Sinta menatap ke bawah. Pandangannya tak lepas sama sekali dari guru yang saat ini tengah membawa kayu dan mencegat dirinya yang hendak memanjat tembok.
Sinta pun menghela napas panjang. Ternyata aksinya akhirnya ketahuan juga. Mau tidak mau ia pun harus pasrah dan turun ke bawah dan menghampiri sang guru.
Khas seperti seorang Sinta. Wanita itu menatap tanpa bersalah dan mengajak sang empu bercanda agar dirinya lepas dari amukan.
Tapi sayangnya guru yang ada di depannya ini adalah guru yang berbeda dengan guru-guru yang lainnya. Guru yang sangat killer dan tak mempan dengan rayuan.
Tapi bukan Sinta namanya jika ia tak berusaha untuk menggoda sang guru.
"Bapak ganteng deh. Sinta sumpah gak boong. Apalagi makin ganteng kalau Bapak enggak judes kaya gitu," ucap Sinta yang membuat sang guru menghela napas panjang.
Ia pun mengangkat kayu yang berada di tangannya. Sinta yang melihat itu lantas sangat terkejut dan refleks ia langsung memeluk tubuh sang guru.
"Bapak, mohon Pak. Sinta cuman bercanda. Sumpah Sinta gak akan ulangi kesalahan Sinta lagi," ucap Sinta ketakutan saat sang guru mengangkat kayu.
Ia tak bisa membayangkan kayu sebesar itu akan mengenai tubuhnya. Betapa sakitnya. Tentunya rasa sakit itu tak akan bisa dijabarkan. Sinta pun menarik napas panjang dan menundukkan kepalanya.
Tubuhnya masih memeluk tubuh sang guru. Hal itu lah yang membuat dirinya kian terancam. Sementara itu Sinta sendiri tak menyadari dengan apa yang sedang ia lakukan.
"Sinta!" bentak sang guru dan barulah Sinta sadar.
Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Oh Tuhan ia sedang memeluk tubuh guru killer ini. Sinta langsung merasa jijik dan spontan mundur. Ia tak habis pikir kenapa dirinya bisa memeluk orang seperti ini.
"Maaf."
"Kamu benar-benar keterlaluan. Apa yang baru saja kamu buat Sinta?"
Sinta pun masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Wanita itu menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya.
Ia memasang wajah sok imut. Memang sangat imut, tapi Nicholas sang guru killer di mata Sinta itu tak akan perang tergoda dengan kecantikan Sinta.
Hingga Sinta merasa tak habis pikir dengan pria ini. Apakah dia seorang gay? Bahkan banyak orang yang menyukai Sinta.
Dan kecantikan Sinta pun tak bisa dibohongi karena memang wanita itu sangat cantik.
"Wajah mu seperti itu malah membuat saya merasa jijik," ungkap Nicholas yang langsung membuat Sinta terdiam. Oh Tuhan, kata-kata Nicholas langsung menusuk ke hatinya.
"Bapak mah gitu. Kasian sama Sinta. Sama sekali gak ada difilter kalau ngomong."
"Kamu ini benar-benar yah. Kamu memang mencari masalah dengan saya. Sekarang juga kamu ke lapangan."
Mata Sinta yang mendengar hal itu langsung membulatkan matanya. Ia tak habis pikir kenapa Nicholas tak memiliki hati.
Terlebih lagi ia adalah seorang wanita. Ia tadi hanya terlambat karena terjadi sesuatu di jalan. Tapi tetap saja dihukum di hari yang sangat terik.
Sinta pun hanya bisa pasrah akan hal itu. Wanita tersebut mungkin mengira perbuatannya sangatlah wajar. Tapi di mata Nicholas keterlambatan Sinta adalah sebuah kesalahan fatal. Di mana wanita itu terlambat di kala orang sudah memasuki jam kedua.
Apalagi keterlambatan Sinta bukanlah untuk yang pertama kalinya. Tapi hampir setiap hari wanita itu melakukan kesalahan yang sama. Dan ujung-ujungnya selalu meminta maaf.
Guru lain mudah termakan buaian kesedihan Sinta yang hanya menipu. Tapi sayang tak dengan Nicholas yang sudah hapal dengan siasat licik milik Sinta.
"Sinta, kamu tidak mendengar apa yang baru saja saya katakan? Cepat ke lapangan dan kamu berdiri di sana sampai jam istirahat tiba. Kalau tidak mau, kamu hanya tinggal pilih dijemur atau saya pukul kamu dengan kayu ini?" tanya Nicholas dan memelototkan matanya.
Sinta pun mendumel dalam hati. Segala sumpah serapah serta umpatan kepada Nicholas sangat beragam di hatinya.
Wanita itu pun berjalan dengan langkah yang sangat terpaksa. Nicholas yang melihat itu pun menarik napas lelah.
Ia pun menarik tas Sinta. Sinta menatap Nicholas tak percaya.
"Bapak, ini saya ketarik. Pelan-pelan dong. Saya bisa jalan sendiri."
"Kamu tidak tahu diri. Saya sudah cukup mentoleransi kamu," ucap Nicholas dengan membara. Pria itu sudah tak bisa menahan emosinya jika bersama dengan Sinta.
Sinta pun menatap aneh ke arah Nicholas. Pria itu mengatakan jika ia sudah mentoleransi perbuatan dirinya. Tapi kenapa Sinta merasa jika pria itu sama sekali tak pernah bertoleransi. Sangat arogan dan juga killer.
Padahal sikapnya ke anak murid yang lain cukup manis meskipun tetap saja dia marah-marah. Tapi masalahnya dengan dirinya pria ini lebih lagi arogan.
"Dasar guru pemarah, ntar tua baru tau. Huh, biarin gak dapat jodoh. Semoga pak Nicholas gak punya jodoh," doa Sinta yang didengar oleh Nicholas.
Michael pun membulatkan matanya mendengar hal itu. Doa yang buruk dan ia harap tak akan terkabul.
"Hati-hati doa kaya gitu. Yang ada bisa balik ke kamu sendiri. Dasar anak zaman sekarang tidak punya etitude kepada yang lebih tua."
Sinta pun memutarkan bola matanya. Apakah dirinya peduli dengan Nicholas? Jawabannya tentu saja tidak.
_________
2 jam menunggu waktu istirahat seperti sedang menunggu 2 hari. Apalagi saat ini sangat terik membuat Sinta tak berdaya. Terlebih kakinya sangat pegal jika dijemur seperti saat ini.
Ia sangat mendambakan agar bel segera berbunyi dan menyelamatkan dirinya dari rasa tersiksa ini.
Tapi Sinta sadar jika ia pasti akan terasa lebih lama jika ia terus menunggu.
Ia pun diam-diam mencari tempat berteduh. Matanya berbinar saat melihat ada pohon besar dan di bawah sana ada kursi panjang.
Ia pun menghampiri tempat itu. Bodoh amat dengan hukuman yang penting dirinya sejahtera dan selamat dari penyiksaan sang guru killer.
Sinta pun merebahkan tubuhnya di atas kursi tersebut dan memejamkan matanya. Wanita itu bersantai sambil menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi.
Hingga akhirnya Sinta pun tertidur dan tak menyadari jika dirinya sudah sangat lama tidur di sana dan bel keluar pun sudah berbunyi.
Sementara itu Nicholas hanya memperhatikan Sinta yang terus tertidur tersebut. Ia pun menarik napas panjang. Kenapa wanita ini sangat susah untuk diajarkan ke jalan yang benar.
"SINTA!!" teriak Nicholas yang langsung membuat Sinta tersadar.
Sinta pun mengerjapkan matanya dan membuka matanya secara perlahan. Wanita itu memperhatikan sekitar.
Ia pun langsung duduk saat sadar jika dirinya menjadi tatapan seluruh penonton. Sinta sangat malu.
"Kenapa bapak baru bangunkan saya?"
"Kamu masih sempat bertanya seperti itu di saat ini? Cepat kamu ke ruangan kepala sekolah. Ambil surat pemanggilan orang tua, dan jangan lupa bawa orang tua mu besok. Kamu benar-benar sangat keterlaluan."
__________
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA YANG SUDAH MEMBACA.
Sinta pun melempar tas nya ke sembarang arah. Wanita itu berbaring di sofa.
Akhirnya setelah seharian penuh dengan rasa lelah yang sangat luar biasa akhirnya terbayarkan sudah. Sinta menghirup udara dengan sangat rakus dan menikmati keheningan yang mencengangkan di rumahnya.
Hingga pada akhirnya sang ibu yang berdiri di depannya mengejutkan Sinta. Sinta lantas bangun dan menatap sang ibu dengan menyengir.
"Mama!"
"Kamu ini kebiasaan belum buka sepatu. Buka dulu baru berbaring. Lihat ini sofa Mama jadi kotor," omel sang ibunda kepada Sinta.
Sinta pun menggaruk kepalanya. Wanita itu pun dengan malas membuka speatunya lalu menaruhnya di tempat rak sepatu.
"Itu udah ma."
"Dasar punya anak gadis kok kaya gini. Tidak ada peduli dengan sekitar. Kamu hanya tahu dengan urusan kamu saja," ucap sang ibu sambil mengomel.
Sinta paling malas mendengar sang ibu jika sudah mengomel. Ia datang ke rumah untuk mencari ketegangan setelah di sekolah dirinya malah jadi bulan-bulanan orang dan apalagi ia sangat kesal kepada guru yang tak bisa berbaik hati jika membagi tugas dan juga hukuman.
Sinta bahkan merasa sangat lelah sekali dengan guru yang bernama Nicholas. Ia ingin sekali pindah sekolah jika bisa.
"Sinta. Kamu dengerin Mama, tidak?"
"Dengerin! Mama Sinta selau dengerin ucapan Mama dan Sinta juga sudah hapal apa yang akan mama bilang," ucap Sinta yang terlampau sangat lelah.
"Bagus jika kamu selalu dengerin Mama. Tapi lebih bagus lagi kalau kamu mendengarkan juga diterapkan di dalam kehidupan kamu. Ini jangan masuk telinga kanan keluar telinga kiri," omel sang ibu.
"Iya mamaku sayang." Sinta menghampiri sang Ibu dan mengacu pipinya. "Udah ya Mah jangan marah-marah, nanti Mama cepat tua loh," ujar Sinta santai.
Sang ibunda lantas berkacak pinggang. "Kamu tidak perlu berkata seperti itu. Karena mama emang udah tua."
Sinta berpikir dua kali lagi. Ia rasa apa yang diucapkan oleh ibunya juga sangat benar. Bahkan ingin diamati seperti apapun emang ibunya sangat tua. Pantas saja dia suka marah-marah kepada Sinta.
"Mama emang tua. Sinta baru sadar."
"Dasar anak kurang ajar kamu yah. Masuk sana ke kamar kamu. Belajar yang benar. Kamu ini kerjaannya selalu aja yang tidak ada faedahnya."
Sinta pun teringat dengan surat pemanggilan orang tua. Apa ia akan berikan sekarang saja surat tersebut kepada sang ibu. Tapi apakah setelah ini akan ada perang dunia ketiga saat ia memberikan surat tersebut.
"Mama, ada surat cinta dari Sinta."
Sang ibu pun mengerutkan keningnya merasa penasaran dengan surat yang dibicarakan oleh Sinta.
"Surat seperti apa?"
Sinta pun mengeluarkan surat tersebut dengan pelan-pelan. Ia tersenyum jahil kepada sang ibunda.
"Tara!! Ini adalah surat cintanya. Jangan lupa dibaca yah," ujar Sinta dan kemudian langsung berlari.
Wanita itu masuk ke dalam kamarnya dengan kecepatan kilat. Sementara itu, sang ibu yang belum tahu apa-apa pun merasa heran.
Ia memandang ke arah sang anak dan menggelengkan kepala.
"Anak itu dasar. Membuat setres orang tua saja."
Nurul pun membuka amplop tersebut. Ia sangat hati-hati dan juga amat penasaran dengan isinya.
Ia membaca surat itu dan seketika matanya membulat saat mengetahui dari mana asal surat itu dan apa isinya.
"Dasar anak kurang ajar!" geram Nurul dan mengacak-acak surat tersebut. Napasnya pun memburu. Tampaknya bom atom siap menghajar negara api. "SINTA!!"
_________
Seharian penuh dirinya disidang di dalam ruangan BK. Ruangan yang sangat menakutkan bagi anak-anak yang lain.
Tapi tidak dengan Sinta yang sudah biasa keluar masuk ke dalam ruangan BK. Bahkan ruangan ini tak asing lagi dengan dirinya.
"Sinta!"
Sinta pun menatap ke arah sang ibu. Ia menarik satu alisnya. Tampaknya ibunya sangat syok setelah tahu kebiasaan Sinta di sekolah.
"Kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan benar-benar keterlaluan. Jika ayah mu tahu kamu akan habis. Kamu ini kenapa jarang mengerjakan tugas. Terutama tugas Fisika? Dan kamu juga ternyata sering bolos. Sikap kamu ini kira-kira benar tidak Sinta? Kamu mengecewakan Mama."
Sebenarnya ada kesedihan yang sangat mendalam di lubuk hati Sinta saat mendengar kekecewaan sang ibunda. Ia belum bisa menjadi anak yang seperti diharapkan oleh ibunya.
"Maafkan Sinta." Sinta yang terkenal nakal itu pun tahu caranya meminta maaf.
Karena memang dia hanya pemalas tak ingin mengerjakan tugas dan sering terlambat saja. Selebihnya ia sangat baik dan juga peduli dengan sesama. Ia tahu berada di dalam geng yang salah.
Di mana teman-temannya merupakan anak-anak nakal yang tak memiliki atitude dan juga suka merosting orang dan bahkan tak pandang bulu, guru-guru pun kerap menjadi korbannya.
Tapi hanya Sinta lah yang masih memiliki nilai kebaikan atitude, namun berbeda jika dengan Nicholas. Ia akan menjadi siswi yang paling menyebalkan di sekolah.
"Ingat Sinta mulai hari ini kamu jangan lagi melakukan kesalahan yang sama. Apakah kamu tidak kasihan kepada orang tua kamu?"
Sinta pun memandang orang tuanya. Siapapun pasti akan sangat kasihan kepada orang tuanya. Tak terlebih dirinya yang juga merasakan hal yang sama.
"Sinta tahu Sinta salah. Tapi Sinta tidak bisa berjanji."
Sang ibu pun mulai lelah dengan putri kandungnya. Ia pun berdiri dari tempat duduknya dan langsung keluar dari ruang BK.
"Ingat Sinta! Jangan pulang jika kamu tidak ingin merubah sifat buruk mu itu."
Sinta pun terdiam. Dirinya memang salah dan Sinta pun mengakuinya.
Tiba-tiba ada orang yang muncul di depan Sinta. Jantungnya hampir saja copot karena kehadiran orang itu yang sangat tiba-tiba.
"Kenapa sih Pak?"
"Kamu sudah puas dengan ceramah di dalam? Apa kamu masih belum mengerti juga dengan apa yang kamu lakukan?"
Sinta pun berpikir sejenak. Perasaan dirinya tak melakukan keslahan apapun di dalam.
"Apaan sih Pak."
"Nasehat orang tua itu didengarkan jangan kamu abaikan. Sudah menjadi kebiasaan kamu mengabaikan nasehat orang," ucap Nicholas.
"Bapak sok tau banget."
"Jelas saya tahu banyak tentang kamu. Karena kamu adalah murid saya. Ingat pelajaran Fisika nanti ada pr. Awas saja jika Pr kamu belum selesai."
Sinta pun bertepuk jidat. Ia baru ingat jika ada pr hari ini. Habislah dirinya sudah karena Sinta lupa untuk mengerjakan pr tersebut.
Ia bahkan tak ingat apapun sama sekali tentang pr tersebut.
"Maaf Pak dari pada saya lama nungguin Bapak masuk, jadi Sinta bilang sekarang aja kalau pr nya Sinta gak kerjakan."
"Tunggu hukuman saya di kelas," ucap sang guru.
Nicholas tak mau ambil pusing karena hanya mengurus Sinta. Muridnya tidak hanya satu Sinta saja tapi juga sangat banyak. Dengan sifat yang beragam pula.
______
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA YANG SUDAH MEMBACA
Ternyata Nicholas sama sekali tak berbohong. Pria itu adalah orang yang sangat amanah. Selain itu ia tampan tapi sayang bagi murid yang lain dirinya tak bisa diajak bercanda tak sangat dingin.
Oleh karena itu kenapa alih-alih banyak yang mengidolakan Nicholas tapi malah banyak yang membencinya.
Dalam artian hanya membenci tugas-tugas yang ia berikan. Pria itu tak tanggung-tanggung memberi tugas. Ia juga tak pandang bulu kepada siapa dirinya akan bersikap tegas. Karena itu memang sudah menjadi prinsip seorang Nicholas.
Setelah tak mengerjakan tugas, lantas hukuman yang menunggu Sinta adalah hapalan yang berjibun. Ia pun duduk di depan kelas sambil menghapal.
Dirinya menjadi objek bercandaan temannya. Tapi untungnya Sinta sama sekali tak ambil hati dengan ucapan teman-temannya tersebut.
Wanita itu dengan sangat lapang dada menerimanya semuanya. Karena memang ia sendiri juga suka bercanda di dalam kelas tersebut.
"Bapak, ini sangat lelah. Sudah saya gak bisa hapal," pasrah Sinta dan meletakkan buku tersebut ke atas kepalanya.
Nicholas hanya melirik sebentar dan kemudian kembali fokus memberikan nilai hasil pekerjaan rumah yang dikerjakan oleh anak-anak.
Ia juga tak peduli dengan segala keluhan yang dilayangkan oleh Sinta. Sinta hanyalah sebagian kecil muridnya yang memiliki sifat yang sama seperti wanita itu.
Ia juga sangat membenci aksi Sinta yang seolah tak peduli dengan pelajaran. Semoga saja dengan seperti ini dapat menyadarkan Sinta.
Sinta pun memonyongkan bibirnya tatkala tak dipedulikan. Melihat angka-angka dan rumus-rumus fisika di depannya ini saja rasanya ia ingin menangis karena memang ia tak paham sama sekali dengan semua ini.
Wanita itu pun mencoba pasrah dan menerima penderitaan yang ia alami untuk saat ini dengan lapang dada.
Ia kembali menghapal walau hasilnya tetap zonk dan tak berguna karena otaknya penuh dengan menghitung jam kapan waktu istirahat.
"Kamu fokus menghapal jangan memikirkan yang lain-lain," tegur Nicholas kepada Sinta.
Seakan pria itu tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh Sinta. Sinta pun menghela napas panjang dan kemudian mengercutkan bibirnya.
"Biak Pak. Tapi saya memang tak sanggup lagi menghapalkannya. Rasanya kepala saya ingin meledak."
"Saya tidak peduli. Jika kamu tetap juga tak hapal maka kamu akan membawa satu sak semen."
Sinta pun lantas membulatkan matanya. Yang benar saja ia disuruh untuk membawa satu sak semen.
Yang ada dirinya akan dimarahi oleh sang ibu jika ketahuan lagi-lagi melakukan kesalahan di kelas. Mungkin tak lama lagi dirinya akan diusir dari rumah.
Membayangkan hal itu saja sudah membuat ngeri Sinta. Ia tak ingin lagi mengecewakan sang ibu.
"Kenapa kamu diam? Lanjut menghapal."
Sinta pun menatap ke arah pria yang saat ini sedang fokus dengan buku-buku di depannya. Nicholas adalah guru muda dan ia juga merupakan seorang anak dari orang kaya di kota ini. Hal itu pulalah yang membuat Sinta sangat bingung kenapa Nicholas memilih untuk menjadi guru padahal dia adalah anak orang kaya.
"Iya Bapak." Sinta pun kembali menghapalkannya. Tapi tetap saja ia tak bisa fokus saat ada tatapan tajam mengarah ke arah dirinya.
Tatapan itu adalah milik Nicholas. Nicholas mengamati Sinta yang sedang menghapal.
Tidak tahu kenapa kali ini Sinta sangat gugup karena terus ditatap oleh Nicholas. Untuk mengurangi rasa gugupnya, wanita itu pun memandang ke arah para murid yang sedang mencatat pelajaran yang diberikan oleh Nicholas.
Sinta pun mendekati Nicholas. Wnaita itu berbisik.
"Bapak kenapa dari tadi natap saya Mulu? Saya tau jika saya cantik," ucap Sinta yang terlalu pede. Nicholas pun terkejut dengan pengakuan Sinta.
Ia mengamati Sinta lalu memandang rendah ke arah Sinta.
"Kamu jangan terlalu pede. Karena itu tidak baik. Sudahlah mending kamu hapalkan yang saya suruh ke kamu," ucap Nicholas.
"Dari tadi Bapak bilang kaya gitu. Bapak tidak tahu kalau saya sedang pusing?"
Nicolas pun menatap ke arah Sinta. Ia mengerutkan keningnya. Sinta kenapa sangat terlalu malas dengan apa yang saat ini sedang dirinya kerjakan. Padahal itu bukanlah sesuatu pekerjaan yang sangat berat.
"Oke anak-anak waktu kita sudah habis. Sekarang kalian boleh keluar." Nicholas pun menatap ke arah Sinta dengan tatapan tajam. "Dan kamu besok jangan lupa bawa satu sak semen. Langsung letak di depan ruangan saya."
__________
Sinta menjambak rambutnya. Lagi-lagi ia harus dihukum. Padahal baru saja tadi pagi orang tuanya datang.
Lantas harus seperti apalagi agar Sinta bisa memberitahukan jika ia dihukum tanpa kena marah sang ibu.
Mungkin bagi Sinta ia sudah terlampau sangat lelah dengan dunia ini. Ia pun tak tahu apa yang harus dikerjakannya lagi. Dirinya sudah amat frustasi dengan guru killer tersebut.
Bahkan di saat para siswa yang lain langsung pulang ke rumah, tapi hanya dirinya yang pergi ke tempat toko semen untuk membeli satu sak semen.
"Dasar guru tidak tahu diri itu. Benar-benar menyebalkan. Kenapa dia tidak mengurus perusahaan ayahnya saja dari pada menjadi guru. Bencana memang Nicholas sialan itu ngajar di sekolah ini. Huh, untung aku tidak mati berdiri," ucap Sinta lalu kemudian wanita itu pun memilih satu sak semen dan menyewa motor orang lain untuk membawanya ke sekolah.
Terpaksa ia menggunakan uang jajannya untuk membeli satu sak semen demi menggantikan tugas-tugas yang ia abaikan. Karena memang dirinya tak punya pilihan yang lain.
"Awas aja, aku sudah membawa satu sak semen. Kalau sempat guru killer itu minta lagi aku nggak akan segan-segan buat keluar di sekolah ini," ucap Sinta seolah telah mengancam. Tapi tidak tahu akan mengancam siapa karena memang dirinya bukanlah orang penting sehingga jika pun ia keluar dari sekolah itu tak ada masalah bagi sekolah tersebut.
Mungkin ini sudah menjadi penderitaan Sinta. Pada pilihan lain selain Ia pun tunduk kepada guru killer tersebut.
Sebelum pulang, Sinta pun mengarahkan ojek yang ia sewa untuk membawa satu sak semen miliknya.
Ia datang ke sekolah, dan meminta bantuan agar tukang ojek tersebut pun mengantarkan semen tersebut tepat di depan ruangan Nicholas jalan tersebut.
Mau tidak mau, Sinta pun harus membayar lebih.
Tukang ojek tersebut pun mengangkatkan satu sak semen itu tepat di depan ruangan Nicholas.
"Terima kasih Bapak. Ini uangnya." Sinta pun menyerahkan uang upah kepada sang ojek tersebut.
Akhirnya satu sak semen pun terpenuhi. Wanita itu mengusap peluh yang keluar dari keningnya. Iya berniat memotong satu sak semen itu dan diserahkan fotonya kepada Nicholas sebagai bukti bahwa ia telah membawa satu sak semen.
"Tidak usah difoto karena saya lihat sendiri."
Sinta terkejut saat mendapati saudara yang sangat tiba-tiba.
"Tapi hukuman ini terlalu mudah. Jadi ada tugas tambahan, kamu harus buat 100 soal tentang Generator."
"Hah?!!"
_____________
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA YANG SUDAH MEMBACA
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!