orang pak Bambang selalu memperlihatkan rasa gembira padahal Regina tau sendiri kalau ayahnya masih sakit hati pada bunda Nina dan juga pada Yoga.
Regina juga selalu menunjukkan rasa bahagia di depan ayahnya karena dia tidak mau kalau ayahnya ikut bersedih. Cukup dia saja yang menahan kesedihan ini. Walaupun Regina telah menemukan pengganti Yoga, tapi hatinya masih sangat sedih dan kecewa.
Kedua pengantin kemudian duduk di pelaminan bersama kedua orang tua mereka. Pak Bambang ditemani tante Rina. Mereka pun bersalaman pada semua tamu yang hadir. Walau pun tidak banyak tamu yang diundang tapi hal ini membuat Regina sangat lelah. Terutama ronahinya sangat lelah sehingga wajahnya kelihatan sangat pucat. Adit yang sejak tadi memperhatikan Regina, langsung berbisik di telinga Regina.
“Kamu capek Re?” tanya Adit khawatir.
“Enggak kok Mas, hanya sedikit lemas saja,” jawab Regina tanpa melihat wajah Adit.
“Kalau kamu lelah, biar kita masuk saja ya, dari pada nanti kamu pingsang.”
“Tidak usah Mas, aku tahan kok.”
Tiba-tiba Regina merasakan kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang. Adit yang melihat Regina seperti sempoyongan segera merangkul pundak Regina. Begitu tangan Adit meraih pundak Regina, Regina langsung jatuh pingsan.
Semua tamu yang hadir terkejut melihatnya. Dengan cepat Adit membopong Regina dan dibawanya masuk ke kamar. Bu Sinta dan tante Rina langsung panik. Mereka langsung mengikuti Adit masuk ke dalam rumah. Wajah pak Bambang sangat tegang dan khawatir menyaksikan kejadian ini.
‘Kenapa Regina sampai pingsan padahal secapek apa pun Regina tidak pernah pingsan. Apakah karena pernikahan ini? Apakah Regina merasa terpaksa menikah dengan Adit. Apakah dia mau menikah dengan Adit karena tidak ingin mengecewakan aku. Maafkan ayah Re, ayah sangat menyesal...’ batin pak Bambang sedih.
Sampai di kamar tante Rina dan Risma sibuk mengipasi Regina dengan kipas yang ada di dekat ranjangnya. Bu Sinta juga ikut sibuk mengeluarkan minyak kayu putih dari tasnya.
“Coba beri minyak kayu putih di hidungnya,” pinta bu Sinta pada tante Rina.
“Apa enggak perlu kita bawa ke rumah sakit Tante?” tanya Adit khawatir.
“Tidak usah dulu Dit, kita lihat dulu perkembangannya. Mungkin Regina kelelahan saja,” jelas tante Rina.
“Kalau belum siuman juga, baru kita bawa ke rumah sakit,” sahut bu Sinta.
Tante Rina langsung memberikan minyak kayu putih di hidung Regina yang mancung itu. Tidak lama kemudian Regina mulai siuman mencium minyak kayu putih yang menyengat itu. Perlahan dibuka matanya sambil menyapu pandangan ke seluruh ruang. Terlihat tante Rina duduk di sampingnya bersama Risma dan juga bu Sinta sedangkan Adit duduk tepat di kaki Regina. Semua mata tertuju pada Regina. Regina langsung bergerak dan bangkit dari tidurnya tapi keburu dihalangi oleh bu Sinta.
“Kamu jangan bangkit dulu. Kamu istirahat saja menunggu sampai kamu benar-benar vit.” Bu Sinta langsung menarik tangan tante Rina.
Tante Rina yang mengetahui maksud dari bu Sinta ikut saja sambil mengajak Risma yang ada di sampingnya.
“Ayo kita keluar Ris, biar Regina istirahat dulu.”
Melihat tante Rina, Risma dan mamanya keluar, Adit juga berdiri dan beranjak dari duduknya tapi keburu dilarang bu Sinta.
“Kamu di sini saja temani istri kamu,” ucap bu Sinta berjalan keluar kamar.
Bu Sinta, tante Rina dan Risma sengaja keluar kamar untuk memberikan kesempatan pada pengantin baru untuk berdua di kamar.
Adit dan Regina hanya terdiam heran melihat semua orang meninggalkan mereka. Regina yang masih rebahan di ranjang merasa tidak enak dengan Adit sehingga dia mulai bangkit dari tidurnya tapi buru-buru Adit mendekatinya dan melarangnya untuk bangkit.
“Re....kamu rebahan saja dulu ya sampai badan kamu terasa lebih enakan,” ucap Adit sambil memegang bahu Regina dan merebahkannya kembali.
Regina yang masih merasa canggung hanya diam saja tanpa menatap wajah Adit yang tepat di depan matanya. Regina hanya menurut saja sambil menundukkan kepalanya. Terlihat keduanya masih malu-malu.
Kemudian Adit meraih air putih yang ada di atas meja rias dan memberikan pada Regina.
“Kamu minum dulu ya,” ucap Adit sambil membantu Regina bangkit dari tidurnya.
Tangan Adit merangkul tubuh Regina dan menyandarkan di tepi ranjang. Setelah itu Adit memberikan gelas yang berisi air putih ke tangan Regina sambil membantunya mengangkat gelas itu tepat di bibir Regina. Regina pun mulai meneguk air putih tanpa melihat wajah Adit karena dia merasa malu.
“Kamu rebahan lagi ya?”
“Enggaklah Mas, aku duduk saja.”
Sebenarnya Regina malu untuk rebahan sehingga dia duduk saja sambil bersandar di sisi tempat tidur.
Adit kemudian duduk tepat di depan Regina sambil memandang wajah Regina khawatir. Terlihat Adit sangat mengkhawatirkan Regina.
“Gimana perasaan kamu sekarang Re?” tanya Adit memandang wajah Regina tidak berkedip.
“Aku sudah mendingan kok Mas.”
“Benar kamu sudah mendingan?” tanya Adit tidak percaya.
Kemudian Adit menyentuh tangan Regina untuk memastikan bahwa Regina tidak apa-apa. Regina langsung menarik tangannya. Melihat hal ini Adit hanya bisa tersenyum dan dia juga maklum dengan situasi ini karena keduanya belum saling mengenal.
Tidak lama kemudian pak Bambang mengetuk pintu kamar Regina.
“Tok, tok...Re?” ucap pak Bambang dari luar kamar.
“Masuk Yah,” jawab Regina.
Pak Bambang pun masuk ke dalam dan mendekati Regina.
“Kamu kenapa Re sampai tidak sadarkan diri?” tanya pak Bambang sambil mengelus kepala putrinya.
“Re hanya kecapean saja kok Yah. Ayah jangan khawatir.”
“Gimana ayah tidak khawatir kalau kondisi kamu seperti ini,” jelas pak Bambang.
Setelah pak Bambang ngobrol sebentar dengan Regina dan dilihat kondisi Regina sudah membaik, pak Bambang langsung keluar kamar.
“Kamu temani Regina dulu ya Dit?” ucap pak Bambang pada menantunya.
“Iya Pak, saya akan temani Regina.”
“Mulai sekarang kamu jangan panggil bapak lagi, tapi panggil ayah saja.”
“Iya Yah,” ucap Adit sedikit malu.
Dipandangnya wajah Regina dalam-dalam. Rasanya seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Hanya dalam hitungan jam, Regina sudah dapat dimilikinya. Padahal saat mendengar kalau Regina sudah memiliki kekasih, hati Adit sangat hancur dan kecewa karena baru kali ini Adit benar-benar jatuh hati pada seorang wanita. Sudah beberapa kali Adit menjalin hubungan dengan wanita tapi tidak pernah ada yang singgah di hatinya. Entah kenapa ketika pertama kali bertemu Regina, Adit sudah tergila-gila. Tapi sayangnya pada saat itu Regina sudah mempunyai kekasih yaitu Yoga, sehingga hati Adit sangat kecewa. Ternyata kekecewaan yang pernah dialaminya tidak berlangsung lama karena sekarang dia telah mendapatkan Regina.
***
Menjelang magrib tamu-tamu sudah berpulangan semua. Tinggallah tante Rina, tante Santi dan beberapa orang tetangga dekat pak Bambang.
Mereka membereskan piring dan gelas yang masih berserakan di luar. Adit juga ikut membereskan walaupun sudah dilarang oleh tante Rina dan tante Santi.
“Kamu di kamar saja temani Regina Dit,” pinta tante Rina.
“Enggak apa-apa Tante, lagian Regina sedang tidur Tan.”
Akhirnya Adit membantu membereskan semuanya sampai selesai. Setelah semuanya beres, tante Rina, tante Santi dan juga para tetangga pamit pulang.
“Bang, kami pamit pulang ya. Besok kami kembali lagi untuk membereskan dalam rumah,” kata tante Rina dan tante Santi bersamaan.
***
Setelah semuanya pulang, tinggallah Adit, Regina dan pak Bambang.
“Kamu sudah makan Dit?” tanya pak Bambang.
“Adit masih kenyang Yah.”
“Jangan sampai enggak makan, nanti kamu sakit loh. Oh ya, Regina juga suru makan sana,” ucap pak Bambang.
“Iya Yah, ini baru mau Adit ambilkan makan buat Regina.”
Kemudian pak Bambang masuk ke kamarnya meninggalkan Adit sendiri di dapur. Adit kemudian buru-buru membawa nasi buat Regina ke kamar.
Saat Adit masuk ke kamar, Regina dilihatnya masih tergolek di tempat tidurnya. Kemudian Adit mendekatinya dan duduk di tepi tempat tidur sambil membawa sepiring nasi.
“Ra... kamu makan dulu ya,” pinta Adit sambil menyodorkan sendok yang berisi nasi dan lauk ke mulut Regina.
Regina langsung menolak dengan menutup mulutnya. Dia merasakan mual tiba-tiba.
“Mas aku mau ke kamar mandi dulu ya,” ucap Regina langsung turun dari temnpat tidur dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar itu.
Adit terkejut sekaligus heran kenapa Regina tiba-tiba akan muntah. Pikiran burukpun melintas dalam pikirannya.
‘Bukankah tadi Regina lemas dan oyong, kenapa sekarang tiba-tiba mau muntah. Apakah dia sedang.... Ah aku tidak boleh berpikir yang bukan-bukan.’
Setelah beberapa saat ditunggu, Regina tidak keluar juga dari kamar mandi. Adit yang merasa khawatir langsung mengetuk pintu kamar mandi tapi tidak ada sahutan dari dalam. Adit mencoba lagi mengetuk pintu itu tapi tetap sama tidak ada sahutan. Akhirnya Adit pun mendobrak pintu kamar mandi itu dan ternyata Regina duduk menyandar di dinding kamar mandi dalam keadaan pingsan.
Setelah Adit menepuk-nepuk pipi Regina dan tidak mendapat respon akhirnya Adit mengangkat tubuh Regina yang basah terkena air shower dari kamar mandi. Adit kembali menepuk pipi Regina.
“Re...Re bangun.”
Regina perlahan membuka matanya dan terlihat Adit sedang menatapnya tidak berkedip.
“Aku kenapa Mas?” tanya Regina.
“Kamu pingsan lagi di kamar mandi. Kenapa tadi kamu tidak mengatakan kalau kamu masih lemas, kalau tau kamu masih lemas kan biar mas antar ke kamar mandi. Sekarang baju kamu basah kebas tuh, mas ganti ya baju kamu?” pinta Adit sambil memperhatikan baju Regina yang basah.
Regina langsung menutup tubuhnya dengan kedua tangannya karena malu dilihat Adit lekuk tubuhnya.
“Kamu ganti baju ya, atau mas yang akan menggantikan baju kamu takutnya kamu tambah masuk angin loh.”
“Tapi Mas....” ucap Regina terputus.
“Kalau kamu masih malu, yaudah biar mas keluar dulu yang penting kamu ganti baju. Baju kamu dimana biar mas ambilkan.”
Setelah Adit mengambilkan baju dari lemari dan menyerahkan baju itu pada Regina. Tapi saat Regina akan bangkit dari tidurnya tubuhnya terasa lemas sekali sehingga dia tidak bisa bangkit sendiri. Akhirnya dia tidak jadi mengganti bajunya.
Adit yang sudah menunggu di luar beberapa menit akhirnya masuk kembali ke kamar karena dikiranya Regina sudah selesai mengganti bajunya. Tapi betapa terkejutnya Adit saat melihat Regina belum mengganti bajunya. Didekatinya Regina “Kenapa kamu belum ganti baju juga Re?”
“Badan aku masih lemas Mas.”
“Mas bantu ya.”
Regina hanya menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Kemudian Adit mengangkat tubuh Regina dan didudukkan di sisi tempat tidur. Setelah Regina duduk dengan benar, Adit langsung melihat ke arah dada Regina yang terbalut kemeja yang sudah basah sehingga lekuk dadanya terlihat jelas. Dada Adit naik turun menahan gejolak di dalam jiwanya. Jiwa kelaki-lakiannya muncul seketika tanpa bisa ditahan. Ingin rasanya menyentuh benda itu tapi Adit masih takut kalau-kalau Regina akan
marah padanya mengingat pernikahan mereka bukan atas dasar cinta. Akhirnya Adit hanya bisa menundukkan kepalanya untuk meredahkan gejolak di dalam dadanya yang sedang berkecamuk.
“Mas aku mau ganti baju, Mas jangan lihat ya,” pinta Regina.
“Yaudah mas akan membelakangi kamu.” Adit langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Regina.
Setelah Regina selesai mengganti kemejanya, Adit kembali membalikkan tubuhnya menghadap Regina. Adit langsung terkesima dengan kecantikan Regina yang alami.
‘Terima kasih ya Allah telah Engkau berikan hamba seorang istri yang sangat cantik.’
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!