NovelToon NovelToon

Dewina (Gadis Desa Simpanan Om-om)

Eps 01

...Happy reading 🧡...

......................

"Jaga diri kamu disana ya, Wi, kami percayakan kamu bisa jaga diri disana. Kuliah yang bener, jangan mau ikutan temen buat macam macam."

Wejangan dari orangtua untuk sang anak, Dewina Ayunda Ningsih, gadis yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas.

Gadis berumur 19 tahun, dengan tinggi 160 cm, rambut hitam lurus sepinggang, memiliki tubuh yang aduhai dan daya tariknya dari bibirnya yang seksi, membuat nya digadang-gadang menjadi kembang desa di desa yang menjadi tempat tinggalnya.

Gadis itu baru saja lulus dan berencana untuk kuliah di luar desa, membuatnya terus terusan mendapatkan wejangan sebelum angkot mampir ke rumahnya untuk mengangkut barang-barang nya menuju ke kota.

Suara klakson terdengar dari luar rumah, Dewi dibantu oleh bapaknya untuk mengangkut barang-barang miliknya, tak lupa juga ia di bantu secara berbondong-bondong oleh pria muda yang tak jauh dari rumah orangtuanya.

Para pria muda itu juga hanya mencari perhatian, mereka ingin bisa lebih dekat dengan Dewi, bahkan ingin selalu Dewi bisa bersama dengan mereka dan ingin Dewi memilih salah satu dari mereka, Dewi memang seakan ratu di desanya itu.

Tak heran para ibu ibu disekitar iri akan parasnya yang bisa menggoda suami suami mereka, mendengar bahwa Dewi ingin berangkat ke kota merupakan pencapaian dan kebahagiaan para ibu ibu di sana, tidak ada lagi wanita muda yang membuat mereka risau akan suami mereka yang banyak ulah.

"Dewi pergi dulu ya, ibuk! " teriak Dewi di dalam mobil angkot.

Semua pria beserta kedua orangtua Dewi melambaikan tangan ke arah Dewi yang mulai menjauh, bahkan sebagian pria muda di sana merasa sedih ketika Dewi akan di kuliahkan di luar desa.

"Dewina kita ternyata sudah dewasa ya? "

"Dewi-ku, oh Dewi ku, kenapa kamu memilih kuliah ketimbang menikah, Dewina ku? "

Suasana di luar rumah terlihat terlalu dramatis, bapak Dewi, Taufik, mengusir para pemuda-pemuda itu dari rumahnya.

"Apa lagi kerja kalian di depan rumah saya? Kalian tidak malu menangis seperti orang sakit jiwa di depan rumah saya? Pergi sana. " usir Taufik.

"Uhh, galaknya calon mertua. "

Para pemuda-pemuda tersebut pergi dari halaman rumah Taufik, Taufik menggelengkan kepalanya dan memasuki rumahnya bersama ibu Dewi, Warsita.

"Resiko punya anak perempuan seperti Dewi seperti ini, bu. Untung saja Dewi tidak memikirkan menikah setelah lulus SMA, dia ingin kuliah di luar desa. " ucap Taufik.

"Yang sabar ya, pak, namanya anak kita cantik, ibu juga bersyukur Dewina ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. " ucap Warsita.

"Sudah bu, kita ke ladang sekarang, padi tidak akan bisa menanam sendiri kecuali kita sendiri. "

Taufik mengajak Warsita untuk pergi ke ladang, itu juga untuk menghibur hati Taufik yang mungkin akan merindukan anak gadis satu satunya saat berkuliah di luar desa.

......................

Di dalam mobil angkot, dengan beberapa penumpang dari desa yang ingin berangkat ke kota, entah itu ingin bekerja ataupun bersekolah, yang terutama Dewi tidak sendirian di angkot tersebut.

"Tujuan kemana, mbak? "

Setelah sunyi beberapa lamanya, akhirnya Dewi ditanya oleh salah satu penumpang, Dewi menanggapi pertanyaan tersebut.

"Mau ke kota, kuliah sambil kerja, bu. " jawab Dewi.

"Wah irinya, tujuan kamu sangat jelas di kota, nak. "

"Iya, terimakasih bu. "

Dewi orangnya tidak suka berbasa-basi, tetapi penumpang di sebelahnya, tepatnya ibu ibu, terus saja curhat tentang anaknya yang berada di kota.

"Teruskan niat baikmu ya, nak, jangan sampai kayak anak saya. Duh, ke kota bukannya tujuan buat kuliah, malah dibawa lari sama laki-laki tua, sekarang laporan kalau sudah hamil 4 bulan. Saya sampai nggak percaya saja, duh anak jaman sekarang... "

Dewi meneguk liurnya, ia merasa ketakutan dengan cerita ibu tersebut, kota bagi ibu tersebut tidaklah aman, apalagi pengalaman ibu ibu tersebut sudah menjadi pukulan kuat baginya, karena anaknya mengikuti trend di mana gadis muda yang ingin menjadi simpanan lelaki tua.

"Sekarang ibu mau kemana? " tanya Dewi.

"Ingin menyusul anak saya yang sekarang tinggal di rumah laki-laki tua itu, umur lelaki itu seperti umur anak saya yang pertama yang berumur 49 tahun, berbeda jauh dengan anak gadis saya. " jelas ibu tersebut.

Dewi menganggukan kepalanya, ia memahami ucapan ibu tersebut satu persatu. Tak lama, mobil angkot berhenti di terminal, ibu tersebut keluar dengan salah satu penumpang lainnya.

"Jaga dirimu ya, nak. " ucap ibu tersebut.

Dewi tersenyum, ia kemudian mengucapkan selamat tinggal dengan senyuman itu pada Dewi.

......................

Semalaman perjalanan menuju ke kota sudah ditempuh, bahkan supir angkot tersebut masih kuat untuk menempuh perjalanan terakhir, yaitu menuju ke kosan wanita yang akan ditempati oleh Dewi nantinya.

"Terimakasih ya pak. "

Dewi mengangkut barang-barang yang ia bawa, dengan menghampiri satpam yang berada di pos, Dewi disuruh menunggu sebentar untuk satpam memanggil pemilik kosan ini.

"Ini yang ingin ngekost disini, ya? " tanya pemilik kosan tersebut.

"Iya bu, saya yang ingin ngekost di sini, saya Dewi. " kenal Dewi.

Dewi disambut ramah oleh pemilik kosan tersebut, ia dipandu oleh pemilik kosan untuk memilih kamar kosan yang bagus untuk ia tempati.

Kamar di lantai dua, tepatnya tak jauh dari tangga, merupakan spot balkon yang bagus untuk kamar kosan yang dipilih oleh Dewi.

"Selamat datang, Dewi, selamat beristirahat malam ini ya. Kalau ada masalah, bisa beritahu satpam, agar ia bisa memberitahu kan apa yang terjadi. " ucap Ibu kosan tersebut.

Dewi diberikan kunci kosan kamarnya, ia memasuki kamarnya dan melihat warna kamar tersebut, serba pink yang terlihat kamar tersebut menjadi kamar kosan impian nya.

Sesampainya Dewi di dalam kamar kosan, ia bersantai sejenak, ia belum berencana untuk membereskan barang barangnya terlebih dahulu, melainkan ingin bersantai sebelum membereskan semua barangnya.

Dewi berencana melihat suasana kota malam dari jendela kamar kosannya, ia membuka jendela kamarnya dan melihat suasana malam kota, sangat berbeda di desa, yang sebelumnya sunyi kini bermacam aktivitas terdengar ramai di kota.

"Kalau sudah terpisah seperti ini, jadi rindu bapak sama ibu di desa. " ucap Dewi.

Dewi menutup jendela kamarnya, ia mulai membereskan barang-barang nya dan segera tidur, karena esok ia akan mendaftarkan diri ke kampusnya sekaligus mencari pekerjaan sampingan untuk kebutuhannya selama di kosan jika uang dari desa belum dikirim.

......................

Keesokan harinya, Dewi terbangun dari tidurnya, ia mulai membereskan tempat tidurnya dan segera mandi, kebiasaan nya mandi pagi saat di desa yang membuatnya ingin segera mandi.

Dewi mulai menyapu kamar kosannya, hingga ke luar kamar, ia bertemu dengan pemilik kosan lainnya.

"Loh, penghuni kosan baru disini, ya? "

"Eh, iya mbak, saya—"

"Apaan manggil mbak mbak?! Kampungan banget itu! " teriak wanita tersebut.

"Eh maaf, kakak maksudnya... " ucap Dewi.

Gadis tersebut menyodorkan tangan, Dewi menjabat tangan gadis tersebut.

"Perkenalkan, aku Eni. "

Gadis itu bernama Eni, gadis yang terlihat santai tetapi modis dari segi penampilan maupun wajahnya yang terlihat dirawat dengan baik, membuat Dewi kagum akan penampilan gadis tersebut.

"Nama saya Dewi, salam kenal. " ucap Dewi.

"Tujuan kamu kesini mau ngapain? " tanya Eni.

"Mau kuliah, sambil kerja juga. " jawab Dewi.

"Dari mana kamu asalnya? " tanya Eni lagi.

"Dari desa, keluar desa mau kuliah disini. " jawab Dewi.

Eni menatap remeh, baginya tak heran lagi, dari segi bahasa sudah terlihat bahwa Dewi adalah orang desa.

Tetapi ada yang membuat Eni tidak percaya dengan Dewi sebagai orang desa, karena Dewi terlihat sangat anggun bahkan seperti primadona, walaupun orang desa tetapi Dewi bisa secantik dan seseksi itu orangnya.

"Ya sudah ya kak, saya mau masuk dulu. " ucap Dewi.

Dewi berjalan menuju ke dalam kamarnya, ia berencana untuk ke kampus sembari melamar pekerjaan.

"Kamu bersedia bekerja disini, bukan? " "Iya Pak, saya bersedia, apapun pekerjaannya asalkan bisa diterima, akan saya kerjakan. " ucap Dewi.

Akhirnya Dewi diterima sebagai bagian kasir di minimarket, letaknya tak jauh dari kosannya, ia bisa mengambil shift malam dengan gaji yang cukup untuk nya.

......................

Beberapa hari telah berlalu, akhirnya Dewi memulai kuliahnya, ia mengambil jurusan kedokteran, karena ia dituntut oleh kedua orangtuanya untuk menjadi dokter, bagi kedua orangtuanya, dengan menjadi dokter, masa depan Dewi akan terjamin.

Di sekitar kampusnya, berseliweran gadis gadis kampus dengan berbagai macam barang maupun handphone yang terlihat mahal, bahkan Dewi menjadi sedikit iri ketika melihat gadis gadis lain memakai baju, memakai asesoris dan handphone yang terlihat mahal.

"Dewi, kamu ngampus di sini? "

Dari belakang, Dewi dipanggil oleh seseorang, ia membalikkan badannya dan melihat Eni.

"Eni? Ya, saya kuliah di sini. " ucap Dewi.

"Ngelihatin apaan sampai segitunya kamu? " tanya Eni.

Dewi hanya menggelengkan kepalanya, sementara Eni duduk di sampingnya.

"Kok bisa ya orang-orang pegang HP mahal, punya tas yang terlihat mahal, barang barang yang mahal? Kerja apa ya yang bikin gaji besar seperti itu? " gumam Dewi.

Eni penasaran dengan gumaman temannya, ia menyenggol bahu temannya yang tengah melamun.

"Ada apa, Dew? " tanya Eni.

"Tidak, saya hanya melihat gadis gadis di kampus ini, kelihatannya barang yang dibawa mahal mahal semua, saya jadi kagum lihatnya. " jawab Dewi.

Eni kemudian tertawa, ternyata Dewi melamunkan barang-barang yang dipunyai gadis gadis di kampusnya.

"Itu barang-barang branded, Wi, benar tebakan kamu, memang barang-barang nya mahal, tapi rata rata aku udah punya semuanya. " jawab Eni.

"Serius kak? " tanya Dewi.

Eni berdecak, tampaknya ucapan Dewi salah lagi.

"Jangan panggil kakak deh, Eni aja kalo gitu, jadi risih dengernya. " ucap Eni.

"Maaf, Eni. " ucap Dewi.

Eni tersenyum, kemudian mulai melanjutkan obrolan nya.

"Masalah itu aman, Wi, asal kamu mau aja. " ucap Eni.

"Seriusan? Bisa seperti mereka kan kerjanya? " tanya Dewi penasaran.

"Iya, kamu nya dulu aku tanya, mau nggak? " tawar Eni.

Tanpa basa basi, Dewi menerima tawaran dari Eni, Eni mulai tersenyum, ia menganggukan kepalanya.

...****************...

Eps 02

...Happy reading 🧡...

......................

"Iya, kamunya aku tanya dulu, kamu mau nggak? "

Dewi mendengar tawaran tersebut pastinya menganggukan kepalanya, siapa yang tidak ingin uang, apalagi jumlah yang disebutkan oleh Eni tidak sedikit.

"Kamu tidak berbohong kan, Eni? " tanya Dewi meyakinkan.

"Astaga naga, Dewi, aku nih ngomong yang beneran ya, nggak mungkin bo'ong, kamu kira aku dapat perawatan tuh darimana coba selain dari kerja yang aku tawarin sama kamu tadi? " tanya Eni.

Dewi ikut berpikir, benar juga ucapan Eni, darimana sumber uang selain bekerja dengan tawaran dari Eni tadi, tidak ada salahnya untuk mencoba.

"Oke, Ni, saya mau kerjanya seperti kamu. " ucap Dewi.

Eni tersenyum, kemudian ia mengajak Dewi untuk masuk ke ruangan.

......................

Sepulang dari kuliah, Dewi segera berangkat ke minimarket tempat ia bekerja, karena ini adalah pertama kalinya ia bekerja, maka ia tidak boleh membuat pemilik minimarket kesal dengannya karena tidak profesional dalam mengambil keputusan pekerjaan.

Dewi menyempatkan diri mengganti bajunya di toilet kampus, karena ia segera untuk langsung bekerja ketika sudah sampai di minimarket.

"Saya tidak terlambat kan, kak? "

Dewi ditatapi sinis oleh seniornya, hanya saja Dewi tidak bisa melawannya.

"Nggak, nggak salah lagi, cepat ke sana, ambil shift kamu! "

Dewi segera menempati meja kasir, bersamaan dengan seniornya, ia melayani para pembeli, itupun bervariatif tingkah lakunya.

Senior Dewi merasa iri, karena para laki-laki muda yang lumayan tampan banyak ingin menempati meja kasir Dewi, ia berencana untuk membalas Dewi, yaitu akan melabrak Dewi di ruang istirahat karyawan.

Jam istirahat sore akhirnya tiba, itu adalah pergantian shift oleh karyawan lain, Dewi bersama karyawan lainnya mulai makan ataupun ganti baju di ruangan.

"Heh kamu. "

Dewi yang sedang minum kemudian merespon panggilan dari kakak seniornya, tak lama air minumnya diambil dan dituangkan ke kepalanya, semua karyawan hanya bisa menatap Dewi yang ditindas oleh senior itu.

"Lo anak baru kok bisa ya narik pelanggan? Lo pake pelet ya? "

Dewi terkejut, ia dituduh sebagai penarik perhatian dengan menggunakan pelet.

"Tidak, saya tidak pernah memakai pelet sama sekali, kak, saya memang begini adanya. " jawab Dewi.

"Bohong! Lo kira kecantikan langsung turun dari langit?! Bilang aja lu jadi simpenan om om tua kan?! "

Para karyawan lain akhirnya membantu, itupun karena mereka tidak ingin ada keributan, jika ada keributan maka semuanya akan kena imbas yaitu gaji yang akan dipotong.

Dewi pulang dengan dalaman pakaiannya yang basah, sehingga saat ganti baju ********** yang basah merembes hingga ke bajunya yang baru saja diganti, hingga naik angkot saja ia harus menutupi dadanya yang basah dan membentuk sesuai dadanya.

Dewi telah sampai di kosannya, harinya buruk, karena baru masuk kerja saja ia ditindas oleh seniornya sendiri.

"Eni sudah pulang belum ya? "

Dewi berjalan ke samping kamarnya, tak lama Eni keluar, Eni dalam keadaan kacau ia keluar dan berjumpa dengan Dewi.

"Eh Dewi, baru pulang kamu? " tanya Eni.

"Iya, saya habis pulang dari minimarket, syukur saja saya ambil jam siang, jadinya saya tidak kemalaman untuk pulang. " jawab Dewi.

"Begitu ya, oke... "

Dewi mengingat tawaran Eni tadi siang, ia mulai berdiskusi dengan temannya dan bertanya-tanya tentang pekerjaan yang ditawarkan tersebut.

"Kamu keliatan nya pengen banget deh, Wi? " tanya Eni.

"Saya pastinya mau, apalagi kamu mengatakan bahwa gajinya lumayan besar, jadinya saya tertarik untuk tau pekerjaannya itu apa saja. " jawab Dewi.

Eni menganggukkan kepalanya, ia mengajak Dewi untuk masuk ke kamarnya, sepertinya mereka akan berdiskusi terlebih dahulu.

......................

Di dalam kamar Eni, terlihat barang barang mewah terletak di atas lemari, bahkan baju yang mahal saja digantung sesuka hati oleh Eni, Dewi saja sampai kagum melihat barang barang milik Eni.

"Ini benar dari hasil kamu bekerja, Eni? "

Eni yang sedang merogoh sesuatu kemudian menganggukan kepalanya, Dewi menganggukan kepalanya dan ia dipanggil oleh Eni untuk mendekat.

"Sini, Dewi. " panggil Eni.

Dewi mendekat, berbagai botol ataupun kotak berisi warna warna, alias make-up ia lihat di depan mata. Eni melihat wajah Dewi, wajah biasa tanpa polesan itu yang sekarang ia lihat, baginya tidak ada daya tarik jika Dewi hanya seperti itu.

"Apa kamu bisa pakai ini semua, Dewi? " tanya Eni.

"Saya tidak mengerti, Eni, ini seperti peralatan yang saya lihat pertama kali, apalagi botol ini. " jawab Dewi sambil menunjukkan botol spray glitter.

"Tidak mengapa, ini kamu gunakan di wajah, semampu mu aja dulu. " ucap Eni.

Baru memegang satu, yaitu lipstik, akhirnya patah, banyak peralatan make-up Eni terbuang sia-sia karena ketidaktahuan Dewi, dan hasil make-up dari Dewi seperti seorang badut.

"Baiknya kamu belajar make up deh, Wi. " saran Eni.

"Apa itu make up? " tanya Dewi.

'Duh lupa, Dewi ini kan orang desa, mana ngerti dia sama make up, kecuali bersolek bahasa dia. ' ucap Eni dalam hati.

"Baik, make-up itu adalah alat tata rias untuk mempoles ataupun mengubah penampilan di wajah kamu, dan yang sedang kamu pakai, gunakan dan kamu pegang itu adalah make up, mengerti? "

Dewi menatap ke arah make-up yang sudah ia pakai, ternyata yang ia pakai tadi adalah make-up, sebuah peralatan rias yang tidak pernah ia pakai atau gunakan saat di desa, hanya bedak tabur yang akan ia gunakan.

"Baik, untuk sekali ini aku akan ajarkan kamu cara pake make-up, fashion atau baju, dan manner atau perilaku kamu selama nanti bertemu dengan seseorang. " ucap Eni.

Dewi menuruti ucapan Eni, bahkan saat dirias saja ia diam terlebih dahulu, satu persatu keperluan untuk mempercantik diri dipasangkan di diri Dewi.

"Astaga, berbeda sekali kamu, Dewi. "

Dewi membuka matanya, ia melihat dirinya di depan kaca, berbeda dari sebelumnya, ia seperti melihat dirinya yang berbeda di depan kaca.

"Ini saya, Eni? "

"Benar, nah, sekarang aku bakal pinjamin tas ku buat kamu pakai. Nanti setelah berhasil bertemu sama seseorang, kamu beli sendiri pakaian ataupun make-up untuk diri kamu sendiri. " ucap Eni.

Dewi menganggukan kepalanya, kemudian ia mengikuti Eni, karena Eni akan mengajaknya untuk bertemu seseorang, dan meyakinkan dirinya untuk bekerja.

......................

"Eni, ini apa tidak terbuka ya bajunya? " tanya Dewi.

"Kamu ini, kamu mau nggak sih? Kalau nggak mau, kita pulang aja. " ucap Eni.

"Eh, jangan, saya mau kok, Eni. " ucap Dewi.

Eni mengajak Dewi ke dalam ruangan, itu suatu gedung yang terlihat megah namun terlihat privasi.

"Selamat datang di kehidupan baru, Dewi! " sambut Eni.

Dewi masih ragu, ia menatap tempat yang dituju bersama temannya, tempat se ekslusif itu ia tempati bersama temannya, entah apa isi dalam nya selain pria tua dan sekumpulan wanita muda, tepatnya para gadis.

Berhenti di suatu meja, terlihat seorang pria yang sedang duduk dan menikmati minuman, Eni dan Dewi berhenti di depan meja.

"Halo om. " sapa Eni.

Laki-laki itu merespon sapaan Eni, kemudian tatapannya mengarah ke arah Dewi.

"Ini yang kamu pengen kenalin sama saya, Eni? " tanya laki-laki tersebut.

"Yap om, kenalin nih, Dewina namanya, persis yang om cari kan ini? " tanya Eni.

Laki-laki tersebut berdiri dan mendekati Dewi, Dewi pastinya canggung, kemudian tangan laki-laki tersebut disodorkan padanya.

"Kenalkan, saya Khairul Gustiawan. "

...****************...

Eps 03

...Happy reading 🧡...

......................

"Kenalkan, saya Khairul Gustiawan. "

Laki-laki tersebut memperkenalkan diri pada Dewi, Dewi yang masih ragu kemudian menjabat tangan Gusti, tak lama tangan Dewi dielus-elus oleh Gusti, itu membuat Dewi menjadi risih dan langsung menarik tangannya.

"Tampaknya dia masih polos, Eni. " ucap Gusti.

Diiringi oleh tawanya, Gusti tertawa melihat wanita yang dikenalkan padanya, bahkan Dewi menjadi takut.

"Apa saya akan dijual? "

Gusti melotot tak percaya, lawakan baginya, ia kembali tertawa, terlebih lagi tawanya semakin lebar.

"Ahahahaha! Lucu sekali kamu, manis! " gelak Gusti.

"Astaga, maaf ya om, namanya Dewi ini baru tinggal di kota beberapa hari, mungkin baru awalan disini. " jelas Eni.

Dewi hanya diam, ia ikut cengir kecil, kemudian Gusti menyodorkan tangannya.

"Kemarilah, Dewi. " ajak Gusti sambil menepuk-nepuk sofa.

Dewi menjabat tangan Gusti, tak lama ia ditarik dan terjatuh dalam pelukan Gusti, Dewi langsung berdiri dan duduk di samping Gusti, Gusti merangkul bahu Dewi dan mengelusnya.

"Siapa namamu, manis? " tanya Gusti.

Dewi tersenyum, dan gerak geriknya menunjukkan tidak nyaman. "Nama saya Dewina Ayunda Ningsih, om, umur saya 19 tahun, dari desa ke kota untuk bekerja dan kuliah di sini, salam kenal. " kenal Dewi.

Gusti tersenyum, ia mencolek dagu Dewi, mungkin rasa kagum dengan Dewi yang masih terlihat polos itu.

"Manisnya, saya suka wanita muda seperti kamu ini. " ucap Gusti.

"Tugas saya dengan om ini apa ya om? Saya perlu tahu saja. " tanya Dewi.

"Masalah itu? Sangat gampang, Dewi, saya ingin kamu menjadi partner saya. Saya ingin kamu selalu temani saya bila saya hubungi, saya juga ingin kamu menuruti apapun yang saya inginkan, apapun itu apakah kamu terima resikonya, Dewina? " tanya Gusti.

"Selama itu pekerjaan, saya akan terima resikonya, om. Saya akan siap bila dipanggil oleh om. " jawab Dewi.

Gusti menganggukan kepalanya, baru kali ini setelah beberapa simpanannya, ia bisa mendapatkan simpanan yang benar-benar menurutinya, walaupun akan diajarkan satu persatu olehnya sebelum poin teratas sebagai simpanannya akan ia tunjukkan.

"Baik om, kalau begitu saya ingin pulang terlebih dahulu, saya permisi. "

Dewi bangkit dari tempat duduk, bahkan Eni terkejut, Dewi tidak menunjukkan sama sekali melayani Gusti seperti yang lainnya.

"Wi, kok kamu gitu?! " tanya Eni.

"Tidak mengapa, Eni, seperti kamu katakan tadi, dia masih pemula, saya senang jika seperti Dewi ini, bisa saya ajari dia nanti. " ucap Gusti.

Eni hanya tertawa, kemudian melirik kesal dengan Dewi, hanya saja Dewi diam dan tak berani menjawab sama sekali.

"Dewina." panggil Gusti.

"Iya om, saya. "

"Besok saya akan hubungi kamu, catat nomor handphone saya. " perintah Gusti.

"Handphone saya ketik ketik om, akan saya catat nomor om. " jawab Dewi.

Gusti terkejut kembali, baru ia ingat, bahwa simpanannya kali ini memang berbeda dari sebelumnya.

"Saya lupa, pokoknya besok pagi kamu datang, di taman saja, jika di gedung bisa saja kamu dikerjai orang lain. " perintah Gusti.

"Baik om, akan saya laksanakan. " ucap Dewi.

Dewi menarik tangan Eni, ia ingin segera pulang dari tempat yang baginya menjijikan itu, ia tidak ingin melihat pemandangan para gadis muda yang sedang menggoda laki-laki tua, jangan sampai juga ia akan disuruh seperti itu dengan Gusti.

"Dewi, kenapa kamu tidak layani om Gusti seperti yang lainnya? " kesal Eni.

"Saya belum mau sama sekali, Ni, lagipula tugas saya hanya menemani om Gusti, tidak sampai seperti itu juga. " ucap Dewi.

Eni hanya menggelengkan kepalanya, kemudian mengajak Dewi untuk pulang, dengan menggunakan kendaraannya ia mengajak Dewi untuk pulang ke kosan.

......................

Jarak tempat night club itu tak jauh dari kosan, hanya beberapa meter saja sudah sampai di kosan, tak heran jika banyak orang-orang asing yang sering lewat di depan gerbang kosan tersebut.

"Beristirahatlah, Wi, besok pagi kamu mau ketemuan sama om Gusti. "

"Kamu bagaimana, Eni? " tanya Dewi.

"Aku pengen ke club lagi, kebetulan ada om ku, nggak ditegur aja dia udah lihat. Udah ya, aku pergi dulu, nih, pake aja dulu jaketku. "

Dewi mengambil jaket milik Eni, sedangkan Eni kembali lagi ke night club tersebut.

"Apa tidak masuk angin, jika keluyuran malam seperti ini? "

Dewi berjalan ke dalam kosan, ia melihat tidak ada sama sekali pak satpam yang selalu menjaga gerbang, sepertinya sedang tidur atau patroli di sekitar kosan.

Keesokan harinya, Dewi terbangun pagi hari, karena kebiasaannya di desa yang selalu bangun pagi dan mengerjakan aktivitas, hari ini adalah hari libur, ia memiliki janji dengan Gusti pagi hari di taman dan ia akan bersiap siap terlebih dahulu.

Karena belum mengerti sama sekali dandanan ataupun make-up, maka dari itu Dewi datang ke kamar Eni, ia lagi lagi akan merepotkan teman kosannya.

"Eni, permisi... " panggil Dewi.

Tak lama pintu kamar dibuka, terlihat Eni yang acak acakan dan tercium bau yang lain di tubuh Eni.

"Eni, kamu kenapa sangat berantakan seperti ini? " tanya Dewi.

"Nanti kamu akan tahu sendiri, Wi. Sekarang, kenapa ngetuk pintu kamar aku? " tanya Eni.

"Bolehkah saya dirias seperti malam tadi, Eni? Tolong, saya ingin bertemu dengan om Gusti hari ini. " mohon Dewi.

Eni mengingatnya, ia harus membantu Dewi untuk merias Dewi, karena semalam Dewi dan keperluan lainnya ia yang pegang.

"Iya juga, yaudah, sini masuk ke dalam kamarku. " ajak Eni.

Di dalam kamar Eni sangat berantakan, sepertinya Eni pulang terlalu larut semalam, sedangkan Dewi sudah duluan di kosan malam tadi.

"Kelihatannya kamu belum ada persiapan ya? Baik, kamu boleh pinjem barang barangku lagi. "

Eni mulai memilih milih baju miliknya, kali ini ia harus meminjamkan lagi baju yang akan digunakan oleh Dewi, Dewi pastinya terbantu dengan Eni yang siap untuk membantu nya.

"Gunakan ini, ini, ini, dan ini. "

Satu persatu pakaian ditunjukkan ke arah Dewi, Dewi melotot, baju kekurangan bahan tersebut diberikan oleh Eni untuk ia pakai, tak lama ia menghempaskan nya dan Eni melihatnya.

"Kenapa kamu lempar bajuku, Wi?! " teriak Eni.

"Baju kamu sepertinya kurang sopan, Eni, saya tidak bisa pakai pakaian sepertinya itu. " jawab Dewi.

Eni berdecak, baru kali ini ia harus melatih gadis yang setara dengan orang tua yang kolot.

"Wi, om Gusti bakal ketawa kalau kamu nemuin dia dengan baju lebar panjang kayak kaos, yang bener aja. "

"Tapi ada baju lainnya? Yang menurut kamu sopan tetapi masih sama seperti yang ini? " tanya Dewi.

Eni mulai mencari lagi, dan ia menemukannya, walaupun tidak terlalu terbuka setidaknya model bajunya itu masih menunjukkan bahwa ketika akan dipakai terlihat seksi.

"Pakai, cuma itu yang ada, yang sesuai sama yang kamu mau. " ucap Eni.

Dewi mulai memakainya, bersamaan dengan Eni yang merias nya, satu persatu sudah Eni kerjakan dan melihat hasilnya di kaca.

"Eni, apakah ini saya? " tanya Dewi tak percaya.

"Terus, siapa lagi yang berdiri di depan kaca selain kamu? Yaudah, segera berangkat sana, ini, jangan lupa jaketnya, jangan sampai badanmu duluan dilihat sama pak satpam di luar. " ucap Eni.

"Baik, terimakasih atas bantuannya, Eni, nanti saya akan kembalikan. "

Dewi pamit, ia akan segera bergegas ke taman untuk menemui Gusti.

......................

Menempuh jarak yang cukup jauh, akhirnya Dewi sampai di taman, kakinya terasa pegal ketika memakai heels milik Eni, walaupun heels tersebut sudah tergolong heels yang sudah rendah tingginya.

"Om, maaf saya terlambat. "

Lelaki yang tengah duduk bersandar kemudian menatap ke arah samping, Dewi berdiri dan memegang tas yang ia bawa, Gusti tampaknya benar-benar melihatnya dari bawah kaki sampai ke atas kepala.

"Sepertinya kamu belum mempunyai apa yang kamu pegang, Dewi. " ucap Gusti.

Dewi melihat tas yang ia pegang, ia menyadari bahwa Gusti benar-benar memperhatikan apa yang sedang ia pakai.

"Maaf sebelumnya, om, langsung ke pekerjaan nya, apakah boleh? " tanya Dewi.

Gusti merasa itu sebuah kejutan, ia tersenyum dan menggeleng geleng kan kepalanya.

"Tampaknya bersemangat sekali ya kamu, manis. " puji Gusti.

Dewi hanya tersenyum, kemudian ia diajak untuk berkeliling di taman oleh Gusti, hingga sampai lah mereka di salah satu mobil mewah, Dewi saja bahkan takjub dengan mobil tersebut, seperti mobil pejabat daerahnya saja.

Dewi masuk ke dalam mobil, bersamaan dengan Gusti.

"Hari pertama bareng saya, saya mau kamu temenin saya buat ketemuan bareng klien saya, saya mau kamu menyamar sebagai asisten saya. Nanti akan saya bayar kamu, berapapun kamu mau. " ucap Gusti.

"Baik om, akan saya kerjakan. " ucap Dewi.

Sepanjang perjalanan hanya suara musik saja yang ada, ditambah Gusti yang selalu menggoda Dewi, tetapi Dewi berusaha keras untuk bisa tersenyum dengan Gusti.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Dewi dan Gusti telah sampai di sebuah gedung, seperti sebuah perusahaan besar yang ada di kota.

"Dewina, ketika bertemu dengan klien saya, saya harap kamu bisa bersikap formal. Dan juga, saya akan menunjuk kamu sebagai asisten saya, jadi apa yang saya perintahkan, tolong untuk segera kamu kerjakan. " ucap Gusti.

"Baik om, akan saya lakukan. "

Dewi berjalan di belakang Gusti, ia dituntut untuk bersikap formal, yang pastinya ia tidak harus penasaran dengan isi di dalam gedung tersebut sesuai perintah dari Gusti.

"Selamat datang, Gustiawan. "

Dewi berdiri di belakang, sedangkan Gusti berjabat tangan dan mengajak Dewi untuk duduk di kursi sebelahnya.

Banyak obrolan yang membuat Dewi bingung, apalagi ini mengenai urusan bisnis, masih sempat sempatnya Gusti mengajaknya hanya untuk bertemu patner bisnis.

Gerak gerik Dewi menunjukkan tidak nyaman, itu akhirnya disadari oleh Gusti, kemudian Gusti berdeham padanya.

"Ada apa, Dewi? " tanya Gusti.

"Apa saya boleh ke kamar mandi, om, eh, tuan...? " mohon Dewi.

"Silahkan."

Dewi berdiri, ia sedikit berlari untuk ke kamar mandi, sedangkan Gusti kembali berurusan dengan patner bisnis nya.

"Dapat asisten dari mana kamu, Gus? "

Mendengar pertanyaan tersebut, Gusti yang menatap laptop langsung mengalihkan pengelihatan nya ke arah partner.

"Kok kamu mau tau banget ya? " tanya Gustiawan.

"Ya, soalnya asisten mu itu seksi sekali, kamu nggak lihat bodynya seperti gitar, bibirnya seksi aduhai seperti itu, ditambah lagi tutur katanya halus begitu, dapat darimana? " tanya partnernya sekali lagi.

Gusti tersenyum miring, kemudian mengubah cara duduknya, dengan kaki menyilang dan tatapan remeh.

"Tidak perlu kamu tahu, ini urusan saya. " ucap Gusti.

Tampak partnernya kesal, tetapi itu cara Gusti untuk mendominasi dirinya dalam menghadapi orang yang ingin mengetahui apa yang ia miliki dan punyai.

"Maaf tuan jika saya terlambat, cukup susah cari kamar mandi. "

Dewi segera datang, kemudian Gusti berdiri dan mengajak partnernya berjabat tangan, sebagai pengakhiran urusan mereka.

"Terimakasih telah berbisnis dengan saya, kalau begitu saya permisi. "

Gusti kemudian meninggalkan meja, diikuti oleh Dewi yang mengambil tas tangan di kursi dan mengikuti Gusti dari belakang.

Di dalam mobil, Gusti merogoh kantongnya, kemudian memberikan sebuah amplop cokelat pada Dewi.

"Ini bayaran dari saya buat kamu, terimakasih sudah temenin saya ketemu sama klien. "

Dewi diberi amplop coklat oleh Gusti, setelah membukanya Dewi tercengang, baru kali itu ia menerima uang sebanyak itu oleh seseorang hanya untuk menemani.

"Banyak sekali, om, saya tidak pernah mendapatkan uang sebanyak ini. " ucap Dewi kagum.

"Biasa saja, sekarang simpanlah uang itu, saya akan antar kamu ke kosan tempat kamu tinggal. "

Dewi memasang seatbelt yang sebelumnya dipasang oleh Gusti, kini ia memasang nya sendiri.

......................

Sesampainya di kosan, Dewi turun, ia membawa barang barang yang diberikan oleh Gusti, termasuk handphone baru yang kini menjadi kesukaan para gadis gadis muda di perkotaan sekarang.

"Terimakasih om, jika om perlu saya temani, hubungi saja saya, saya sudah menyimpan nomor milik om. " ucap Dewi.

Gusti menganggukan kepalanya.

"Dewi." panggil Gusti.

"Iya om, ada apa? " tanya Dewi.

"Bahasamu tidak perlu terlalu formal, saya tidak suka, belajarlah untuk bisa berbahasa gaul di sini. Ini kota, bukan desa. "

Dewi menganggukan kepalanya, kemudian Gusti pergi dengan mobilnya, Dewi memasuki kosannya dengan memakai jaket, agar tidak ada yang mengetahui bahwa ia memakai baju yang lumayan terbuka.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!