NovelToon NovelToon

Istriku, Guru Olahragaku

1. Kabur Di Hari Pernikahan

Seorang wanita memakai gaun pengantin berwarna putih duduk lemas di balkon rumah sambil tangannya menggenggam ponsel. 

Dibacanya pesan dari teman si wanita dengan berbagai perasaan yang melebur jadi satu di dalam hati. 

Terkejut, takut, dan kecewa. Itulah yang dirasakan Ayana tapi yang paling mendominasi tentu saja adalah rasa marah yang bergemuruh hingga jemari tangannya bergetar.

Bagaimana tidak?

Tepat hari ini -hari pernikahan Ayana dan Samsul- dia mendapatkan informasi dari seorang teman bahwa  pria yang sebentar lagi menjadi suaminya ternyata sudah beristri.

Tak tanggung-tanggung, bahkan calon suaminya itu telah memiliki tiga istri dan berarti Ayana akan menjadi istri keempat.

Amarah berkobar di dalam dada wanita berumur dua puluh dua tahun itu sebab dia beserta keluarganya telah dibohongi oleh Samsul yang mengaku seorang perjaka.

Namun, di sisi lain Ayana juga merasa takut, sebab dia dan Samsul menikah karena sebuah perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah.

Dan dari apa yang Ayana tahu, pernikahan ini merupakan kesepakatan bisnis yang tentu saja menguntungkan bagi ayah Ayana.

Ayana takut, sekalipun dia membongkar kebohongan Samsul, sang ayah akan bersikukuh menikahkannya dengan pria beristri tiga itu.

"Astaga! Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" gumam Ayana penuh kekhawatiran.

Dia berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya sambil memutar otak agar pernikahannya dengan Samsul gagal.

Tepat saat itu juga, terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar kamar.

"Aya," teriak ibu Ayana yang membuat Ayana seketika terkesiap.

"Iya, Bu," Ayana menyahut tanpa membuka pintu.

"Kamu sudah siap belum? Pak penghulu sudah datang tuh. Semua orang juga tinggal nunggu kamu."

Perasaan Ayana semakin tak karuan. Tubuhnya gelagapan tapi sebisa mungkin dia tetap mengeluarkan suara yang tenang.

"Oh, iya, Bu. Aya sebentar lagi ke bawah."

"Ya sudah. Jangan lama-lama! Sudah ditunggu lho itu."

"Hmm iya, Bu."

Kemudian tak terdengar lagi suara sang ibu karena kembali turun ke lantai bawah untuk menyambut tamu. Sementara di dalam kamar, Ayana panik luar biasa.

Dia semakin mempercepat langkah kakinya berjalan mondar-mandir untuk mencari ide. Hingga akhirnya dia menghentakan kaki sambil berteriak, "Aha."

"Kabur."

Itulah ide yang muncul di benak Ayana.

Lantas pandangan Ayana turun mengamati suasana halaman rumah yang kini sudah dipenuhi oleh tamu undangan.

"Tapi bagaimana caranya? Secara kan banyak orang. Pasti mereka langsung tahu kalau aku kabur," Ayana bergumam sambil terus memantau keadaan dari balkon kamarnya.

Pesta pernikahan memang diadakan di rumah Ayana yang memiliki halaman cukup luas dan mampu menampung seluruh tamu.

Setelah tiga menit lamanya, Ayana mendapati di bawah balkon kamar sudah tampak sepi karena semua orang berkumpul di dalam rumah yang akan menjadi tempat ijab qobul.

"Ini saatnya."

Ayana menaikan gaun agar kakinya dapat naik ke railing besi dan dia pun melakukan ancang-ancang untuk melompat turun ke bawah.

Bersamaan dengan Ayana yang siap melompat, tampak di bawah sana seorang pemuda memakai setelan kemeja rapi datang dari arah lain dan…

Brug.

"Aw."

Ayana meringis kesakitan saat tubuhnya mendarat di atas tubuh si pemuda. Kini keduanya berbaring di rerumputan dengan posisi bertindihan.

"Aduh. Sakit banget," rintih Ayana memegangi pinggangnya.

Sama halnya dengan Ayana, pemuda itu juga mengusap kepala sambil meringis kesakitan.

"Maaf ya, Mas. Nggak sengaja," ucap Ayana berusaha berdiri.

Tertabraknya tubuh Ayana dengan si pemuda itu menimbulkan suara yang keras bahkan sampai terdengar ke dalam rumah. 

Sontak semua orang mengalihkan perhatian ke sumber suara. Tak terkecuali Asih, ibu Ayana, yang mendelikkan mata terkejut melihat putrinya lompat dari lantai dua.

"Aya," teriak Asih.

"Aduh. Gawat," secepat kilat Ayana menyambar lengan si pemuda. "Ayo, Mas. Bantu aku kabur!"

"Apa?" tanya si pemuda terperangah bukan main.

Namun dia pasrah saja saat Ayana menarik lengannya dan berlari menyebrangi halaman menuju gerbang.

Detik itu juga suasana di dalam rumah menjadi ricuh diakibatkan oleh Ayana yang tertangkap basah kabur di hari pernikahannya.

Jodi, ayah Ayana, sontak berdiri. Begitu juga Samsul yang sudah siap duduk di depan penghulu tapi melihat calon istrinya kabur, seketika dia pun berlari mengejar.

"Mas, bawa motor atau mobil nggak?" Ayana bertanya tanpa menghentikan ayunan kakinya.

Bukannya menjawab, si pemuda malah balik bertanya, "Kenapa Mbak kabur? Tuh kita jadi dikejar-kejar kayak buronan."

Si pemuda menunjuk ke arah belakang. Di mana beberapa meter dari mereka berdiri, segerombolan orang berlari menghampiri.

Ayana melirik sekilas. Tentu saja orang yang paling terdepan dari gerombolan orang itu adalah Samsul.

Melihat wajahnya saja, Ayana langsung muak dan ingin segera pergi menjauh meski ke ujung dunia sekalipun.

"Ish, Mas, harus bantu aku. Nanti aku kasih imbalan deh," kata Ayana semakin mempercepat langkah kakinya.

Sekali lagi si pemuda pasrah dan tidak bisa melawan dikarenakan Ayana mencengkram tangannya begitu kuat dan langkah kakinya pun begitu kencang.

"Gila. Ini cewek titisan Ursain Bolt apa gimana ya? Larinya kenceng bener," gerutu si pemuda yang tak dipedulikan oleh Ayana.

Mereka berdua berlari hingga sampai lah di depan sebuah warung pinggir jalan. 

Si pemuda minta berhenti karena kelelahan. Dengan nafas tersengal, dia pun berjongkok untuk mengumpulkan energi.

Sementara si pemuda beristirahat, Ayana melirik sekilas pria itu dan meneliti penampilannya. Manik mata coklat, hidung mancung serta rahang yang tegas cukup membuat Ayana terpesona dengan ketampanan pemuda yang belum diketahui namanya.

Namun, keterpesonaan Ayana terhadap si pemuda itu hanya sekilas. Dia kembali dikejutkan dengan Jodi dan Samsul yang berlari semakin dekat.

"Mas, ayo kita lari lagi!" pinta Ayana.

"Kalau mau kabur, silahkan, Mbak. Jangan bawa-bawa saya!"

Ayana menggeram kesal. Sungguh dia sangat frustasi jika sampai dia tertangkap.

Lalu di tengah keresahan hati, Ayana melihat di depan warung terparkir satu sepeda motor dengan kunci masih menggantung di tempatnya.

Ide gila lagi-lagi melintas di otak Ayana. Secepat mungkin dia menarik lengan si pemuda lalu naik ke atas sepeda motor.

"Ayo, Mas. Jalan!" titah Ayana yang duduk di belakang si pemuda.

"T-tapi k-kan ini," si pemuda berkata terbata-bata sambil di dalam hati mengumpat kesal.

"Sudah, cepat jalan!" Ayana berteriak kencang dan mau tak mau si pemuda menurut.

Mereka membawa kabur sepeda motor tanpa memperdulikan si pemilik warung yang meneriaki mereka maling.

Di saat si pemuda memasang wajah yang muram dan tak dapat dijelaskan dengan kata-kata, Ayana justru tertawa lepas.

Ayana tersenyum lebar karena berpikir dia telah lolos dari kejaran Jodi dan Samsul. Dia menoleh ke jalanan aspal di belakangnya dan terlihat gerombolan masa yang semakin bertambah mengejar mereka.

"Waduh, mimpi apa aku semalam. Bisa ketemu cewek aneh bin ajaib ini."

"Ayo, Mas. Lebih cepat!" teriak Ayana dengan kepala yang masih menoleh ke belakang.

Si pemuda pun terpaksa menambah kecepatan laju motor yang mereka tumpangi agar terhindar dari amukan masa.

Namun, saat sepeda motor berbelok masuk ke sebuah gang, si pemuda mendadak berhenti yang membuat Ayana terhuyung ke depan dan menabrak punggung si pemuda.

"Ish, kenapa berhenti sih Mas? Nanti kita bisa ditangkap."

Si pemuda memutar wajahnya untuk dapat menatap Ayana. 

Jarak wajah mereka begitu dekat sehingga Ayana dapat melihat bibir si pemuda yang sangat pias serta keringat meluncur di kening.

"Jalan buntu, Mbak."

Ayana menatap ke depan di mana jalan yang mereka pilih memang benar buntu terhalang sebuah tembok besar.

"Ah sial.

2. Pernikahan Ayana dan Samsul Batal

Ayana menatap tembok besar yang menghalangi jalan. Sejenak dia melempar pandangan ke belakang, dimana para warga berbondong-bondong ingin menangkap Ayana. 

Lalu dia kembali menoleh ke depan dan turun dari motor. 

"Sekarang gimana, Mba?" tanya pemuda itu penuh kekhawatiran.

"Ya manjat lah."

Si pemuda mendelikkan mata tercengang. Dia juga ikut turun dari motor daripada kena amukan masa.

Segera dia bersama Ayana berusaha memanjat tembok. Namun, sayang. Tembok itu lumayan tinggi sehingga salah satu harus ada yang naik ke pundak orang yang satunya lagi.

"Jongkok!" perintah Ayana yang dituruti oleh si pemuda tanpa protes.

Lalu Ayana naik ke pundak si pemuda sambil tangannya menjulur ke atas meraih puncak tembok.

"Mas bisa berdiri, nggak? Tangan aku nggak nyampe nih."

Si pemuda mengerang ketika mengumpulkan tenaga untuk berdiri. Tampak wajah si pemuda itu meringis menahan rasa sakit karena menopang badan Ayana.

Meskipun tubuh Ayana terlihat kecil, tapi bagi pemuda itu terasa berat. Seberat beban hidupnya.

"Mba, cepat! Nanti kita ketangkap," teriak pemuda yang melihat Ayana belum juga dapat meraih puncak tembok.

"Ih, sabar kali. Ini juga sedang berusaha," ucap Ayana sambil berjingkrak.

Hap.

Akhirnya Ayana dapat meraih puncak tembok. Dia tertawa riang saking senangnya.

Namun, detik berikutnya, tawa Ayana hilang ketika merasakan kakinya dicekal oleh sebuah tangan. Lantas dia pun menoleh untuk melihat siapa yang telah menangkap kakinya.

"Mau kemana kamu?"

"Papa?" Ayana terperangah. Melihat Jodi dan juga Samsul sudah berada di bawahnya.

Tak hanya Jodi dan Samsul, para warga yang didominasi laki-laki pun sudah mengelilingi Ayana. Sementara si pemuda yang telah membantu Ayana kabur, ditahan oleh dua orang pria.

Nampak si pemuda berusaha memberontak, tapi sayang dia dicengkram di kedua lengan dengan sangat kuat.

Seketika itu juga, Jodi menarik kaki Ayana supaya putrinya turun. Dengan perasaan mengiris malu, Ayana menundukan kepala berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Apa-apaan ini, Aya? Kamu tahu apa yang sudah kamu perbuat?" hardik Jodi dengan dada naik turun meluapkan segala amarah.

"Aku tidak mau menikah dengan Samsul. Maka dari itu Aya memilih kabur," jawab Ayana bernada tegas meski tetap terdengar gemetar karena ada perasaan takut dan juga kesal.

"Kamu tidak mau menikah denganku? Kenapa, Aya? Apa kurangnya aku sampai kamu melakukan ini?" Samsul ikut bersuara begitu mendengar penuturan Aya yang membuat dirinya geram.

Ayana mendongak menatap Samsul dengan sorot mata tajam dan penuh kebencian. Jari telunjuk Ayana menakan dada Samsul sampai pria itu terdorong ke belakang.

"Kamu pembohong. Itu kurangnya kamu," teriak Ayana meluapkan emosi yang terpendam. 

"Aya! Jaga sikap kamu!" bentak Jodi mendelikan mata memandang Ayana.

Kini Ayana mengalihkan pandangan ke arah Jodi dengan netra yang sudah mengembun.

Sedangkan para warga hanya diam menyaksikan drama ayah dan anak yang tidak mau dinikahkan. Bukan mereka tak peduli tapi mereka juga ingin mengetahui alasan dibalik kaburnya Ayana.

"Papa, Samsul itu sudah punya istri. Bahkan istrinya itu ada tiga. Kalau Aya nikah sama dia, Aya bakal jadi istri keempat, Pa," tutur Ayana yang suara terdengar bergetar memilukan. "Dan Aya tidak mau jadi istri keempat dari seorang pembohong."

"Apa itu benar, Samsul?"

Jodi melirik Samsul yang tampak gelagapan karena kebohongannya terbongkar. Namun tentu saja Samsul tidak akan tinggal diam begitu saja.

Samsul berdehem untuk memenangkan diri, sebisa mungkin dia harus terlihat kalem dan penuh wibawa.

"Begini, Pak Jodi. Sekalipun saya punya istri empat, tapi saya akan menempatkan mereka di rumah yang berbeda. Saya mampu menafkahi mereka secara adil bahkan tak ada yang kekurangan apapun."

Samsul menelan salivanya melihat Jodi yang menatap tajam. Dalam hati, Samsul mengumpat atas keadaan yang terjadi.

Dia tak mau terlihat rendah di mata Jodi. Sehingga dia pun membusungkan dada dan berusaha agar dialah yang tampak lebih memiliki kuasa.

"Pak Jodi, kita ingat kesepakatan kita, kan? Apa bedanya Ayana menjadi istri pertama atau keempat? Yang terpenting hidup Ayana terjamin, tak kurangan apapun, dan bisnis Pak Jodi juga pasti akan semakin maju. Benar kan?"

Jodi mengerutkan wajah sedang berpikir. Sambil mengusap dagu, Jodi bergumam, "Benar juga sih."

"Papa!" pekik Ayana untuk menyadarkan Jodi. "Aku tidak mau menikah dengan pria yang doyan perempuan. Apa Papa tega menjual aku? Itu sama saja aku jadi pelacur, Pa."

Para warga yang sejak tadi menyimak perdebatan pun mengangguk menyetujui penjelasan dari Ayana. Sebagian dari mereka menaruh iba pada Ayana dan balik menasehati Jodi.

"Betul itu, Pak Jodi. Apa Pak Jodi tidak kasihan sama Aya," ucap salah satu warga dan yang lain membenarkan.

"Kalau Ayana nggak mau jangan dipaksa dong, Pak."

Samsul melirik tajam pada Ayana. Seketika dada Samsul tersulut amarah. Dia mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih.

Harga diri Samsul terasa sudah diinjak-injak, sebab baru kali ini ada wanita bodoh yang tidak mau dinikahi olehnya. Padahal Samsul memiliki segala yang wanita inginkan.

Melihat Jodi yang tampak ragu, membuat Samsul membuka suara terlebih dahulu. Daripada dia yang lebih dulu dipermalukan.

"Oke, kalau Pak Jodi tidak mau menikahkan aku dengan Aya, juga tidak apa-apa. Saya tidak rugi, justru Pak Jodi beserta keluarga lah yang akan rugi," Samsul menoleh memberikan tatapan tajam pada Ayana lalu berteriak, "Pernikahan ini batal. Kamu puas, Aya?"

Kemudian Samsul berbalik badan dan melangkah pergi membelah kerumunan warga dengan dada bergemuruh serta jiwa yang terbakar api amarah.

Samsul tak memperdulikan Jodi yang berteriak memanggil namanya. Sampai akhirnya Jodi menyerah meminta Samsul kembali.

Lalu Jodi pun melempar pandangan ke arah Ayana. Dia juga merasakan marah dan kecewa pada putri semata wayangnya itu.

"Kamu lihat? Sudah puas kamu membuat hubungan Papa dengan Samsul jadi berantakan. Sekarang apa mau kamu, hah?" Jodi membentak Ayana tak peduli ada banyak pasang mata yang menyoroti dirinya.

Sementara Ayana membalas tatapan Jodi dengan perasaan sendu nan pilu. 

Bagaimana bisa ayah yang selama ini Ayana banggakan ternyata lebih mengkhawatirkan hubungan dengan Samsul dari pada kebahagian anak sendiri?

Dengan suara yang lirih, Ayana bertanya."Apa aku tidak berhak memilih kebahagiaan aku sendiri, Pa?"

Jodi mendengus kesal. "Baik. Jadi apa yang ingin kamu lakukan, Aya?"

"Aku hanya ingin menikah dengan pria pilihan aku sendiri, Pa. Bukan dijodohkan dengan pria seperti Samsul."

"Baik kalau itu kemauan kamu," kata Jodi lalu menarik lengan pemuda yang tadi membantu Ayana kabur.

"Eh, Pak. Kenapa saya malah diseret?" tanya si pemuda itu heran.

"Kamu pasti pacarnya Ayana, kan? Sekarang juga kamu harus menikah dengan anak saya."

Baik Ayana dan juga pemuda itu sama-sama terperangah.

 "Apa?"

3. Dilarang Masuk

"Pak, saya bukan pacarnya Ayana," ucap pemuda bernama Elang untuk kesekian kalinya.

Sekarang ini dia sudah berada di rumah orang tua Ayana. Sepanjang jalan, Elang terus menyakinkan Jodi bahwa dia dan Ayana sama sekali tak memiliki hubungan.

Namun, Jodi yang tengah terselimut oleh amarah, tak mempercayai ucapan Elang dan tetap bersikeras akan menikahkan Ayana dengan Elang.

"Jangan bohong kamu! Kalau kamu bukan pacar Ayana lalu kenapa kamu bantu dia kabur?"

Jodi mendelikkan mata menatap pemuda di hadapannya. Lalu dia menoleh pada penghulu yang duduk di sampingnya dan berkata, "Nikahkan mereka sekarang, Pak!"

"Papa, tunggu!" Ayana berseru. "Dia benar, Pa. Kami memang tidak pacaran."

Jodi mendengus sekaligus menyeringai. "Ayana Putri, jangan mengelak! Bukankah ini yang kamu inginkan?"

"Papa!" Asih, ibu Ayana ikut buka suara. 

"Apa?" teriak Jodi sangat kencang dan penuh amarah.

Membuat Ayana dan Elang serempak tersentak kaget. Melihat raut wajah Jodi syarat akan kemarahan, menjadikan nyali Ayana dan Elang menciut.

Sedangkan Jodi terus menatap Ayana dan Elang secara bergantian dengan sorot mengintimidasi.

"Sekarang Papa beri kamu pilihan, Aya. Kamu melanjutkan pernikahanmu dengan Samsul atau menikahi Elang."

Ayana terkesiap dan langsung menegakkan punggung. Sesaat dia gamang akan pilihan yang diberikan oleh Jodi.

Jika boleh memilih, Ayana ingin kabur saja dari rumah agar tidak dikekang oleh ayahnya sendiri.

"Jawab, Aya!" bentak Jodi saat melihat Ayana yang diam saja.

Ayana menoleh ke samping menatap Elang dengan manik mata yang telah menggenang. Rasa marah dan kecewa melebur menjadi satu di dalam nafasnya yang menderu cepat.

Elang pun juga memandang gadis yang raut wajahnya sangat memprihatinkan itu. Melihat perlakuan sang ayah, Elang dapat memastikan bahwa gadis bernama Ayana ini pastilah telah mengalami tekanan yang hebat.

"Nikahi aku, Elang," ucap Ayana bersamaan dengan meluncurnya satu bulir air mata di pipi kanan. "Aku mohon. Aku tidak mau menikah dengan Samsul."

Elang menelan saliva. Dia paling tidak bisa melihat seorang wanita memohon, apalagi sambil menangis.

Sejenak Elang menundukan kepala. Tampak dia sedang berpikir untuk mengambil sebuah keputusan.

Kemudian Elang mengalihkan tatapannya ke Jodi lalu ke penghulu yang telah siap berjabat tangan dengannya.

Lantas Elang pun menyambut uluran tangan sang penghulu. 

"Saya siap menikahi Ayana," Elang berkata tegas nan mantap.

Menjadikan Ayana terkesiap menatap Elang dengan sorot mata tak percaya, tapi detik berikutnya dia mengulas senyum.

Meskipun dia tak tahu siapa Elang, tapi pernikahan ini bisa Ayana jadikan jalan untuk terbebas dari kekangan sang Ayah.

Pak penghulu mengucapkan kata sakral dalam pernikahan yang satu detik berikutnya dibalas oleh Elang dengan ucapan lantang.

Ayana menghembuskan nafas berat saat dia dan Elang secara agama dinyatakan sah menjadi sepasang suami istri.

Tak akan ada pesta resepsi. Pernikahan Ayana dan Elang pun hanya disaksikan oleh beberapa orang yang merupakan kerabat dekat saja.

Setelah selesai memanjatkan doa, Jodi bangkit dari duduknya dengan wajah yang masih memendam rasa marah.

"Mulai detik ini kamu harus tinggal dengan suamimu, Aya."

"Papa," pekik Asih. "Apa maksud Papa? Papa mengusir Ayana?"

"Biarkan saja, Ma. Aku ingin lihat apakah suami pilihan Ayana ini bisa menafkahi Ayana atau tidak," Jodi melirik Elang sesaat sambil menyunggingkan seringai.

Sedangkan Elang hanya bisa membalas tatapan Jodi dengan ekspresi datar. Lalu dia berkata dengan nada tegas, "Papa mertua tenang saja. Aku pasti bisa memberi nafkah pada Ayana."

Jodi berdecih. Memandang remeh menantunya. Kemudian dia beralih menatap Ayana.

"Dan untuk kamu, Aya. Ini pelajaran untuk kamu. Sudah betul Papa menikahkan kamu dengan Samsul yang tentu saja hidup kamu akan terjamin tapi kamu malah kabur bersama pria satu ini."

"Oke, Pa. Aku juga sudah tidak tahan hidup dikekang oleh Papa. Mulai hari ini aku akan keluar dari rumah."

Ayana berbalik badan, berlari sekencangnya menuju kamar, lalu mengemasi semua pakaian dan barang-barang pribadinya.

Sementara masih di tengah ruangan, Asih memohon pada Jodi untuk tetap mempertahankan Ayana.

Namun, amarah yang belum hilang di dalam diri Jodi, seolah telah menutup mata dan telinga. Sehingga dia tak menanggapi protes yang dilayangkan oleh Asih.

*

*

*

"Welcome to my house," ucap Elang bernada lesu ketika dia membukakan pintu rumah.

Ayana mengedarkan pandangan ke sekeliling. Memperhatikan setiap sudut ruang tamu yang sangat sederhana.

Sambil termenung, Ayana menjatuhkan diri di sofa. Hari ini dia sangat lelah, ingin rasanya dia langsung tidur untuk merehatkan badan.

Namun, dia masih penasaran akan sosok Elang Angkasa yang kini menjadi suaminya itu.

Ayana pun mendongak memandang Elang yang sedang mengambil dua minuman kaleng dari dalam kulkas mini.

Elang menaruh satu minuman kaleng di meja depan Ayana. Sedangkan satu kaleng lagi, dia buka untuk dirinya sendiri.

"Orang tua kamu mana?" Ayana bertanya seraya kembali mengedarkan pandangan, mencari sosok penghuni lain di rumah.

"Aku sudah tidak punya orang tua," jawab Elang datar yang kini duduk bersandar di kursi seberang Ayana.

"Oh, maaf," sesal Ayana. "Jadi kamu hidup sendirian? Pekerjaan kamu apa? Kamu bukan orang jahat kan?"

Elang hanya tersenyum kecut memandang Ayana. Dia perhatikan penampilan Ayana dari atas hingga ke bawah.

Baju pengantin yang berantakan dengan wajah kusut namun tidak menutupi kecantikan dari seorang Ayana. 

Kulit Ayana putih merata dari wajah sampai ke ujung kaki dan bentuk badan Ayana terbilang mungil untuk gadis seusianya.

"Hai, kenapa malah diam? Kamu bukan penjahat kan?" ulang Ayana meninggikan suara agar membuyarkan lamunan Elang.

"Kalau aku penjahat, mana mungkin aku mau menolongmu, Mbak."

Ayana berdecak. "Ya, di dunia ini kan banyak serigala berbulu domba. Oh ya, ngomong-ngomong, jangan panggil aku Mbak! Panggil saja Aya."

"Oke."

"Begini, Elang. Kita itu menikah karena terpaksa iya kan? Jadi aku mau membuat kesepakatan yang harus kita jalani dan tidak boleh dilanggar selama menikah."

Dahi Elang mengerut mendengar perkataan Ayana. Lalu dia pun bertanya, "Kesepakatan apa?"

Ayana merogoh tas ransel yang dia bawa dari rumah untuk mengambil secarik kertas dan juga sebuah pulpen. 

Dia menuliskan sesuatu di atas kertas itu sedangkan Elang hanya memandangi dengan dahi yang semakin mengerut bingung.

Selang beberapa menit, Ayana menghela nafas sekaligus menegakkan punggungnya. Lalu dia serahkan selembar kertas yang berisi tulisan tangan Ayana kepala Elang.

"Apa ini?" Elang bertanya sebelum menerima kertas.

"Baca saja. Kalau ada yang kurang sreg katakan padaku."

Elang membaca barisan kata-kata yang menuliskan bahwa selama menikah, Ayana meminta untuk tidur secara terpisah dan tidak boleh ada paksaan jika salah satu tidak ingin melakukan hubungan ranjang.

Elang pun tersenyum tipis saat membaca kalimat pertama. Lalu dia pun melanjutkan.

"Dilarang mencampuri urusan masing-masing dan jika melanggar kesepakatan di atas, maka harus membayar denda."

BUAHAHAHAHA

Wajah Ayana mengernyit dan matanya menyipit melihat Elang yang tertawa terbahak-bahak. Bahkan Elang butuh waktu beberapa menit untuk bisa berhenti tertawa.

"Kenapa? Apanya yang lucu?"

Elang tak menjawab karena dia masih terus tertawa. Membuat Ayana mengerucutkan bibir lalu berdecak sebal.

"Jadi kamu setuju atau tidak?" tanya Ayana dengan tidak sabar.

"Oke, aku setuju," ucap Elang setelah dia dapat mengontrol diri. "Tapi aku juga meminta satu kesepakatan. Aku tulis juga di sini ya?"

Elang menuliskan satu baris kalimat dan Ayana pun memiringkan badan untuk membacanya.

"Dilarang masuk ke kamar pribadi Elang Angkasa!" 

Ayana menoleh pada Elang seraya menyipitkan mata curiga. "Kenapa aku dilarang masuk ke kamarmu?"

Elang hanya mengangkat bahu. Sesaat sebelum beranjak pergi, dia berkata, "Ada deh."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!