NovelToon NovelToon

My Bodyguard Is My Boyfriend

Gabriel Luna

Di Sebuah Pasar Tradisional Kota Dubai

“PENCURRRIIIII!” Teriak seorang pedagang roti ke seorang anak remaja mungkin berusia 13-14 tahun yang lari membawa dua buah roti

Dua orang polisi itu pun mendengar teriakan pedagang roti itu dan segera mengejar remaja pria tadi. Dengan gesit, remaja itu berhasil meninggalkan pasar dan bergegas menuju ke sebuah daerah pekerja kasar yang berupa rumah-rumah tidak layak huni, sangat berbeda jauh dengan Dubai yang dikenal banyak orang sebagai tempat yang megah dan mewah. Tidak ferguso, tidak semua orang hidup bergelimang harta. Remaja pria itu pun masuk ke sebuah bangunan bobrok tinggal menunggu ambruknya tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang dipunyainya.

“Kamu sudah datang nak?” Tanya seorang pria renta yang tiduran di atas dipan lusuh.

“Sudah abah. Ini aku bawakan roti…” remaja itu pun memberikan dua buah roti kepada pria itu.

“Kamu mencuri nak?”

Remaja itu hanya menunduk.

“Ya Allah, jangan diulangi ya nak. Dosa karena kamu memberikan makanan dari perbuatan haram…”

“Uang dari kerja belum turun abah dan aku melihat abah kelaparan…”

“Apapun, jangan sampai mencuri.” Netra tua itu tersenyum lembut. “Ya sudah, kita makan roti ini tapi besok jangan diulang lagi ya.”

Remaja itu pun mengangguk.

***

Keesokan harinya remaja itu mendatangi ke sebuah proyek pembangunan apartemen baru dan mulai bekerja sebagai buruh kasar. Meskipun dia masih berusia 14 tahun tapi tubuhnya yang cukup bongsor membuatnya seperti berusia 17-18 tahun. Remaja itu bekerja tanpa mengeluh untuk mengaduk pasir dan semen ataupun mengangkut sak, karena yang di benaknya hanya bagaimana mendapatkan upah demi makan untuk dirinya dan kakeknya.

Menjelang sore, semua buruh mendapatkan bayarannya dan remaja itu menerima upahnya dengan bersyukur tidak ada pengurangan. Semua buruh di sini tahu bahwa pengusaha perusahaan kontraktor ini sangat ketat dengan aturan upah para buruh. Saat remaja itu baru sebulan bekerja, ternyata sang mandor berbuat curang dengan menilap upah para buruh. Entah dari mana sang pemimpin perusahaan itu tahu, dia mengirim pengawalnya dan memecat mandor itu tanpa ampun serta langsung mendeportasi keluar Dubai karena dia bukan warga negara UAE.

Usai mendapatkan upah, remaja itu pun bergegas pulang dan membelikan bahan makanan untuk dimasaknya di rumah. Sedikit kecewa karena pasar tradisional sudah tutup, akhirnya dia membelikan makanan matang yang harganya murah untuk dimakannya bersama. Ketika hendak sampai di gubuknya, ternyata sudah banyak orang. Remaja itu berlari menuju gubuknya dan ternyata kakek yang selama ini merawatnya sudah meninggal dunia. Remaja itu berteriak histeris karena harus kehilangan orang tua yang menyayanginya hingga harus ditarik oleh beberapa tetangganya. Malam itu juga, kakeknya pun dimakamkan secara sederhana di pemakaman umum bagi kaum miskin. Tidak ada nisan, tidak ada karangan bunga, hanya gundukan tanah berpasir.

Remaja itu menangis sendirian di dalam gubuk repotnya karena sekarang dirinya benar-benar sendirian tanpa ada orang yang tinggal bersamanya.

***

Dua Minggu sudah kakeknya meninggalkan dirinya dan sejak itu, dia tidak pernah mencuri demi makanan karena teringat pesan almarhum. Remaja itu pun sudah bisa mengikhlaskan kepergian kakeknya, yang meskipun bukan kakek kandung tapi beliau lah yang menyelamatkan nyawanya waktu kecil.

Nama remaja itu adalah Gabriel Luna, berdarah campuran Brasil dan Amerika Serikat. Di usianya yang ke 12 tahun, dia bersama dengan kedua orangtuanya berlibur ke Dubai. Gabriel tidak terlalu mengingat dengan jelas tapi yang dia tahu, kedua orangtuanya dibunuh di hadapannya dan saat pembunuh itu hendak membunuhnya, seorang kakek datang menyelamatkan dan membawanya pergi dari tempat kejadian. Bukanlah hal yang mudah bagi Gabriel kecil melupakan traumanya melihat bagaimana kedua orangtuanya dibunuh di depan mata. Dirinya hanya membawa backpack yang berisikan pasport miliknya, beberapa pakaian dan tiket pesawat menuju Miami, tempat tinggalnya. Namun dengan kejadian ini, dirinya hanya bisa tergantung dengan kakek Ahmed, yang dengan telaten mengasuhnya meskipun penuh kekurangan.

Selama tinggal dengan kakek Ahmed, Gabriel mulai bekerja kasar bahkan menjadi kuli pasar seperti kakeknya. Meskipun pada awalnya dirinya tidak terbiasa apalagi bahasanya dia tidak paham karena dia hanya menguasai bahasa Inggris dan Spanyol, bahasa ayahnya. Kakek Ahmed lah yang mengajari bahasa Arab dan memperkenalkan agama Islam pada Gabriel yang kemudian memeluk agama sang kakek bahkan mengikuti aturan khitan.

Dan kini Gabriel bertekad mencari uang yang banyak agar bisa menyelidiki kematian ayah dan ibunya yang dia tahu entah kapan dia bisa mengumpulkan uang sebanyak itu tapi setidaknya sekarang dia memiliki waktu luang untuk bisa mencari informasi kasus pembunuhan pasangan suami isteri itu dua tahun lalu.

***

Malam ini Gabriel berjalan ke sebuah distrik yang diingatnya sebagai lokasi kedua orangtuanya yang dibunuh. Setelah sekian lama, dirinya baru sekarang memberanikan diri kembali ke lokasi kejadian memilukan itu. Remaja itu bersyukur dirinya dikaruniai tubuh bongsor hingga orang tidak mengira bahwa dirinya baru berusia 14 tahun.

Mata coklatnya menyapu lingkungan yang dikenal lingkungan tidak elite karena hanya berjarak beberapa ratus meter saja ke sebuah komplek apartemen tipe sederhana. Gabriel mulai bertanya ke beberapa orang yang memiliki usaha disana. Ada yang ingat peristiwa itu dan ada yang tidak. Buat yang mengingat, Gabriel menyimpan semua informasi di otaknya yang dia bersyukur dikaruniai otak cerdas dan termasuk mudah mengingat. Hanya saat kedua orangtuanya dibunuh, dia tidak bisa mengingat wajah pembunuhnya.

Merasa sudah cukup mendapat informasi yang harus pelan-pelan dia gali, Gabriel memutuskan untuk makan di sebuah restauran cepat saji. Ketika sedang menga tri, dirinya melihat seorang anak berusia mungkin sekitar sepuluh tahun, masuk bersama dengan seorang pria yang memakai baju gamis putih. Gabriel tidak bisa mengalihkan pandangannya dari anak laki-laki yang memiliki mata biru yang sangat terang. Wajahnya tidak menunjukkan memiliki darah Arab dan gerak geriknya tampak percaya diri.

"Tuanku, apa anda ingin mendahului antrian?" Tanya si pengawal itu.

"No. Kita mengantri saja" jawab anak itu dengan tegas.

"Baik tuanku."

"Hei..." Sapa anak laki-laki itu ke Gabriel.

"Hei."

"Apa kamu sudah mengantri lama?"

"Lumayan. Kamu lihat sendiri kan ibu itu memesan banyak burger. Mungkin keluarganya banyak" jawab Gabriel sambil menunjuk seorang ibu yang membawa beberapa kantong berisikan burger.

"Bisa jadi. Kamu sendirian?"

"Iya. Kenapa?"

"Kemana orang tuamu?"

"Sudah meninggal."

"Oh, maaf aku tidak tahu."

"Tidak apa. Aku Gabriel by the way" ucap Gabriel sambil mengulurkan tangannya.

"Gasendra."

"Nice to meet you, Gasendra."

***

Yuhuuu Up Malam Yaaaa

Akhirnya malah duluan dari jadwal soalnya aku sudah dapat wangsit meskipun ngetiknya sambil di mobil bareng pak suami ...

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu❤️🙂❤️

Bertemu Gasendra Lagi

Restaurant Cepat Saji di sebuah area di Dubai

"Kamu orang mana?" tanya Gasendra. "Tidak seperti keturunan Arab."

"Iya. Aku keturunan Brazil dan Amerika." Gabriel menatap Gasendra. "Kamu juga bukan keturunan Arab."

Gasendra tersenyum. "Aku produk gado-gado."

"Sama lah!" Gabriel pun maju ke counter dan mulai memesan burger dan minumannya. Setelahnya Gasendra pun maju untuk memesan makanannya.

"Kamu makan disini?" tanya Gasendra sambil mengeluarkan dompetnya.

"Iya sebelum pulang ke rumah."

Gasendra mengambil nampan miliknya dan pengawalnya. "Kita makan bersama."

"Tapi tuanku..." pengawal Gasendra tampak tidak setuju ketika melihat tuan mudanya dengan mudahnya percaya pada orang yang baru ditemui nya.

"It's okay Thoriq. Gabriel tidak akan macam-macam" senyum Gasendra sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kedua remaja beda usia itu pun duduk bersama. Gasendra memindai remaja bermata coklat itu dengan seksama.

"Berapa usiamu?" tanya Gasendra sesaat Gabriel hendak menggigit burgernya.

"17 tahun..."

"Yang sebenarnya Gabriel" potong Gasendra tajam.

Gabriel hanya tersenyum kecut. "14 tahun" jawabnya pelan.

"Dan selama ini kamu tinggal sendiri?"

Gabriel menggeleng pelan. "Setelah orangtuaku meninggal, aku tinggal bersama kakekku."

"Lalu?"

"Dua Minggu lalu, kakakku meninggal..."

"Innalilahi. Ikut berduka cita, Gab. Jadi kamu tinggal sendirian?"

Gabriel mengangguk.

"Dimana?"

Gabriel menyebutkan sebuah daerah tempat para orang miskin dan imigran tinggal.

"Apakah kamu bekerja sebagai buruh?"

Gabriel mengangguk lagi. "Seriously, Gasendra. Kenapa kamu penasaran dengan kehidupan aku?"

"Salut saja dengan kamu yang bisa survive."

"Karena terpaksa Gasendra. Kehidupan yang membuat aku harus dewasa sebelum waktunya."

"Aku memang baru sepuluh tahun tapi aku bisa melihat apakah orang itu baik atau tidak. Mungkin ini salah satu takdir kamu bisa bertemu denganku untuk kehidupan yang lebih baik." Gasendra menatap serius ke Gabriel.

"Pola pikirmu terlalu dewasa dibandingkan usiamu" kekeh Gabriel.

"Mungkin tapi aku dewasa jika dalam situasi tertentu. Aslinya, aku menyebalkan" tawa Gasendra.

"Kamu berapa bersaudara? Menilik dari gaya dan pakaian mu, kamu bukan anak biasa."

"Aku anak tengah. Kakakku perempuan beda usia enam tahun dan besok Juni sudah ke Geneva untuk kuliah dan seorang adik perempuan beda dua tahun dariku."

"Senang ya jika memiliki saudara" senyum Gabriel.

"Well, kalau kakak perempuan aku sih asyik saja tapi adikku... menyebalkan! Manja, cengeng, keras kepala."

Gabriel tertawa kecil. "Tapi setidaknya kamu ada saudara."

Gasendra tersenyum. "Iya sih, apalagi besok kakakku kuliah jauh. Tinggal aku berdua dengan adikku satu itu."

Keduanya pun mengobrol macam-macam dan Gasendra semakin kagum dengan kematangan berpikir Gabriel yang ditempa kehidupan keras.

Menjelang jam sepuluh malam, keduanya berpisah tapi Gasendra meminta alamat Gabriel yang hanya bingung alasannya tapi tetap memberikan kepada anak laki-laki bermata biru itu.

***

Sebulan usai pertemuannya dengan anak bermata biru itu, Gabriel masih menjalankan rutinitasnya sehari-hari. Bekerja, menabung, sesekali kembali ke lokasi ayah ibunya tewas guna menggali lebih dalam informasi.

Sedikit demi sedikit Gabriel mendapatkan informasi bahwa pembunuhan itu adalah perampokan yang gagal. Mengira kedua orangtuanya adalah pelancong kaya, si perampok berencana merampas harta ayah ibunya.

Meskipun sedikit janggal karena seingatnya kedua orangtuanya tidak memakai banyak barang mewah, sementara dia menyimpan informasi itu. Di hari Minggu, Gabriel menyempatkan diri untuk ke perpustakaan umum negara untuk mencari berita disana.

Remaja itu menggunakan komputer sepuasnya disana untuk mencari berita kasus pembunuhan dua tahun lalu dari banyak media online termasuk kliping yang tersusun rapi di slide koran.

Hampir semuanya hanya memberitakan sedikit saja kasus pembunuhan kedua orangtuanya. Gabriel merasa ada sesuatu yang ditutupi dan seharusnya dia kembali ke Miami untuk membongkar informasi di rumahnya tapi untuk kesana juga membutuhkan biaya apalagi pasport nya belum dia urus lagi ke kedutaan Amerika, ditambah dia dianggap hilang setelah kasus itu.

Gabriel keluar dari perpustakaan menjelang sore dan menuju kembali ke rumah reyotnya. Setelah dirasa aman, remaja itu membuka diary milik kakek Ahmed dan mulai membaca. Entah sudah berapa kali Gabriel membaca buku lusuh itu yang menjabarkan saat pertemuan pertamanya dengan Gabriel yang nyaris dibunuh dan nekad menyelamatkannya.

Satu hal yang membuat Gabriel bingung adalah sebuah kode dengan inisial 'M' dan 'K' yang disebut berulang sebulan saat awal Gabriel tinggal di rumahnya yang reyot. Apakah mereka pembunuh kedua orangtuaku? Seingat Gabriel, hanya ada satu orang pembunuh tapi kenapa ada dua inisial.

Remaja itu pun menyimpan buku lusuh itu ke dalam sebuah plastik yang bersama dengan tiket dan paspornya lalu disimpan dalam kotak kayu lalu diletakkan di dalam lubang di bawah tempat tidurnya. Gabriel tidak mau ada orang tahu dirinya adalah orang Amerika karena bisa saja pembunuh orangtuanya masih mencarinya meskipun sudah dua tahun ini berselang.

Pada saat kakek Ahmed pertama kali membawanya ke gubuk, dia bilang ke semua orang bahwa Gabriel adalah cucunya dari anaknya yang baru saja meninggal di Saudi Arabia dan tidak memiliki keluarga. Orang-orang di sekitarnya pun menerima alasan itu karena Gabriel tampak kacau hingga tidak banyak pertanyaan.

Gabriel merasa bahwa kakek Ahmed tahu apa yang terjadi di balik peristiwa pembunuhan itu tapi sebelum memberitahukan kepadanya, beliau sudah dipanggil Tuhan. Gabriel bertekad untuk bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.

***

Sebulan kemudian, atau dua bulan usai pertemuannya dengan Gasendra, Gabriel sedang menikmati hari liburnya dengan berjalan-jalan di sebuah distrik yang merupakan lokasi sekolah elite. Jujur Gabriel rindu sekolah sebab saat mereka ke Dubai, saat itu dirinya baru lulus SD dan hendak masuk SMP.

Gabriel duduk di sebuah kursi taman sambil menikmati camilannya serta membaca bukunya dan melihat ramainya jam pulang sekolah. Mata coklatnya melihat Gasendra keluar dari sana dan menepuk jidatnya. Tentu saja dia sekolah disini bodoh! Dia tampaknya anak orang kaya.

Gabriel mengacuhkan Gasendra yang masih menunggu jemputan datang dan tiba-tiba dia melihat Gasendra diseret oleh empat orang anak laki-laki yang jauh lebih besar tubuhnya. Gasendra berusaha melawan keempatnya tapi kesulitan karena tangannya ditahan oleh seorang anak yang bertubuh besar.

Tanpa berpikir panjang, Gabriel berlari menyebrang jalan raya dan langsung menuju tempat Gasendra yang ditarik.

"Hei! Lepaskan dia!" teriak Gabriel.

"Siapa kamu? Hah! Bodyguard kamu kenapa jadi lusuh begitu heh?" ejek seorang pembully Gasendra.

"Biarpun lusuh tapi dia masih mending daripada kamu yang nggak punya otak!" balas Gasendra berani.

Anak itu hendak memukul Gasendra namun tangannya ditahan oleh Gabriel. "Apakah kamu laki-laki? Apa kamu sudah sunat? Kok macam banci beraninya keroyokan!" ucap Gabriel dengan sorot mata dan suara dingin.

"Kamu jangan ikut campur! Ini urusan aku dengan dia!"

"Kalau memang urusan kamu dengan dia, selesaikan berdua, satu lawan satu, bukan kamu bawa centeng masih piyik macam anak ayam kehilangan induknya! Kalian bertiga, apa kalian mau seumur hidup menjadi kacung anak ini? Apa kalian tidak punya harga diri? Memang apa salah dia ke kamu?" cengkraman Gabriel semakin kencang di pergelangan anak itu sedangkan mata coklatnya menandai satu persatu anak yang hendak mengeroyok Gasendra dengan dingin.

"Ayo jawab! Apa yang membuat kamu ingin menghajar Gasendra?" Gabriel menatap tajam ke arah anak itu.

"A...aku... aduh sakit sekali... aku kalah dalam ujian... matematika..." ringis anak itu.

"Kalau kalah, harusnya kamu belajar lebih giat lagi, bukan malah mengeroyok! Berarti memang ada yang salah dengan otakmu!" ucap Gabriel tajam.

***

Yuhuuuu Up Malam Yaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Gabriel Bertemu Ayrton

Gabriel mendorong anak itu hingga terhuyung ke belakang membuat tiga temannya merasa takut dengan anak remaja itu lalu melepaskan Gasendra.

"Masih kecil saja sudah sok jagoan tapi pengecut!" umpat Gabriel.

Gasendra menghampiri si pelaku utama. "Kalau mau mengalahkan aku, gunakan jalan yang benar bukan jalur preman! Kasihan sekali orang tuamu yang aslinya baik tapi anaknya kelakuan macam setan cilik!"

"Kamu!"

"Maju kalau berani! Satu lawan satu!" balas Gasendra dengan gagah. Dalam benaknya, pantang mundur jika bertemu dengan orang reseh macam temannya ini.

Gabriel hanya bersedekap melihat dua anak kecil itu saling menatap judes. Dan akhirnya yang dikhawatirkan terjadi. Anak itu maju memukul Gasendra tapi dirinya sudah siap dan mulai menangkis. Dalam sekejap Gasendra bisa memiting tangan anak itu ke belakang punggungnya.

"Sa...sakit Sendra!" teriak anak itu.

"Sakit? Kasihaaannn... Sudah kapok? Sudah kapok belum!" bentak Gasendra.

"Kapok aku! Maaf!"

Gasendra melepaskan pitingan nya dan anak itu mengusap-usap bahunya yang nyeri. Gabriel melongo melihat bagaimana Gasendra ternyata menguasai bela diri meskipun belum terlalu terasah tapi basic sudah kuat.

"Tuan Schumacher..." panggil Thoriq yang melihat tuan mudanya berkelahi.

"Mati aku" bisik Gasendra yang terdengar oleh Gabriel.

Tiga orang guru datang bersama dengan pria Arab memakai qafayeh dan jas mahal. Gasendra hanya nyengir ke arah pria Arab yang menggelengkan kepalanya.

Keempat anak yang mengeroyok Gasendra pun dibawa oleh para guru untuk kembali ke sekolah.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Thoriq panik.

"Tidak apa-apa. Mari kita pulang." Gasendra menoleh ke arah Gabriel. "Ayo, kamu ikut aku!"

"Hah?"

"Ayo Gabriel." Gasendra melihat asisten ayahnya, Abdulah. "Paman Abdulah, tolong diurus ya?" pinta Gasendra ke pria Arab tampan itu. "Dia marah karena kalah nilai ujian jadi emosinya begitu."

"Tuan Gasendra akan bertemu Tuan Emir?"

"Iya paman, biar aku yang menjelaskan pada papa." Gasendra memberikan kode kepada Gabriel untuk ikut dengannya masuk ke dalam mobil Range Rover hitamnya.

***

Istana Al Jordan Dubai UAE

Gabriel melongo melihat istana megah itu dan Gasendra pun mengajaknya masuk. Remaja berusia 14 tahun itu tampak tidak percaya bahwa anak laki-laki yang beda usia empat tahun itu adalah putra salah seorang Emir di Dubai yang terkenal.

Pantas dia sangat percaya diri dan tutur katanya tampak begitu tertata serta terdidik baik. Gabriel melihat beberapa foto keluarga dan melihat keluarga Gasendra. Pantas kakak dan adiknya cantik, Gasendra sendiri juga tampan.

"Kamu tunggu dulu disini. Aku akan menghadap papa dulu." Gasendra mengetuk pintu besar itu lalu masuk. Gabriel memilih duduk di sofa besar yang empuk sembari melihat sekelilingnya.

"Siapa kamu?"

Gabriel mendongak dan tampak seorang gadis cantik berambut hitam tebal menatapnya tajam.

"Eh maaf, saya bersama dengan Gasendra... Nama saya Gabriel."

Gadis itu memicingkan matanya. "Bukankah kamu terlalu tua menjadi teman Dik Sendra?"

Dik? Bahasa apa itu?

"Kamu bukan orang Arab ya?"

"Eh bukan. Saya bukan orang Arab..."

"Mbak Zee! Jangan main interogasi dong!" protes Gasendra yang baru keluar dari ruang kerja Ayrton.

"Mbak Zee hanya penasaran ada orang asing di rumah" jawab Zinnia Hadiyanto Schumacher, kakak Gasendra.

"Mbak Zee sukanya gitu deh. Gabriel itu kakakku namanya Zinnia tapi biasa dipanggil Zee. Ayo, kamu masuk. Ditanyain papa." Gasendra mengajak Gabriel ke ruang kerja ayahnya.

"Permisi nona Zinnia" pamit Gabriel sopan.

Zinnia menatap kepergian Gabriel mengikuti Gasendra. Setidaknya dia punya sopan santun.

***

Ruang Kerja Ayrton Al Jordan Schumacher

Gabriel melihat seorang pria berwajah keras dengan rahang tegas ciri khas Jerman itu menatap dirinya tajam seolah ingin memindai dirinya luar dalam.

"Kamu bertemu dimana dengan Gasendra?" tanya pria itu tanpa basa basi.

"Saya bertemu di McDonald's."

"Apa saat itu kamu baru pulang latihan, Sendra?" Pria itu menoleh ke arah Gasendra.

"Iya papa."

"Gasendra, bisa kamu tinggalkan kami berdua. Papa mau bicara empat mata dengan Gabriel."

Gasendra pun berdiri dari duduknya dan mengangguk ke arah papanya. "Jangan dihajar lho pa" kekeh Gasendra sebelum keluar ruang kerja ayahnya.

Setelah Gasendra keluar, pria itu memberikan kode kepada Gabriel untuk duduk di hadapannya.

"Apakah kamu tahu siapa saya?"

Gabriel menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu tuan."

"Saya adalah Ayrton Al Jordan Schumacher, Emir Al Jordan, salah satu CEO AJ Corp."

Gabriel melongo. Aku bekerja sebagai buruh di pembuatan apartemennya.

"Gabriel Luna. Saya tahu kamu bukan orang asli Dubai. Saya ingin tahu apa yang kamu lakukan di Dubai. Dimana orang tua kamu?"

Gabriel hanya menunduk.

"Gabriel, ceritakan semuanya pada saya, tanpa ada yang ditutupi karena saya lebih menghargai kejujuran daripada melakukan white lies yang nantinya akan ditambah kebohongan lainnya."

"Tapi tuan Emir... Saya sendiri tidak tahu kenapa itu bisa terjadi pada saya..." Gabriel menatap Ayrton sedikit takut. Apakah aku akan dideportasi? Apakah aku akan kembali ke Miami tanpa apapun?

"Ceritakan semuanya pada saya, dan saya akan memikirkan langkah apa yang harus saya ambil. Oke? Ceritakan dari awal siapa dirimu."

Gabriel menghela nafas panjang berulang kali dan memantapkan diri bercerita dari awal.

***

"Nama saya adalah Gabriel Eduardo Luna. Ayah saya adalah seorang pria berdarah Brazil yang sudah menjadi warga negara Amerika Serikat bernama Juan Pablo Luna. Ibu saya adalah wanita Amerika Serikat asli bernama Stephanie James. Ayah saya, seingat saya, adalah seorang programmer di Microsoft sedangkan ibu saya adalah seorang guru SD dimana saya dulu bersekolah disana. Kami tinggal di Miami karena ibu saya tidak kuat hawa dingin..."

Gabriel menjeda ceritanya dan Ayrton menunggu penjelasan remaja itu.

"Ketika saya lulus SD, kedua orang tua saya mengajak jalan-jalan kemari, ke Dubai karena ayah saya memang sudah lama ingin kemari. Kami baru menghabiskan waktu tiga hari dari seminggu rencana kami berlibur. Hari ketiga malam hari, kami pergi ke sebuah daerah yang baru saya ketahui itu termasuk distrik merah. Tiba-tiba seperti cerita Bruce Wayne, entah dari mana muncul seorang pria dengan baju gamis hitam dan hanya terlihat matanya menodong kami."

Gabriel menghela nafas nya.

"Dan dia menembak kedua orang tua saya. Disaat dia hendak menembak saya, entah dari mana datang kakek Ahmed berusaha menyelamatkan saya apalagi setelahnya orang-orang pada datang. Kakek Ahmed tahu resikonya saya bisa dideportasi memilih membawa saya yang sedang shock ke rumahnya. Butuh waktu lama bagi saya untuk menghilangkan trauma itu. Dan tiba-tiba saja saya harus bekerja keras menjadi buruh bahkan mencuri roti di pasar."

"Kata Gasendra, kakekmu sudah meninggal?"

"Hampir tiga bulan lalu Tuan Emir."

"Dan selama ini kamu bekerja sebagai buruh di tempat pembangunan apartemen AJ Corp?"

"Benar tuan Emir."

"Apakah kamu masih menyelidiki kematian orang tua kamu?"

"Saya bertanya di sekitar lokasi. Ada yang ingat, ada yang tidak. Sedangkan kakek Ahmed tidak bercerita sedikit pun. Mereka menganggap itu perampokan yang menjadi pembunuhan tapi pelakunya tidak tertangkap."

Ayrton menatap Gabriel. "Apakah kamu ingin bersekolah lagi?"

"Apa maksud anda, tuan?"

Ayrton tersenyum smirk.

***

Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!