Dua kali gagal dalam pernikahan, Justin Anderson menganggap semua wanita itu sama. Sebatas mainan dan hanya merepotkan, bahkan tidak ada wanita yang membuat dia betah.
Hingga, takdir justru mempertemukannya dengan seorang gadis cantik yang terjebak keadaan. Agny Tabina, gadis belia yang dipaksa terjun ke dunia malam akibat keserakahan pamannya.
"500 juta ... tawaran terakhir, berikan gadis itu padaku." - Justin Anderson.
...****************...
Uang memang bukan segalanya, akan tetapi segalanya butuh uang. Itu adalah fakta tentang dunia yang tidak bisa dibantah, kejam tapi memang nyata. Mungkin bagi sebagian orang dunia tidak sekejam itu, akan tetapi berbeda dengan gadis belia yang tengah merasakan pahitnya menjadi dewasa. Agny Tabina, dia kehilangan kebebasan lantaran dipaksa turun ke dunia malam akibat keserakan sang paman.
Bermodalkan wajah cantik dan tubuh indahnya, tidak sulit bagi Agny dilirik pemilik club malam di pusat kota. Menjadi primadona kesayangan, tidak sembarang pria bisa mendapatkannya. Bahkan, hingga saat ini hanya beberapa pria saja yang mampu membayar hanya untuk melihat wajahnya.
Kecantikannya dijadikan alat penghasil pundi-pundi rupiah. Sementara dia tidak pernah merasakan hasil jerih payahnya. Seperti beberapa waktu lalu, malam ini Agny kembali diperlihatkan kepada calon tamu yang akan dia layani. Bagaimana nasibnya nanti, itu tergantung seberapa kaya tamunya kali ini.
Bersama kedua wanita jallang dengan jam terbang tinggi di sampingnya, Agny benar-benar berharap pria yang datang kali ini tidak akan tertarik dengannya. Sebagai gadis baik-baik yang anti dengan pergaulan bebas semacam ini, jelas saja Agny masih berusaha melindungi dirinya.
"Agny ... yakin baju kamu begitu? Ini dunia malam," ujar salah satu wanita dengan pakaian ketat yang membalut tubuhnya, setengah mencibir dan juga merasa iri lantaran anak baru yang mempertahankan penampilannya seakan anak baik-baik ini bisa menjadi primadona tempat ini.
"Tentu saja, Bos juga tidak masalah aku begini."
Dia terlihat setegar itu, padahal itu adalah cara Agny mempertahankan diri. Karena, beberapa tamu yang datang jelas akan tergoda dengan tubuh yang seksi. Meskipun demikian, dia tetap dipaksa Edward untuk menggunakan celana pendek demi mempertahankan pesonanya.
Hati Agny selalu berdebar setiap akan diperkenalkan oleh Edrward dengan calon tamunya seperti ini. Dia mengatur napasnya pelan-pelan, khawatir sekali dia akan berakhir malam ini. Semakin dekat, ruangan VVIP itu kian menjadi neraka kala dia pijaki.
Tidak pernah terbayangkan kehidupan Agny akan serumit ini. Dia yang biasanya menyukai bintang malam kini hidup dibawah gemerlap lampu yang membuatnya sakit kepala.
Semoga yang datang kali ini, dompetnya tipis.
Itu adalah harapan satu-satunya, beberapa kali hampir saja hancur namun Edward masih mempertahankannya lantaran dia mematok harga untuk seorang Agny luar biasa tinggi. Apalagi, wanita itu benar-benar baru bahkan bagi Edrward adalah harta yang teramat berharga untuknya.
"Bagaimana? Aku paham seleramu, Jus ... bebas pilih, anak baru tanpa pengalaman atau anak lama dengan jam terbang yang tidak perlu kau ragukan. Kelebihan dan kekurangan bisa kau nilai sendiri, tidak perlu aku jelaskan." Edward menepuk bahu mereka satu persatu, Agny mengepalkan tangan kala jemari pria pria itu menurunkan menepuk pundaknya.
"Anak baru yang kau maksud, dia kah?"
Agny menelan salivanya pahit, suara itu terdengar familiar tapi dia lupa pernah bertemu pria itu dimana. Apa mungkin seminar di kampusnya? Atau tamu lain yang pernah datang sebelumnya. Akan tetapi, rasanya tidak mungkin karena Edrward tidak akan mengenalkan dia pada tamu yang pernah menolak harga.
"Iya, tertarik?"
"Lumayan," ujar pria itu terdengar penuh pertimbangan.
Dari sofa empuk di ruangan tersebut, seorang pria yang terbiasa bermain wanita tengah mencari sesuatu yang baru lantaran bosan dengan kehidupan di luar sana. Justin Anderson, pria tampan 33 tahun yang saat ini tengah merasakan kesendirian lantaran kedua sahabatnya sudah memiliki kebahagiaan masing-masing nampaknya butuh mainan untuk bisa membuat hidupnya lebih tenang.
Penampilan anak baru yang Edrward janjikan begitu berbeda dengan wanita penghibur yang kerap dia temui. Entah apa dipikirkan gadis itu hingga dia tampak percaya diri mengenakan hodie di tempat begini.
"Ah tapi aku ingin melihat wajahnya, khawatir Zonk." Justin tergelak dengan ucapannnya sendiri, pria itu menuntut kesempurnaan sebagai pria yang memang membayar untuk mendapatkan kesenangan.
"Ehem, untuk dia sedikit berbeda, Justin ... akan tetapi karena kita berteman maka kau bisa melihat wajahnya tanpa harus membayar lebih."
"Terserah kau saja, Edward ... dasar mata duitan."
Edward terkekeh mendengar ucapan Justin. Pria itu perlahan membuka hodie Agny yang sengaja dia jadikan pelindung untuk menutup wajahnya. Dia merelakan Agny untuk Justin jelas bukan tanpa alasan, kekayaan Justin tidak perlu diragukan dan dia yakin ketika Justin menyukai Agny maka harga tinggi tidak akan menjadi masalah.
"Agny Tabina ... bagaimana? Cantik bukan?"
Justin terdiam sesaat, tatapannya terfokus pada wanita cantik yang kini menganga melihatnya. Keduanya seakan pernah saling mengenal, bahkan Erdward bingung sendiri kala Justin beranjak dari tempat duduk dan menghampiri mereka.
"Langsung saja, aku menginginkan gadis ini, Erdward," ungkap Justin tersenyum licik dan tatapan sinis dia layangkan pada wanita yang menyebabkan dia terjatuh ke selokan beberapa waktu lalu.
"Woah, seyakin itu ... tapi dia mahal, Justin. Sanggup?"
"Berapa yang kau mau? Dia virgin, 'kan? Gadis zaman sekarang tidak dapat dipercaya hanya dengan penampilan, Edward." Justin masih dengan senyum penuh kemenangan menatap Agny yang kini mengepalkan tangan sekuat-kuatnya.
Ya tuhan, mulut orang kaya menyakitkan ... t-tapi kenapa aku harus berakhir di tangan pria ini.
.
.
.
- To Be Continue -
Hai-hai cinta, ketemu lagi sama Desy Puspita dalam mega serial Abang Justin😎 Mohon dukungannya, dan tekan favorit segera!!
"700 juta, bagaimana?"
"350 juta," tawar Justin sesuka hati dan dia masih terus menatap Agny yang kini tertunduk lesu dengan sakit yang luar biasa mengiris batinnya.
"Gila, setengah harga ... kalau nawar kira-kira Justin."
Edward paham memang tarif sekali kencan Agny cukup mahal. Akan tetapi, tidak seharusnya dia menawar sampai setengah harga begitu, pikir Edward kesal sendiri.
"350 juta, bukan ribu ... kau pikir itu sedikit? Banyak, Edward!!" balas Justin tidak mau kalah karena menurut dia memang 700 juta itu bukan nominal yang kecil.
"Ya tapi tidak semurah itu juga ... dia belum pernah terjamah, aku bisa jamin itu," ungkap Edrward meyakinkan Justin jika yang kali ini tidak akan mengecewakan sama sekali.
"Oh iya? Kalau sampai terbukti sudah rusak segelnya bagaimana?"
Agny terdiam, ucapan kedua pria ini teramat menyakitkan. Diperlakukan layaknya barang bukanlah suatu hal yang bisa diterima, tetesan air mata tanpa sadar jatuh ke lantai namun hal itu tidak mereka sadari lantaran masih melakukan negosiasi yang tidak kunjung usai.
"Uang kembali ... ck, ayolah sejak kapan aku suka menipumu? Dia memang benar-benar polos, kau tidak akan rugi mendapatkannya, Justin."
Pria itu tampak berpikir keras, dalam rangka apa dia rela membayar mahal wanita ini. Akan tetapi, seorang Justin pantang jika sudah tertarik lalu tidak berhasil memilikinya. 700 juta memang terlalu mahal untuk harga sebuah kesenangan, bahkan mungkin sebenarnya dia belum tentu nyaman dalam belaian wanita ini.
"360 juta," ungkap Justin naik sedikit, sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan harganya.
"Ck, niat nambah tidak? 10 juta untuk apa ... 650 juta, deal!!"
"Damn it, 400 juta."
Cukup lama, ini adalah nego paling lama yang pernah Edward lakukan. Lebih menyebalkannya lagi, pria yang menjadi lawannya kali ini adalah Justin, teman seperguruan Keyvan yang memang sejak dahulu terkenal tidak pernah mau mengalah.
"600, Justin ... itu sudah cukup turun, dia primadona bahkan kemarin pejabat saja minta 620 juta tidak aku berikan," ungkap Edward mengada-ngada, dia berbohong demi membuat Justin menaikkan harganya.
Agny yang kini pasrah dengan nasibnya hanya menunggu Justin menyerah dan dia tidak berakhir malam ini. Akan tetapi, tampaknya pendirian pria itu kuat sekali. Sejak kemarin tamu yang baru mendengar harga Agny biasanya mundur dan memilih wanita lain, tawaran tamu untuknya malam ini sudah termasuk paling tinggi.
"Tawaran terakhir, 500 juta ... berikan gadis itu padaku," ungkap Justin serius dan dia tidak ingin lagi mengalah.
500 juta bahkan sudah cukup tinggi, ini kali pertama dia membayar semahal itu. Edrward tampak berpikir, sementara Agny masih terus menyembunyikan wajahnya. Bukan hanya takut Edward mengiyakan tawaran Justin, melainkan dia ingat betul pernah bermasalah dengan pria itu pasca turun dari bus.
"Okay deal!!"
Justin tersenyum senang, dia berseru yes padahal ini bukan sebuah pertandingan. Edrward kemudian meminta asistennya untuk menandatangi surat perjanjian antara mereka yang mana memang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan Agny harus tetap dikembalikan dalam keadaan baik keesokan paginya.
"Have fun, Justin ... jangan terlalu dihantam, dia masih muda."
"Santai saja, aku bisa membuatnya dewasa dalam satu malam," ungkap Justin begitu bangga hingga berhasil membuat Agny kian memerah, bukan karena malu melainkan marah.
"Ah iya, Agny ... aku harap kau tidak lupa dengan surat perjanjian kita, lakukan tugasmu dengan profesional, paham?"
Cara bicara Edrward pada Agny begitu berbeda. Dia terlihat tegas dan nampak jelas tidak ingin membuat Justin kecewa. Sebagaimana dengan surat perjanjian yang telah dia tanda tangani, Agny memang harus melakukan tugasnya sebaik mungkin.
Sepeninggal Edrward pergi, tinggal lah Agny bersama pria yang sudah jelas akan menjadi pemiliknya dalam semalam. Wanita itu perlahan mendongak dan menatap Justin dengan perasaan gugupnya.
"Kita bertemu lagi, aku harap kamu mengingatku dengan baik."
Justin melonggarkan dasinya, pria itu memang belum sempat pulang ke apartement dan dia baru saja dari tempat kerjanya. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku seakan dia tengah menunggu gadisnya bergerak sendiri.
"Berapa umurmu?" tanya Justin kemudian duduk di tepian tempat tidur, dengan tatapan penuh damba dia memandangi wajah cemas Agny yang kini berdiri beberapa meter di hadapannya.
"Sembilan belas," jawab Agny berusaha sopan karena memang posisi dia saat ini benar-benar lemah.
"Sembilan belas? Apa tidak punya pekerjaan lain?" tanya Justin kemudian melepas jam tangan dan kini membuka kancing kemejanya, itu sudah menunjukkan jika pria itu akan segera melakukan hal yang Agny takutkan sejak lama.
"Terpaksa, aku tidak pernah punya cita-cita jadi pelaccur."
Justin beranjak, pria itu mendekati Agny kemudian. Perkataan Edward tampaknya tidak berbohong, jelas sekali Agny setakut itu ketika dia sentuh. Wanita itu bergetar bahkan dia mundur selangkah.
"Aku hanya bertanya, dan aku tidak peduli ini cita-citamu atau bukan ... aku sudah membayar mahal, kamu tahu apa artinya, 'kan?"
Justin tersenyum smirk, dia menang dari gadis tengil yang sempat menuduhnya cabbul padahal dia sendiri yang meminta duduk di sebelah Justin. Pria itu mengikis jarak hingga aroma tubuh Agny yang begitu wangi sejenak membius indera penciumannya.
Mampush, rasakan pembalasanku anak kecil.
.
.
.
- To Be Continue -
"Mau apa?"
Agny menggeleng cepat kala Justin menghimpit tubuhnya hingga membentur tembok. Pria itu berhasil membuat Agny yang sejak tadi takut kini semakin takut, dia menangis bahkan berusaha mendorong dada Justin sekuat tenaga.
"Masih bertanya? Kita hanya berdua, aku pria dewasa dan kamu di sini bekerja ... seharusnya sudah paham tanpa perlu aku jelaskan," bisiknya seakan sengaja membuat Agny menjerit ketakutan, dia bahagia melihat anak itu ciut luar biasa bahkan ketika dia berusaha mengecup bibirnya secara paksa Agny menangis sejadi-jadinya.
"Shuut jangan berisik, aku tidak akan menyakitimu jika kamu patuh," ungkapnya terkekeh pelan dan ini sudah membuat Justin persis pria cabbul yang Agny maksudkan.
"Lepaskan aku!! Om jahat, messum, tukang cab_"
"Hmmppp."
Justin membungkam mulut Agny dengan kecupan lembut untuk pertama kali. Ini adalah kesempatan yang Justin manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Justin tersenyum menang, dia meraba bibir Agny yang kini basah akibat ulahnya.
"Cabbul? Kamu mau lihat aku secabbul apa? Aku tunjukkan malam ini."
Agny merinding, demi Tuhan ini adalah pria paling gila yang pernah memaksanya. Dia berontak seraya memukul punggung Justin sekuat tenaga demi mempertahankan dirinya, persetan dengan surat perjanjian kerja atau apapun itu. Detik ini, yang Agny pikirkan hanya dirinya.
Brugh
Justin menghempas tubuh Agny sekasar itu ke tempat tidur. Ya, meskipun empuk tetap saja itu menakutkan, dia menggeleng persis korban peleccehan. Tidak menyerah sampai di sana, Agny melemparkan bantal bahkan kalau bisa ranjang tersebut dia lemparkan ke wajah Justin. Akan tetapi, sayang sekali tenaga wanita itu habis sia-sia karena pada nyatanya Justin kembali berkuasa dan membuatnya pasrah dalam kungkungan pria gagah itu.
"Jangan terlalu banyak menghabiskan tenaga, aku khawatir kamu tidak bisa mengimbangiku," ucap Justin yang kini mengunci tubuhnya sebelum kemudian melummat bibirnya paksa.
Ini melelahkan, Agny terpejam dengan sisa tenaga yang masih dia gunakan untuk melawan. Demi apapun, dia ingin menyerah tapi hati nuraninya tidak rela jika harus ternoda.
"Lepaskan aku, ppfftt Mama!!"
Baru kali ini ada yang memberikan reaksi semacam itu ketika Justin megecupnya. Padahal, meski dia sedikit memaksa akan tetapi pria itu melekaukannya dengan amat lembut.
"Calmdown, nikmati ... kamu pasti akan menyukainya," ungkap Justin tidak menyerah meski menjinakan wanita ini hampir sama seperti Zavia, tenaganya cukup membuat Justin kewalahan.
Dia masih berontak walau tenaganya seakan habis kala Justin melepas paksa hodienya. Menyebalkan sekali, kenapa juga dia harus menggunakan pakaian semacam ini, pikir Justin. Tidak punya baju lain atau bagaimana.
"Astaga, banyak sekali bajumu," omel Justin kala menyadari setelah hodie masih ada baju kaos dan tampaknya perlindungan terhadap asetnya begitu baik sekali.
Dia hanya berucap, bukan berarti berhenti. Pria itu kembali membuka lapisan yang lain dengan kesabaran yang kian menipis. Setakut itu Agny hingga dia berlindung dengan cara itu, akan tetapi naluri laki-laki Justin tidak peduli jika dan menepis perasaan iba pada gadis itu.
"Oh ... God!! Seksi."
Justin terperangah kala dia berhasil melepaskan seluruh lapisan yang Agny kenakan. Hanya menyisakan bra yang begitu pas menutup dua gundukkan tepat di dadanya, Justin menelan salivanya kemudian menatap wajah Agny yang kini tampak basah dengan air mata.
"Dont cry baby girl, aku tidak akan menyakitimu."
Bibirnya berucap semanis itu, akan tetapi hatinya tidak sama sekali. Pria itu girang luar biasa bahkan dia ingin sekali membanggakan hal ini pada dua sahabatnya. Terlebih lagi, gadis ini adalah seseorang yang menjadi sebab dia kembali mengutuk kaum perempuan beberapa waktu lalu.
"Kamu milikku malam ini, akan kubuat kau percaya jika uangku lebih berkuasa."
.
.
.
- To Be Continue -
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!