"Na Iseul! Di mana kau?!"
Se orang gadis ber usia 20 tahun ter lihat marah. Ia me masuki ruang kelas yang di hadiri oleh banyak mahasiswa yang me musat kan per hatian nya ke pada gadis itu. Namun, gadis itu tak peduli. Karena tujuan nya ada lah men cari se seorang yang sudah me mancing emosi nya saat ini.
"Hei, Cha Yeon Hee di mana sahabat mu itu, huh?!"
Gadis yang baru saja di ajak bicara oleh si pe marah itu langsung panik. Namun, ia ber usaha untuk men jaga ekspresi nya agar tak di ketahui oleh lawan nya.
"Aku tidak tahu."
"Mustahil! Kau sahabat nya!"
"Bukan hanya aku sahabat nya, Cha Chaeyeon!"
Gadis ber nama Chaeyeon itu men decih. "Bela saja sahabat mu itu. Ingat ya, saat dia muncul, akan ku hancur kan wajah nya itu!"
"Hei Cha Chaeyeon! Tak bisa kah kau ber henti ber tengkar dengan Iseul?" tegur lelaki yang sedang duduk di meja nya.
"Tutup mulut mu, Min Jin! Aku tak akan ber tengkar dengan nya jika ia tidak me rebut Hyunsook-ku!"
Yeon Hee men seringai. "Hyunsook-mu? Ber henti ber khayal, Chaeyeon. Hyunsook hanya mantan ke kasih mu. Ku tekan kan sekali lagi, hanya mantan ke kasih mu."
"Tapi kami masih dalam hubungan khusus. Mungkin se bentar lagi kami akan kembali ber sama jika sahabat mu itu tidak mengacau!"
"Sudah lah. Se baik nya kau kembali ke jurusan mu, Chaeyeon. Kau hanya mem buat keributan di sini!" omel lelaki yang lain.
"Tapi-"
"Jangan me lawan ku. Aku ada lah ketua eksekutif mahasiswa di sini. Jika kau mau, aku bisa saja meng usir mu dengan cara tidak hormat."
"Slay Fidel Jung!" seru Min Jin sambil ber tepuk tangan.
Chaeyeon men dengkus kesal. "Aku akan kembali nanti!" Kemudian ia pun me langkah keluar dari kelas ter sebut.
Yeon Hee meng hela napas lega. "Terima kasih, Fidel."
Fidel meng angguk. "Bisa kah ke kacau an ini tidak ter jadi lagi? Kau harus me negur Iseul, Yeon Hee. Kau tahu bah kan teguran ku tidak mempan."
Yeon Hee meng angguk. Kemudian ia meng ambil ponsel nya dan meng hubungi si biang kerok keributan yang baru saja ter jadi.
'Yo!'
"Hei! Kau di mana keparat?!" teriak Yeon Hee.
'Ber kencan dengan Hyunsook lah! Apa lagi?'
"Chaeyeon baru saja datang kemari. Dia benar-benar marah."
Iseul ter tawa di seberang sana. 'Bukan kah sudah biasa?'
Yeon Hee meng hela napas. "Ber henti men cari gara-gara dengan nya. Kelas kita ter ganggu karena per masalah an kalian ber dua."
'Yeon Hee, listen to me. Di mana letak kesalahan ku? Hyunsook me nyukai ku, bukan diri nya. Aku juga tidak bisa me nolak lelaki setampan dia. Lantas kenapa aku yang di salah kan?'
"Aku tidak menyalahkan mu, tetapi kita ber dua tahu siapa pria yang kau sukai."
Iseul meng hela napas. 'Jangan mem bahas nya lagi.'
"Kau ingin me lupa kan nya? Men jadi kan Hyunsook pelarian mu?"
'Bukan pelarian. Aku hanya men coba agar aku benar-benar bisa me nyukai nya.'
"Tidak bisa kah kau cari lelaki lain? Se tidak nya jangan Hyunsook. Kita tahu Cha Chaeyeon tak kan mudah me nyerah."
'Hyunsook me milih ku, Yeon Hee. Terima saja.'
"Terserah apa kata mu. Yang penting, aku tidak ingin meng urus jika Chaeyeon me ngacau ke kelas kita lagi."
'Okay-okay baik lah.'
"Ku tutup dulu. Jika kau ingin mem bolos, pasti kan kali ini tidak ketahuan oleh tuan rumah mu."
'Jangan khawatir.'
Yeon Hee me nutup panggilan ter sebut. Kemudian ia meng hela napas berat. Andai Iseul bukan sahabat nya, ia tak akan mau ter libat urusan yang cukup me musing kan seperti ini.
Sedang kan di seberang sana, tepat nya di sebuah kafe, Iseul sedang meng usap wajah nya gusar. Frustrasi.
"Yeon Hee me ngata kan apa?"
Iseul meng geleng. "Hanya men ceramahi ku seperti biasa."
"Sudah se pantas nya dia me lakukan itu."
Iseul men dengkus. "Lalu siapa yang menyarangkan ku me laku kan ide ini? Jawab aku, Hwang Yena!"
Gadis yang duduk di seberang Iseul ter tawa. "Aku hanya ber canda, Iseul. Don't be so serious!"
Iseul meng hela napas. "Aku me rasa ber dosa, Yena. Mem per main kan Hyunsook, mem bohongi Yeon Hee. Tidak kah aku jahat?"
"Ber arti aku juga jahat?" tanya Yena.
Iseul meng angguk cepat. "Ya, tentu saja kau juga jahat. Kau yang mem beri ku ide gila ini."
Lagi, Yena ter tawa karena nya. "Iseul, apa yang kau khawatir kan? Hyunsook tahu rencana kita. Hyunsook setuju men jadi ke kasih bohongan mu. Kita hanya tidak mem beri tahu Yeon Hee. Kau tahu ia pasti akan menentang ini."
"Tapi Hyunsook me nyukai ku, Yena. Kita semua tahu itu. Walau pun Hyunsook setuju, tapi aku me rasa tidak enak pada nya."
"Tentu saja kau harus tidak enak pada nya. Kalau tidak, arti nya kau tidak tahu diri."
"Hwang Yena!"
Yena lagi-lagi ter tawa. Ber beda dengan Iseul yang mengerucut kan bibir nya karena kesal.
Yena dan Yeon Hee ada lah sahabat Iseul sejak sekolah me nengah pertama. Mereka selalu ber sama, tetapi harus ter pisah jurusan saat kuliah. Tidak juga. Iseul masih satu jurusan dengan Yeon Hee yaitu jurusan hukum, sedang kan Yena ber ada di jurusan yang ber beda yaitu jurusan psikologi.
Saat kecil, Iseul memang tak punya teman, tetapi setelah masuk sekolah me nengah pertama, di sana lah ia ber temu dengan Yeon Hee dan Yena hingga mereka men jadi sangat akrab sampai sekarang.
Yeon Hee dan Yena sangat ber beda. Yeon Hee lebih ke tipikal serius dan pe marah, sedang kan Yena lebih ke tipikal santai dan suka ber canda. Maka dari itu, Iseul akrab dengan Yena ke timbang Yeon Hee karena Yena bisa mem buat nya lebih nyaman.
Jadi jangan heran jika Iseul lebih sering ber cerita ke-Yena ke timbang dengan Yeon Hee.
Tiba-tiba ponsel Iseul ber dering. Ter tera nama seorang pria yang ber hasil mem buat jantung Iseul ber degup kencang.
"Siapa? Pria dewasa mu?"
Iseul meng angguk mem benar kan. "Harus kah ku angkat?"
"Tentu. Siapa tahu penting."
Iseul me narik napas untuk meng hilang kan kegugupan nya dan meng embus kan napas per lahan. Kemudian ia segera men jawab panggilan ter sebut. "Halo?"
'di mana?' kata se seorang di seberang telepon.
"A-aku masih di kampus."
'Kapan pulang?'
"Entah lah, mungkin sebentar lagi."
'Mau, ku jemput?'
Iseul meng geleng walau pun si penelpon tak kan bisa me lihat nya. "T-tidak perlu. Aku pulang dengan Hyunsook!"
Yena meng angguk-angguk kan kepala nya. "Benar, kata kan seperti itu."
'Baik lah.'
Panggilan di putus secara se pihak dari si penelpon.
Iseul meng hela napas. "Akan kah aku ber hasil? Apa kah ia cemburu?"
Yena tampak ber pikir. "Hmm ... aku tidak bisa me nebak hanya dari pem bicaraan kalian tadi. Nada bicara pria dewasa mu memang selalu datar. Tipikal orang yang susah di tebak."
Iseul me ringis. "Untuk apa kau kuliah psikologi kalau kau tidak bisa me nebak?"
"Hei! Aku baru kuliah semester satu, bodoh! Tidak se cepat itu bisa me nguasai ilmu psikologi!" omel Yena.
"Iseul!"
Se buah suara meng interupsi pem bicaraan kedua sahabat itu. Mereka sama-sama me noleh ke sumber suara. Seorang lelaki ber paras tampan ber jalan meng hampiri meja mereka.
"Maaf aku mem buat mu me nunggu lama. Tadi ada rapat eksekutif mahasiswa."
Iseul ter senyum seraya meng angguk kan kepala nya. "Tidak masa lah, Hyunsook. Lagi pula aku di temani Yena."
Hyunsook ikut ter senyum. "Kita pulang sekarang?"
"Oke." Iseul me masang tas di lengan nya. Lalu ia me natap Yena. "Kau langsung pulang?"
"Se bentar lagi Yeonjin akan kemari. Kalian duluan saja," jawab Yena.
"Memang nya aku menawari mu tumpangan?"
Yena me ringis. "Awas saja kau, Na Iseul!"
Iseul ter tawa. Ia segera ber diri lalu ber pamitan dengan Yena. Se telah itu, diri nya dan Hyunsook pulang menaiki mobil Hyunsook.
"Apa rencana kita hari ini?" tanya Hyunsook sambil fokus me nyetir.
"Karena se bentar lagi malam, aku akan meng ajak mu singgah ke rumah dan ikut makan malam," jawab Iseul.
"Benar kah? Aku di ajak makan malam? Wah, kebetulan aku sangat lapar."
Iseul ter tawa. "Kau benar-benar jujur, Choi Hyunsook."
"Bukan kah itu lebih baik?"
Iseul meng angguk. "Tentu saja. Aku suka lelaki jujur."
Hening. Se ketika Iseul ter sadar akan ucapan nya. Aish, lagi-lagi aku seperti mem beri harapan kepada Hyunsook.
Bersambung ....
Sekali-kali aku buat novel latarnya di Korea, hehe.
Akhir nya mereka sampai di rumah Iseul. Ke dua nya turun dari mobil Hyunsook dan me langkah masuk ke dalam rumah besar ter sebut.
"Selamat datang, Nona Na," sapa para pelayan sembari me nyambut ke datang an Iseul.
Iseul meng angguk. Lalu ia me lingkar kan tangan nya di lengan Hyunsook dengan mesra. "Di mana tuan Na?"
"Tuan Na sedang ber ada di ruang makan."
'Pas sekali!'
"Terima kasih, Bibi." Iseul me narik lengan Hyunsook dan mem bawa le laki itu me masuki ruang makan.
Dan benar saja, di sana sudah ada pria dewasa ber paras tampan sedang duduk dan tampak sibuk ber kutat dengan note book milik nya.
"Kau belum makan, Paman?" tanya Iseul.
Men dengar suara itu, pria dewasa itu me noleh ke sumber suara. Ekspresi nya datar, seperti manusia yang tak me miliki minat dalam hal apa pun. "Me nunggu mu."
"O-oh ...." Sem burat merah muda muncul meng hiasi pipi chuby gadis ber usia 20 tahun itu, tetapi buru-buru ia meng geleng kan kepala agar hati nya bisa ber kompromi dengan otak nya sekarang.
"Selamat malam, Kak Min-ho," sapa Hyunsook sambil mem bungkuk sopan. Dia me manggil Kakak karena usia mereka hanya ter paut 11 tahun.
Yap, memang hanya Iseul yang me manggil nya paman.
"Hm," jawab pria itu yang tak lain adalah Na Min-ho.
"Paman, aku ingin meng ajak Hyunsook makan malam ber sama kita. Apa boleh?" pinta Iseul.
"Ter serah," jawab Min-ho tanpa meng alih kan per hatian nya pada layar note book milik nya.
"Terima kasih, Kak."
Iseul me narik lengan Hyunsook dan meng ajak nya untuk duduk. Mereka ber dua duduk tepat di seberang Min-ho.
"Mari kita makan, Paman," ajak Iseul saat me lihat Min-ho masih fokus pada note book milik nya.
"Iya." Min-ho me letak kan note book-nya kemudian mulai me nyantap makanan nya.
Iseul dan Hyunsook saling me lirik sekilas, lalu ke dua nya ikut me nyantap makanan yang ada di atas meja.
"Kak Min-ho, bagai mana Anda bisa men jadi pengusaha yang sukses?" tanya Hyunsook, men coba untuk ber basa-basi.
"Takdir," jawab Min-ho se ada nya.
"Ah ...." Hyunsook ter tawa pelan. "Luar biasa. Aku se lalu mengagumi mu, Kak. Setiap Kakak muncul di-TV, aku me lihat aura Kakak begitu ter pancar. Aku me ngira pasti banyak wanita yang me nyukai Kakak."
Min-ho tak meng gubris Hyunsook. Dia masih me nyantap makanan nya dengan tenang.
Hyunsook me lirik Iseul dan tentu di balas oleh Iseul. Kedua nya tampak ke bingung an dan me mikir kan strategi se lanjut nya.
"Paman, apa kah kau tidak ingin ber bagi tips kepada Hyunsook? Dia ada lah mahasiswa manajemen. Setelah lulus nanti, mungkin ia akan men jadi pengusaha seperti Paman," ucap Iseul.
"Aku tidak punya tips apa pun," jawab Min-ho datar.
Iseul men dengkus kesal. Sedang kan Hyunsook semakin merasa canggung dengan suasana ini. "Paman, jangan seperti itu. Jangan men diaminya," tegur Iseul tidak suka.
Min-ho me natap tajam ke arah Hyunsook hingga mem buat lelaki itu se dikit takut. "Kau merasa tak ku hargai?"
Hyunsook meng geleng kaku. "T-tidak!"
"Maka urusan selesai." Min-ho ber anjak dari kursi nya dan me langkah pergi.
"Paman! Kau mau ke mana?" tanya Iseul.
"Tidur," jawab Min-ho se belum ia benar-benar keluar dari ruang makan.
Iseul meng hela napas. Min-ho benar-benar susah di tebak. Rasa nya selama ini usaha nya sia-sia saja.
Namun, Hyunsook mem beri ke kuat an pada Iseul. Ia meng usap bahu Iseul dengan lembut dan me natap nya hangat. "Jangan me nyerah. Usaha kita masih per mulaan."
Iseul me rasa beban ber salah nya ke pada Hyunsook semakin besar. Lihat lah lelaki ini, be gitu baik ke pada Iseul. Pada hal Iseul selama ini hanya me manfaat kan nya. Walau pun Hyunsook sendiri mengetahui hal itu.
Se telah makan, Iseul mengantarkan Hyunsook sampai ke depan rumah.
"Terima kasih atas makan malam nya," ucap Hyunsook sambil ter senyum.
"Aku yang se harus nya ber terima kasih," balas Iseul.
"Kita akan ber usaha lebih keras lagi. Oke? Jadi jangan me nyerah."
Iseul me masang wajah cemberut. "Kau mem buat ku ter haru, Choi Hyunsook!"
Hyunsook ter tawa lalu meng usap kepala Iseul gemas. "Aku pulang dulu."
Iseul meng angguk. "Hati-hati, ya?"
Hyunsook me naiki mobil nya. "Sampai jumpa besok, Iseul. Selamat malam."
"Hm ... selamat malam, Hyunsook."
Hyunsook pun pergi. Se telah memastikan Hyunsook sudah tak ter lihat dari area rumah nya, Iseul segera masuk ke dalam rumah nya.
"Apa hubungan mu dengan nya?"
"Astaga!" pekik Iseul kaget. Ia meng usap dada nya saat di kaget kan oleh ke hadir an Min-ho yang muncul tiba-tiba dari balik pintu rumah.
"Ku tanya, apa hubungan mu dengan nya?"
"Tentu saja ke kasih, apa lagi?"
"Benar kah? Kau yakin kalian benar-benar men jalin hubungan?"
Iseul me rotasi kan bola mata nya. "Apa maksud mu, Paman? Tentu saja kami benar-benar men jalin hubungan!"
"Se cepat itu?"
Iseul me ngernyit bingung. "Apa?"
Min-ho meng hela napas. "Se cepat itu kau me lupa kan perasaan mu ter hadap ku?"
Iseul ter diam. Tunggu se bentar. Apa kah dia ... cemburu?! "Kau cemburu?"
Min-ho me nyeringai. "Cemburu? Memang nya aku me miliki perasaan lebih ter hadap mu?"
Seperti nya sebuah pisau sedang me nancap di dada Iseul saat ini. Ia benar-benar ter tohok.
"Ingat, Iseul. Sejak aku bawa kau tinggal di sini, kau sudah ku anggap sebagai adik ku sendiri. Jadi, jangan ber harap lebih."
Double kill untuk Iseul malam ini. Se telah ber hasil me nyakiti perasaan Iseul, Min-ho pun me langkah pergi me ninggal kan Iseul yang masih me matung di sana.
Sakit hati? Tentu saja. Na Iseul bukan tipe perempuan tahan banting.
Tapi, meng ingat perasaan nya begitu besar kepada Min-ho, rasa nya jika me nyerah begitu saja ter dengar menyedih kan. Lagi pula Iseul punya sahabat dan Hyunsook yang selalu men dukung nya.
"Benar, Na Iseul! Jangan me nyerah dengan perasaan mu!"
Bersambung ....
Bagai mana cerita nya se orang gadis cantik ber usia 20 tahun ber nama Na Iseul tinggal di rumah pria dewasa yang rupawan ber nama Na Min-ho?
Semua nya ber awal dari per temuan mereka 10 tahun yang lalu, di saat Iseul masih meng injak usia 10 tahun di sebuah taman.
Iseul di ganggu oleh se kelompok anak laki-laki. Bahkan ia hampir di lempari bola. Untung saja Min-ho cekatan dan ber hasil me nangkap bola ter sebut se belum me ngenai wajah cantik Iseul.
Canggung, tentu saja. Itu yang Iseul rasa kan. Ia jarang ber interaksi dengan orang asing. Karena ya, kalian sudah tahu kan bagai mana latar belakang keluarga nya? Jauh dari kata baik.
Untuk men cairkan suasana, Min-ho men coba ter senyum dan ber sikap hangat kepada gadis kecil itu. Asal kalian tahu, Min-ho sangat jarang ber sikap seperti itu. Dia ber ubah men jadi pangeran es semenjak kepergian kedua orang tua nya.
Min-ho ber hasil men cair kan suasana. Gadis kecil itu tampak ter senyum kepada Min-ho walu pun di paksa kan. Dia pun meng ajak Iseul kecil ke kedai es krim untuk menenang kan hati gadis kecil itu. Min-ho tahu, dari wajah nya ter lihat jelas gadis kecil itu punya banyak masalah.
Awal nya Iseul kecil memang tidak mau ter buka. Namun, Min-ho men coba me laku kan se suatu yang lain. Dia men cerita kan hal-hal yang lucu ke pada Iseul kecil hingga akhir nya gadis kecil itu ter tawa pelan.
Sungguh, ini bukan ke ahli an Min-ho. Namun entah kenapa, dia dengan mudah nya me lakukan hal ini. Mungkin karena dia sedang ber hadapan dengan anak kecil. Dia tak mungkin mengasari anak kecil bukan?
Akhir nya Iseul kecil mau men cerita kan tentang apa yang meng ganggu pikiran nya, semua pen deritaan yang di alami gadis kecil itu. Min-ho men dengar kan dengan saksama, dan entah me ngapa hati dingin nya merasa ... ter sentuh?
"Tinggal lah ber sama ku."
"A-apa?"
"Aku bisa me nafkahi mu, Iseul. Aku tinggal se orang diri---tidak, maksud ku aku tinggal ber sama para pekerja di rumah ku. Kau bisa tinggal di rumah ku. Aku akan menyekolahkan mu."
Iseul kecil mengerjapkan mata nya. "P-paman sedang ber canda?"
Min-ho tersedak. Tidak, bukan karena dia sedang ter telan se suatu, tetapi karena baru saja Iseul kecil me manggil nya paman. "Apa wajah ku setua itu?"
Iseul kecil meng geleng. "Tapi aku yakin usia kita ber jauhan."
"Berapa usia mu?"
"Sepuluh tahun."
Min-ho ter kekeh pelan. "Hanya beda sebelas tahun."
Iseul kecil me ngernyit. "Hanya?"
"Aku baru dua puluh satu tahun, Iseul. Baru menyelesaikan pendidikan strata satu."
Iseul kecil ter sentak kaget. "P-paman lulus secepat itu?"
Min-ho me ringis. "Aku ini jenius, dan ber henti me manggil ku paman."
"Tapi di umur dua puluh satu tahun, se seorang masih duduk di bangku kuliah."
"Tahu apa kau soal kuliah, anak kecil?"
"Tetangga ku juga ber usia dua puluh satu tahun, dan dia baru dua tahun kuliah."
"Sudah ku katakan bahwa aku ini jenius."
Iseul kecil meng angguk. "Baik lah ...."
"Jadi, apa kau mau me nerima tawaran ku?"
Iseul kecil ber pikir sejenak. "Apa aku akan di pe kerja kan?"
"Aku sudah punya banyak pelayan."
"Apa aku akan men jadi simpanan mu?"
Min-ho ter sedak lagi. "A-apa? Bagai mana mungkin aku men jadi kan anak kecil sebagai simpanan ku?"
Iseul kecil me nunduk. Meng geleng lemah. "Ayah ku sering men jual ku ke paman-paman."
"Apa?!"
Iseul kecil meng angkat kepala nya kembali, lalu ter senyum. "Tenang saja. Aku masih aman. Setiap ayah ku me lakukan itu, aku selalu ber hasil kabur."
Min-ho meng hela napas lega. Di usap nya kepala Iseul kecil dan tanpa sadar telah mem buat pipi gadis kecil itu me merah. "Per jalanan mu masih panjang, Iseul. Tinggal lah ber sama ku. Kau butuh sekolah, butuh tempat tinggal yang aman. Kau punya masa depan aku akan mem bantu mu."
Iseul kecil me natap wajah Min-ho yang tampak sangat serius. Tentu saja ia sangat ingin me nerima tawaran dari Min-ho. Tapi ada se suatu yang meng ganggu pikiran nya. "Paman."
Min-ho men desis karena Iseul kecil masih saja me manggil nya paman. "Hm?"
"Boleh aku tanya, me ngapa kau me lakukan ini? Bukan kah ini terlalu jauh? Kita bahkan baru me ngenal."
Min-ho ter diam sejenak. Kemudian dia kembali ter senyum. "Aku hanya ingin mem bantu mu. Aku punya kelebihan, dan aku ingin ber bagi."
"Benar kah hanya itu?"
"Lalu kau ingin apa? Ingin aku me ngatakan kalau aku me nyukai mu?"
Pipi gadis kecil itu kembali me merah.
"Itu tidak mungkin, Iseul."
Iseul kecil ter senyum kecut. "Benar." Ia ter tawa setelah mengatakan itu.
"Jadi bagai mana? Kau me nerima tawaran ku?"
Kali ini Iseul kecil tidak bisa me nolak. Lagi pula tinggal di rumah nya yang lama sama saja dengan bunuh diri.
"Tapi bagai mana aku mem beri tahu ayah dan ibu ku?"
"Tak perlu khawatir. Aku akan me nyuruh paman Cha menyelesaikan semua nya.
"Paman Cha?"
"Pengawal yang selalu ku anggap seperti ayah ku sendiri."
Iseul kecil meng angguk me ngerti. Ia me lihat Min-ho ber diri dari kursi nya dan meng ulur kan tangan nya pada Iseul. "Mari pulang ke rumah ku," ajak nya.
Iseul kecil ter senyum dan me nyambut tangan Min-ho. "Terima kasih, Paman."
Ber sambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!