Sebelum memasuki cerita, othoor mau kasih tahu nih. Cerita ini berdasarkan dari cerpen Nikah Yuk! Loh, kok? Iya donk, semua karena beberapa hari terpikirkan untuk mengkombinasikan dari jejak imaginasi satu dan lainnya. Ntah akan menjadi mellow atau menjadi jenaka. Stay tuned, dan pastikan untuk simak baik-baik.
Satu lagi, jangan lupa Favorit dulu, ya. trus baca sampai bawah. Baru deh like ama comment. Semoga karya ini diterima, happy weekend.
Kuy, kita mulai merajut asa...
...****************...
.
.
.
.
...****************...
"What's? Dad, please...."
Seorang pria dengan pakaian formal berwajah tegas menatap putrinya dengan tatapan tak ingin di bantah. Meskipun ada tangan putih yang mengusap pundaknya. Tetap saja keputusan tentang masa depan pewaris satu satunya, tidak akan diubah. Apalagi dibatalkan.
"Nak, turuti permintaan daddy mu. Mama mohon, Shena terima perjodohan ini demi perusahaan keluarga kita." pinta si pemilik tangan putih yang ternyata adalah Mama dari gadis bermata sipit, pemilik lesung pipi dengan pipi sedikit chubby yang duduk di depan kedua orang tuanya dengan wajah cemberut.
Shena menghela nafas, matanya tak sanggup melihat tatapan memelas sang mama yang sangat berharap dirinya menerima perjodohan aliansi bisnis. Tak ingin lebih lama mendapatkan tekanan batin. Shena bangun dari tempatnya
sembari menyambar tas kuliah.
"Shena berangkat kuliah dulu," pamit Shena menghampiri daddy dan mamanya untuk bersalaman yang menjadi ritual sebelum dirinya berangkat kuliah.
"Nak, daddy tunggu nanti malam. Ingat ada pertemuan keluarga bersama calon mu!" ucap sang daddy setelah putrinya mencium tangan kanannya.
Shena tak ingin menjawab. Gadis itu hanya bersalaman lalu berjalan meninggalkan ruang tamu yang rasanya pagi ini seperti ruangan penjara.
Braak!
"Eh, copot. Non, ngagetin mamang aja." seru si tukang kebun yang tengah menyiram tanaman kesayangan sang majikan.
Shena masih tak menggubris. Kali ini hatinya tengah diliputi kegelisahan dan kekesalan yang mendalam. Tanpa memberikan klakson, mobilnya melaju meninggalkan tempat parkir kesayangannya.
Untung saja pintu gerbang sudah dibuka. Jika tidak, sudah pasti di tabrak gadis itu. Mamang yang melihat tingkah aneh nona mudanya hanya bisa istighfar sembari meneruskan pekerjaannya menyiram tanaman.
Mobil melintasi jalanan yang cukup lenggang karena pagi ini waktu masih menunjukkan terlalu awal untuk masuk kuliah. Tetapi wajah ditekuk dengan bibir meracau tak jelas di dalam mobil mini Cooper itu sama sekali tak fokus ke jalanan. Hingga dirinya tidak menyadari lampu merah sudah menyala di depan sana.
Sedangkan dari arah lain sebuah mobil melaju dengan kecepatan normal dan hendak berbelok ke arah selatan. Body mobil baru saja menyembul, tapi hantaman cukup keras mengagetkan dua orang yang ada di dalam mobil tersebut.
Braak!
Ciiiit!
Braak!
"Tuan, Anda tidak apa-apa?" tanya sang supir dengan wajah panik melihat majikannya yang duduk di kursi belakang harus mencium body dalam mobil sebagai penyambutan selamat datang ke negara kembali.
Tangan pria berlengan kekar dengan otot menonjol terangkat menandakan jika keadaannya baik. "Biar aku saja yang turun. Kamu tunggu di dalam saja!"
"Baik, Tuan." jawab si supir menundukkan pandangannya.
Shena yang terkejut telah menabrak mobil lain tanpa dirinya sadari masih diam membisu dengan tubuh gemetaran. Wajah yang awalnya masam. Kini pucat pasi dengan tatapan mata kosong. Kedua tangan gadis itu memegangi masih memegang stir mobil seakan di lem.
Pria yang turun dari mobil segera menghampiri mobil di depannya. Beberapa pengendara lainnya juga ikut turun dan berhenti di perempatan jalan Kenanga.
Tok!
Tok!
Tok!
"Nona, keluarlah!" seru salah satu pengendara.
"Permisi, biar saya coba." ujar pria yang menjadi korban si penabrak, membuat pengendara lain mundur memberikan akses agar pria itu mencoba membujuk pengemudi di dalam mobil yang kap mobilnya sudah mengabulkan asap cukup banyak.
Pria itu mengetuk kaca, namun tidak ada respon. Tidak ada cara lain dari dalam benaknya. Tanpa permisi pria itu menarik pintu mobil yang ternyata tidak terkunci atau mungkin saja akibat benturan pintunya rusak. Wajah pucat dengan tubuh gemetar di dalam mobil membuat matanya terpatri pada paras gadis itu.
Satu uluran tangan di berikan, "Nona, ayo keluar! Mobilmu mengalami kerusakan parah."
Ucapan yang terdengar samar itu sedikit mengembalikan kesadaran Shena. "Aku....,"
"It's okay, ulurkan tanganmu!" pinta pria itu membimbing Shena.
Setelah membantu Shena keluar dari mobil dan membuat para pengendara lain bubar. Pria itu menyodorkan sebotol air minum. "Minumlah!"
Shena menatap botol dengan tatapan kosong. Bukan karena tidak mendengar ucapan pria itu, tapi pikirannya masih ter stuck pada permintaan sang daddy serta bayangan makan malam pertemuan perdana dengan calon jodohnya.
"Hey, are you okay?" tanya pria itu seraya menjentikkan jarinya di depan wajah Shena.
Shena mengambil air lalu membukanya dan segera meneguk tanpa menjaga kelakuannya. Setengah botol sudah berpindah menghilangkan dahaga gadis itu. Tiba-tiba saja tatapan matanya terpatri pada tubuh pria di depannya yang berdiri dengan santai sembari meneguk air mineral.
Cahaya matahari yang menerpa seperti siluet ilham bagi gadis lesung pipi itu. Ide gila melintas begitu saja, membuat Shena tersenyum samar. Tanpa gadis itu sadari. Jika senyumannya itu tertangkap basah sang pria.
"Tuan, apakah anda sudah menikah?" tanya Shena to the point.
Sang pria menyudahi meneguk air mineralnya lalu menutupi dengan tutup. Tatapan matanya memandang ke arah depan dimana ada taman kecil dengan anak-anak yang bermain ayunan. "Belum, kenapa?"
"Aku juga, Nikah yuk!" ajak Shena menahan rasa malu dan juga sensasi panas dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Ukhuk!"
Pria itu tersedak tanpa makanan. Wajah tampan dengan mata abu, hidung mancung, bibir kelopak bunga, alis tebal menurunkan tubuhnya dan berjongkok di depan Shena yang duduk di rumput hijau tepi taman.
Deg!
Tatapan keduanya bertemu, mata abu bertemu dengan mata coklat murni yang sangat jernih.
"Apa pacarmu selingkuh?" tanya pria itu menerka-nerka.
Shena mencebikkan bibir cherry alaminya. "Aku tidak punya pacar, please bantu aku, Tuan."
"Why?" tanya pria itu sekali lagi.
Shena terdiam sesaat. Tak ingin rencananya gagal, maka dirinya harus memberikan alasan yang pasti dan membuat pria di depannya ini setuju.
"Kenapa diam? Aku....''
"Aku tidak ingin dijodohkan." jawab Shena yang nyatanya tak bisa bermain drama.
Pria itu tersenyum tipis, membuat Shena menunduk karena tindakan buru-burunya yang main ajak nikah anak orang seperti malak permen saja.
"Tuan, lupakan saja. Aku...."
"Ayo, kita menikah! Sekarang juga." sela sang pria sontak membuat mata coklat Shena terbelalak dengan tatapan terpaut pada mata abu nan menggemaskan itu.
"Ekhem! Masih mau nikah, atau?" tanya pria itu sembari mengulurkan tangannya.
"Ekhem! Masih mau nikah, atau?" tanya pria itu sembari mengulurkan tangannya.
Shena langsung menyambut hangat tangan pria tampan di depannya. "Mari ke KUA."
Tanpa Shena sadari, pria yang dipikirnya akan menyelamatkan dirinya dari aliansi perjodohan menahan senyuman di balik wajah tenangnya itu.
Berhubung mobil keduanya cukup rusak parah. Maka mereka memesan taksi, dan membiarkan sang sopir si pria itu mengurus masalah mobil.
"Boleh minta KTP-mu?" pinta sang pria dengan lembut.
Shena mengangguk dan membuka tasnya. Sebuah dompet mini di buka lalu satu card identitas diserahkan ke calon suami dadakan nya itu. "Ini,"
"Ini punyaku, bacalah!" ucap pria itu memberikan KTP asli ke Shena.
"Nama Danish Anderson, status lajang, golongan darah RH null, alamat....,"
Danish tersenyum mendengar bagaimana gadis di sampingnya itu membaca seluruh keterangan di dalam KTPnya tanpa jaim sedikitpun. "Bacalah di dalam hati, aku cukup hafal namaku sendiri."
"Emm. Sorry, ini ku kembalikan saja." Shena memberikan KTP Danish dengan pipi bersemu merah.
Danish menerimanya lalu mengulurkan tangannya ke arah Shena. "Hay Shena Az Zahra calon istriku. Aku Danish Anderson calon imam mu."
Shena tak mampu lagi menahan rasa malunya. Namun, tangannya tetap menyambut uluran tangan Danish. "Hay calon imam dadakan ku,"
"Hehehe, kamu ini lucu sekali. Pertahankan, setelah menikah banyak hal baru yang harus kita lalui bersama." ucap Danish dengan kekehan yang cukup mengubah suasana tegang di dalam mobil taksi itu.
Bahkan sopir taksi ikut tersenyum simpul mendengarkan percakapan dua insan itu.
Mobil taksi berhenti tepat di depan KUA. Shena membuka pintu, sedangkan Danish mengambil dompetnya mengambil tiga lembar kertas merah lalu menyodorkan ke supir taksi di depannya. "Ini, Pak. Terima kasih atas tumpangan hari ini."
"Tapi, Tuan. Ini....,"
"Anggaplah ini rezeki bapak. Doakan agar aku bisa menjadi imam yang baik untuk keluarga baru ku nanti." sela Danish tersenyum tulus lalu membuka pintu mobil.
Lantunan doa sang supir masih cukup terdengar di telinga pria itu dan meng amin kan di dalam hatinya. Gadis cantik dengan gaun motif bunga berlengan brukat itu terlihat gugup dan cemas.
Danish menghampiri Shena yang berdiri menatap plang instansi pemerintah itu dengan mata ragu, "Kita bisa batalkan. Jika kamu ragu, SheZa."
"Kamu panggil Aku, apa?" tanya Shena yang mendengar nama asing.
"SheZa. Mau batalkan atau....,"
Shena bergegas menggandeng lengan kekar Danish, membuat pria itu menurut mengikuti setiap langkah gadis itu tanpa protes.
Beberapa jam kemudian, setelah penantian yang cukup lama. Akhirnya kedua insan itu keluar dari kantor KUA dengan senyuman lega.
"Tunggu disini saja. Aku sudah hubungi sopir lain ku untuk menjemput kita disini." ujar Danish dengan membimbing Shena duduk di bawah pohon rindang.
Shena yang sibuk dengan ponselnya tak memandang Danish. Dimana pria itu masih menatap intens ke arah istri dadakan nya.
"Cantik," gumam Danish dengan senyuman tipis.
Shena merasa bosan setelah melakukan scroll banyak aplikasi, tapi tidak menemukan hal menarik seperti biasanya. "Apa masih lama?"
"Tidak," Danish melirik ke arah jam di pergelangan tangan kirinya. "Itu dia, ayo."
Sebuah mobil terlihat memasuki halaman yang cukup untuk beberapa mobil minibus itu. Danish berdiri melambaikan tangan agar sopirnya menghampiri dirinya.
Ciiit!
"Silahkan, Tuan. Maaf sedikit lama, di depan sana ada kemacetan." lapor sang supir dengan membuka kaca mobil.
Danish hanya mengangguk, tangannya membuka pintu bagian belakang. "SheZa, ayo masuk!"
Mata gadis itu bersinar ketika penantiannya akhirnya usai sudah. Kini keduanya sudah memasuki mobil di kursi penumpang.
"Jalan, Pak Dimo!" titah Danish sembari mengambil paper bag di depannya.
Shena tak terlalu peduli apa yang dilakukan Danish, matanya terasa berat dan memilih memejamkan mata. Keheningan dengan laju mobil yang stabil semakin membuat gadis itu terbuai ke alam mimpi.
"Tuan,...."
"Kita langsung ke hotel tempat pertemuan saja!" titah Danish dengan senyuman penuh arti menatap istri dadakan nya.
Perjalanan ditempuh selama tiga puluh menit dari KUA dan mobil memasuki halaman Anderson Family Hotel. Satpam memberikan hormat ketika mobil sang pemilik hotel melintas menuju tempat parkir umum. Setelah mobil berhenti, Danish tak membangunkan Shena. Namun, pria itu dengan perlahan menggendong tubuh ringan sang istri untuk dibawa ke dalam hotelnya.
Seakan mendapatkan tempat baru untuk bermimpi. Shena mendusel ke dalam dekapan Danish dengan racauan yang sama sekali tak mengganggu pria itu. Sang sopir yang berjalan di belakang majikannya tersenyum melihat betapa Tuan Muda nya bersikap baik dengan gadis itu.
"Silahkan, Tuan." ucap sang sopir yang membantu menekankan tombol lift.
Danish masuk dengan menggendong Shena.
"Pulanglah! Kabari mereka, jika aku sudah ditempat pertemuan."
"Siap, Tuan."
Tiiing!
Pintu lift tertutup, membuat sang sopir berjalan meninggalkan lobi hotel. Sementara Danish sibuk mengamati lekuk wajah istrinya yang ternyata tidurnya seperti bayi.
Semoga kamu tidak terkejut nanti. Aku harap, pernikahan ini menjadi pernikahan pertama dan terakhir ku.~batin Danish menghela nafas.
Tiiing!
Lift kembali terbuka, membuat pria itu keluar lalu berjalan beberapa langkah ke depan hingga sebuah kamar president sweet ada di depannya. Tanpa menggunakan card member, pemindaian retina mata sudah cukup untuk membuka pintu.
Langkah kaki Danish memasuki kamar dengan aroma buah yang menyebar ke seluruh penjuru ruangan. Tujuannya adalah kamar utama dengan ranjang king size.
Perlahan Danish merebahkan tubuh Shena ke atas ranjang. Lalu membiarkan gadis itu menikmati mimpi indahnya kembali.
Satu jam kemudian,
Suara lenguhan terdengar membuat seorang pria yang baru saja selesai memakai jasnya menatap ke arah cermin dimana dari cermin ada pantulan seorang gadis dengan kedua tangan terentang ke atas.
"Bangunlah, SheZa!" pinta Danish, membuat gadis itu mengerjapkan mata dengan kesadaran setengah.
"Kenapa kamu rapi sekali?" tanya Shena mengamati penampilan suami dadakan nya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Danish mengambil paper bag di depannya. Langkah kakinya berjalan mendekati ranjang sambil menyodorkan paper bag itu ke Shena. ''Mandi, dan pakai ini! Aku tunggu,"
Shena menerimanya lalu membuka paper bag itu. Matanya biasa saja melihat gaun peach dengan mutiara itu. Tanpa jawaban, gadis itu turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi. Sedangkan Danish cukup tak paham kenapa gadis yang dikatakan suka memberontak justru terlihat menurut.
"Apa benar dia orangnya?" gumam Danish mengambil ponselnya lalu membuka gallery dimana ada foto seorang gadis yang memeluk boneka teddy bear.
Wajah yang sama dengan lesung pipi yang sama. Nafasnya tiba-tiba saja terasa sesak, tapi perjalanan hidup baru keduanya baru dimulai. Lamunannya cukup lama hingga tak menyadari jika Shena sudah berdiri di depan cermin dengan gaun pesanannya.
"Ekhem! Tuan, are you okay?" tanya Shena menatap cermin di depannya.
Danish tersadar, dan mengangguk. Sejenak menatap penampilan Shena yang natural tanpa make up pun tetap cantik.
"Ayo, kita turun!" ajak Danish bergerak dari tempatnya berdiri.
Keduanya meninggalkan kamar dengan tangan bergandengan layaknya pasangan baru. Shena bahkan tak sungkan memberikan senyuman terbaik. Tentu saja gadis itu merasa terbebas dari bayangan pernikahan aliansi.
Hidupku menjadi milikku. Selamat aku dari pernikahan dengan alasan perluasan bisnis. Sekarang, aku bisa bernafas lega.~batin Shena.
Pemikiran sederhana itu mendadak membeku. Ketika tatapan matanya tak sengaja bertemu dengan tatapan dua orang yang sangat di kenalinya.
"Daddy, Mama?" gumam Shena yang perlahan melepaskan tangannya dari lengan Danish.
Shena berhenti tepat di depan meja dimana orang tuanya berada dengan jarak tiga meter. Sedangkan Danish tetap berjalan maju menghampiri meja di degannya.
"Malam, Om dan Tante. Maaf membuat kalian menunggu lama." sapa Danish seraya mencium tangan kedua orang tua Shena.
Shena bisa melihat betapa dekatnya suami dadakan nya bersama kedua orang tuanya itu. "Bisa jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?!"
Pertanyaan Shena menyadarkan mereka untuk memberikan penjelasan pada gadis satu itu. Mama Shena berniat menjelaskan. Tetapi ditahan tangan suaminya. "Nak, Danish ini CEO yang kami bicarakan tadi pagi....,"
Jleb!
Perkataan sang daddy tak lagi dapat menerobos gendang telinganya. Semua semakin samar dengan pandangan kabur. Pikirannya tak lagi bisa menampung satu kebenaran yang sungguh riskan.
"Suami dadakan ku ternyata jodoh aliansi ku?" cicit Shena dengan tubuh limbung.
Danish yang melihat tubuh istrinya tak seimbang sigap berlari mendekat, lalu menangkap tubuh Shena yang langsung tak sadarkan diri.
"Suami dadakan ku ternyata jodoh aliansi ku?" cicit Shena dengan tubuh limbung.
Danish yang melihat tubuh istrinya tak seimbang sigap berlari mendekat lalu menangkap tubuh Shena yang langsung tak sadarkan diri.
"Shena!" Seru orang tua gadis itu serempak, tapi melihat sikap Danish yang sigap memberikan rasa syukur karena mereka telah memilih pasangan yang tepat untuk anak semata wayangnya.
Danish menggendong Shena, lalu mendudukkan gadis itu di sofa yang memang sudah menjadi tempatnya. Dibantu sang ibu mertua yang menyodorkan segelas air putih. Wajah cantik menjadi pucat pasi. Sudah pasti, istrinya terkejut. Akan tetapi, kebenaran tidak bisa disembunyikan. Hubungan yang baru dimulai harus berjalan di jalan yang lurus.
"Nak, apa tidak sebaiknya bawa ke kamar saja? Biar pembicaraan lebih aman." Ucap Daddy mertua yang ingin meminimalisir kejadian tak diinginkan, bagaimanapun mereka adalah keluarga terpandang. Jadi harus tahu tempat dan kondisi.
Danish mengangguk setuju, "Mari, kita pindah. Boleh kabari Bunda dan Ayah. Saya akan menggendong SheZa."
"Siapa SheZa?" tanya Mama Shena yang tidak paham, membuat Danish salah tingkah.
Rasa penasaran sang istri, membuat Daddy William menyenggol lengan wanitanya, lalu menggelengkan kepala. Dari nama awal saja sudah jelas. Jika SheZa panggilan kesayangan untuk putri mereka. Pertanyaan menjadi terabaikan, hingga keempat orang itu meninggalkan tempat pertemuan dan berjalan menyusuri lorong hotel.
Ntah kenapa lorong yang dilewati teramat sepi. Apa mungkin sudah dipesan oleh keluarga Danish? Sepertinya Daddy William lupa, kalau hotel itu milik keluarga Anderson. Perjalanan dari cafe ke kamar bulan madu hanya membutuhkan waktu lima menit karena menggunakan lift khusus dan menyusuri lorong istimewa.
Pintu kamar terbuka setelah Danish berdiri di depan papan pemindai retina, "Ayo masuk ke dalam, Ma, Dad."
Danish berjalan di depan karena harus segera membaringkan tubuh Shena yang masih saja tidak sadarkan diri. Lalu disusul Mama Melati, dimana wanita itu terpesona dengan interior tempat tinggal sang putri. Mewah, elegan dan juga rapi serta bersih. Meski kamar putrinya juga mewah, setidaknya kehidupan setelah pernikahan tidak akan berbeda jauh.
Sementara Daddy William tersenyum bahagia. Meski tidak bisa menjadi wali di saat putrinya melakukan pernikahan. Tetap saja, jodoh yang dia siapkan menjadi suami Shena. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Bukan hanya tentang fasilitas, tapi tentang keluarga besan yang sudah mendapatkan kepercayaannya.
Dimana Anderson dan Quinara yang menjadi orang tua sang menantu, juga merupakan sahabatnya. Siapa sangka akan meminang Shena untuk putranya yang bernama Danish. Meski dibalik perjodohan itu penyatuan kerja sama bisnis. Tetap saja kebaikan dan juga sifat penyayang keluarga Anderson tidak bisa diragukan lagi. Begitu juga dengan persahabatan mereka yang sudah seperti saudara.
"Kenapa Mama dan Daddy masih berdiri? Duduklah, aku akan buatkan teh dulu." Ucap Danish setelah menyelimuti Shena yang terbaring di tempat tidur mereka.
"Tidak usah, Nak. Mama ingin menemani Shena, saja." tolak Mama Melati, membuat sang menantu menganggukkan kepala tak ingin memaksakan.
Mama Melati berjalan menghampiri ranjang, membuat Danish membiarkan tanpa harus melarang. Saat istrinya tersadar, sudah pasti ibu mertua yang bisa menenangkan. Sembari menunggu, Daddy William malah mengajak menantunya untuk duduk di balkon. Mungkin saja tengah melakukan perbincangan antar sesama pria.
Rasa terkejut yang menyerang Shena, juga dirasakan oleh seorang wanita di belahan bumi lain. Dimana wanita itu menatap nanar ke arah foto yang baru saja, dia buka dari salah satu pesan tanpa nama. Foto yang memberikan kejelasan akan statusnya saat ini, sedangkan kilauan cincin di jemari tangan berkata lain.
Pria yang duduk bersama seorang wanita dengan wajah tertutup tengah duduk di depan pak penghulu dengan pulpen di tangan menandatangani buku nikah. Tentu saja, foto itu memancing emosinya. Bagaimana bisa, ada yang membuat lelucon seperti itu, tapi wajah pria itu adalah wajah calon suaminya.
"Aaarrrggghhh .... "
"Tidak! Ini pasti hanya lelucon. Aku percaya tunangan ku hanya mencintai diriku. Siapa yang bisa mengabaikan kecantikan seorang Tiara Fernando? Tidak seorangpun. Aku harus segera kembali ke Indonesia."
Wanita itu tak mau mengambil resiko. Cincin yang melingkar manis di jarinya menjadi haknya. Bukan wanita lain yang akan menjadi istri calon suaminya. Meski banyak yang mencoba untuk mendekati. Dia sendiri akan memastikan, semua pesaing hilang tanpa bisa memulai mengambil miliknya.
Tekad dari Tiara begitu menggebu-gebu dan tanpa memikirkan pekerjaannya yang masih harus tinggal di London selama seminggu lagi. Wanita itu segera berkemas dan tidak lupa memesan tiket pulang, sedangkan si pemberi pesan tersenyum penuh arti dan melaporkan pada sang bos. Jika pekerjaan sudah dilakukan sesuai perintah.
"Ay, kenapa terburu-buru? Bagaimana, jika putra kita tahu. Dia pasti akan marah, Aku tidak mau hanya karena hal ini. Justru menantu kita yang menderita.''
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!