Dentuman suara musik DJ dari sebuah klub sudah terdengar tak asing di telinga David. Hampir setiap malam ia menghabiskan waktu di klub ini hingga pagi nanti. Mabuk -mabukkkan, bersenang -senang dengan perempuan malam sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
David memang terkenal seorang playboy yang tak pernah setia dengan satu wanita. Pacarnya sangat banyak, dan semua hanya ia permainkan sesuka hatinya. Kalau sudah bosan ya ia tinggalkan begitu saja, dan mencari yang lain.
Hidupnya terlalu bebas dan tak punya beban, hingga David merasa tak punya tanggung jawab.
"Hai Bro ... Tumben masih sore sudah datang?" tanya Ben salah satu barista terkenal di klub itu.
"Bosan di rumah. Lebih baik kita bersenang -senang di sini," ucap David santai.
"Mau minum apa? Biasa?" tanya Ben dengan suara keras. Ia takut suaranya tenggelam dnegan suara musik DJ.
david hanya mengangguk kecil Pandangannya mulai mengedar. Ia sengaja tak menelepon pacar -pacarnya, ia sedang bosan dan ingin mencari wanita baru yang bisa di ajak bersennag -senang.
Ben meletakkan satu gelas koktail pesanan David.
"Ada DJ baru Bro. Cantik dan sexy," ucap Ben berbisik sambil menunjukkan David ke arah gadis itu berada.
David menatap ke arah yang di tunjukkan Ben. Seorng gadis mungil, dengan rambut di kepang dua dan memakai topi hitam. Pakaiannya memang sangat sexy. Di tempat seperti ini ia hanya memakai bikini dan rok super duper pendek sekali. Semua mata telanjang para lelaki hidung belang sudh mengincar gadis ini. Namun, belum ada berhasil.
"Wuidih ... Cantik banget. Virgin?" tanay David pelan.
Ini salah satu ciri khas David, selalu menginginkan yang virgin dan bukan barang bekas memangnya sumur umum, bisa di pakai bersama -sama. Tapi selama ini, memang belum ada wanita virgin yang ia temui.
"Ya. Dia masih virgin. Kemarin Bos besar Seto menginginkan dia, berani bayar satu milyar tapi di tolak. Dia bilang, kau kira aku wanita murahan yang mudah di ajak tidur?" tawa Ben keras mengikuti ucapan gadis itu semalam.
"Tadi malam sudah ada? Aku tak melihatnya?" tanya David pelan dengan pandangan tak lepas pada wajah cantik milik gadis mungil tersebut.
"Ada. Kau kan sibuk dengan siapa? Bella atau Merry? Aku lupa," tanya Ben tertawa. Ia tak hapal satu pe satu wanita milik David. Karena memang sangat banyak, dan semua perempuan itu berharap untuk di aak serius oleh lelaki tampan ahli waris dari Baskoro group.
Tatapan David tajam ke arah Ben.
"Aku bersama Maura tadi malam," jawab DAvid singkat.
"Ah ... Ya, Maura. Apa resepnya bisa banyak wanita seeprti itu. Aku saja satu, tak habis -habis," ucap Ben tertawa kembali.
Bukan tak mau menjadi seorang David yang bisa membayar semuanya dengan uang yang ia miliki. Tapi, bagi Ben kesetiaan dan ketulusan itu sangat penting.
"Uang. Semua perempuan suka bau uang. Kita kasih uang, mereka pasti nurut. Apapun permintaan kita pun dia mau, asala ada uang," ucap David dengan sedikit sombong.
"Taruhan untuk Tiwi. Dia wanita yang sama atau tidak, seperti wanita -wanitamu lainnya. Mau taruhan?" tanya Ben kepada David.
David melirik kembali ke arah Tiwi, gadis mungil DJ baru itu.
"Mobil sport buat kamu, kalau sampai yang namanya David tidak bisa meluluhkan gadis itu. Jangan panggil David!!" tawa David semakin sombong.
Semua wanita yang di dekati olehnya selalu luluh, tentu wanita mungil yang berprofesi DJ itu juga akan mudah di dapatkannya.
"Satu bulan. Dia di sini hanya di kontrak satu bulan. Kau bisa?" tanya Ben memastikan.
"Bisa. Itu gampang sekali. Apalagi hanya satu bulan. Habis di pakai tentu tak akan ketemu lagi, apalagi minta tanggung jawab," tawa David semakin keras menggelegar.
"Main cantik dong Bro. Jangan tanam benih dimana -mana," ucap Ben mengingatkan.
"Bedebah ... Biarkan saja, aku menikmati, mereka pun puas menikmati," jawabnya santai.
"Bukan itu. Kau tidak berpikir jauh? Jika suatu hari beberapa wanita mu ternyata mengandung anakmu dan melahirkan, lalu apa yang akan kau lakukan? Jika mereka meminta pertanggung jawabanmu?" tanya Ben pelan.
David melotot. Ia paling tak suka ada yang menasehatinya. Apalagi soal hidup. Jangan ada yang berani memberikan apapun bentuk nasehatnya.
David segera berdiri dan berjalan ke arah Tiwi. Usianya memang masih terlihat belia di bandngkn dirinya yang sudah menginjak usia kepala tiga.
Dengan santai David duduk di sebelah Tiwi yang sibuk memainkan ponsel. Kacamata hitamnya sedikit ia turunkan untuk melihat perempuan yang ada di sebelahnya.
"Namaku David," ucap David pelan sambil memesan minuman lagi.
Tiwi diam dan tetap fokus pada ponselnya.
"Mau pesan minum? Aku yang traktir," tanya David kembali. Ia terus mencari celah untuk bisa berkenalan dan lebih dekat dengan Tiwi.
Lagi -lagi gadis mungil itu hanya diam. David yang arogan merasa di abaikan. Ia paling tak suka di abaikan oleh siapa pun, mau pria atau wanita.
Ponsel Tiwi di rebut dan di banting ke lntai. Nafsu amarah David sudah tak terbendung lagi. Gadis itu melirik ke arah David dan tersenyum kecut.
"Beraninya sama perempuan? Gak punya malu!!" ucap Tiwi ketus.
"Jaga mulutmu Nona. Aku sudah baik -baik bicara padamu, tapi kau mengabaikan aku. Kau tidak kenal siapa aku?' teriak David mulai lantang.
David bangkit berdiri dari duduknya dan menunjukk kesal ke arah Tiwi.
"Apa peduli ku? Aku tidak pernah tahu siapa kamu?" ucap Tiwi ketus.
Tiwi bangkit berdiri dan akan pergi dari tempat itu menuju ruangan DJnya. Tangan Tiwi di tarik oleh David danTiwi berusaha menghempaskan tangan kekar itu. Tiwi berontak tapi tidak berteriak.
Percuma saj teriak, ini klub, tidak akan ada yang membantunya walaupu mereka thu Tiwi seorang DJ.
Dengan cepat, David menggendong gadis mungil itu ala bridal style. Ia hanya memberikan kode pada pegawai klub untuk menyiapkan kamar VIP yang biasa di pakainya.
Tiwi terus memukul dada David, tapi kekuatannya tidak penuh, paling hanya lima puluh persen dari ketahanan tubuh David.
Sesampai di kamar VIP. David melempar tubuh Tiwi ke atas kasur yang empuk. Pintu kamar sudah terkunci otomatis.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Tiwi dengan suara keras.
"Aku ingin tubuhmu!!" jawab David singkat. David sudah membuka kancing kemejanya dan di lempar ke sembarang arah. Lalu kaos dalamnya pun sudah terlepas dari tubuh kerennya. Bulu -bulu dadanya yang tipis membuat tubuh kekar itu semakin terlihat macho.
"Berhenti!! Jangan macam -macam!!" teriak Tiwi yang mulai cemas. Dirinya tentu dalam bahaya saat ini.
"Kau telah membuatku marah!! Aku tanya baik -baik tapi kau mengabaikan aku!! Tentu aku tidak bisa melepaskanmu lagi. Wanita yang datang ke klub ini sama saja, pasti wanita murah dan wanita yang bisa di pakai kapan saja dan oleh siapa saja!!" ucap David lantang.
"Kau sudah gila. Aku pekerja di sini. Bukan wanita malam dan wanita panggilan. Jaga ucapanmu, tuan!! Aku tidak se -murah itu?" jawab Tiwi kesal. Tiwi paling tidak suka di rendahkan.
"Oh ya? Buktikan dong, kalau kamu bukan wanita sembarangan," ucap David mulai bergairah melihat pakaian Tiwi yang terbuka sedikit dan menampakkan pakaian dalam berwarna merah. Pakaian dalam atas yang di pakai Tiwi pun agak turun sedikit hingga benda kenyal berwarna kemerahan itu sedikit terlihat akibat guncangan saat ia di lempar di atas kasur.
Kamar VIP ini sangat kecil sekali, hanya muat tempat tidur dan kamar mandi saja. Dinding kamar ini juga kedap suara. Mau berteriak se -keras apapun, maka tidak akan ada orang yang mendengarnya.
David naik ke atas ranjang dan melepaskan ikat pinggangnya. Ia sudah sangat bergairah dan berhasrat dengan gadis mungil itu.
"Kau benar -benar membuatku bergairah. Lihat, semudah ini aku menginginkan kamu," ucap David pelan dan lirih. Napasnya mulai memburu karena sudah tidak sabar menerkam gadis mungil yang ada di depannya.
"Jangan!!" teriak Tiwi ketakutan. Tubuhnya sudah berada di paling pojok. Punggungnya sudah menabrak dinding. Tiwi tidak akan bisa lari lagi.
David berdiri di atas ranjang dan membuka resleting yang sudah penuh sesak. Bagian intimnya sudah ingin kleuar dari tempat persembunyiannya. Celana panjang itu sudah di lempar ke sembarang arah juga. Tingga satu lagi yang masih menutup bagian intumnya.
Tiwi semakin panik. Ia terlihat bingung dan mencari cara untuk keluar.
"Jangan coba berpikir lari dariku. Atau mau kabur dari tempat ini? Coba saja kalau bisa?" tawa David semakin terlihat sempurna.
Wanita mana yang tidak tergugah hasratnya melihat David, tapi tidak dengan Tiwi.
Tubuh mungil Tiwi berhasil menyelinap dan turun dari ranjang. Ia berusaha menggapi pintu kamar VIP itu dan terus mencoba membukanya. Tapi zonk. Semua itu tak dapat ia lakukan.
David semakin murka. Ia mersa di permainkan oleh wanita mungil ini.
Tubuh Tiwi berbalik. David sudah ada berdiri di depannya. Tangan david lagsung membungkam mulut Tiwi.
"Semakin kau lari, semakin aku gemas untuk cepat menikmati ini, ini, dan ini," ucap David bergairah. Ia menunjukkan satu per satu bagian tubuh Tiwi yang ingin di nikmati.
TIwi hanya bisa memejamkan kedua matanya dan menangis.
"Nangis? Kau pikir dengan nagis, aku akan kasihan padamu? Oh ... Sama sekali tidak, cantik. Aku malah akan lebih mmebuatmu menangis, tapi tangisan bahagia, tangisan kenikmatan dan tangisan yang tak akan kamu lupa seumur hidup kamu," ucap David sinis. Ia tertawa puas. Tawanannya hanya bisa diam dan pasrah.
Rambut kepang Tiwi di pegang lembut oleh David, ia merasakan kelembutan rambut gadis mungil. Lalu jari jemarinya mulai berjalan ke arah leher dan naik ke wajahnya.
Suhu kamar itu sangat dingin, tapi tetap saja gadis itu berkeringat dan terasa sesak.
Makin lama bibir David semakin mendekat dan menyentuh bibir tipis Tiwi. Tangan Tiwi tak bisa bergerak, David sudah memegangnya erat.
Dengan rakus dan bergairah bibir itu tak lepas dari terkaman bibir David. Tiwi kepayahan dan tak bisa mengimbangi. rasanya sesak dan ia mulai kesulitan bernapas. David tahu itu tapi ia tak peduli. Ini salah satu hukuman karena telah mengabaikannya.
David mulai melepas kedua tangan Tiwi dan kini memegang kedua pipi gadis mungil itu. Ciuman itu semakin liar dan semakin dalam. tak hanya ******* bibir gadis itu, lidahnya pun ikut bergerilya di dalam mulut Tiwi untuk mendapatkan kenikmatan serta kepuasan.
Tiwi hanya bisa pasrah. Semakin ia berontak semakin habis dia nanti, atau bisa -bisa nyawanya juga ikut melayang.
Tubuh Tiwi di angkat ke kasur. Gadis mungil itu hanya bisa menahan tangis. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain pasrah. Mungkin jalan takdirnya sudah harus seperti ini.
Dengan gerak cepat, David melepaskan ****** ********. Sejak tadi ia sudah tidak tahan ingin menerobos masuk ke gua milik Tiwi. Dengan lihai, David melepas bikini Tiwi yang sudh tak bertenaga lagi untuk meronta. Ia hanya diam membiarkan semua itu terjadi. Kekuatannya sangat lemah di bawah kekuatan David yang terlihat sangat liar dan buas.
Tiwi jelas melihat satu persatu pakaiannya di lepaskan oelh Dvid. Keduanya sama -sama sadar dan tidak dalam pengaruh minuma alkhohol atau obat -obatan lainnya.
"Waow ... Indah sekali tubuhmu ini." puji David pelan. Ia benar -benar sangat bernafsu melihat tubuh se -indah ini berada di depan matanya. Mungil, sekel, ranum dan mulus tentunya.
Tiwi hanya bisa menelan air ludahnya dnegan dalam. Tubuhnya sudah polos terasa sekali angin dingin dari AC itu menerpa kulitnya yang terasa begitu menusuk kulit. Sebentar lagi ia akan kehilangan keperawanannya yang ia jaga selama ini. Dan itu ia berikan kepada orang yang tak ia kenal dan daam keadaa di paksa.
"Siapa namamu tadi?," tanya David lirih saat tubuhnya mulai mengungkung tubuh Tiwi dan kini sudah mulai berada di atas Tiwi.
'Tiwi ...." jawab Tiwi lirih. Kedua matanya memejam tak berani membuka. Tiwi hanya mulai merasakan sakit di area intimnya. Bibir tipisnya di gidit karena menahan sakit dan perih.
David memelankan putaran bokongnya. Ia merasakan agak kesulitan untuk masuk ke dalam, tidak sama seperti wanita -wanita yang biasa ia tiduri. tapi, DAvid merasa penasaran. Ia terus memaksa untuk masuk dan suara teriakan Tiwi pun lolos begitu saja.
"Argh ...." teriakan yang di sertai hembusan napas karena merasakan sakit dan menahan pedih.
"Kamu masih virgin?" tanya Favid tiba -tiba. David merasa seperti bersalah pada gadis mungil ini.
Tiwi hanya terdiam, dan bulir kristal di pelupuk matanya adalah jawaban dari pertanyaan David. Tiwi hanya menangis.
"Maafkan aku," ucap David pelan. tapi David sudah kalap, nafsu dan hasratnya sudah tak terbendung lagi. Ia terus menjamah dan bergerilya di seluruh tubuh mungil Tiwi. Tidak ada satu inchi pun yang terlewatkan di sana.
Sudah berkali-kali ia terpuaskan, tapi David belum juga merasa puas semalam bersama Tiwi.
"Maafkan aku," ucap David lirih.
Tubuhnya masih santai berda di atas tubuh Tiwi. Gadis itu membuang mukanya dan menatap ke arah lain. Ia benci kepada david dan berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengan lelaki ini.
"Kau tidak ingin menjawabnya?' tanya David melamah. Suaranya berubah sangat lembut.
Tiwi menatapnya tajam.
"Sudah puas? Biarkan aku pergi sekarang," ucap Tiwi menggertak.
"Tidak akan!!" ucap David keras.
Tiwi terus menangis di bawah kungkungan tubuh David yang kekar itu. Tetesan peluh kenikmatan itu dengan sendirinya jtuh di beberapa bagian tubuh Tiwi. Bukan tubuh mereka saja yang sudah bersatu tapi keringat dan seluruh ciran dari dalam tubuh pun menyatu dan bersatu padu.
David menatap lekat ke arah Tiwi. Baru kali ini ia merasa iba kepada seorang wanita. Tidak hanya itu noda merah yang jelas terlihat di sprei pun menujukkan jika Tiwi bukanlah gadis sembarangan. Walaupun ia berprofesi sebagai DJ, ia masih bisa menjaga kehormatan dan harga dirinya. Tapi, malam ini David telah merenggutnya dengan paksa, karena sikap sombong, arogan dan semua hal bisa di bayar dengan uang.
"Kalau belum puas. Cepat puaskan birahimu, dan setelah itu biarkan aku pergi dari kamar ini," ucap Tiwi terus meracau.
Hatinya begitu pedih. Ia menjaga kehormatannya hanya untuk suaminya kelak. Tapi semuanya terasa sia -sia.
David terdiam, perlahan tubuhnya turun dari tubuh mungil Tiwi dan merebahkan diri tepat di samping Tiwi. Tangan David sengaja menggenggam tangan Tiwi yang masih merasa lemah dan tak bertenaga. Ia merasakan getaran aneh di dadanya. Tapi Tiwi hanya diam dan terus terisak.
"Maafkan aku. Aku khilaf, aku terlalu ber -nafsu," jawab David lirih.
Tubuhnya berubah meyamping dan menatap wajah Tiwi dari arah samping. Tubuh polos Tiwi yang terlentang seolah memang sedang pasrah pun sudah tak lagi di minati oleh David. Dengan pelan ia menarik selimut dari arah bawah dan menyelimuti Tiwi hingga tubuh mungil itu merasa hangat kembali. Perlahan David memeluk Tiwi dari arah samping.
Rasanya ingin menjaga gadis itu tidk hanya untuk malam ini, hari ini, dan saat ini saja.
"Kamu mau memaafkanku? Aku memang jahat telah berbuat kasar padamu. Aku memang jahat telah menodaimu. Aku minta maaf, Tiwi," ucap David lirih dengan nada memohon.
"Mudah ya? Bilang maaf, jika semua sudah terjadi. Mudah? Bilang maaf, jika semua sudah hancur lebur seperti kaca. Apa masih ada rasa untuk memaafkan kalau seperti itu?" tanya Tiwi lirih. Tubuhnya bergetar karena Tiwi terus saja menangis.
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan aku, Tiwi. Aku benar -benar menyesal. Kalau terjadi sesuatu padamu, aku mau bertanggung jawab atas perbuatanku," ucapan David begitu tulus dan apa adanya. Perkataan itu lolos begitu saja dari bibir David. David benar -benar menyesal atas perbuatannya kali ini.
Tiwi menoleh ke arah David. Senyum kecut dan di paksakan itu begitu terlihat sinis saat bertatapan dengan David.
"Kau mau memaafkan aku?" tanya David lirih. Tubuh David semakin di rapatkan ke arah tubuh Tiwi dan gadis itu terdiam. Kepala David di tenggelamkan ke arah ceruk leher yang telah membuatnya nyaman semalaman ini.
"Berubahlah. Meskipun kamu orang kaya, belajarlah untuk tetap rendah hati dan tidak memandang buruk terhadap orang lain," titah Tiwi pelan.
Tiwi bingung saat ini. Pelukan itu begitu membuatnya nyaman, tapi tak bisa di pungkiri, ia marah besar atas perlakuan David pada dirinya.
"Ijinkan aku pergi," ucap Tiwi lirih.
Tiwi bangkit berdiri dan menyapu pandangannya untuk mencari pakaiannya yang di buang begitu saja setelah di lepaskan oleh David.
Perlahan Tiwi turun dari ranjang itu. Betapa sakit rasaya di bagian intimnya dan terasa hingga di bawah perut. Tiwi mulai memakai bajunya satu per satu.
Ikatan rambut kepangnya di lepas dan seluruh rambutnya di kuncir menjadi satu ke atas membentuk kunciran ekor kuda.
Tiwi merapikan pakaian minimnya itu dan menutupi beberapa tanda merah sebagai bukti keganasan David semalam.
David ikut benagkit berdiri dengan tubuh polosnya. Ia memeluk Tiwi dari belakang. Rasany atidak ingin berpisah dengan gdis mungil itu.
"Aku akan berubah. Aku akan lebih baik lagi, dan tidak akan seperti ini," lirih David berjanji tepat di telinga Tiwi.
"Baik atau tidak dirimu itu untuk dirimu sendiri, bukan untuk orang lain, atau pun untuk keluargamu. Kalau kamu baik, orang akan segan padamu," ucap Tiwi yng kemudian menggeraikan kembali rambutnya karena di beberapa bagian lehernya terlihat noda merah.
"Aku minta nomor ponsel kamu? Berapa?" tanya david pelan dn mengambil ponselnya untuk mencatat nomor ponselnya.
Tatapan Tiwi tajm mengarah pada kedua mata David.
"Kau lupa? Atau memang bodoh?" ucap Tiwi ketus.
David mendongakkan kepalanya menatap lekat Tiwi yang berkacak pinggang. Baru kali ini ia melihat wanita yang baik namun galak tapi ia tidak tersulut untuk marah.
"Tadi malam ponsel ku di banting hingga pecah berkeping -kpeing karena sikap arogan kamu? Ingat?" tanya Tiwi mengingatkan.
'"Oh ya ... Aku lupa. Aku belikan yang baru lengkap dengan nomornya. Kita pergi sekarang," tawar David yang kemudian bergegas memakai pakaiannya untuk segera membelikan satu ponsel untuk Tiwi.
"Aku gak butuh!! Aku masih punya uang untuk membeli ponsel. Tidak perlu mengemis apalagi sampai menjual diri demi sebuah kebahagian dunia atau gengsi. Aku mau pulang," pinta Tiwi masih dengan suara pelan.
"Aku akan mengantarkanmu," jawab David yang masih terduduk di pinggiran ranjang.
"Gak. Mulai detik ini, aku tidak mau bertemu kamu lagi. Aku benci sama kamu!!" teriak Tiwi keras dan kembali menangis.
Kedua matanya memang telah basah sejak semalaman. Bahkan ia harus menanggung sikap arogan dan kesombongan David.
David berdiri, sikap arogannya kini lebih posesif. Ia memegang tangan erat pergelangan tangan Tiwi hingga membua gadis itu kesakitan.
"Dengar baik -baik!! Apa yang sudah menjadi milikku tak boleh ada yang menyentuh. Aku harap kamu bisa menjaga kepercayaanku!!" tegas David yang mulai posesif.
"Cuh ...." Tiwi meludah tepat di wajah David.
David terdiam. Tatapannya semakin tajam.
"Berani meludahiku? Apa hidupmu ingin aku hentikan saat ini?" tanya David mulai geram dan terbawa emosi.
Tangan mungil itu mulai di pelintir hingga berbunyi seperti patah tulang.
"Argh ...." teriak Tiwi keras karena kesakitan. Ia merasakan patah pad sendi -sendi dan engsel di tangannya.
"Wanita tidak tahu di untung!! Aku sudah berbaik hati padamu, menawarkan kebaikan, dan aku mulai luluh padamu. Tapi kau sama sekali tak menghargai aku. Dan itu membuatku marah besar," ucap David dengan suara yang memang jelas sedang murka.
Krek ...
Satu tangan yang lain pun di pelintir hingga menimbulkan bunyi yang sama.
"Argh ...." teriak Tiwi kembali tanpa ada rasa iba dan ampun dari David.
Itulah sisi buruk David, jika ia merasa di sakiti, tak di hargai, di kecewakan, maka ia akan berontak dan menyelamatkan harga dirinya.
Air mata Tiwi jatuh kembali membasahi pipinya yang putih mulus. Kedua tanganya seolah tak bisa di gerakkan kembali.
"Ijinkan aku pergi. AKu ingin pulang. Rasanya seluruh tubuhku sakit sekali. tapi lebih sakit semua perlakuan kamu kepada aku. Suatu hai kamu akan menyesal," ucap Tiwi pelan.
Tiwi lunglai berjalan ke arah pintu kamar. Ia hanya berharap pintu itu terbuka tepat pada waktunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!