"Apa??? Kenapa Kakak ijinin?!" aku menghentikan latihan tinjuku, karena aku sangat kaget dengan perkataan Kak Brian barusan.
"Dia menunjukmu secara langsung!" Kak Brian mengalah nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya. "Siapa yang bisa menghentikan kemauan orang macam Pak Zidane?!".
Mimik wajahnya menunjukkan, bahwa sebenarnya Kak Brian juga tidak menyukai. Tentang keputusan putra ketiga keluarga Arkana itu, menjadikanku asisten serta pengacara pribadinya.
"Aku harap kau bisa menyesuaikan diri dengannya!" ucap Kak Brian, nada bicaranya terdengar tak yakin.
Aku masih memandangnya dengan tatapan tajam yang menusuk.
"Ayolah!" Kak Brian tampak sudah sangat frustasi.
"Kenapa harus aku?"
Aku masih tak bisa menerima, keputusan putra ketiga Arkana Grup itu. Sebab tak ada alasan yang pasti yang bisa memperkuat keputusan lelaki, yang kini memegang hampir seluruh kendali perusahaan terbesar keempat di Asia itu. Perusahaan raksasa Asia, yang bergerak di segala bidang dari teknologi sampai pertambangan.
Kabarnya, pria bernama Zidane Arkana itu tumbuh besar di Italia. Meski aku adalah pengacara yang sangat kompeten, tetapi setahuku selama lelaki itu kembali ke Indonesia. Zidane selalu membereskan kekacauan yang ia buat dengan tangannya sendiri.
Kemungkinan amat sangat kecil, dia membutuhkan orang seperti diriku disampingnya.
"Entah... Aku juga tak tau alasannya! Aku mohon!!! Jangan menolak!!!" Kak Brian mendekatiku, ia hendak meremas tanganku yang masih terbalut sarung tinju, tetapi segera kutampik.
"Jika kau menolak, aku akan dibunuh olehnya!" katanya dengan nada mengiba bak pengemis di terminal.
Aku berpikir kembali, akan tujuanku datang ke Arkana Grup lima tahun yang lalu. "Ok, kapan aku mulai berkerja untuknya!" kataku dengan nada mantap.
.
.
.
.
Aku akan menceritakan sedikit tentang Arkana Grup yang kini menjadi sumber pundi-pundi rejekiku.
Arkana Grup adalah perusahaan terbesar keempat di Asia. Arkana Grup tidak hanya fokus dalam satu jenis bisnis saja.
Saking besarnya perusahaan yang bernama Arkana grup ini, ada banyak rahasia busuk yang tersimpan di dalamnya.
Dan di sini tugasku adalah menjaga nama baik seluruh keluarga Arkana tetap harum dan wangi di mata masyarakat dunia.
Tetapi, secara pribadi Zidane Arkana, putra ketiga Sadewo Arkana Sang Wakil Presiden Direktur Arkana Grup. Menunjukku menjadi pengacara pribadinya, yang pasti tugasnya mengurus seluruh urusan Zidane Arkana saja.
Apa kira-kira aku mampu menjadi pengacara serta sekertaris bagi orang seperti itu.
Asal kalian tau, pria itu tumbuh besar di Italia. Diasuh oleh keluarga mafia yang sangat kejam. Selain itu, Zidane Arkana ditunjuk secara resmi menjadi penerus ayah angkatnya di Italia.
Pemimpin Kartel Mafia terkenal di Italia yang bernama Keluarga Castello. Bahkan telinga orang Indonesia sepertiku bisa mendengar betapa agung nama keluarga Mafia itu di dunia gelap. Bayangkan saja, pengaruh apa yang ditorehkan oleh keluarga itu di dunia.
Bodohnya aku, aku mengejar sosok pemimpin yang menaungi Keluarga Castello dan Arkana Grup. Si Vampire Eropa dan Si Singa Asia.
Kelompok Mafia raksasa Eropa, serta perusahaan besar Asia yang diselimuti oleh kejahatan kejam dan kegelapan.
Tetapi aku harus tetap di sini, sebab hanya mereka yang bisa menuntunku pada tujuanku.
.
.
.
.
"Wahhhh, apa ini rumah hantu?! Kenapa auranya dingin banget!" keluhku, padahal aku berada di dalam mobil BMW merahku yang melaju pelan memasuki halaman rumah mewah sang monster dunia hitam yaitu Zidane Arkana.
Halaman rumah ini, hampir sama dengan halaman-halaman kediaman Arkana-Arkana lain yang amat luas, tertata tetapi sangat janggal.
Selain auranya yang begitu dingin, halaman milik para keluarga Arkana cukup berwarna karena banyak bunga mahal yang terawat tapi sangat hampa.
"Nona Jane Monika?" seseorang sudah menyambutku dengan senyuman manis.
"Iya!" aku segera mengangguk dan membalas senyum lelaki berjas hitam serta berambut kuning terang itu.
Setelah menutup pintu mobilku, aku mengikuti langkah kaki salah satu pengawal Zidane Arkana itu. Di Indonesia Zidane tidak menggunakan nama Castello di tengah nama panjangnya. Seorang putra harus menjaga nama baik keluarganya, begitupun Zidane.
"Tuan Zidane sedang olahraga pagi, anda bisa menunggu di sini!" ucap lelaki itu.
Dia membawaku ke sebuah ruangan luas dengan dua kursi dan satu meja. Aku tertegun sebentar, untuk mencoba berpikir. Apa maksut orang yang mendesain ruangan ini.
Luasnya mungkin sekitar 10×10 meter, tetapi hanya ada dua kursi kayu dan meja senada yang menghiasi ruangan itu.
"Aku tak mengira, orang itu sangat aneh!" gumamku sambil menggelengkan kepalaku.
Sebagai manusia normal yang tak punya kelainan mental, aku berjalan santai ke arah kursi kayu yang terletak di ujung ruangan luas itu.
Namun saat aku sudah hendak menduduki kursi itu, sebuah suara mengkagetkanku.
"Selamat pagi Nona Jane?!" suara itu sangat maskulin dan begitu berkharisma.
Secepat kilat aku segera mengurungkan niatku untuk duduk. Kuputar tubuhku ke arah pintu masuk dan aku menemukan sebuah pemandangan sekelas surga di sana.
"Senang bertemu dengan anda!" lelaki itu berkata dengan tegas.
Pandangan matanya yang bertemu dengan mataku, membuatku segera menundukkan wajahku. Tatapan matanya begitu tajam dan mengintimindasi. Membuatku tak kuat jika harus memandanginya terlalu lama.
"Apa anda sudah siap bekerja dengan saya, Nona Jane?" suara maskulin yang penuh karisma itu terdengar semakin jelas, pertanda sang pemilik suara perlahan mendekatiku.
"I...ya saya sudah siap, Tuan!" bodohnya aku, aku malah mengangkat wajahku.
Dada bidang dengan otot kekar yang setengah basah karena keringat, tertutup rapat dengan kaus oblong hitam tipis. Baunya yang sangat unik serta bentuknya yang sangat mengiurkan, sudah ada di depan mataku. Pemandangan yang amat mengoda iman wanita itu, membuatku mendongak.
Mataku semakin terbelalak, sebab garis wajah yang begitu tegas serta pandangan mata tajamnya menusuk langsung ke dalam mataku.
Seketika aku mundur, menjaga jarak dari tirani terkejam di dunia. Ternyata aku tak mampu melihat betapa berkharismanya dia, padahal aku bukan orang yang mudah terintimindasi. Tetapi auranya benar-benar bisa membuatku merasa kecil. Sepertinya tak bohong, tentang reputasi yang ia sandang selama ini. Ketua Mafia keluarga Castello, pemilik gudang anggur dan bisnis gelap terbesar di Eropa.
"Baguslah kalau begitu. Kau adalah wanita pertama yang masuk ke dalam rumahku, usahakan jangan hamil selama kau disini!" kata Zidane dengan nada suaranya yang besar tapi datar, diteruskan dengan helaan nafas yang panjang.
Ungkapan yang ia katakan amat terdengar aneh di telingaku, tetapi aku hanya bisa mengangguk-angguk tanpa berani membantah perkataan absrud Zidane.
"Satu lagi. Ponselmu harus selalu aktif dan jangan menolak perintahku. Apa lagi menanyakan alasannya," kata Zidane.
"Baik, Tuan!" jawabku.
Aku menunduk untuk menunjukkan rasa hormatku. Tetapi sesuai dugaanku, lelaki tampan dengan postur tubuh gagah itu tak mempedulikan apa yang kulakukan. Dia pergi begitu saja, tanpa menoleh ke arahku.
"Huhhhhh!" aku menghela nafas panjang, karena aku merasa lega.
Rasanya seperti baru saja keluar dari ruangan sempit yang minim oksigen.
Lelaki dengan kekuasaan yang luar biasa, memang mempunyai aura yang sangat kuat.
Salahkah aku mengincarnya, apa langkah yang kupilih ini tepat.
Dengan berani dan secara terang-terangan aku mendekatinya. Aku berusaha menjadi pemenang di setiap urusan Arkana Grup yang kutanganni. Menonjolkan diri agar terlihat oleh mata Zidane Arkana.
Aku ingin dia memilihku menjadi salah satu orangnya, sebab itu aku menjadikan diriku. Seorang pengacara yang menghalalkan segala cara untuk melindungi semua angota keluarga Arkana.
Kini tujuanku telah berhasil, aku sudah berada di sarang tirani itu. Selangkah lagi, aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan.
Sebab aku tau, hanya Zidane Arkana lah yang bisa mencari orang itu.
Selama 14 tahun aku mencarinya, mengunakan seluruh koneksi Arkana Grup. Tetapi aku tak bisa menemukan orang yang kumaksud.
Satu-satunya harapanku adalah Zidane Arkana, manusia buas yang ditakuti oleh makhluk di seantero dunia.
Deritan suara troli koperku, mengiringi dentum suara hak tinggi ku dan sol sepatu kulit yang dikenakan Boby. Kami sedang berjalan cepat menyusuri halaman samping rumah mewah Zidane Arkana.
"Tak biasanya Tuan Zidane bicara pada orang baru!" ucap pengawal Zidane, yang tadi menyambutku.
"Lebih baik tak diajak bicara, dari pada diajak bicara dengan orang seperti itu!" kataku sepontan.
"Kau benar! Sebaiknya kau hindari Pak Zidane sebisamu!" ucap lelaki itu.
Kenapa dia malah mendukungku, padahal aku mengerutu tentang majikannya.
"Bagaimana aku menghindarinya, aku sekarang adalah asisten pribadi dan juga pengacara pribadinya!" ucapku.
Aku merasa nyaman sekaligus aneh, sebab aku aku merasa nyaman bicara dengan orang ini.
"Susah juga!" gumamnya.
Dia yang awalnya berjalan beriringan denganku, tiba-tiba melangkah lebih cepat mendahuluiku.
Di depan kami sudah ada bangunan rumah yang cukup besar, meski tak semewah rumah utama.
"Ohhh iya kita belum kenalan!" ucap pengawal pribadi Zidane itu dengan senyum yang mengembang manis.
Aku terdiam sejenak, karena ekspresi dan keramahan orang ini jauh dari dugaanku. Sudah sering aku bertemu dengan pengawal Zidane yang satu ini. Biasanya dia selalu dingin dan tegas saat bertugas mengawal Zidane.
"Kau bisa memanggilku Boby!" katanya.
"Ohhhh!" Aku terperanjat dari kebengonganku.
"Kita akan tinggal di sini berdua!" ucap Boby.
"Heh berdua???" seketika aku terkejut.
"Iya, hanya aku dan kamu! Yang lain tinggal di belakang!" ujar Boby.
"Kau tak serumah dengan Pak Zidane?" tanyaku.
"Dia tinggal sendirian di rumah besar itu! Dia suka menyendiri!" jawab Boby.
Setelah memasukkan sandi pintu, pintu rumah itu terbuka.
"Ayo masuk!" ucap Boby dengan nada bicara yang amat ceria.
Mafia identik dengan banyak pengawal yang menyertainya kemana pun dia pergi. Dijaga para pria gagah perkasa dengan otot-otot kekar di seluruh badan, entah saat dia melek ataupun tidur.
Tetapi Mafia yang satu ini, tampaknya mempunyai hobi yang jauh berbeda dengan Mafia kebanyakan.
Harusnya aku tak memikirkan hal kecil semacam ini, tentang kebiasaan hidupnya serta keanehan sikapnya adalah urusannya sendiri.
"Kau tak keberatan, kan? Tinggal bedua saja denganku?" tanya Boby, membuatku sedikit kaget.
Lamunanku sedang berada di tempat lain, dan pertanyaan Boby yang sangat manipulatif. Membuatku mengarang sendiri akan maksut dan tujuan pertanyaan lelaki gagah itu.
"Jika kau tak keberatan, kita juga bisa melakukan hubungan asmara!" lanjut Boby.
"Tolong, bekerjalah secara provesional!" ucapku.
Aku langsung mendahuluinya, menuju ruang tamu.
"Maaf! Kupikir kau orang yang fleksibel, ternyata kau sama kakunya dengan Tuan Zidane!" ujar Boby.
"Jangan sama-samakan aku dengan Tuan-mu!" kataku. Wajah paling songong pasti sudah terpampang jelas di mukaku.
Dia diam, mungkin karena takut dengan keseriusan di dalam diriku.
Aku bukanlah wanita sembarangan yang bisa ditekan oleh orang lain. Banyak peristiwa mendebarkan yang sudah terjadi di dalam hidupku. Membuat mental dan juga tubuhku terlalu kuat, melebihi istilah 'tahan banting'.
"Anda bisa memilih kamar, sesuai yang anda inginkan!" Boby berkata dengan nada dan bahasa yang formal.
Ternyata bodyguard Zidane cukup cerdas mengatasi situasi semacam ini. Tak mungkin orang bodoh bisa direkrut menjadi pengawal Mafia,kan.
"Baiklah!" ucapku dengan penuh kewibawaan juga.
"Tapi sebaiknya, anda segera bersiap. Sebab Tuan Zidane akan segera berangkat ke kantor!" ucap Boby.
"Aku sudah siap! Taruh saja koperku di situ!" kataku sambil menunjuk ujung ruang tamu yang kosong.
"Baik, Nona Jane!" kata Boby dengan nada yang lancar dan tegas.
Dia pasti selalu berbicara dengan ketegasan, jadi sudah biasa memanggil orang dengan kesopanan yang tinggi.
Aku segera menenteng tas tanganku yang berukuran cukup besar, banyak yang harus kubawa.
Aku tau kebutuhan Zidane, meski baru pertama kali ini aku bekerja menjadi Sekretaris Wakil Presiden Direktur. Siapa lagi kalau bukan karena Kak Brian yang memberitahuku, lelaki itu memang penyelamat hidupku.
Semenit kemudian, aku sudah berada di samping mobil BMW mewah yang biasa digunakan Zidane.
Aku punya keyakinan, dari dulu. Jika aku akan bisa menaiki mobil luar biasa ini.
Bukan karena kebesaran merek atau kemewahan desain serta kemahalan harganya. Tetapi karena pemiliknya, aku punya harapan yang tingi pada pemilik mobil ini.
Hatiku berdebar sangat kencang karena membayangkan, akan duduk di dekat Mafia terkejam di dunia.
Hari ini dia mengenakan setelan jas biru tua yang amat elegan. Selain setelan jas itu dibuat di Eropa, si pemakai juga memiliki bentuk tubuh yang amat proporsional tanpa kecacatan. Membuat siapa pun yang memandangnya terintimidasi dengan aura pemimpin yang kejam.
Tanpa melihatku, Zidane langsung masuk ke dalam mobil. Aku segera mengikutinya, meski dia duduk di jok belakang dan aku di samping sopir yang tak lain dan bukan adalah Boby.
"Bacakan jadwalku hari ini!" ujar Zidane dengan suaranya yang serak dan berat.
"Hari ini, anda ada pertemuan meting dengan mandor-mandor pertambangan Arkana Tambang di jam 10 pagi.
"Jam 11 meting dengan Sandbox.
"Jam 2 meting CrondFood.
"Jam 4 anda harus menghadiri pertemuan pemegang saham Arkana Grup," kataku dengan cepat dan jelas.
10 menit sudah semenjak aku membacakan jadwal Pak Zidane, tetapi aku tak mendengar sedikitpun suara dari belakang.
Saking penasarannya aku mengerakan kepalaku, mencari bayanganannya dari cermin sepion yang terletak di bagian atas tengah-tengah mobil.
Mataku tertegun, wajah garang dengan aura menyeramkan itu terlihat begitu polos dan menggemaskan saat tertidur. Zidane tertidur di kursi penumpang.
Mataku masih menelisik di sepanjang sudut kaca sepion tengah. Wajah Zidane benar-benar menarik netraku untuk terus memandangnya.
Bentuk matanya yang sedang terpejam seperti garis katulistiwa yang dihiasi jajaran bayangan. Hidungnya yang mancung bak prosotan di taman kanak-kanak, serta bibirnya yang tak tipis tetapi juga tak tebal.
Rahangnya yang tegas, garis wajahnya yang ternyata cukup manis saat tidur.
Entah kenapa perpaduan itu membautku tak bisa mengalihkan perhatianku pada Zidane.
"Apa yang kau lihat?" tanya Boby dengan nada berbisik.
"Akhhhh enggak!" jawabku, dengan nada sedikit tinggi karena kaget.
"Jangan keras-keras Tuan Zidane sedang tidur!" Boby membentakku dengan berbisik.
"Maaf!" aku juga berbisik.
"Bisakah kalian diam?" suara serak bernada kasar yang amat menyeramkan, kembali terdengar.
"Maaf, kan...!" ucapku belum selesai.
"Stttttt!" Zidane menyuruhku diam, seketika aku diam 1000 bahasa.
Aku takut padanya lalu tiba-tiba menjadi penurut. Meski mataku masih memperhatikan wajahnya dari sepion tengah.
Ada apa denganku???
Kenapa aku begini???
Apa yang sedang terjadi di dalam dadaku???
Kenapa tiba-tiba dadaku berdetak sangat cepat???
Lamunanku terhenti, sebab kami sudah sampai di gedung pusat Arkana Grup. Dimana semua Direktur dan petinggi Arkana Grup lain bekerja.
Ternyata kesadaranku masih ada, aku segera turun. Boby turun lebih dulu, membukakan pintu untuk Zidane.
Wajah imutnya saat tertidur sudah kembali beraura garang yang elegan.
Zidane benar-benar hebat, dalam jangka waktu dua tahun saja. Lelaki ini sangup menjadikan Arkana Grup menjadi perusahaan raksasa Asia.
Arkana Grup memang menduduki peringkat nomor satu, sebagai perusahaan terbesar di Asia 20 tahun lalu. Tetapi 20 tahun terakhir, Arkana Grup mengalami banyak kerugian dalam bisnis, posisinya sudah digeser oleh banyak perusahaan baru.
Namun untuk meraih posisi teratasnya lagi, adalah hal yang amat mudah untuk Zidane.
Meski aku tau, jika cara yang digunakan oleh Zidane banyak berunsur kekerasan. Tetapi semua itu bukan urusanku, satu-satunya urusanku adalah tujuanku sendiri.
"Apa Tim Pertambangan sudah datang?" tanya Zidane.
Lift mengurung kami bertiga, rasa di dadaku masih saja aneh. Kenapa aku bisa segugup ini, padahal hal ini adalah sebuah moment yang paling kunantikan selama lima tahun aku bekerja keras untuk Arkana Grup.
"Saya akan memeriksa lobi sesegera mungkin!" jawabku.
Aku memgambil ponselku, aku mencoba menghubungi meja resepsionis lobi. Untuk memastikan, apa Tim Pertambangan dari Kalimantan, Sumatra dan Papua sudah berkumpul semua.
"Kelihatannya masih ada beberapa yang belom sampai sini, Pak!" kataku setelah bicara dengan resepsionis di lobi gedung ini tentunya.
"Aku ingin mulai metingnya sekarang!" ucap Zidane tanpa berpikir.
Pastinya lelaki Mafia itu tak berpikir apa-apa. Pertemuan ini melibatkan cukup banyak orang. Tim Sekertaris Arkana Grup pasti kelimpungan menyiapkan segala hal. Mana ada beberapa anggota penting yang belum datang.
Tempat dan kelengkapanya, konsumsi, dokumen serta masih banyak lagi. Semua harus tertata rapi, sedangkan pertemuan ini harusnya dilaksanakan sejam lagi.
Namun aku tak ingin, di hari pertamaku sebagai sekertaris pribadi dari Zidane Arkana menjadi bencana. Maka aku harus berusaha sebisa mungkin, menyiapkan segalanya yang mendadak ini.
"Saya akan berusaha, agar pertemuan ini bisa di adakan secepat mungkin," kataku.
"Lakukan, aku tak suka membuang waktu!" ucap Zidane acuh.
Aku segera merogoh ponsel di saku jasku lagi. Pertama yang kuhubungi adalah tim asisten yang menyiapkan segala macam keperluan, pertemuan penting itu. Lalu mengkonfirmasi siapa saja anggota Staf Pertambangan yang belum hadir.
Meski pekerjaanku sangat banyak pagi ini, aku masih sempat mengantar Zidane menuju kantornya.
"Brian sangat membanggakanmu setiap bertemu denganku, kita lihat apa kau sehebat itu!" ucap Zidane dengan santai.
Aku sempat terpaku ketika tirani itu mengatakan hal barusan. Seketika ada dua hal yang berkecamuk di hatiku. Pertama Kak Brian sengaja menaruhku di samping Zidane dan kedua pria di depanku ini menyadari hal itu, sehingga aku hanya akan menjadi mainannya di sini.
Bukan main..., ternyata aku terjebak juga di situasi semacam ini. Ini adalah ambisiku, tapi mungkin bisa menjadi ambisi orang lain.
"Karena hanya orang-orang hebat saja, yang bisa hidup disekitarku! Makanya aku memintamu dari Brian!" lelaki gagah itu menatap mataku dengan sangat mengintimidasi.
"Saya akan membuktikan pada anda, jika saya layak berada di sini!" jawabku begitu yakin.
Menjadi bawahan Zidane adalah tujuanku, dan aku tak akan melewatkan kesempatan emas ini.
Tanpa babibu lagi aku segera keluar dari kantor Zidane dan pergi ke lobi gedung di lantai satu.
"Siapa saja yang belum datang?" tanyaku dengan nada tegas pada resepsionis.
"Tiga orang nona!" jawab resepsionis itu, hampir semua staf di pusat Arkana Grup ini mengenalku.
"Dua orang masih di penerbangan dan satu lainnya berada di sebuah hotel tak jauh dari sini, nona!" resepsionis itu kembali menjelaskan detailnya.
"Hotel?" aku begitu sangat kaget, bukankah seharusnya mereka segera ke Arkana Grup secepat mungkin setelah sampai di bandara. Kenapa ada satu orang yang berada di hotel.
Para pimpinan pekerja tambang yang harusnya menghadiri rapat dadakan ini, diterbangkan langsung dari pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Mereka diterbangkan langsung pagi ini, jadi mereka tak akan punya waktu untuk sekedar istirahat, apa lagi istirahat di hotel.
"Kirimkan nama dan alamat Hotelnya!" kataku pada si resepsionis, aku harus segera bergerak jika tidak maka Zidane akan meremehkanku kedepannya.
Baru juga aku berjalan beberapa langkah, aku sudah menemukan staf pertambangan yang dikabarkan di hotel barusan. Lelaki dengan name tag Arkana Tambang muncul, berjalan beriringan dengan seorang pria yang amat kukenal.
"Nona Jane!" pria paruh baya itu menghampiriku dengan senyum mesum yang menjijikan.
"Aku tak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini!" lelaki itu sudah berdiri di depanku.
"Maaf Sekertaris Presdir, saya sedang sibuk! Kalau boleh tau?! Apa yang membawa anda ke sini?" tanyaku dengan senyum yang sombong.
Presiden Direktur sedang menjalani sidang khasus pembunuhan di rumah pribadinya, untuk sementara Jendral Arkana harus menghendaki aktifitasnya di gedung ini. Sebuah kejanggalan jika Sekertaris pribadi seorang Presiden Direktur, mengantar pegawai biasa untuk sekedar menghadiri rapat.
"Aku hanya ingin mengantar seorang pegawai Arkana berangkat miting! Apa tidak boleh?" tanya lelaki Sekertaris Presdir boneka Arkana Grup itu.
"Tentu saja boleh...!" jawabku dengan gelak mengejek. "Aku merasa bersyukur karena menolak menjadi Sekertaris Presdir!" ucapku dengan kebanggaan.
Pria tua berwajah licik itu sangat kesal, hingga sumpah serapahnya terdengar begitu nyaring saat aku berjalan menjauhinya.
Karena tugas yang diberikan Zidane padaku, aku tak punya banyak waktu untuk bersenda gurau dengan pegawai lain. Jadi aku memutuskan pergi dari hadapan Sekertaris Presdir yang amat sombong dan mesum itu.
Lima tahun bekerja di sebuah perusahaan, membuatmu mengenal hampir semua pegawai. Dan entah kenapa aku juga selalu tau rahasia-rahasia mereka.
Mungkin karena aku dulu berada di Tim Alpha jadi aku tau semua hal tentang Arkana.
Tim Alpha adalah sebuah kelompok yang dibuat untuk melindungi anggota keluarga Arkana dan bisnisnya.
Aku tak seharusnya memikirkan Sekertaris Jendral Arkana itu, karena tugasku amat berat saat ini.
Aku kembali berkomunikasi dengan seseorang yang mempunyai tanggung jawab untuk penjemputan karyawan tambang di bandara. Untung saja semua terkendali.
15 menit adalah waktu yang kubutuhkan untuk menyiapkan semuanya. Meski harus menurunkan sebuah helikopter di bandara untuk menjemput dua karyawan tambang yang baru datang, untuk menghindari kemacetan ibu kota. Serta sedikit memaki beberapa staf sekertaris yang ternyata kerjaannya amat lelet, tetapi aku bisa menyelesaikan tantangan pertama dari Zidane.
"Semua sudah siap, Pak!" kataku pada Zidane dengan sangat bangga.
Zidane yang duduk di kursi kebesarannya sebagai Wakil Presiden Arkana Grup, hanya memandangku dengan tatapan datar tanpa berkata apapun.
Apa yang kukerjakan pagi ini memang bukanlah hal besar, meski tirani itu tak memujiku aku juga tak tersinggung.
..............
Zidane memasuki ruangan rapat dengan aku dibelakangnya. Semua orang di dalam ruangan itu seketika berdiri memberi sambutan hormat pada Wakil Presiden Direktur Arkana Grup itu.
Seketika suasana hening, setelah Zidane duduk di kursi kebesarannya sebagai pemimpin rapat. Lelaki itu tak memberi intruksi apa pun padaku, hingga aku sedikit binggung. Tirani itu hanya memandangi semua orang, satu persatu dengan begitu jeli.
Cukup lama Zidane melakukan hal itu, sampai dia memberiku isyarat agar rapat segera dimulai, dengan mengacungkan tangan kanannya dengan santai.
Aku segera menyalakan monitor yang berada di tengah ruangan bermeja bundar besar itu.
"Saudara-saudara pasti bisa menebak kenapa hari ini Wakil Pimpinan memanggil anda semua kesini?!
"Benar, Kasus kecelakaan warga sipil di bekas galian tambang dan kontroversi tentang ganti rugi lahan!" kataku memulai rapat.
Di layar monitor sedang memutar tentang potongan cuplikan berita di televisi.
"Kasus pertama lima tahun lalu... Seorang anak kecil berusia delapan tahun meninggal karena tenggelam di bekas galian PT Arkana Tambang di daerah H. Beberapa bulan kemudian hal yang sama terjadi lagi.
"Tetapi... Kenapa hal itu terjadi lagi baru-baru ini?!" aku cukup emosional saat ini.
Tetapi sebuah kejadian yang tak ku prediksi terjadi.
Zidane berdiri dengan cepat, lelaki itu berjalan cepat ke arah seorang Staf pertambangan. Lelaki itu dengan coolnya melepas dasi yang ia kenakan lalu menggulungnya di tangan kanannya.
Apa yang akan dilakukan Mafia gila itu?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!