"Selamat pagi semuanya!!" Pak Jonatan selaku CEO dari sebuah perusahaan memasuki ruang meeting dengan senyuman ramahnya.
"Selamat pagi Pak" Semua yang berada di dalam ruang meeting berdiri menyambut kedatangan bos mereka.
"Silahkan duduk" Pak Jo mempersilahkan semua bawahannya untuk duduk kembali di kursi yang mengelilingi meja yang panjang membentang di tengah-tengah mereka.
"Baik sebelum kita memulai meeting rutin kita pada pagi hari ini, saya akan memperkenalkan wajah baru di perusahaan kita ini. Silahkan masuk Nona" Pak Jo mempersilahkan seseorang untuk memasuki ruang meeting.
Tuk..tuk.. tuk
Suara hells yang beradu dengan lantai marmer menggema di ruangan yang tiba-tiba menjadi hening.
Semua mata terpana melihat seorang Dewi yang sangat cantik di depan mereka. Wanita dewasa dengan rambut panjang bergelombang di bagian bawahnya. Tubuh tinggi dan ramping di balut pakaian yang kontras dengan warna kulitnya yang putih mulus membuat mata siapapun seperti terhipnotis melihatnya.
"Perkenalkan Nona Kania abinaya yang akan mengisi manajer keuangan kita yang telah kosong beberapa waktu yang lalu" Ucap Pak Jo dengan senyuman yang masih mengembang di pipinya yang tebal.
"Selamat Pagi, mohon bimbingannya" Kania membungkuk hormat kepada semua orang yang ada di sana.
"Silahkan duduk Nona, mari kita mulai meeting pagi ini tanpa menunda apapun lagi!!"
"Terimakasih Pak Jonatan" Sebelum Kania duduk Kania mengedarkan pandangannya ke seluruh peserta meeting hingga..
Degg..
Mata Kania di sambut tatapan tajam dari seseorang selama beberapa tahun ini Kania hindari.
Kania memutuskan pandangannya setelah beberapa detik terpaut. Lalu seolah tak terjadi apapun Kania duduk di kursi yang belum terisi. Kania mencoba bersikap biasa saja walau Kania tau sepanjang meeting berlangsung mata itu selalu mengawasinya dengan tajam.
"Saya rasa itu sudah cukup untuk meeting kali ini. Silahkan kembali ke divisi masing-masing. Dan selamat bekerja!!" Pak Jonatan meninggalkan ruangan itu di ikuti yang lainnya. Kania mempersilahkan senior-seniornya keluar lebih dulu. Hingga kania bangkit dari duduknya setelah terlihat sepi.
GREPPP ... ( anggap aja suaranya gitu ya😜)
Kania terkejut karena ada yang menahan pergelangan tangannya dari belakang. Kania menoleh cepat kebelakang.
Degg
Jantung kania berpacu berkali-kali lebih cepat. Lagi-lagi Kania bertemu dengan mata tajam pria itu. Pria yang dihindarinya tiga tahun ini. Tak menyangka jika Kania akan bertemu dengannya di perusahaan ini.
"Siapa yang mengizinkanmu pergi selam ini??!!" Suara bariton yang dulu sangat di sukai Kania. Kania membuang menundukkan wajahnya tak ingin melihat pria itu.
"Kenapa sekarang kembali lagi??" Suara yang terkesan dingin dan mengintimidasi.
"Maaf saya tidak mengerti, tolong lepaskan!! Suara lembut Kania menyapa indra pendengaran pria di sampingnya. Kania melirik pergelangan tangannya yang di cekal semakin kuat.
Kania refleks menatap pria di pria di sampingnya setelah melihat cincin di jari pria itu. Mungkin sadar dengan keterkejutan Kania, pria itu langsung melepaskan tangan kania dan memasukkan tangannya sendiri ke dalam saku celananya.
Berbagai pertanyaan hinggap di pikiran Kania, tapi saat ini Kania tidak bisa berpikir jernih saat harus bertemu pria itu secara mendadak begini.
"Jawab pertanyaan ku Kania abinaya!!" Suara itu mendesak Kania.
"Maaf Pak saya permisi dulu" Kania menunduk sopan lalu pergi sebelum pria itu mencegahnya lagi.
Kania masuk ke dalam bilik toilet yang tengah sepi di waktu jam kerja begini. Ia kesal dan marah pada dirinya sendiri karena harus mengeluarkan air mata di hari pertamanya bekerja. Kania membungkam mulut dengan kedua tangannya agar suara tangisannya tidak terdengar dari luar. Ingatan Kania berputar jauh ke tiga tahun yang lalu, ingatan yang sangat ingin Kania lupakan selama hidupnya.
FLASHBACK ON
Kania abinaya, gadis cantik berusia 22 tahun yang baru saja menerima gelar sarjananya tersenyum senang saat melihat mobil milik tunangannya terparkir di depan rumahnya. Kania baru saja kembali dari lari paginya di sekitar komplek. Kakinya yang indah berlari kecil menuju pintu rumahnya karena sudah tidak sabar ingin bertemu dangan tunangannya.
Kania berhenti di depan pintu saat mendengar keributan di dalam. Dua suara yang sangat Kania kenal yaitu Alam tunangannya dan Dania Kakak angkat Kania. Kania merasa bingung karena suara keduanya saling bersahutan dengan nada tinggi. Kania mengurungkan niatnya yang ingin menyentuh pintu yang sedikit terbuka saat namanya ikut di sebut di dalam perdebatan mereka.
"Aku nggak mau menikahi Kania. Titik!!" Ucap suara laki-laki di dalam sana.
"Aku mohon Lam. Apa kamu tega menyakiti perasaan Kania setelah kalian sejauh ini. Kalian sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah!!"
"Itu urusanmu Dania. Kau tau sendiri aku melakukan itu semua karena permintaanmu. Permintaan konyol mu itu. Mana ada seorang wanita yang meminta kekasihnya untuk menerima cinta dari perempuan lain hanya karena ingin balas budi!! Aku sudah menuruti permintaanmu untuk menerima cinta Kania bahkan bertunangan dengannya. Tapi maaf Dania, untuk menikahinya aku tidak bisa!!" Terdengar jelas kemarahan dari setiap ucapan Alam, iya lelaki yang ada di dalam adalah Alam tunangan Kania, yang ternyata kekasih kakaknya sendiri, Dania.
"Tapi kenapa Lam? Sudah satu tahun lebih apa sama sekali tidak tumbuh rasa cinta untuk Kania? Dia cantik, baik, dan juga pintar. Berusahalah mencintainya Lam, itu tidak akan sulit!!"
"Aku sudah mencobanya tapi aku tidak bisa!! Aku tidak bisa menikahi gadis manja seperti dia!! Dia terlalu kekanak-kanakan, kita sama sekali tidak cocok!!" Alam menjeda kalimatnya.
"Kau dulu meminta bukti cintaku padamu dengan cara menerima cinta Kania. Itu sudah aku buktikan, sudah cukup kamu mengorbankan perasaanku Dania. Kamu pikir perasaan Kania juga tidak sakit saat menerima sikap dinginku selama ini?? Niatmu untuk balas budi hanya menyakiti hati kita berdua Dania. SADAR ITU!!" Teriakan Alam menggema di dalam sana. Kania masih mendengarkan dengan seksama. Perlahan dia mengerti apa maksud dari pertengkaran itu. Masalah utamanya adalah dirinya. Dirinyalah penyebab sepasang kekasih itu bertengkar.
"Loh kok Non Kania nggak masuk??" Suara Bi Sri dari belakang mengagetkan Kania dan kedua orang di dalam sana.
"Kania?" Dania membungkam mulutnya menyadari sesuatu. Tangannya bergetar takut menghadapi adik kesayangannya itu.
"Hai Kak Alam udah lama??" Kania tersenyum seperti biasanya seakan tidak terjadi apa-apa.
"Sudah, sejak kapan kamu di sana??" Entah kenapa tatapan Alam kali ini berbeda dari biasanya yang selalu dingin.
"Emm sejak tadi" Jawan Kania satai. Dania berjalan mendekati Kania dengan matanya yang basah tapi sudah berusaha dia keringkan.
"Kania apa kamu tadi mendeng_"
"Iya aku dengar Kak, aku dengar semuanya" Kania malah tersenyum memandang Dania dan Alam bergantian.
"Kania Kakak bisa jelaskan semuanya. Kakak dan Alam tidak ada__" Dania terlihat gugup dan kebingungan melihat adiknya yang malah tersenyum yang harusnya mencaci makinya.
"Sudahlah Kak, aku sudah tau. Kakak tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Dari awal memang aku yang memaksakan kehendak ku sendiri tanpa tau jika kita mencintai pria yang sama. Aku tidak marah pada kalian aku hanya marah pada diriku sendiri, karena aku terlalu bodoh. Sudah jelas dari dulu aku melihat tatapan mata Kak Alam saat melihatku dan kamu itu berbeda. Perhatiannya, senyumnya yang hanya untuk Kakak. Tapi aku selalu berusaha buta akan itu semua. Aku bodoh karena mempercayai pikiranku yang mengatakan kalau Kak Alam mencintaiku, tapi aku lupa bahwa hatiku percaya apa yang aku lihat" Kania memang tidak menangis tapi suaranya bergetar dengan senyuman yang masih menghiasi bibirnya.
"Dan Kakak tau apa yang lebih bodoh lagi dariku?? Yaitu saat aku menanyakan apa yang di sukai Kak Alam padamu, yang semuanya itu ternyata di jawab dengan lancar dan benar sama Kakak"
"ha ha ha.." Kania tertawa sumbang.
"Aku baru sadar sekarang, jelas semua itu Kakak tau, karena Kakak adalah kekasihnya" Dania tidak bisa menahan tangisnya melihat reaksi adiknya saat ini. Justru Danialah yang merasa kesakitan di ulu hatinya.
"Sudah berapa lama kalian Kak?" Kini Kania menatap Alam yang sedari tadi menatapnya dengan aneh.
"Apa sejak kuliah?" Alam menggeleng mendapat pertanyaan Kania.
"Sudah Kania, maafkan Kakak" Dania mencoba menghentikan Kania.
"Lalu apa sejak kalian SMA?" Alam hanya diam tidak mampu menjawab.
"Astaga, kenapa aku sebodoh ini" Kania tersenyum kecut.
Kania melepas cincin yang melingkar di jari manisnya.
"KANIA!! APA YANG KAU LAKUKAN!!" Dania meneriaki Kania.
Kania tak menghiraukan Kakaknya itu, gadis berambut panjang itu meraih tangan kanan Alam. Meletakkan cincin indah itu di telapak tangan Alam.
"Kak Alam, terimakasih sudah sudi menjadikan aku tunangan mu walau hanya sekejap saja. Terimakasih sudah sempat menerima cinta Kania walau itu hanya sandiwara. Kania lepaskan Kak Alam untuk kembali ke cintamu yang sesungguhnya. Berbahagialah sama Kak Dania. Aku tidak membenci kalian jadi jangan merasa bersalah atau terbebani dengan ini semua. Maafkan Aku yang tidak tau apa-apa dan aku yang mencoba buta selama ini. Maafkan aku yang sempat memisahkan cinta kalian. Tapi hanya satu yang perlu Kak Alam tau" Kania menarik napasnya lalu membuangnya kasar.
"Kania sangat mencintai Kak Alam dan semua itu bukan pura-pura" Satu tetes air mata akhirnya lolos juga. Benteng pertahanan Kania runtuh juga. Tapi tepat saat itu juga Kania sudah berbalik meninggalkan dua manusia yang saling berdiam diri menatap kepergian Kania. Kania tak ingin mereka melihat kania hancur.
-
-
-
-
-
-
Kania luruh di balik pintu kamarnya. Sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit di hatinya. Rasanya ingin melepaskan hatinya dari dalam tubuhnya itu jika ia bisa. Mungkin jika Alam berterus terang tidak mencintainya dari awal, rasanya tidak akan sesakit itu. Apalagi Kakak kesayangannya adalah orang yang di cintai oleh Alam.
"Kenapa kalian tega?? Apa aku tidak pantas untuk dicintai sehingga kalian melakukan ini padaku? Apa kalian senang ketika aku terlihat bodoh di depan kalian?" Kania menepuk-nepuk dadanya berharap mengurangi rasa sakit di hatinya.
Kania malu saat mengingat dulu bersikap manja pada Alam di depan Kakaknya, saat Kania bercerita tentang Alam kepada Kakaknya. Bagaimana bisa ia bercerita tentang Alam kepada Dania, sedangkan wanita itu adalah kekasihnya Alam. Rasanya ingin menertawai kebodohannya dan menangisi cintanya di saat yang bersamaan.
Kania tidak membenci mereka, tapi Kania sangat kecewa. Dua orang yang sangat di cintanya ternyata tega mempermainkan perasaanya.
Kania beranjak mendekati nakas di damping tempat tidurnya. Mengusap air matanya, lalu mengambil sebuah map dari dalam laci. Kania mengeluarkan beberapa lembar kertas dari laci itu. Kania mengetikkan pesan pada ponselnya lalu mengirimkannya pada nomor yang tertera pada kertas itu.
Tok.. Tok .. Tok
" Kania, ini Kakak. Kakak mohon buka pintunya ya? Kakak mau bicara sama kamu!!" Mendengar suara Dania membuat Kania semakin sakit.
Kania mendekat ke pintu, tanpa membuka pintu itu.
"Apa Ayah sama Bunda sudah pulang?" Suara kania mencoba tegas menyembunyikan suaranya yang parau.
"Belum Dek, makanya sebelum mereka pulang Kakak ingin bicara dulu sama kamu. Disini hanya ada Kakak, Alam sudah pulang" Tadi pagi Kania memang pergi bersama kedua orang tuanya untuk berolahraga bersama meninggalkan Dania sendirian di rumah. Dan Kania memutuskan untuk pulang lebih dulu, dan ternyata keputusannya adalah hal yang tepat.
"Ya sudah, kita bicara kalau mereka sudah pulang saja!!" Kania menjauh dari pintu. Sebisa mungkin menghapus jejak tangisnya sebelum kedua orang tuanya pulang.
"Kamu bahkan tidak menjelaskan apapun kepadaku Kak. Apa aku sama sekali tidak pernah ada di dalam hatimu?" Gumam Kania menatap foto pertunangannya dengan Alam dua bulan yang lalu. Kania menyambar foto itu lalu memasukkannya di dalam sebuah kotak bersama barang-barang lainnya.
-
-
Setelah kejadian itu Kania memilih mengasingkan dirinya. Sebenarnya Kania telah mendapatkan beasiswa ke luar negri tapi karena rencana pernikahannya dengan Alam Kania sempat menolaknya. Dan karena hal menyakitkan itu, Kania memutuskan untuk mengambil beasiswanya. Mungkin dengan itu, Kania bisa melupakan rasa sakitnya. Walau Kania tidak yakin bisa melupakan pengkhianatan itu, tapi setidaknya Kania sudah mencoba semampunya.
Kania sempat berdebat dengan kedua orang tuanya karena membatalkan rencana pernikahannya tanpa alasan yang jelas. Karena Kania lebih memilih menyembunyikan alasan berakhirnya hubungannya dengan Alam. Sementara Dania, dia tidak berani mengatakan kepada orang tua angkatnya itu, karena Kania mengancam Dania. Jika Dania berani berbicara maka Kania tidak akan pernah menganggap Dania Kakak lagi.
Tiga hari kemudian Kania berhasil terbang ke Australia. Selama tiga hari pula Kania sebisa mungkin menghindari Alam yang terus menghubunginya. Jika Alam datang kerumahnya, Kania tidak akan membuka kamarnya sekalipun. Dan Alam sama sekali tidak tau tentang rencana keberangkatan Kania. Karena Kania hanya tidak mengatakan jadwal keberangkatannya kepada siapapun.
FLASHBACK OFF
Kania menarik napas panjangnya untuk menghilangkan sisa isakan kecilnya. Menghapus air mata di pipinya, lalu keluar dari bilik toilet yang menjadi saksi kepedihannya.
Kania melihat dirinya di cermin besar toilet itu, memperbaiki make up dan penampilannya. Kania tersenyum kepada bayangannya di cermin.
"Ayo Kania kamu bisa!! Ini pilihanmu sendiri untuk kembali ke sini!! Jangan sia-siakan usahamu selama ini untuk melupakan pria itu!!" Kania beranjak keluar setelah memastikan penampilannya sekali lagi.
Sebenarnya Kania tidak pernah menduga akan bertemu dengan Alam secepat ini setelah seminggu kepulangannya. Kania juga tidak tau jika Alam sekarang berada di perusahaan ini. Kania memang masih menghindari mereka semua, hingga Kania lebih memilih menyewa sebuah apartemen di dekat kantor barunya ini. Dan karena masih menghindari Dania, samapi saat ini Kania juga belum menginjakkan kakinya di rumah.
Kania masih belum siap bertemu Dania dan kedua orang tuanya. Lebih tepatnya Kania belum siap mengetahui hubungan Alam dan Dania. Kania mengira mereka sudah bertunangan atau bahkan menikah. Karena setelah Kania berangkat mengejar gelar S2 nya, kania memilih memutus komunikasi dengan seluruh keluarganya.
"Selamat siang semuanya!!" Sapa ramah Kania pada rekan satu divisinya.
"Selamat sian Bu, selamat datang!!" Sambutan meriah dari semua rekan divisinya.
"Perkenalkan nama saya Kania, semoga kedepannya kita bisa bekerjasama dengan baik. Terimakasih untuk sambutannya, silahkan kembali bekerja" Kania memberikan senyumannya yang manis.
Kania berharap dengan adanya Alam tidak akan mempengaruhi semangatnya bekerja. Kania akan mencoba tidak peduli dengan pria masa lalunya itu.
***
Kania berdiri mematung di depan pintu rumahnya. Tempat yang sama saat Kania mendengar kenyataan menyakitkan 3 tahun yang lalu. Kania dengan ragu mengangkat tangannya untuk membuka pintu bercat putih itu, tapi tangan itu terjatuh lagi, Kania mengurungkan niatnya. Hingga Kania melonjak kaget saat pintu itu terbuka dari dalam.
"Kania?? Ya Allah akhirnya anakku kembali juga. Ayaaahhhhh!! Lihatlah siapa yang datang!!" Bunda langsung histeris dan memeluk putri yang sangat dirindukannya selama 3 tahun ini.
"Kania, kamu kemana saja sayang Bunda hampir putus asa mencari mu??" Bunda terus saja menangis di pelukan putrinya. Sedangkan Kania hanya diam mematung, tidak menyangka reaksi ibunya akan seperti ini.
"Ada apa bunda?? Kenapa teriak-teriak begitu?" Pria paruh baya muncul dengan syal yang menggantung di lehernya. Wajahnya tampak menegang kala melihat seorang gadi cantik di pelukan istrinya.
"Ka-Kania? Benarkah ini kamu nak?? Putri cantik ayah, kamu sudah kembali nak??" Pria yang menyebut dirinya Ayah mendekati Kania, mengulurkan tangannya untuk membelai pipi halus Kania.
"Ay..yah, Bundaaa. Maafkan Kania" Runtuh sudah semua yang ada pada diri Kania. Air mata, hati dan pertahanan Kania. Ia baru menyadari akibat dari perbuatannya. Meninggalkan kedua orang tuanya hanya demi melarikan diri karena patah hati.
"Kania sungguh minta maaf!!" Kania melepaskan pelukan sang Bunda kemudian bersimpuh di kaki kedua orang tuanya.
"Sudah sayang, jangan seperti ini Bunda dan Ayah sudah memaafkan mu. Ayo kita masuk ke dalam, kamu pasti lelah" Bunda membantu Kania untuk berdiri, menuntun putrinya itu masuk ke dalam rumah yang dulunya sangat hangat bagi Kania. Bunda membawa Kania duduk di sofa.
"Putri Bunda sekarang tambah cantik dan dewasa" Bunda tersenyum haru, tangan yang sudah mulai keriput itu membelai wajah Kania yang basah karena air mata.
"Kania, kamu kemana saja Nak? Kenapa kamu menghilang, ayah mencoba mencari mu tapi tidak juga menemukanmu. Sebenarnya selama ini kamu ke mana?" Wajah Ayah kini berubah di mata Kania. Ayah yang gagah dan sehat sekarang kurus dan pucat.
"Maafkan Kania Yah, sebenarnya Kania mengambil beasiswa ke Canada" Kania memeluk tubuh ringkih Ayahnya. Kata maaf terus saja terucap dari bibirnya.
"Tapi kenapa kamu dulu bilang ke Australia Nak? Ayah dan Bunda hampir putus asa mencari mu" Baru kali ini Kania melihat Ayahnya meneteskan air matanya. Tentu saja itu membuat hati Kania semakin merasa bersalah.
"Kania di mana barang-barang mu??" Tanya Bunda yang tak melihat Kania membawa koper satu pun..
"Kania tidak bawa Bunda. Maafkan Kania, untuk sementara ini Kania sudah menyewa apartemen di dekat kantor Kania" Kania menundukkan kepalanya, tidak sanggup melihat kesedihan di wajah kedua orang tuanya.
"Kenapa kamu menyewa apartemen Nak? Kamu sudah tidak ingin tinggal dengan kami lagi?" Wajah kecewa Ayah sangat kentara di mata Kania.
"Bukan begitu Ayah, itu karena lokasinya dekat dengan kantor Kania. Kalau pulang kesini jauh sekali. Sementara Kania belum punya kendaraan sendiri" Kania mencari alasan yang pas untuk menutupi alasan yang sebenarnya.
"Kamu bisa pakai mobil Ayah sayang, Ayah sudah tidak bekerja lagi, jadi mobil itu jarang di gunakan" Ucap Bunda yang di benarkan oleh sang Ayah.
"Tidak Bunda, Kania ingin mandiri saja. Ini hanya untuk sementara kok. Percaya sama Kania, Kania tidak akan pergi lagi" Kania mengusap lembut kedua tangan Bunda.
"Ya sudah kalau begitu, tapi janji sama kita, kalau kamu jangan pergi lagi. Sering-seringlah pulang, Ayah dan Bunda sangat merindukanmu, Kakak kamu juga sayang" Ucapan Ayah itu justru mengembalikan Kania ke kesadarannya. Ia baru ingat Kakaknya juga ada di rumah ini.
"Nah ini yang lagi kita omongin udah datang, panjang umur kamu Dania" Sambut Bunda kepada putrinya satu lagi.
Kania menahan napasnya, menetralisir rasa terkejutnya karena Bunda menyebut nama itu. Kania berlahan memalingkan wajahnya untuk melihat si pemilik nama, Dania.
Degg...
-
-
-
-
😘
Deggg..
Dua orang yang sangat dihindarinya kini berdiri serasi di depan mata Kania. Sungguh Kania menyesali kepulangannya saat ini, kenapa tidak besok atau lusa saja, jika tau akan bertemu mereka berdua. Ternyata mereka berdua memang cocok dan berjodoh karena setelah tiga tahun lamanya mereka masih tetap bersama.
"Kania, ini kamu Dek?? Akhirnya kamu pulang juga!!" Dania menghampiri Kania lalu memeluk adiknya dengan erat. Kania merasakan basah di punggungnya, dan itu berarti Dania telah menangisinya.
"Sudah Kak jangan seperti ini!!" Kania melepaskan pelukan sang Kakak.
"Kania maafkan Kakak" Lirih Dania menatap dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Sudahlah Kak jangan bahas ini lagi di depan Ayah dan Bunda!!" Gumam Kania agar orang tuanya tidak mendengar apa yang dia ucapkan. Dania mengangguk pasrah.
"Sudah nangis-nangisnya ayo duduk dulu, nak Alam juga silahkan duduk dulu!!" Perintah Bunda.
"Maaf Bun, kayanya Kania harus pulang sekarang. Karena ada pekerjaan yang harus Kania kerjakan" Kania ingin segera terlepas dari kecanggungan ini.
"Kenapa buru-buru Nak, kita makan malam dulu ya? Kita makan sama-sama. Sudah lama kita tidak kumpul seperti ini!!" Ayah mencegah kepergian putri kecilnya.
"Besok kania datang lagi Yah, Kania masih kenyang" Tolak Kania halus tak ingin menyakiti hati Ayahnya. Sebenarnya pun ia sangat ingin makan malam bersama mereka. Terutama Kania merindukan masakan Bundanya.
"Kenapa harus buru-buru sayang. Bunda masih rindu" Bunda menatap anaknya sendu.
"Besok Kania datang lagi Bunda, kania janji" Kania mengusap lembut kedua tangan Bundanya.
"Terus kamu mau pulang naik apa Kania?" Tanya Dania yang tadi tidak melihat mobil terparkir di depan rumahnya.
"Aku pesan taksi online Kak" Kania sudah sangat jengah apalagi harus menghindari tatapan mematikan dari orang yang sedari tadi hanya diam seperti patung.
"Kalau begitu biar nak Alam yang mengantarmu pulang. Ayah tidak tega melihatmu pulang malam sendirian sayang" Ucap Ayah. Alam yang di sebut juga diam sama sekali tidak keberatan.
"Tidak usah Ayah, Kania bisa pulang sendiri" Tolak Kania cepat.
"Ayah benar sayang, nak Alam juga tidak keberatan kan?" Bunda meminta jawaban dari Alam.
"Tidak Bunda" Jawab Alam tersenyum tipis.
"Kalau begitu Kania tidur di sini saja Bunda. Kamar kania masih bisa ditempati kan? Kania naik dulu Bun" Kania menyambar tasnya lalu pergi meninggalkan tatapan bingung dari kedua orang taunya. Tapi berbeda dengan Alam yang menatap Kania dengan tatapan penuh arti.
"Kalau begitu saya pamit dulu Ayah, Bunda" Alam bersuara setelah terjadi keheningan karena kepergian Kania.
"Loh Nak Alam tidak makan malam dulu?? Bunda sudah masak loh!!"
"Terimakasih Bunda, tapi Alam harus pulang sekarang, takutnya Mama khawatir karena Alam belum kasih kabar kalau mampir kesini" Tolak Alam dengan sopan, karena sebenarnya Alam hanya tidak ingin merasa canggung ditengah keluarga ini setelah kepulangan Kania.
"Ya sudah, salam untuk Mamanya ya" Senyum hangat Bunda menemani kepergian Alam.
***
Tok.. Tok.. Tok..
"Kakak masuk ya Dek?" Suara Dania memecah lamunan Kania.
"Iya" Jawab Kania.
"Apa kabar kamu Dek? Kakak kangen sama kamu" Dania mencoba menepis rasa canggung dengan adik yang dulu pernah disakitinya itu.
"Aku baik, Alhamdulillah. Kakak sendiri bagaimana?" Kania membalas basa basi yang di lakukan Dania.
"Kakak baik juga" Dania diam sejenak.
"Kenapa kamu memutus komunikasi kita selama tiga tahun ini dek? Bahkan kita tidak bisa menemukan keberadaan mu, apa kamu semarah itu sama Kakak?" Dania menatap adiknya sendu.
"Aku sama sekali tidak marah sama kalian, aku hanya mencoba melupakan sesuatu yang harus dilupakan Kak" Jawab Kania dengan senyuman manis yang telah lama Dania rindukan.
"Kakak tau Kakak salah, Kakak minta maaf sama kamu. Kakak tidak menyangka hal bodoh yang Kakak lakukan malah membuat semua orang terluka" Dania mulai mengeluarkan air mata penyesalannya lagi.
"Aku sudah memaafkan kalian semua, Kakak tidak udah pikirkan masa lalu itu lagi. Lagipula sekarang kita sudah bahagia dengan jalan kita masing-masing" Kania tidak mau terlihat lemah di depan Dania.
"Tidak Dek, sama sekali tidak. Kakak senang jika kamu sudah bahagia. Tapi Kakak tidak, Kakak selalu dihantui rasa bersalah dan penyesalan. Selama ini Alam juga..."
"Nak ayo kita makan malam dulu. Bunda sudah siapkan di bawah!" Kedatangan Bunda membuat Dania menghentikan ucapannya.
"Iya Bunda" Kania menghampiri sang Bunda meninggalkan Dania yang menatap kecewa.
***
Kania melangkah dengan percaya diri memasuki gedung kantornya. Senyuman ramah selalu ia tunjukkan kepada siapapun yang berpapasan dengannya. Kania percaya bahwa mengawali harinya dengan senyuman maka hari penuh kebaikan akan mengiringinya. Tapi anggapan itu salah saat Kania harus bertemu Alam di paginya yang cerah ini.
Alam mulai mendekat ke arah Kania yang sedang menunggu lift bersama karyawan lainnya. Kania mencoba bersikap biasa saja tanpa mempedulikan Alam yang kini sudah tiba tepat di sebelahnya. Di jarak yang sedekat ini Kania bisa mencium wangi dari parfum Alam. Parfum yang masih sama sejak tiga tahun yang lalu. Kania kira kemarin indra penciumannya bermasalah karena masih terbawa euforia mantan tunangannya itu. Dan yang lebih parahnya lagi, parfum itu adalah pilihan Kania untuk Alam.
Terjebak dalam satu lift meski tidak hanya mereka berdua tapi mampu membuat Kania tak berkutik. Telapak tangannya terasa dingin karena menahan kegugupan. Dari hal itu saja membuat Kania tidak yakin jika dia benar-benar sudah melupakan Alam dalam hidupnya.
Kania keluar dari dalam lift meninggalkan Alam yang terus saja diam memperhatikan Kania. Sesungguhnya Kania sudah mulai risih dengan tatapan tajam dari Alam.
-
Semua berjalan lancar sesuai harapan Kania di hari ke duanya bekerja. Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat hingga tiba waktu makan siang. Kania sudah di lobi dan bingung antara makan di kantin atau di luar. Dari jauh Kania melihat sosok Alam berjalan ke arahnya.
"Kania!!" Suara berat itu terdengar juga di telinga Kania saat ia berusaha melarikan diri. Terpaksa Kania menghentikan langkahnya.
"Kaniaaaa!!" Suara lantang yang lainnya memanggil nama Kania dari kejauhan.
"Hay Farel!!" Kania sedikit berlari menghampiri Farel, laki-laki yang memanggilnya tadi. Farel sungguh penyelamatnya hari ini.
"Kita cari makam yuk!!" Kania menarik Farel menjauh, menjauh dari Alam lebih tepatnya.
Alam mengepalkan tangannya kuat, lagi-lagi Kania menghindarinya. Alam bahkan tak pernah punya kesempatan untuk bicara berdua dengan Kania. Dan Alam lebih terkejut lagi saat Kania bersama dengan Farel, anak dari Pak Jonatan. Pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
***
"Kok nggak di makan? Katanya tadi ngajak makan?" Farel melihat Kania hanya mengaduk-aduk makanan di depannya.
"Nggak tau Rel, tiba-tiba kenyang rasanya" Kania meletakan sendoknya.
"Kamu ada masalah?" Tanya Farel.
"Nggak ada, cuma sedikit ngga enak badan aja" Ucap Kania.
"Kamu sakit? Mau ke dokter?" Farel terlihat khawatir. Farel adalah pria yang Kania kenal sejak 2 tahun yang lalu saat di Canada. Mereka tidak sengaja bertemu di sebuah acara amal yang di adakan oleh kampus Kania. Waktu itu Farel menjadi salah satu donatur di acara itu. Dan karena sama-sama dari indonesia, lambat laun mereka menjadi lebih akrab. Bahkan Farel sudah berulang kali menyatakan cintanya lada Kania. Namun gadis berambut panjang itu selalu menghindar dengan alasan yang tak pasti.
"Enggak ah, cuma meriang biasa!!"
"Yasudah, nanti pulangnya bareng aku ya?" Farel menatap Kania memohon.
"Kan deket Farel, jalan kaki juga nyampe" Bukanya Kania menolak niat baik Farel. Tapi memang jarak apartemen dan kantornya itu terlalu dekat.
"Ya udah deh, aku antar kamu jalan kaki juga" Ucap Farel serius dengan ucapannya.
" Ngga usah bercanda deh, aku bisa pulang sendiri!!" Tegas Kania.
***
Tak disangka Farel benar-benar membuktikan ucapannya. Pemuda kaya raya itu sudah menunggu Kania di lobi.
"Hay cantik, abang antar pulang yuk?" Farel mengedipkan satu matanya kepada Kania.
"Suara buaya banget tuh!!" Sindir Kania.
"Namanya juga usaha" Kania hanya menggelengkan kepalanya saja melihat kegigihan Farel.
Mereka berdua berjalan keluar dari area kantor. Kedekatan Kania dan Farel menyita perhatian semua karyawan kantor. Bagaimana tidak? Semua orang di perusahaan mengenal Farel sebagai anak bos mereka, terlebih dekat dengan Kania yang notabennya karyawan baru, tentu saja itu mengundang orang untuk membicarakannya.
"Kania? Kapan sih kamu mau buka hati buat aku?" Farel berjalan sejajar di sebelah Kania.
Pandangan Kania justru tertuju pada mobil yang baru saja melewatinya. Kania bahkan masih hafal betul nomor plat mobil itu. Mobil yang dulu baru saja di beli oleh Alam sebelum hubungan mereka hancur.
Kini Kania sadar jika sekuat apa dia berusaha menghindar dan mengubur jauh-jauh kenangannya bersama mantan tunangannya itu, hanyalah sia-sia saja jika takdir sudah menggariskan mereka untuk bertemu kembali.
Entah mereka di pertemukan masih dalam perasaan atau getaran yang sama atau sudah berubah seiring berjalannya waktu. Tentu saja jawabannya hanya mereka berdua yang tau.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!