Cinta?
Sebuah kata yang memiliki banyak arti dan makna..
Namun, tidak peduli bagaimana kalian mengartikannya..
Semua hanya akan berakhir dalam satu kesimpulan,,
Cinta adalah Rasa manis dan asam yang akan menemanimu dalam hidup untuk membuatnya lebih berwarna..
Sebuah warna yang akan merubah hidupmu berdasarkan apa yang kau alami ketika Cinta itu datang menghampiri..
My Gentle Boyriend from Author Little Monster
Sumber pict : Google
***
Cahaya samar matahari dengan kabut gelap dan awan hitam tebal menghalagi terlihat di atas langit, seolah awan itu adalah pertanda hujan yang akan datang.
Beberapa menit setelah angin menderu, Hujan turun menghantam tanah dengan keras dan rata di iringi suara petir menggelegar.
"Kurasa kita akan terjebak di sekolah sampai larut, mungkin aku perlu menghubungi papa dan mama ku untuk menjemput" suara seorang gadis berusia 17 tahun terdengar bosan seraya menatap kearah hujan di luar jendela
"Aku akan meminta pacarku untuk menjemputku!" Sahut gadis yang lainnya seraya bermain dengan smartphone miliknya
"Arlana! Guru Mei memintamu untuk ke ruang guru sekarang!" Teriak seorang pria dengan keras
Seisi kelas yang tadi gaduh tampak sunyi dalam sekejap, hanya meninggalkan suara hujan yang terdengar.
Semua mata di dalam kelas menatap kearah gadis bernama Arlana dengan pandangan rumit masing-masing di matanya.
Gadis itu bukanlah gadis yang jahat, hanya saja mulut miliknya akan mengeluarkan kata-kata pedas setiap kali terbuka. Dan lagi entah kenapa gadis itu seolah memiliki sebuah dinding besar tidak kasat mata yang meminta semua orang untuk menjauh darinya.
Arlana yang sedari tadi tidak memperdulikan lingkungan kelas itu menutup buku yang tengah ia baca dengan desahan nafas. Ia menopang tubuhnya untuk berdiri dari tempat duduknya dan beranjak pergi keruang Guru tanpa menghiraukan tatapan sekitarnya.
"Dia bahkan tidak mengucapkan terimakasih?" Pria yang tadinya memberitahu Arlana menggaruk tengkuk rambutnya seraya menggeleng dan terduduk kembali di bangku miliknya
Suasana sunyi di kelas kembali normal dalam sekejap.
"Gadis itu terlihat sedikit menyeramkan bukan?" Gadis yang tadi berbicara untuk menelfon papa dan mamanya berseru lirih kearah temannya
"Itu karena kau terlalu anak mami Kana, dia sama sekali tidak menyeramkan hanya aneh!"
Kanaya mendengus kesal menatap temannya yang menjawab acuh seraya terus bermain dengan smartphone miliknya "Apa hubungannya dengan aku yang anak mami?" Tanyanya kesal dan terus mengoceh "Arlana memang menyeramkan sejak kelas 10, semua teman sekelasnya tahu itu. Humph! Kuharap di kelas 12 nanti aku tidak satu kelas lagi dengannya!"
Gadis yang bermain dengan Smartphone miliknya tertawa renyah seraya menepuk pundak Kanaya "Itu sungguh sial jika kau tetap satu kelas dengannya di kelas 12 nanti. Seperti sebuah takdir 3 tahun berbagi kelas yang sama, haha~~"
"Diam kau Celsi, aku mengutukmu untuk menjadi teman sekelas Arlana di kelas 12 nanti!"
Kedua orang itu terus mengolok satu sama lain sampai jam istirahat siang usai. Jika Arlana mendengar apa yang mereka ucapkan, mungkin mereka telah lama menjadi kentang rebus matang.
... Menatap berbagai tumpukan buku di tangannya, Arlana mendecakkan lidahnya kesal. Ia mengatakan bahwa tidak ingin melanjutkan keperguruan tinggi pada Guru Mei. Tapi siapa sangka bahwa guru wanita itu dengan marah tidak mengidahkan perkataannya dan malah memberinya referensi tumpukan buku pelajaran untuk memasuki Universitas dan memintanya belajar dengan giat.
Membawa tumpukan buku di tangannya dengan kesusan, Arlana berjalan perlahan melewati koridor tiap kelas. Pandangan mata gadis itu tampak kosong dengan sesekali menatap hujan yang jatuh.
Tepat saat ia akan berbelok di samping kelas 11 C sosok hitam terbang melintasinya dengan kilat dan menabrak tubuhnya hingga terdorong jatuh menumpahkan serpihan buku di tangannya seperti adegan novel.
Namun, novel yang kalian lihat di adegan itu bukanlah novel romance melainkan novel komedi.
Dengan mata melotot kaget. Tubuh Arlana begitu kaku menatap seorang pemuda seumurannya tengan terjatuh dan duduk tepat di atas tubuhnya dengan punggung dan pant4t miliknya tepat di dada Arlana.
Menyadari sesatu yang lembut berada di bawahnya, pemuda itu berbalik ringan membuat mata hitamnya bertemu dengan mata emas Arlana. Ia meringis menampakkan senyuman manis tidak bersalah di bibirnya.
Melihat senyuman bodoh pria di atasnya, Arlana dengan geram mengangkat jemari tangannya untuk menarik rambut pria itu hingga merengek sakit.
"Baik, itu sakit! Sangat sakit! Aku minta maaf, oke? Maaf?" Rengekan pemuda itu tampak kesakitan, ia menggenggam tangan Arlana seraya berusaha mebebaskan rambutnya dengan mengeliat tidak beraturan.
Bukannya bebas, kelakuannya malah membuatnya terlihat menghimpit tubuh Arlana di bawahnya seolah akan menidurinya.-
"Zale, sudah kukatakan untuk tidak berlarian di koridor dengan sepatu basah penuh lumpur! Bajumu juga basah! Kau mengotori lantai sekolah-" terdengar suara seorang pria tertahan. Mata pria yang berbicara itu melotot kaget menatap temannya Zale tengah melakukan perbuatan tidak senonoh di lantai umum sekolah
"Kalian- apa yang kalian lakukan?-."
Menyadari posisi aneh mereka, wajah Arlana tampak semakin menghitam dan gelap. Ia melepaskan tangannya dan menendang tubuh di atasnya hingga terpental jauh.
"Hei itu benar-bebar sakit!" Zale mengutuk keras ke arah Arlana seraya memegang perut miliknya dengan sedikit membungkuk
"Diam kau!" Arlana melotot tajam seraya menatap tubuh dan baju miliknya "Apa yang akan kau lakukan dengan bajuku yag basah dan tubuhku yang tercemar sekarang?"
Mendengar ucapan Arlana yang sedikit aneh, Alis indah yang seperti bulan sabit milik Zale terangkat bingung "Apa yang tercemar?"
"Tubuhku telah tercemar dengan bau B4b1 milikmu!"
"Phffttt... Haha~~" pria yang tadinya bingung di samping itu tertawa lebar setelah memahami apa yang terjadi, di tambah ia tidak kuat menahan tawa saat mendengar apa yang di katakan oleh Arlana
"Aku tidak memiliki bau b4b1?!" Zale mengendus bau tubuhnya dengan kebingungan
Menatap Zale yang tampak bodoh atau sengaja bodoh, Arlana menjadi semakin geram. Ia mengambil buku miliknya yang berserakan dengan cepat mengabaikan Zale yang terduduk diam.
"Bukankah kau harus meminta maaf Zale?" Teman Zale kembali berbicara mengingatkan
Zale terkesiap menatap temannya yang menyeringai kearahnya. Ia menggosok hidungnya dengan jari telunjuk "Maaf aku tidak sengaja menabrakmu!"
"Jika kau benar-benar merasa bersalah, Kenapa kau tidak Mati saja dan membusuk di neraka!" Arlana berbicara tajam seraya beranjak pergi dengan buku yang telah tertata rapi di tangannya
"Bukankah itu keterlaluan?.-"
"Haha~~, seperti yang di harapkan dari si lidah beracun!" Teman Zale tertawa lebar, ia menatap Zale yang tampak geram serta kebingungan dan menjelaskan "Gadis itu terkenal dengan lidah beracunnya. Ia akan mengatakan kalimat kasar dan pedas setiap kali membuka mulutnya. Bisa di bilang ia cukup terkenal"
Menatap punggung Arlana yang semakin menjauh, Zale tampak terkejut dan sedikit tertarik. Ia tersenyum tipis menatap ketempat Arlana yang telah menghilang
"Hehh? Menarik!!!...-"
"Benar, menarik sekali melihatmu berlari dengan berani mengelilingi sekolah dan membuatnya kotor!" Sebuah suara serak dan datar terdengar tepat di telinga Zale dan temannya itu
Mereka menelan air ludahnya dengan kesusahan sebelum menolehkan kepala untuk melihat kebelakang punggung mereka asal suara berada.
"Haha~~ itu benar dia sangat berani pak! Zale memang pantas di hukum!"
Zale melotot tajam kearah temannya yang dengan mudahnya mengorbankan dirinya di depan guru olah raga yang memiliki julukan Dan si Ular Purba .
"Kau juga perlu di hukum Glen, jadi tidak perlu untuk tertawa seperti orang yang menang!" Guru Dan tersenyum sinis seraya mencengkram ke dua bocah di hadapannya "Baiklah mari kita pergi untuk mendapatkan hukuman yang sangat menyenangkan!"
Ke dua bocah bodoh yang telah mengotori tiap lantai dan membuat masalah itu akhirnya hanya dapat menangis sedih karena telah tertangkap oleh guru terburuk dalam memberikan hukuman pada siswa yang bermasalah.
Memandang pantulan air hujan yang terus jatuh dengan bosan. Mata emas indah itu mengalihkan kembali tatapan matanya pada guru wali kelas yang tengah menjelaskan beberapa hal di depannya penuh semangat. Seolah hujan deras sama sekali tidak mengganggunya.
Arlana mengehela nafas panjang menatap pada baju olah raga yang ia kenakan. Untung saja ia membawa baju olah raga miliknya, jika tidak ia mungkin akan tetap menggunakan baju seragamnya yang telah basah dan kotor karena ulah lelaki sial4n yang tadi menabraknya.
Jemari tangan Arlana memutar bolpoin miliknya dengan tidak beraturan. Gadis itu menopang dagunya dengan tangan yang lain. Di lihat dari wajahnya, Ia benar-benar terlihat bosan hingga tampak akan sekarat.
RINGG!!!!
Bunyi bel berakhirnya pelajaran hari ini terdengar renyah menyelamatkan Arlana dari rasa bosan yang hampir membunuhnya!
"Setelah libur Akhir semester kalian akan naik ke kelas 12. Bapak harap kalian akan belajar dengan giat dan masuk ke Universitas yang kalian inginkan!" Mengakhiri penjelasannya, wali kelas yang di panggil Guru Mark itu mengucapkan kalimat terakhir miliknya sebelum meninggalkan kelas
"Ahhhh... Akhirnya liburan tiba, aku punya banyak hal untuk di lakukan saat liburan!" Seorang gadis berseru riang seraya memasukkan semua buku pelajaran miliknya
"Tapi setelah itu kita akan pindah kelas ke kelas 12 dan akan ada ujian panjang yang melelahkan!"
"Baik, itu cukup! Jangan bahas tentang ujian di masa depan dan merusak liburan musim panas ini. Aku benar-benar tidak akan membiarkan siapa pun merusak suasana hatiku!"
Satu per satu siswa dan siswi saling berbicara dengan semangat dan meninggalkan ruang kelas seolah telah terbebas dari neraka.
Arlana terdiam di tempatnya terduduk tanpa bergerak sedikit pun. Ia mendesah panjang mengingat bahwa akan ada hari libur yang datang. Ia melupakan itu. Hari libur! Wanita menyebalkan itu pasti akan mengganggunya dan memintanya untuk ketempatnya.
"Sangat menyebalkan!" Kepala Arlana merosot jatuh tepat kearah meja penuh penyesalan "Lebih baik aku menghabiskan hari ini di perpustakaan sebelum pulang!"
....
Bola basket memantul ringan di udara menghantam lantai sebelum kembali kesebuah tangan yang membimbingnya. Setelah bola itu berputar dan memantul, pemilik tangan yang bermain dengan bola basket melemparkan bola tersebut ke dalam Ring dengan ringan membuatnya masuk kedalam jaring tipis dan mencetak angka 3 di papan.
"Arrrhhhh!!!... Zale, kau begitu tampan hari ini!!! Sangat keren!!!" Teriakan demi teriakan memekakan telinga terdengar dari bibir merah setiap remaja wanita
Mereka memandang dan berteriak tepat kearah pemuda tampan seumuran yang tengah bermain basket di lapangan.
Mata hitam Zale yang begitu serius menatap lawan di depannya, di tambahkan hidung tinggi indah dan senyuman menawan. Seolah itu tidak cukup, rambut hitamnya yang basah berkibar terkena angin menutupi dahinya yang halus. Hanya ada satu kalimat yang dapat di ucapkan, Tampan!
Tidak peduli bagaimana buruk dan konyolnya sikap yang dimiliki oleh Zale Godwin, ia tetaplah seorang remaja tampan yang sangat mempesona dan berkharisma. Maka tidak heran jika banyaknya siswi wanita yang akan jatuh hati dan berbondong-bondong datang menontonnya bermain basket.
"Lihatlah semua teriakan gila itu!" Glen menyindir kearah Zale yang tengah berjalan di sisinya. Mereka keluar dari lapangan bersama setelah kemenangan yang di peroleh oleh tim Zale.
"Yahh, kurasa aku akan memilih satu untuk bersenang-senang hari ini!"
Glen meninju dada Zale dengan ringan seraya terkekeh pelan "Akan ada Matahari yang terbit dari barat jika kau benar-benar bisa membawa satu gadis dan tahan dengan mereka selama 1 jam saja!"
"Mereka terlalu merepotkan!" Zale menghela nafas lirih seraya membawa tas miliknya untuk pergi "Jika saja mereka tidak terlalu cerewet dan menjijikkan mungkin aku akan mampu bertahan 1 jam bersama!"
Glen tertawa semakin lebar, ia memang sangat tahu sekali jika temannya Zale tidak terlalu tertarik untuk berhubungan dengan wanita. Hal itu dikarenakan Zale tidak percaya pada Cinta, ia juga tidak mempercayai perasaan wanita. Tapi, walaupun begitu tidak di pungkiri ia akan tetap bermain-main dengan para wanita dan meninggalkan mereka semua tidak kurang dari 1 jam. Hingga disitulah keburukan sikap Zale pada wanita menjadi sangat di kenal.
Dan yang lebih menariknya lagi, walaupun kelakuan Zale sangat di kenal. Ia tidak di benci oleh para wanita, malahan ia di gilai oleh mereka semua karena wajah tampan dan kekayaannya.
Zale dan Glen terus berjalan beriringan dengan banyak usaha untuk menghindari para wanita yang berkeliaran seolah akan menerkam.
"Apa kau akan mandi disini?" Glen bertanya seraya menatap hujan yang tidak kunjung reda "kurasa akan percuma saja, hujan hanya akan membuatmu kembali kotor!"
"Aku akan mandi di rumah, tapi sebelum itu aku harus mengembalikan sebuah buku ke perpustakaan. Kau kembalilah dulu!"
"Baiklah sampai jumpa!" Glen mengangguk ringan dan berjalan kearah yang berlawanan
Tubuh Zale berjalan melewati koridor tiap kelas dengan malas. Ada beberpa tempat yang benar-benar tidak di sukai oleh Zale. Salah satu tempat itu adalah Perpustakaan!
Jika saja guru Mei tidak memberinya buku refrensi yang begitu banyak, dia mungkin tidak harus pergi kesana. Yah, dia hanya dapat mengumpat kearah guru wanita itu yang terlalu peduli pada nilai buruknya.
Zale membuka pintu perpustakan sekolah itu secara perlahan, setelah menatap seorang petugas perpustakaan di balik meja resepsionis ia langsung berdiri di depannya dan mengeluarkan semua buku yang akan di kembalikan.
"Kami perlu memeriksanya sebelum menerima buku ini kembali!" Resepsionis atau mungkin guru magang penjaga perpustakaan itu bersuara kearah Zale seolah menyadari pria itu tengah terburu-buru
Zale mengerutkan kening tidak suka "Berapa lama?"
"Tidak akan lama! Jadi kenapa kau tidak duduk saja sebentar untuk menunggu?"
Tidak memiliki pilihan lain, Zale hanya mengangguk ringan sebelum mencari tempat duduk.
Mata hitam indahnya menatap sekeliling perpustakaan dengan ketidaksukaan yang ketara. Tidak banyak orang disini, atau lebih tepatnya memang tidak ada orang sama sekali. Ia merasa semua murid pasti hanya ingin pulang karena liburan yang akan datang.
Kerutan di dahi Zale bertambah dalam saat mata hitam indahnya menangkap sosok yang tidak ia duga. Seiring dengan kerutan di dahinya, tatapan matanya menampakkan kemilauan yang menarik.
"Itu dia?" Zale berseru lirih, ia beranjak pergi dari tempatnya berdiri untuk mendekat pada sosok gadis yang tengah terduduk sendirian di tempat yang sangat tidak mencolok
Tidak ada yang sepesial dari gadis itu, rambut hitamnya di ikat seperti buntut kuda. Ia juga menggunakan kacamata hitam yang cukup tebal, poni panjang dan lebat menutupi dahi halusnya sepenuhnya. Dia tidak cantik atau pun Jelek, tapi mungkin cukup manis jika lidahnya tidak tajam setiap terbuka.
Dan entah kenapa Zale merasa bahwa gadis ini menarik minatnya.
Zale terduduk tepat di hadapan gadis yang ia tabrak tadi siang. Gadis itu begitu fokus hingga tidak sadar akan kedatangan Zale.
Seolah tidak ingin menganggu gadis di hadapannya, Zale hanya diam mengamati.
Benar-benar mengamati!
Bibir merahnya, hidungnya yang kecil dan menjulang tinggi, mata berwarna cokelat Emas yang tertutupi oleh kacamata. Kulit pucat putih dengan sentuhan kemerahan menawan.
Semakin ia mengamati, semakin aneh pula ia merasa. Dan tanpa sadar Zale merasakan detak jantungnya mulai memburu.
"Sampai kapan kau akan melihatku dengan mata bejatmu itu?" Suara dingin gadis dihadapannya menyadarkan kebodohan Zale.
Menatap pria di hadapannya hanya mematung bodoh, gadis itu mendesah dan menatap mata Hitam Zale dengan tajam. Jika tatapan dapat mebunuh, Zale ragu jika ia masih bisa hidup sekarang karena tatapan gadis itu(?)
"Berhenti memandangku dengan mesum! Atau aku akan mencongkel mat4mu yang menjijikkan itu!"
"Haha~~ kau sadar aku melihatmu?" Zale tertawa renyah setelah benar-benar tersadar "Jika kau sadar lalu kenapa kau hanya diam? Apa kau begitu ingin melihat aku menatapmu dengan air liur yang menetes?"
"Apa kau akan meneteskan air liur untukku?" Gadis itu bertanya heran, menatap Zale yang hanya menyeringai. Ia kembali berbicara "Sayang sekali air liurmu tidak dapat di jual!"
"Lalu, jika itu dapat di jual apa kau akan menerimanya?"
"Kau menjijikkan!" Gadis itu berseru dingin sebelum menutup buku miliknya dan hendak pergi
Senyuman di bibir Zale semakin dalam, ia mencengkram lengan gadis itu dan kembali bersuara "Sepertinya aku tertarik padamu Arlana si gadis lidah beracun!"
Arlana mematung bodoh menatap pemuda tampan yang tengah mencengkram lengannya. Jantung miliknya berdenyut tidak nyaman. Pemuda di hadapannya adalah bencana! Dan jika ia mulai tertarik padanya, maka bencana itu akan mengikutinya. Ini adalah hal terburuk dari yang terburuk yang pernah menimpanya.
Hujan deras terus turun menghantam bumi dengan airnya yang lebat. Seolah suara hujan itu begitu nyaring dan pekat, suara itu tampak akan meredam semua suara lainnya.
Namun, di sebuah ruang perpustakaan yang sunyi. Dengan hujan deras dan suaranya yang berisik, ruangan itu tampak senyap dan bahkan seseorang dapat mendengar air ludah yang di telan.
Mata cokelat ke emasan Arlana menatap tepat ke dalam mata hitam indah Zale cukup lama. Mereka berdua berdiri dengan tangan Zale yang mencengkram lengan Arlana. Suasana yang begitu tegang dan canggung, itulah yang akan di lihat oleh mata para pengamat.
Arlana menarik sudut bibir merahnya untuk tersenyum tipis, itu hampir tampak seperti senyuman sinis "Tertarik? Apa kau semacam layang-layang dan aku adalah benang yang menarikmu? Itu lucu!"
Mendengarkan balasan yang tidak terduga, mata hitam Zale tampak lebih berpijar menarik. Ia mempererat cengkraman tangan miliknya dan menarik Arlana kearahnya.
Jika meja perpustakaan tidak berada di antara mereka, mungkin tubuh Arlana akan jatuh ke dalam pelukan Zale dengan sangat manis.
"Aku menjadi sangat tertarik kepadamu! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?"
Mata keemasan Arlana melotot kaget menatap wajah Zale yang berada tepat di hadapan wajahnya. Bahkan saat pria itu berbicara, Arlana dapat merasakan hembusan nafasnya yang hangat. Hal yang mungkin membuat wanita manapun itu jatuh Hati malah membuat Arlana tampak jijik dan merasakan dingin di punggung.
Arlana menarik lengannya dengan kesusahan akibat cengkraman erat Zale. Wajah gadis itu tampak putih dan gelap, "Bersiaplah menangis, karena aku tidak tertarik padamu. Atau mungkin kau perlu pergi ke paranormal untuk membuatku tertarik padamu!"
Dengan kalimat itu, Arlana menyeret tas miliknya dan pergi berlalu. Ia meninggalkan Zale yang tertawa tanpa menahan diri di belakangnya hingga di tegur oleh guru penjaga perpustakaan.
"Apakah sudah selesai?" Setelah merasa terlalu banyak tertawa, Zale akhirnya berhenti dan menatap Resepsionis yang melotot ke arahnya
"Kau bisa pergi sekarang!" Resepsionis itu berbicara dingin kearah Zale,
Mengangguk ringan dengan acuh, Zale berhambur keluar dari perpustakaan untuk mengejar Arlana yang telah mendahulinya.
Kaki jenjang Zale berjalan cukup cepat hingga melihat punggung Arlana di depannya. Ia berfikir sifatnya hari ini sedikit patuh, jika ia yang biasanya mungkin Zale akan pergi keluar dari perpustakaan tanpa meperdulikan buku dan guru yang memeriksa bukunya. Jadi apakah ini karena Arlana?
Memiliki pemikiran aneh seperti ini di benaknya, Zale menggeleng pelan dan kembali fokus untuk menggoda gadis yang membuatnya banyak tertawa hari ini.
"Jadi bagaimana kau akan pulang?" Zale bertanya seraya berjalan disisi Arlana yang hanya terdiam "Hujan cukup deras di luar! Apa kau ingin orang tampan ini untuk mengantarmu pulang dengan mobil mewah?"
Arlana menghentikan langkah kakinya dan menatap kearah Zale disisinya yang juga terhenti "Kau terdengar seperti Om-om mesum yang sedang mencari mangsa!"
"Begitukah?" Zale tersenyum ringan menampakan deretan gigi putihnya yang rapi "Lalu, apakah adik cantik ini ingin agar Om mengantarmu pulang hari ini?"
Merasakan tenggorokannya kering, Arlana mulai kembali berjalan dan mengabaikan pria bodoh yang terus mengekorinya. Ia merasa sial dan buruk hari ini! Kenapa ia harus bertemu dan berurusan dengan pria terburuk di sekolah? Tidak peduli seberapa kasar dan jahatnya kata-kata yang keluar dari mulutnya, ia tidak dapat menyingkirkan nyamuk yang terus terbang di sisinya. Malahan kata-kata pedas Arlana mendapatkan respon yang membuat Arlana terdiam dan kehabisan kata.
Jangan bilang ia harus berurusan dengan pria ini kedepannya?
Tidak mungkin!
Apakah Tuhan ingin melihat Arlana melompat dari Tebing lalu membakar dirinya sendiri?
Itu benar-benar terlalu banyak!
Untung saja hari libur tiba, jadi mungkin pria ini akan berhenti saat kembali sekolah. Yah, baru kali ini Arlana sangat Bersyukur dengan datangnya hari libur.
Menatap Arlana yang hanya terdiam dan terus berjalan disisinya, Zale mengerutkan kening. Kebanyakan setiap kali ia bersama seorang gadis, mereka akan sangat cerewet dan mengganggunya. Hanya kali ini ia melihat gadis yang begitu diam dengan pikirannya sendiri dan mengabaikannya. Benar-benar membuat kertertarikan Zale bertambah.
"Zale, kenapa kau tidak menjawab telpon dariku?" Suara seorang gadis terdengar membuyarkan keheningan antara Zale dan Arlana
Mendengar suara yang sangat familiar, Zale mendengus kesal sebelum mengalihkan pandangan matanya "Apa yang kau lakukan disini?"
"Tentu saja aku mencarimu?"
Melihat Arlana yang akan terus berjalan meninggalkannya, ia menarik lengannya untuk berada tepat disisi tubuhnya.
Zale mengabaikan tatapan tajam Arlana dan menjawab "Aku sudah bilang bukan, aku tidak tertarik padamu! Lihat, dia adalah kekasih baruku. Namanya Arlana!"
"Ha??? Apa-?"
Zale mendekap mulut Arlana dan memeluk pinggang gadis itu dengan lengannya yang kekar. Ia tersenyum manis pada gadis di hadapan mereka yang tampak marah dan akan menangis.
"Aku tidak peduli, sudah kukatakan bukan? Aku tidak akan menyerah walaupun kau memiliki kekasih!"
"Em- em!!.-"
"Baiklah terserah kau saja!" Zale kembali bersuara acuh seraya menarik tubuh Arlana untuk pergi
"B4b1!!! Kenapa aku harus menjadi kekasih seorang b4b1!!" Arlana mengumpat kesal setelah tangan Zale terlepas dari mulutnya, Ia mendorong tubuh Zale yang mendekapnya dengan kasar
"Ayolah, kau seharusnya merasa senang untuk menjadi kekasihku!"
Merasakan lelah yang sangat buruk, Arlana hanya mendesah pelan mengabaikan Zale dan mengambil sebuah payung di dalam tas miliknya. Ia membuka payung itu dan berhambur masuk kedalam guyuran air hujan meninggalkan pria bodoh yang mematung menatapnya.
Zale melotot kaget melihat Arlana yang dengan bodohnya masuk kedalam hujan lebat dengan sebuah payung.
Bukankah itu percuma?
Bukankah ia akan tetap basah pada akhirnya nanti?
Walau begitu Zale tetap berteriak kearahnya "Hei! Kau tidak akan membawaku? Kau akan meninggalkanku disini? Sendirian?"
Gadis yang tadinya menghentikan langkah Zale mengikuti di belakang dan kembali berbicara "Zale, aku kemari untuk pulang bersamamu, jika hanya itu seharusnya akan baik-baik saja kan?"
"Gadis ini merepotkan!" Zale mendengus kesal. Ia mendesah dan tersenyum kemudian setelah mendapatkan sebuah ide gila diotaknya "Aku bersama kekasihku, kau hanya menghalangi kami bermesraan!"
Zale berlari kencang untuk mengapai Arlana dan masuk kedalam payung sempit miliknya. Ia tersenyum bodoh menatap Arlana yang melotot kaget kearahnya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku?" Zale tersenyum seraya menunjuk dirinya sendiri, sudut matanya menoleh sedikit untuk menatap gadis yang mengejarnya "Ini yang akan aku lakukan!"
Payung di tangan Arlana jatuh ketanah, Air hujan jatuh dengan deras membasahi tubuh Arlana dan Zale dengan sangat cepat. Mata Arlana melotot kaget menatap mata hitam Zale yang tengah tertutup tepat di wajahnya.
Hujan itu dingin, basah dan sangat berat. Namun, bibir merah Arlana begitu lembut dan hangat bersatu dengan bibir merah Zale yang lembab. Ciuman itu singkat dan sangat tidak dalam, itu hanya menempel dan pergi. Tapi entah kenapa detak Jantung kedua orang itu seolah sama cepatnya dengan hujan yang terus jatuh.
Jemari tangan Zale di antara leher Arlana merenggang, ia menarik diri dan tersenyum tipis "itu bagus dia sudah pergi dan tidak mengangguku sekarang!"
Melihat gadis yang mengejarnya telah hilang Zale tersenyum bahagia.
Ia kembali berbicara dan menoleh untuk melihat Arlana "Tapi kita basah sekarang-?"
Kata-kata Zale tersedak di tenggorokannya saat mata hitam indah miliknya menatap wajah Arlana yang begitu merah dan mematung. Hujan seharusnya membuat wajahnya membiru karena dingin, namun itu tidak. Wajah Arlana merah padam!
Mata kecoklatan emas Arlana terlihat bening ditengah hujan tanpa kacamata, bibir merahnya bergetar karena rasa dingin. Wajahnya memerah padam dengan pipi dan hidungnya yang telihat manis.
Zale menelan air ludahnya seraya menatap kembali pada bibir Arlana. Senyuman konyol Zale benar-benar lenyap dari bibirnya, ia terhanyut!
Seolah hujan lebat menghanyutkan pikirannya, jemari tangan Zale di leher Arlana meremas rambut basah yang terikat. Ia menarik kembali kepala Arlana untuk mendekat dan mendongak kearahnya lalu mencium bibir merah itu kembali lebih dalam dalam guyuran air hujan seolah kehilangan kendali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!