"Ahhh aku ingin keluar."
Seorang wanita dengan baju kurang bahan itu tampak men*o*o* benda besar dan berurat itu dengan kencang.
"Keluar aja om, lagian Nadin juga udah gak sabar ingin lihat seberapa banyak cairan om," jawab Nadin mengecup dada om om itu.
Pria paruh baya yang usianya 20 tahun diatasnya itu tampak ingin mencium Nadin tapi Nadin menggeleng dan mempercepat apa yang ia lakukan.
"Ahhh."
*****
*****
*****
Akhirnya Om itu mengeluarkan banyak cairan dari bendanya. Nadin yang melihat itu hanya tersenyum dan menepuk dada om om itu.
"Kamu hebat Nadin. Lain kali aku akan memesan kamu lagi," ucap Om itu mengatur nafasnya.
Nadin menatapnya dan mengangguk, kemudian ia mengambil tisu yang ada di kamar hotel itu. Ia mengusap tangannya dan membersihkan cairan yang ada di benda itu.
"Boleh aja, asal bayarannya double. Tapi Nadin gak mau sampai Om masukin Nadin, kasihan Tante Laras," ucap Nadin mengambil handuk kimono yang ada di atas ranjang.
"Aku tahu," jawab om itu bangun dan mengecup kening Nadin kemudian mengambil handuk yang ada di tangan Nadin.
"Om coba deh, om itu setia sama Tante Laras. Tante Laras itu istri Om, yang sudah menemani Om hingga seperti saat ini. Om bisa berhasil karena dukungan Tante Laras. Jangan malah mencari kepuasan di luar seperti ini."
"Istri Om sudah tak memuaskan, Nadin. Om selalu kurang jika bercin** dengannya."
"Om harusnya sadar kalau Tante Laras itu bukannya gak memuaskan om. Tapi om aja yang gak mensyukuri apa yang sudah diberi. Tante Laras sudah capek ngurus rumah dan segalanya bahkan keperluan om semua diurus. Masa om mau menghianatinya?"
Om itu mengangguk dan akan berusaha untuk berubah. Tapi ia juga tak akan melupakan Nadin yang sudah mengingatkan hal ini.
"Oke Om akan coba. Tapi kita masih bisa bertemukan? Sebagai teman atau enggak sebagai anak dan ayah?" tanya Om Satriyo pada Nadin.
"Hahaha ayah dan anak, anak yang memuaskan bapaknya?" tanya Nadin tertawa.
"Tapi gak apa apa, Nadin mau mau aja. Asal om janji jangan kayak gini lagi," ucap Nadin dan dianggukkan oleh Om Satriyo.
Setelah selesai, Om Satriyo berlalu menuju kamar mandi sedangkan Nadin masih berada di atas kasur.
Jujur saja tangannya pegal harus meng**ok benda besar tadi. Oke kita sebut batang saja biar tidak gimana gitu.
"Kalau aja gue gak butuh duit," gumamnya menatap cairan yang sudah menempel itu dengan jijay.
Entah kenapa ia cepat sekali jijay pada cairan seperti itu padahal tadi ia menikmati saja.
Ceklek
Tak lama Om Satriyo keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah sama seperti tadi ia keluar rumah.
"Ouhh Om, gagah bat ya. Tapi sayang udah agak buncit, padahal Tante Laras masih seksoy banget."
"Loh jangan gitu dong Nad. Om mau memperbaiki semuanya nih sama istri Om."
"Iya iya. Om harus tetap Maco di hadapan Tante Laras. Biar Tante gak berani ngapa ngapain."
"Iya terima kasih sudah mau mengingatkan."
Om Satriyo mengambil sebuah cek dan memberikannya pada Nadin. Nadin yang melihat ada uang disana langsung tersenyum.
"Sengaja om lebihkan untuk biaya kuliah kamu," ucap Satriyo dan dianggukkan oleh Nadin.
"Makasih om. Tahu aja kalau Nadin masih punya tanggungan di kampus."
"Jaga diri kamu. Jangan sampai ada laki laki yang mengambil kesucianmu."
Nadin mengangguk, Om Satriyo memang sudah menjadi langganan Nadin sejak 7 bulan lalu. Mungkin mereka hanya akan bertemu 2 sampai 3 bulan sekali.
Setelah itu Om Satriyo pergi dari sana meninggalkan Nadin disana sendiri.
Nadin meletakkan cek itu di tas kecilnya kemudian ia berlalu menuju kamar mandi. Ia mengganti baju dan juga menyemprotkan parfum agar dirinya wangi.
Setelah selesai Nadin langsung pergi dari hotel itu, ia tak bisa lama lama meninggalkan Tina yang sendirian di kostnya. Bisa bisa ngamuk nanti dia.
***
***
***
Tinggalkan komen banyak banyak buat Tya semangat ngetiknya.
Nadin menyetop taksi dan pulang ke kostnya. Tapi belum juga sampai di kost, taksi yang ia tumpangi mogok.
"Alah di Bapak. Terus aku pulangnya gimana?" tanya Nadin pada Bapak itu.
"Ya nyetop taksi lain mbak."
"Lah bapaknya gak lihat ini tuh jalannya sepi banget. Giman kalau ada yang culik saya?"
"Gak ada kok mbak. Daripada nunggu sampai besok pagi. Kalau iya juga gak apa apa sekalian aja kita bermalam di taksi ini," ucap bapak taksi itu dengan senyum menawannya.
"Astaga pak. Ingat istri di rumah," ucap Nadin mengambil uang dari dalam tasnya kemudian memberikannya pada tulang taksi itu.
Setalah itu Nadin berjalan menyusuri jalan raya, hingga kakinya lecet karena ia memakai sepatu dengan hak tinggi.
"Nyusahin tahu gak nih sepatu. Tahu gini gue ikut Om Satriyo tadi," gerutu Nadin melepas sepatunya.
Bugh bugh bugh
Samar samar ia mendengar suara pukulan yang entah darimana munculnya. Ia melihat ada mobil di depan sana apa dari sana.
Nadin mendekat dan melihat dua seorang dikeroyok oleh preman preman disana. Takut sih iya, tapi hati kecilnya sebagai manusia berniat untuk menolongnya.
"Ya Tuhan tolong hambamu ini."
Idenya muncul dari saku jaketnya, hahhaha canda. Nadin mengeluarkan ponselnya dan membunyikan sirine polisi untuk membuat para preman itu kabur.
"Polisi woy kabur kabur."
Akhirnya para preman itu pergi meninggalkan kedua pria tampan itu. Kedua pria tampan itu dengan polos menatap Nadin.
"Halo Om."
Keduanya terkejut karena panggilan Om itu keluar dari mulut wanita yang sudah menolongnya ini.
"Terima kasih sudah menolong kami Nona," ucap salah satu dari mereka.
"Sama sama. Om yang satu gak mau terima kasih, saya sudah tolong loh," ucap Nadin menatap laki laki tampan dengan lebam di sudut bibirnya.
"Thanks."
"Dingin banget Om, awas nanti gak ada yang suka loh. Sayangkan tampan tampan kalau jomblo."
"Kenalkan saya Tian, Nona," ucap Tian mengulurkan tangannya.
Nadin yang mendapat uluran tangan itu langsung membalasnya dengan senang hati.
"Alus banget tangannya," batin Tian merasakan tangannya di pegang Nadin.
"Nadin, Om." Nadin menoleh ke arah laki laki yang berada di samping Tian.
"Dia Alex, orangnya emang seperti itu aslinya baik kok."
"Om Alex jangan dingin dingin nanti Nadin sama Om Tian beku," ucap Nadin dengan senyum cantiknya.
"Berhenti memanggilku om. Aku tidak menikah dengan bibi mu," tegas Alex yang membuat Tian menahan tawanya.
Alex berlalu menuju mobilnya meninggalkan Tian dan Nadin di luar mobil.
"Terima kasih ya, ini buat kamu."
Tian menerima uang untuk Nadin, tapi Nadin menolaknya.
"Uangku masih banyak Om, nanti kalau udah habis Nadin ngomong sama Om."
"Ya sudah kalau begitu.x
"Eits gak gratis ya om om berdua. Nadin gak mau kalian cuma ngomong makasih doang," ucap Nadin yang sepertinya akan ngelunjak untuk saat ini.
Alex yang mendengar dari dalam mobil itu hanya menahan senyumnya. Ada ada saja wanita ini pikirnya. Di beri uang tak mau tapi katanya gak gratis.
"Nona ingin apa?"
"Panggil aku Nadin, aku bukan majikanmu untuk kau panggil Nona."
"Oke Nadin, kau ingin apa?"
"Nebeng ya Om, Nadin capek jalan dari ujung sana nih lihat kaki mulus Nadin lecet semua. Nadin gak tahu mau minta tolong sama siapa lagi kalau bukan om om berdua. Nanti sampai di jalan besar, Nadin traktir es campur deh."
"Oh baiklah silahkan masuk saja, tak perlu mentraktir kami es itu."
Alex yang mendengar ucapan Tian itu kesal sendiri, kenapa malah membiarkan orang asing masuk ke mobilnya.
"Maaf ya Tuan Alex. Ini hanya bentuk terima kasih karena Nadin sudah membantu kita tadi."
"Hmm."
"Nadin di belakang ya sama Om ini."
Ingin rasanya Tian mencegahnya tapi Nadin sudah keburu masuk menggeser tempat duduk Alex.
"Ya sudahlah semoga Alex tidak marah."
Tian masuk ke dalam mobil itu dan mengendarai mobil itu ke jalan besar.
"Om berdua ini darimana sampai di hadang preman preman tadi?" tanya Nadin pada kedua orang ini.
"Tolong jangan panggil kamu Om, kamu tidak setua itu."
"Memangnya umur om berdua berapa?" tanya Nadin pada keduanya.
"27."
"Loh udah pantes jadi om Nadin tuh. Nadin aja baru 20 tahun kemarin, wah senang bisa kenalan sama om om tampan."
"Terima kasih Nona, tapi tolong jangan panggil kamu om lagi."
"Nadin suka panggil om."
Akhirnya Tian hanya pasrah tapi tidak dengan Alex yang menampakkan wajah masamnya.
Perjalanan mereka tak pernah sepi karena obrolan Tian dan Nadin. Tidak dengan Alex yang sedari tadi hanya diam tanpa mengeluarkan suaranya.
"Om Alex ngomong dong."
Diam, Alex hanya melirik sebenar kemudian kembali membaca buku yang ada di depannya.
"Om ayo ngomong. Jangan pelit pelit kalau ngomong tuh. Lagian cuma membalas pertanyaan Nadin gak akan buat suara om hilang," ucap Nadin mendekatkan dirinya ke arah Alex yang seakan menjaga jarak dengannya.
Tian yang melihat tingkah Nadin dari spion mobil itu hanya bisa tertawa dalam diamnya. Tian tahu Alex paling tidak suka yang namanya diganggu.
"Om om om."
"Om Alex ngomong dong."
Nadin terus saja mendesak tubuh Alex yang semakin mendekatkan pada pintu mobil.
Ckitttt
Tian menginjak rem mobil dengan mendadak membuat Nadin terhuyung ke depan karena tidak memakai sabuk pengaman. Alex yang melihat itu langsung menarik tubuh Nadin hingga membuat tubuh Nadin menghimpit tubuh Alex. Otomatis daa sintal nan besar milik Nadin juga menempel di kemeja Alex.
"Besar dan padat."
Alex menatap mata Nadin, begitupun dengan Nadin yang langsung menatap wajah tampan Alex.
Tatapan Alex beralih ke bibir merah milik Nadin yang sedikit terbuka. Ingin rasanya ia mencium bibir itu tapi Alex tahan.
****
****
****
Gini ya Lex sekiranya udah gak tahan tuh bilang, ntar Nadin bantu keluarin. Hahaha otak Tya gak polos kalau gini.
"Sorry sorry, tadi ada kucing di depan," ucap Tian pada kedua yang yang masih dengan posisi sangat inti* itu.
Alex langsung melepaskan pelukannya pada Nadin begitupun dengan Nadin. Tampaknya Nadin salah tingkah dengan apa yang dilakukan Alex tadi.
Laki laki itu bisa melihat jika wajah Nadin memerah bukan karena alergi tapi karena malu.
"Gak apa apa Om."
"Makasih ya Om Alex," ucap Nadin dan dijawab deheman oleh Alex.
"Pakai sabuk pengaman kamu," ucap Alex.
"Gak mau Om. Sesek," jawab Nadin.
Yah karena setiap ia memakai sabuk pengaman selalu saja dadanya ini terlihat sangat besar dan sesak karena tak bisa bernafas.
Alex yang tak mau dibantah itu langsung menarik sabuk pengaman dan memasangkannya pada Nadin.
Tanpa sengaja Alex menyentuh dada Nadin yang entah kenapa membuat seluruh tubuh Alex bergetar. Ada sensasi lain saat tangannya menyentuh dada Nadin itu.
"Om, udah puas pegang dada Nadin?" tanya Nadin dengan bisiknya.
Nadin yang dasarnya memang jahil langsung menghimpit tangan Alex dengan dadanya.
"Anget ya om?" tanya Nadin masih berbisik dengan senyum menggodanya. Tanpa sadar Alex mengangguk yang membuat Nadin tertawa pelan.
"Udah ih om, nanti om malah keenakan lagi sama Nadin."
Alex yang tersadar akan perbuatannya itu langsung melepaskan tangannya dari dada Nadin. Jika tadi Nadin yang salting kali ini Alex yang salting karena ucapan dan perlakuan Nadin.
Tak terasa mereka sudah sampai di jalan besar, mata Nadin langsung menatap keluar.
"Om berhenti om."
Tian yang sedang mengendarai mobil itu langsung menginjak rem mendadak lagi karena kaget. Untung pakai sabuk pengaman.
"Kenapa lagi Nad?" tanya Tian pada Nadin.
"Karena om berdua udah dengan baik hati memberi tumpangan Nadin. Jadi izinkanlah Nadin untuk mentraktir kalian makan malam."
"Tak usah Nad. Kita ikhlas, ya kan Lex?" tanya Tian dan dianggukkan oleh Alex.
"Gak ada penolak karena kalian sudah baik sama Nadin. Ya mau ya Om, kali ini aja. Anggap aja ini bayaran karena Nadin udah bantu kalian tadi," ucap Nadin dengan melas.
Akhirnya Alex yang tak tega melihat wajah Nadin itu langsung mengangguk dan menyuruh Tian untuk melakukan mobil itu dipinggir jalan dekat warung bakso itu.
"Emang kamu punya uang?"
"Punya dong Om, tadi baru dapet."
Tanpa banyak tanya Nadin dan kedua manusia tampan itu keluar dari mobil. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka dengan tatapan kagum. Cantik dan tampan mungkin itu yang ada dalam pikiran mereka.
"Bang bakso sama es campur 3 porsi ya. Gak pakek lama," teriak Nadin pada Abang Abang tukang bakso dan es campur itu.
"Siap Neng geulis."
"Ah Abang Bakso bisa aja. Nadin bawa pasukan nih, nanti kena bogem loh."
"Bercanda Neng."
"Sepertinya habis ini kita harus olahraga dengan ketat," ucap Tian yang hanya dibalas deheman oleh Alex.
Tatapan Alex masih mengarah ke Nadin, sebenarnya siapa gadis yang ada di depannya ini. Kenapa Nadin seperti memiliki aura tersendiri dalam tubuhnya.
Tak lama 3 porsi bakso dan air mineral yang sampai terlebih dahulu.
"Loh Bang, es campurnya udah ganti ya? Masa Nadin gak tahu kalau es campur udah ganti jadi aer minelar?" ucap Nadin yang menatap botol air itu.
"Mineral cantik," ralat Tian yang membuat Nadin menganggukkan kepalanya. Alex yang melihat reaksi Nadin itu tanpa sadar tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Bukan Neng, es campurnya Abang masih ada. Tapi belom buat, tunggulah bentar. Ini air buat minum kalau nanti mas mas sama Neng haus habis makan bakso."
"Nadin kira dah ganti."
Akhirnya Tian, Alex dan Nadin makan bakso yang ada disana. Sambalnya terserah mereka ada yang pedas dan tidak tapi Nadin harus ekstra pedas.
"Banyak banget sambalnya sampai kuahnya merah gitu?" tanya Tian yang membuat Alex ikut menatap mangkuk bakso Nadin.
"Bakso kalau gak pedes kayak kurang gitu, Om."
Tak lama es campur itu datang, Nadin yang memang sedang haus itu langsung mengambilnya satu dan meminumnya.
"Huhh seger bat, makasih ya Bang."
"Sama sama Neng."
"Kamu sudah sering ke warung ini?" tanya Alex pada Nadin.
"Sering om, disini murah tapi gak murahan kalau buat anak kuliahan macam saya," jawabnya dengan senyum kemudian memasukkan bakso itu ke mulutnya.
"Kamu kuliah?"
"Iya Om, napa?"
"Tak apa."
Mereka bertiga menghabiskan makanan mereka beserta es campur yang dijamin dari air matang asli bukan imitasi yang gak bisa di daur ulang.
"Kenyang juga."
Alex dan Tian sedikit bingung kenapa Nadin gak menunjukkan sikap anggunnya pada mereka. Apa Nadin tak tahu siapa yang sedang bersamanya ini atau bagiamana.
"Bang bakso... Mau bayar," teriak Nadin yang membuat telinga kedua laki laki itu berdengung.
Bang bakso langsung menghampiri mereka, dan menerima uang dari Nadin.
"Kembaliannya buat Abang aja. Hari ini Nadin baru dapat uang," jawab Nadin saat bang bakso ingin mengambil uang kembalian.
"Alhamdulillah terimakasih ya neng. Semoga rejeki Neng Nadin lancar jaya kayak jalan toll," ucap bang Bakso dan dianggukkan oleh Nadin.
"Jalan tol aja ujungnya Bang," ucap Nadin menimpali.
Mereka tertawa dengan ruang, hingga akhirnya ketiganya kembali ke mobil dan menjalankan mobil itu menuju kost Nadin.
****
****
****
Komen banyak banyak ya kawan kawan......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!