Terimakasih Ya Allah atas segala Rahmat dan kuasa mu, segala ridho dan limpahan karunia mu, apapun yang kau berikan entah itu gelap atau terang, aku menikmati semua yang engkau beri, Aku begitu mencintai gelap mu, karena disana ku dapatkan tenang, dalam gelap mu, aku bisa menerjemahkan rindu ini, di dalam gelap mu, aku bisa menumpahkan segala hal yang menyempitkan hati ku, di dalam gelap mu air mata ini bukanlah lagi rahasia, terimakasih ya Rabb atas karunia mu menghadirkan gelap diantara terang yang paling ku hindari.
Zayana Muzza, mereka memanggil ku dengan nama Zaya, terkadang ada yang memanggil ku Za, aku seorang yang tak menyukai ramai, namun terkadang kesepian, aku seorang yang tak menyukai perdebatan namun terkadang aku harus berdebat dengan diriku sendiri, aku adalah seorang perempuan berusia 24 tahun, aku bekerja sebagai model pakaian muslimah, tak hanya dunia modeling, aku juga seorang penulis puisi roman, mungkin salah satu dari kalian pernah mendengar salah satu puisi receh yang pernah ku buat.
"Hello... Za apa kabar? lama tidak bertemu, kamu makin kurus saja?" Dia adalah Ruhita, seorang teman lama di masa perkuliahan dulu, aku dan Ruhita memang selalu menjadi saingan dalam segala bidang, namun sayang aku tak pernah lebih unggul darinya.
sebuah senyuman manis ku tunjukan untuknya.
"Hai, hallo Assalamualaikum, aku baik seperti yang kau lihat Ruhi, bagaimana kabar mu?" sambut ku.
"Aku baik Za, oh ya, aku datang untuk mengirimkan undangan pernikahan."
"kamu mau menikah? Alhamdulillah, akhirnya kabar baik dari kalian ku terima juga."
"Kalian siapa Za maksud mu? kamu tidak mengenal calon ku."
"Zafran?"
"Maaf Za, tapi aku tidak menikah dengan Zafran." wajah kecewa tampil di wajahnya, jika tadi ia datang membawa senyum sekarang semuanya berubah, air matanya menggenang, aku merengkuhnya dan ia semakin terisak.
"Ada apa Ruhi? Tak apa jika bukan dengan Zafran, masih banyak yang lebih baik darinya."
"Za, maafkan aku yang selalu ingin lebih unggul dari mu, tapi di hati Zafran kamu tetap yang nomer satu."
"maksud mu Ruhi?"
percintaan masa lalu yang pelik dengan sejuta egois yang mengikis logika di diri, perasaan perempuan memang selalu begitu, perempuan akan egois mengenai perasaannya, selalu mengikuti alur rasa yang nantinya akan menjerumuskan.
"Zafran, percintaan kami di masa itu hanya kamuflase Za, dia tidak mengiyakan atau menolak, karena dia berusaha memantaskan diri untuk mu Za, Selama ini Zafran menjadikan ku pacarnya menerima ku menjadi pacarnya hanya karena dia ingin tau apakah kau cemburu dan akan bertambah kesal."
lagi dan lagi aku tersenyum, bukan mengejek, namun begitulah masa lalu, dulu aku ingin sekali lebih unggul dari Ruhita, menjadi paling unggul, kesal saat Ruhita selalu menjadi yang nomer satu, namun saat ku tau Zafran berpacaran dengan Ruhita, semuanya hilang kendali, semenjak hari itu aku mencintai sosok ku yang baru, pemurung, penyuka kegelapan, dan tak terjamah orang lain.
Dunia ku kini adalah dunia privasi dan tak ada satu orang pun yang tau siapa aku.
"Terimakasih Ruhi telah mengatakan semuanya, sekarang berbahagialah dengan apa yang kamu pilih, insyaallah menjadi jalan yang terbaik dari sang pencipta, sekarang hapus air matamu, maaf aku harus meninggalkan mu sebentar lagi pekerjaan ku akan di mulai."
"Baiklah Za, ini nomer ponsel ku yang baru, aku juga pamit, usahakan datang aku mengharapkan itu."
Aku tersenyum dan kembali pada aktivitas ku, semoga ini langkah awal menuju terang mu.
Masa remaja yang begitu sulit...
semua orang punya masa lalu seperti aku ini yang hanya perempuan bodoh yang mengikuti hawa nafsu, dulu hijab ku hanya munafik, dulu peragai lembut ku hanya untuk tebar pesona, sampai suatu ketika Rabb ku memberi teguran yang begitu menyayat hati...
Cinta pertama ku memberikan ku luka yang menghadirkan gelap yang kini amat ku cintai, dalam gelap baru aku sadari kini, bahwa aku tak terlihat oleh siapapun kecuali yang maha melihat, dalam gelap aku bisa menangis tanpa ada yang tau air mata ku, dalam gelap sunyi dan tenang aku bebas mengutarakan isi hati ku.
Baiklah, mungkin aku berlebihan pada cinta yang tak semestinya, aku pernah mendengar sebuah nasehat dari seorang ulama yang mengatakan "Jika kamu jatuh cinta pada seseorang lalu kamu memaksa kehendak mu, supaya cinta itu berbalas, maka itu bukan cinta, tapi obsesi."
Kemudian aku juga mendengar hal lainnya " Jika cinta hadir diantara kamu dan dia sebelum pernikahan maka semua hanya semu."
Baiklah, kembali pada Cinta pertama, ya... cinta pertama ku adalah Zafran, teman satu perguruan tinggi, aku memang menyukainya sejak pertama kali mengenalnya, kemudian rasa itu berlanjut menjadi perasaan yang tak semestinya, kami dekat sangat amat dekat, bahkan kami sering berpergian keluar kota hanya berdua, suatu ketika ku nyatakan perasaan yang sekian lama membelenggu hingga akhir aku tak sanggup menahan gemuruhnya.
"Fran, entahlah ini benar atau salah, tapi yang jelas ini yang menurut ku benar, aku tau kamu menyukai Ruhita, aku tau aku tak sebanding dengannya yang cantik, pintar dan pandai bersolek, tapi ketahuilah, aku memiliki perasaan khusus untuk mu, rasa yang tak pernah aku berikan untuk siapapun, tapi tenanglah setelah kamu tau semuanya, kamu tidak perlu membalasnya, karena aku tak ingin apapun, aku sakit saat aku tau kau dan Ruhi, memilih untuk berpacaran, tapi secara bersamaan aku sadar, bukan cinta seperti ini yang ku mau, hati ku mengatakan iya tapi logika ku berteriak keras menyuarakan tidak."
Suasana sepi menerjang kami berdua disaat itu, Zafran tak bicara dia memilih pergi meninggalkan ku dan aku tak pernah bicara lagi padanya, di saat itu aku merutuki diriku sendiri betapa bodohnya aku, untuk apa mengutarakan hal yang membuat ku jauh darinya.
Sampai tiba waktu wisuda, Zafran datang bersama Ruhi bahkan keluarga mereka juga datang, sementara aku harus menahan perasaan ku, ayah dan ibu ku tidak bisa datang, karena hari itu bertepatan dengan meninggalnya kakak ipar ku, aku hanya bisa diam dan minta di kuatkan oleh diriku sendiri.
Hanya senyum yang dapat ku berikan untuk merahasiakan rasa pedih melihat Zafran dan Ruhi.
Enam bulan setelah wisuda, aku di terima sebagai model majalah muslimah, aku senang wajah yang pas-pasan ini dapat di terima di dunia modeling, seiring berjalannya waktu Allah memberikan jalan yang sangat indah, karir ku mulus tiada hambatan, sampai aku di rekrut menjadi seorang model brand ambassador sebuah perusahaan makeup dan busana muslim.
Jika kalian bertanya apakah aku tidak memiliki teman dalam semua pencapaian ku?
aku punya beberapa teman, hanya saja teman bisnis, aku mengenal beberapa CEO dari beberapa merek yang aku bintangi, namun jika teman yang kalian maksud teman bercerita dan lain sebagainya aku hanya punya black book, buku yang selalu aku ajak curhat setiap aku punya masalah, selain itu aku suarakan semuanya pada kegelapan dan sang pencipta.
Tring... (Sebuah pesan)
ponsel ku berbunyi pesan masuk dari Ibu.
...Za, kapan kamu kembali ke rumah, ini sudah satu bulan kamu tidak pulang, apa sepadat itu jadwal mu sebagai model? Za ibu tidak mau anak perempuan ibu satu-satunya jadi merpati yang lepas, cepat pulang ibu rindu....
kata-kata rindu ibu menjadi hal yang paling aku sedihkan, maaf Bu, maafkan Za merpati lepas ini masih tau jalan pulang, hanya saja, Za masih ragu.
Balasan pesan
Baiklah Bu, Za secepatnya akan mengurus kepulangan Za, Za juga rindu ibu, ayah dan Abang maafkan Za jika selama ini membuat ibu khawatir
Berbeda kota seperti ini saja sudah menyesakan dada, apalagi jika ibu tau bulan depan aku akan pergi meninggalkan negara ini pasti akan memilukan.
"Zayana, ada yang mencari mu, kamu boleh menemuinya tapi 10 menit lagi kita mulai ya..."
"Baik pak." Beliau adalah Robert si fotografer handal yang menjadi rekan ku, dia cukup baik dan ramah kepada ku, aku menemui orang yang Robert maksud, ternyata Utari.
Utari adalah sahabat lama ku yang kini aku tak tau harus mencarinya kemana, tiga tahun menghilang dan kini Allah mengirimkannya kembali.
Tanpa banyak tanya Utari memeluk ku, dia terlihat sesak dan terisak.
"Tar, ada apa? darimana kau tau aku disini?"
"Za, tidak perlu ditanyakan aku tau dari mana yang jelas saat ini aku rindu kamu."
memang Tar, aku juga rindu tapi aku bisa apa, setelah Zafran dan Ruhi menghancurkan ku karena perasaan pergi dan menjauh adalah hal yang paling baik.
"Ruhi datang menemui mu?" untuk apa tari mencari tau tentang itu.
aku mengangguk "ya, benar."
"Kamu tak ingin tau apa yang terjadi sebenarnya?"
"Utuk apa aku tau, aku sudah bahagia seperti ini."
"baiklah akan ku beritahu semuanya, maaf jika berulang aku harus memberi luka pada mu."
Aku menghela nafas, "tidak sekarang, sebentar lagi aku ada pemotretan, jika mau bicara mungkin setelah aku selesai. Tari menyetujui untuk menunggu.
Dua jam setelah aku menyelesaikan pekerjaan ku, asisten ku mengizinkan aku kembali menemui tari, tapi kali ini aku mengajaknya ke kafetaria yang berada di lantai 3 gedung.
Setelah duduk dan memesan minuman, Tari memulai cerita, sebenarnya aku tidak ingin tau, tapi kepalang tanggung, aku harus mendengarkan.
" Bicara apa Ruhita pada mu?"
"Menanyakan kabar, dia mengirimkan undangan pernikahan dengan pria yang bukan Zafran."
"Za, Zafran mengidap kanker otak stadium 4, kemungkinan untuk dia sembuh sangat kecil, dia ingin bertemu dengan mu di sisa waktunya."
Terperangah dengan setiap kata yang keluar dari mulut tari, tapi sekarang rasanya aku tak berhak memasuki kembali kehidupan Zafran, aku dan Zafran hanya sebatas teman, cinta yang dulu sudah lama hilang.
"Lalu? aku harus apa?"
"Temui dia di rumah sakit kota hari ini."
"Sebentar, Utari, aku bukan lagi aku yang dulu, begini darimana dan bagaimana caranya kamu sampai ke tempat ku sekarang saja masih jadi pertanyaan, bahkan Ruhita kemari saja aku masih bertanya-tanya, sekarang? apalagi ini Zafran sakit? permainan macam apa ini?" Sedikit santai namun nada ku cukup tinggi.
"Kamu kenal dengan pak Andika direktur brand yang sedang kamu bintangi?"
"ya Aku mengenal pak Andika, ada apa dengan beliau?"
"beliau adalah kakak dari Zafran, dia yang menyuruh aku untuk datang, sementara itu Ruhi menikah dengan pria lain, karena pak Andika yang menyuruhnya untuk menjauhi Zafran, menyuruh Ruhi pergi dan meninggalkan Zafran karena Zafran mencintai mu."
Aku tak tau mana yang benar, keduanya sama-sama menyebutkan bahwa Zafran mencintai ku, namun kini hati ku sudah beda, tidak ada lagi hal semacam dulu.
Ya Allah takdir apalagi yang sedang kau permainkan untuk ku?
Hari sudah berganti malam, kini waktu favorit ku sudah tiba, selepas dari pekerjaan yang penat aku memilih untuk kembali ke apartemen dan mandi, setelah mandi ku nikmati lima waktu ku yang terakhir berserta sunahnya, air mata ku menumpuk menjadikan basah sajadah yang ku kenakan, kesakitan yang lama sudah pergi kini rasa dari luka itu datang kembali, nyeri tapi tak beralaskan, mengapa setelah semuanya ku lepas tuntas, ku damaikan dengan indah, malah kembali ribut dengan perasaan sekacau ini, jika dia mencintai ku mengapa membuat ku sekacau ini.
Pukul 04.30 alarm di nakas ku berbunyi, ku buka mata yang terasa berat, ku nyalakan lampu agar terang kembali menguasai, berwudhu dan menjalankan sunah dan wajib, hati ku kembali damai, aku menghubungi nomor telepon asisten ku untuk meminta izin mengosongkan jadwal sampai bada Zuhur.
Setelah di perbolehkan aku menapakan kaki di sebuah rumah sakit kota, mencari nama Zafran di sana, ya... ku putuskan untuk menemuinya, mungkin sakit ku akan hilang ketika kembali melihatnya dan mengucapkan selamat tinggal.
cklek ... pintu terbuka.
Hal yang pertama kali ku rasakan adalah sunyi, hanya ada bunyi dari alat bantu yang terpasang di tubuh kurusnya.
Ku tatap wajah yang tak berubah itu, sama Zafran tidak pernah berubah, dia tetap mengisi ruang kosong di dalam hati ini.
"Assalamualaikum Fran, tak menyangka takdir kembali mempertemukan kita pada situasi seperti ini."
matanya perlahan terbuka, senyuman yang dua tahun lalu ku lihat kini kembali menyapa ku, menguliti rindu yang tak ramah ini.
"Za..." rintih nya.
"iya ini Za, Fran, Za di sini... setelah kuat ternyata Za bisa bertemu dengan kamu lagi Fran." senyum ku kembangkan agar air mata ku tidak menetes.
"Za... ja-ngan ting-galin A ku." lirihnya sambil terbata.
"Enggak bisa Fran, Za memang harus pergi, Za sudah mengikhlaskan semua tentang kamu dan kehidupan Za, bulan depan Za mau pergi ke Qatar, Za ada pekerjaan disana, kamu sehat-sehat sampai Za kembali menemui kamu ya..."
"Kenapa harus pergi? kamu gak sayang aku?"
"Fran, bukan begitu, Za mau ada di samping kamu, Za mau temani kamu sampai kapanpun, tapi kamu yang gak mau Za ada di hidup kamu, sekarang semuanya sudah berbeda, terimakasih sudah hadir menjadi cinta pertama Za, sekarang Za tau arti cinta itu apa."
"Apa?"
"cinta itu sesuatu yang gak bisa kita jamah, sesuatu yang tidak ada penyebabnya, sesuatu yang membuat diri kita seimbang, tepatnya di hati tapi tidak pernah melukai logika."
"Kamu berhenti?"
"Gak ada yang membuatnya berhenti, termasuk tingkah laku mu, tapi Za realistis, kamu buang Za, gak percaya sama Za, ya... Za melangkah maju dan gak mau hancur hanya perkara cinta, memangnya kamu siapa? kamu cuma manusia yang di kirim Allah untuk tempat ku belajar, makasih ya."
"Aku tenang sekarang, terimakasih sudah mau belajar, aku pulang Za, Assalamualaikum."
"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
tit.... tit ..... tit ...
perawat berdatangan kedalam ruangan tersebut, mengecek cctv dan yang lainnya mengecek keadaan pasien...
"hubungi tuan Andika!" teriak salah satunya.
Gemuruh di ruangan itu menyisihkan ku, hingga aku keluar dari ruangan, entah apa yang terjadi di dalam, bagaimana Zafran itu yang selalu ada di otak ku dan tak mau pergi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!