Siapasih yang nggak kenal Dafran's Family.. dimana semua anggota keluarganya bagaikan visual suatu agensi besar yang nampak sangat sukses.
Rumah besar, mobil motor pun ada, di tambah penghuninya yang bagaikan ratu raja dan anak-anaknya menambah daftar list iri untuk banyak orang di sekitarnya.
Kepala keluarganya pun seperti tak ingin terlihat tua.. kemana-mana akan terlihat fashionable dengan baju yang nampak simpel dan sederhana namun tidak dengan harganya.. biasalah orang kaya ekhemm..
Ayah 4 anak itu menjabat sebagai CEO di perusahaan yang di dirikan keluarganya dulu.. penerus lah istilahnya.
Sedangkan sang ibu negara yang nampak bagai malaikat nya para kembar memilih mendirikan butik dan restoran yang sudah entah berapa cabangnya.. tak ayal pakaian yang di kenakan suaminya selalu fashionable, istrinya saja punya butik, mana sudah bercabang.
Namun hidup keluarga mereka tidak foya-foya seperti orang kaya pada umumnya.. bahkan si kembar sudah di ajarkan pola hidup hemat sejak kecil oleh sang bunda.
Bukan takut bangkrut, hanya saja sang ibunda tak ingin anaknya terlalu nyaman dengan harta yang di miliki, ia ingin anak-anaknya juga merasakan rasanya berusaha untuk mendapat sesuatu.
Namun karna itulah kembar sangat menyayangi sang ibunda, terlebih sang bungsu yang bisa di bilang bucin akut pada sang ibu.
Beralih dari kedua orang tua itu.. kita ke si kembar.
Altara Taya Dafran
Atau yang akrab di panggil Alta, si sulung dari kembar empat.
Alta itu sering di sebut kecil-kecil cabe rawit, meski sebenarnya sang kembaran lah yang memberi julukan itu.
Tubuhnya paling kecil di antara kembarannya yang lain, namun sikapnya yang dewasa kadang dan kebiasannya yang suka berteriak-teriak serta memarahi kembarannya membuatnya mendapat julukan itu.
Soal kekuatan Alta juga tak mau kalah dengan kembarannya... meski sering kalah.. yang jelas kalau soal ucapan pedas Alta jagonya.. sekali nyeplos langsung...jlebb.
Arkana Dzaki Dafran
Arka anak kedua yang keluar setelah Alta.
Sebenarnya Arka sering protes kenapa bukan dia yang duluan di angkat dari rahim ibunya setelah melihat sikap Alta yang kadang membuatnya menghela nafas.
Arka itu tidak terlalu hiperaktif tidak seperti yang lain, tapi terkadang ia juga ikut andili apalagi saat menjaili adik beda 2 menitnya.. Arfa.
Arfanza Zayn Defran
Arfa si biang onar bin rusuh di rumah maupun di sekolah atau di manapun itu.
Arfa itu fullsun nya si kembar, di mana ada Arfa di situlah adu mulut maupun kekuatan berada, entah sekedar cekcok hal random sampai yang menguras tenaga hingga main tangan.
Untuk main tangan itu khusus untuk Alta dan Arfa saja.. yang lain jadi penonton saja sudah tak apa.
Arsandra Shaka Defran
Arsa si bungsu dari kembarannya yang lain.
Sifatnya itu mencakup semua sikap kembarannya, terkadang berisik dan heboh seperti Arfa, kadang juga emosian seperti Alta, tak ketinggalan kadang ia juga bersikap layaknya Arka yang diam-diam ngeselin.
Tapi yang paling penting Arsa itu mainnya mood, kalau lagi bagus ya mulus kalo lagi suram ya diammmm teruss.
"Rumah itu kadang sesuai mood nya Arsa, jadi hati-hati aja" Arka bersabda.
•~•
KEMBAR
Altara Taya
"LIAT AJA NANTI FANNN!! GUE BEJEK-BEJEK LOO!!"
"BAGUS KOK MASSSS SUER DEH!!"
"SINI NGGAK LO!!"
Arkana Dzaki
"Untung gue sayang saa"
"Hehe.. sayang mas Arkaaa"
Arfanza Zayn
"NGGAK GITU JUGA AMBIL AIB GUE NYA LAH MASSSS!!"
"BALES DENDAM INI GUE!"
"HAPUSSS POKOKNYAAA!! KALO NGGAK GUE NGAMBEK!!"
"BODO!"
Arsandra Shaka
"Pokoknya Arsa mau mie ayam ya! titik!"
"Astagfirullah Arsa kan baru dua hari yang lalu dek"
"Huaaaaaa bunbunnn! mau mie ayammm!"
Malam semakin larut namun cahaya lampu di salah satu kamar milik si kembar nampak belum padam sedari tadi, di kamar itu tampaklah seorang pemuda yang asik dengan pensil dan buku sketsa nya.
Tangannya itu dengan lihai menari-nari di atas kertas putih yang nampak sudah hampir penuh dengan coretan-coretan seni yang ia buat.
Sesekali ia meminum teh yang ia buat tadi, meski sudah dingin tak apa lah yang penting bisa menjadi temannya.
Sudah tak heran bila seorang Alta rela begadang demi menyelesaikan gambarannya, bukan karna di kejar deadline tapi karna rasa sukanya pada bidang menggambar dan melukis lah yang mendorongnya.
Clekk...
Seorang pemuda melangkah perlahan.. mencoba tak menimbulkan suara berisik karna sudah malam, ia duduk menghadap Alta yang masih setia dengan kegiatannya.
"Mas nggak ngantuk?" Tanya nya pelan, ia duduk di pinggir ranjang Alta, menghadap sang empunya kamar.
"Mas yang seharusnya tanya, Adek nggak ngantuk?" Alta membereskan barang-barangnya, beranjak dari duduknya dan duduk di sebelah sang adik.
"Belum, mungkin nanti" Ucap Arsa, anak yang biasanya akan berkeluyuran saat malam dan masuk ke dalam kamarnya ya pasti Arsa.
Alta berpindah posisi ke tengah ranjang, menepuk pahanya agar Arsa berbaring.. Arsa ma nurut-nurut saja.
"Insom ya? udah minum obat?" Tanya Alta dengan tangan mengelus rambut sang adik.
"Mungkin, males ah obat terus, bisa keracunan adek nanti" Dengan bibir mengerucut Arsa mengatakan itu.
Alta terkekeh pelan, bila hanya dengannya sang adik bungsunya ini mau menyebut dirinya sendiri adik, coba saja ada Arfa pasti sudah di ejek habis-habisan.
"Emang nggak capek adek begadang terus?"
"Mas juga nggak capek begadang terus" Manik indah itu menatap mas beberapa menitnya yang menatapnya sambil tersenyum.
"Tadi siang mas tidur lumayan lama kan? jadi belum ngantuk" Ucap Alta yang mendapat anggukan mengerti dari Arsa.
Kedua anak itu terdiam, Arsa yang mencoba memejamkan mata untuk menjemput mimpinya dengan Alta yang terus mengelus rambutnya, sedangkan Alta sibuk melamun dengan tangan yang terus bergerak.
Entah berapa lama Alta melamun saat ia melihat ke bawah sang adik sudah tertidur, senyum terbit di wajahnya, lihatlah wajah yang imut yang dimiliki adiknya ini.. ingin rasanya Alta mencubitnya.
Sayangnya ia takut membangunkan sang adik yang kalay sudah bangun sulit tidur kembali, bahkan baru beberapa menit tidur tadi.
Arsa memang menderita insomnia sejak kelas 2 SD dulu, biasnya arsa kecil akan merengek bila tak bisa tidur saat malam hari, namun sekarang? bila tak menyendiri di balkon kamar ya pasti ke kamar Alta.
Dengan perlahan ia membenarkan posisi Arsa dan menyelimutinya, setelahnya ia ikut berbarin di sebelah adiknya, menatap wajah itu sejenak sebelum ikut memejamkan mata menjemput mimpinya.
•~•
"INI HARI MINGGU MAS KAA! GUE MAU TIDURR!" Teriakan menggelegar membangunkan Alta dari tidur nyenyaknya, ia menoleh ke samping dan masih terlihat Arsa yang bergelung dengan selimutnya.
Dengan langkah malas Alta ke luar kamar menghampiri sumber suara yang sudah ia hafal siapa pemiliknya.
Dan di bawah sana dapat ia lihat Arfa yang sedang memberontak dari paksaan Arka yang pasti akan mengajaknya olahraga, kebiasaan Arka bila hari minggu memang seperti itu.
Alta menuruni tangga dengan wajah bantalnya, tenang masih ganteng kok.
"Pagi-pagi udah cek cok aja sih lo pada! ganggu orang tidur tau nggak!" Semprotnya.
"Mas Arka ni mass.. maksa bangettt.. gue kan mau tidurrr" Rengek Arfa dengan tangan yang masih di cekal Arka.
"Sebentar doang dek.. Cuma keliling kompleks" Bujuk Arka yang mendapat gelengan keras dari Arfa.
"Sama Arsa sana aja lho mas! gue mau tidur!"
"Arsa masih tidur jangan di ganggu! tadi malem insom dia kambuh" Alta menyahut setelah mengambil minum dari dapur.
"Kambuh?"
"Iya! dan lo berdua malah buat gaduh di bawah! pagi-pagi mau di marah tetangga!"
"Arfa nya nii masss"
"Tapi kan.."
"Udah lah Fa ikut aja.. liat noh lemak-lemak lo udah pada numpuk.. gue nggak mau ya punya adik sumo" Setelah memgatakan itu Alta kembali naik meninggalkan kedua adiknya.
"Noh mas aja dukung kok! yuk lah olahraga!" Arfa akhirnya hanya pasrah di tarik Arka ke luar rumah.
•~•
08:35
"Dekk.. bangun yuk makan dulu nanti di lanjut tidurnya" Ucapan itu sama sekali tak mengusik tidur Arsa, ia malah semakin memeluk bonekah momin milik mas nya.
"Arsaa.. bangun dulu.. sebentar aja buat sarapan"
"Saaa"
Belum ada pergerakan dari Arsa yang membuat Alta menghela nafas, biasanya membangunkan Arsa itu mudah, hanya dengan membuka pencahayaan pasti sudah mengusik tidur sang adik.
"Saaa.. adek"
Dan secara tiba-tiba pintu kamarnya terubuka lebar dengan Arfa yang berlari dan langsung menubruk Arsa di atas ranjang, membuat si bungsu itu terduduk dengan ekspresi kagetnya.
Alta mendekat ke arah di bungsu, ia yakin Arsa kaget tadi, siapa sih yang nggak kaget kalau tidur eh tiba-tiba ketimpa beruang gendut?
"Kaget ya?" Tanya Alta sedangkan Arsa yang belum sepenuhnya sadar hanya bersandar di pundak Alta, lalu dimana beruang jatuh tadi?
Tersangkanya nyungsruk di sisi ranjang karna kebablasan tadi, untung saja slimut Arsa tadi jatuh jadi bisa menjadi tempat mendarat meski masih sakit sih.
"Aduh benjol pasti ini" Ringisnya sembari mengelus kepalanya yang terbentur.
"Arfa kalo bangunin yang bener lah! kaget adek nya!" Sembur Alta yang hanya di balas cengiran oleh Arfa.
"Hehe sory mas.. sory dek" Ia duduk di hadapan Arsa yang masih memejamkan matanya.
"Pusing" keluh nya yang membuat Alta menghela nafas, wajar sih kalau bangun karna kaget atau di kagetkan itu pasti pusing dan nggak nyaman.
Alta merengkuh badan yang sebenarnya lebih besar dari badannya itu, sedikit memberikan usapan agara sang adik merasa nyaman, Arfa sendiri memilih turun mengambil minum untuk sang adik, ini juga salahnya sih.
Tak lama Arfa datang dengan Arka yang membuntu di belakangnya, mereka duduk di sisi ranjang menatap Arsa yang masih memejamkan mata.
"Masih pusing dek?" Tanya Arka yang mendapat gelengan serta anggukan.
"Minum dulu.. mungkin juga efek adek tidur malem kemarin" Alta melepas pelukan itu dan meraih gelas Arfa.
Beberapa tegukan Arsa meminum air itu dan kembali memeluk Alta "Masih pusing" Keluhnya.
"Mau makan? kan tadi mas belum sempet bangunin buat sarapan lho" Arsa hanya mengangguk dan mulai merangkak menuruni ranjang.
"Nggak mau di kamar aja dek?" Arka bertanya dan di balas gelengan.
Susah kalau Arsa sudah irit bicara seperti ini, nanti kalau di tanya pasti cuma ngangguk atau ngelenggin kepala, paling-paling mentok ngomong singkat-singkat.
•~•
"Cuma pakai sop aja? bik sum tadi buat telur balado juga lho, atau ikan pepes nya?" Arfa mencoba menawari namun Arsa menggeleng tanda menolak.
"Yaudah adek makan yang banyak, mas tunggu" Alta menarik kursi di sepan Arsa dan menunggu sang adik sampai selesai makan dan kembali masuk ke dalam kamar, namun kali ini kamar Arsa sendiri.
"Maaf ya mas.. arsa sakit gara-gara gue" Ucap Arfa, Alta menepuk pundak itu sembari tersenyum tipis.
"Nggak kok Fa.. tadi malem adek juga susah tidur mungkin itu juga bisa nyebapin dia pusing.. bukan salah Lo" Alta berlalu melewati Arfa menuju ruang tamu.
"Sehat-sehat ya dek"
Wanita mana yang tak bahagia bila melihat anaknya tumbuh dengan rasa bahagia di setiap harinya, anaknya yang terus tertawa dan bermain bersama menjadi penghibur dirinya.
Tak dapat ia bayangkan bila mana anak-anaknya sudah tumbuh dewasa dan ia tak akan bisa melihat senyum mereka setiap waktu, tawa mereka yang bagaikan candu.
"Bubun melamun?" Tarikan kecil pada bajunya membuat nya menurunkan pandangan, menatap ke arah salah satu malaikat kecilnya.
"Nggak sayanggg.. cup.. Bunda nggak melamun" Ia memberikan sebuah kecupan lalu menggendong buah hatinya dan berjalan ke ruang keluarga yang nampak ramai.
"INI DI SINI ARFAAA!!"
"KALO DI SITU JELEK MAMASSS! ALFA NDA SUKA!"
"DI SINI AJA!"
"NGGAK!"
"POKOKNYA DI SINII!"
Yora tersenyum dan menggelengkan kepalanya, lihatlah saat kedua anaknya sibuk melempak teriakan, sementara sang ayah malah hanya menyaksikan dengan tawanya.
"Kamu ini yah, kenapa nggak di pisahin" Ia menurunkan si kecil dari gendongannya yang langsung ikut duduk dengan salah satu kembarannya yang sibuk dengan toples berisi biskuit buatan sang bunda.
"Adek mau?" Tawarnya.
"Mau mau.. yang cokelat ya masss"
Sementara kedua anak itu sibuk dengan biskuit nya dua lainnya masih saling melempar tatapan kesal satu sama lain.
"Hey hey pangerannya bunda kenapa berantem?" Yora duduk di antara keduanya.
"Arfa ni bun.. masa dia naruh puzel nya salah! kan jadi jelek!"
"Mamas yang salah! kan benel di sini tempatnya!"
"Sudah-sudah liat Arka sama Arsa aja anteng di sana.. kok Alta malah berantem sama Arfa" Ucap sang bunda yang langsung membuat kedua anak itu menoleh ke arah Arka dan Arsa.
Melihat biskuit yang di makan kedua kembarannya terlihat enak, Arfa langsung ikut bergabung dan tentu saja di sambut senyum riang Arsa yang langsung memberinya satu biskuit.
"Alta nggak mau gabung?" Anak itu menggeleng dan berpindah posisi ke samping sang ayah, namun Satya langsung memeindahkannya ke pangkuannya.
"Mas masih marah sama Arfa?" Tanya sang kepala keluarga.
"Nggak! Alta cuma kesel aja! Arfa susah di bilangin!" gerutunya di depan sang ayah, Satya hanya terkekeh pelan dan memanggil Arfa setelahnya.
"Arfa sini sebentar dek" Bocah gembul itu bergegas menghampiri sang ayah.
"Kenawpa yawh?" Tanyanya dengan mulut yang masih mengunyah biskuit.
"Baikan sama mamas ya?"
"Tapi mamas juga nakal!" Sungut nya tak terima.
"Iya.. dua-duanya sama-sama salah.. sekarang baikan sama-sama oke"
Kedua anak ayam itu melihat satu sama lain dan secara tiba-tiba Arfa menubruk mamasnya sembari mengucap maaf.
"Maafin Alfa malah-malah sama mamas tadi.. janji deh nggak malah-malah sama mamas lagi"
"Maafin Alta juga ya Arfa.. udah marahin tadi"
Melihat kedua saudaranya sedang berpelukan si bungsu tertarik untuk ikut bergabung, entah apa yang ia pikirkan hingga ikut meminta maaf.
"Maafin Alsa juga ya mamas kalo nakal celama ini.. Alsa janji nda akan nakal lagi" Dengan pelukan erat ia memeluk kedua kembarannya.
Arka? anak itu memilih duduk di pangkuan sang ayah sembari melihat pemandangan saudaranya yang tengah berpelukan.
"Adek kan nggak ikut berantem tadi, kok ikut minta maaf?" Yora terkekeh pelan setelah mengucapkan itu.
"Oh iya! kan Alsa nda ikut belantem tadi!" Cengiran khas nya keluar membuat kembarannya yang lain tertawa, termasuk sang ayah dan bunda.
"Terus bahagia dan tumbuh bersama malaikatnya bunda" gumam Yora.
•~•
Dengan perlahan Yora memasuki rumahnya dan langsung di suguhi dua pemandangan yang amat berbeda, bagaimana tidak.. dua anaknya saling berdebat sedangkan dua lainnya asik melihat Tv.
Ia memijat pelipisnya pelan namun senyum tak luntur dari wajahnya, anak-anaknya sekarang sudah besar tapi kelakuannya masih sama saja seperti 12 tahun yang lalu.
"Arfa lo nggak usah mulai ya!"
"Ya kan gue cuma nanya mas! telur sama ayam itu duluan mana? eh lo nya malah ngegas!"
"Ya gimana nggak ngegas! lo nya di kasih tau malah ngeyel!"
"Ya karna jawabannya itu telur dulu! lo malah jawab ayam! ya kan salah!"
"Di mana-mana pasti ayam duluan yang keluar! Allah nyiptain makhluknya kan berpasangan! ya kali telur jantan sama telur betina! yang ngerawat siapa coba!" Jelas Alta menggebu-gebu.
"Tau dari mana lo mas! pasti cuma ngarang! ngaku nggak!"
Entahlah.. mungkin karna Yora lelah dengan keramaian mereka ia cepat-cepat menengahi keduanya, sebelumnya ia melirik Arsa yang tidur dengan paha Arka sebagai bantalnya.
"Hey Hey anak-anak ganteng bunda astagfirullah kenapa berantem.. rame banget bunda rasa rumahnya sama suara kalian"
"Arfa ni bun! nanya nggak ber mutu banget!"
"Ya kan apa salahnya bertanya? ya kan bun?"
"Udah-udah.. liat itu Arsa nya tidur kasian kalo kebangun" Kedua kembar itu menoleh ke arah si bungsu yang masih terlelap, apa sang adik tidak terganggu dengan suara mereka?
"Mereka emang nggak peka bun kalo udah berantem" Ucap Arka dengan tangan yang memainkan rambut sang adik.
Yora beralih ke arah Arka dan Arsa, mengelus surai itu pelan.
"Nggak main capek-capek kan tadi sewaktu bunda tinggal?" Tanya Yora yang mendapat gelengan ketiganya.
"Panas lagi bun?" Tanya Alta yang mulai mendekat.
"Cuma anget, udah dari tadi tidur mas?" Tanya nya pada Arka.
"Sekitar 15 menit yang lalu mungkin bun, dia nggak bilang apa-apa kok tadi, nggak ngeluh pusing juga" Terang Arka, Yora hanya menggangguk.
"Bunda ke atas dulu ya mau beres-beres, sebentar lagi ayah pulang, jangan berantem lagi!" Pesannya, ketiga anak ayam yang sudah remaja itu mengangguk patuh.
Setelahnya mereka semua bungkam, Arka yang sibuk dengan memainkan rambut Arsa, Alta yang sibuk dengan laptop yang di ambilnya tadi, dan Arfa yang menonton si kembar botak di TV.
Dan benar apa yang dikatan sang bunda, tak lama sang ayah datang dengan plastik putih di tangan kanannya, aromanya sepertinya mereka kenal.
"Assalamualaikum Chicken kid's"
"Waalaikumsalam, sory ni ya yah kita udah jadi ayam jago bukan anak ayam lagi" Ucao Arfa yang sudah duduk di karpet bawah bersama yang lain.
"Ayam jago se usia kalian itu suaranya masih mampet di tenggorokan, belum bagus" Ucap satya yang membuat ketiganya mencibir.
"Iya in lah takut di kutuk sama kakek moyangnya ayam" Ucap Alta yang membuat Satya menghela nafas.
Ia menaruh bungkusan yang ia bawa di hadapan ke empatnya, melirik Arsa sebentar sebelum bertanya.
"Sakit?"
"Nggak, cuma capek aja paling" Ucap Arfa ya sudah membuka kotak yang di bawa sang ayah.
Martabak
"Aduh ayah tau aja lagi pengen martabak Arka nya" Ucap si kedua yang masih pada posisinya.
"Ya udah di makan, bangunin adeknya ayah mau ke atas, bunda udah pulang kan?" Mereka hanya mengangguk.
"Saaa ada martabak" Arka mengguncang pelan tubuh sang adik.
"Eunghhhhh"
"Nanti gue habisin kalo lo nggak bangun Sa.. liat aja" Mengenal siap pemilik suara itu Arsa dengan cepat terduduk dengan muka bantalnya, bahkan matanya masih terpejam.
"Pelan-pelan.. pusing nanti" Alta menggeleng melihat Arsa yang sudah bergerak membuka kotak lainnya, padahal terlihat bahwa matanya susah terbuka.
"Siapa yang bawa mas?" Tanya si bungsu.
"Ayah"
"Tumben lo tidur Sa? pusing? sakit?"
"Nggak elah, cuma capek dikit" Arsa mengambil satu potong namun ia kembalikan lagi, ia berdiri dan menuju dapur membuat tiga lainnya mengeriyit bingung.
Tak lama ia datang dengan piring dan garpu serta air putih di dalam botol minum yang lumayan besar.
"Biar tetep slayy ya Sa?"
"Hehe iya dong"
Dan ya mereka menikmati martabak yang dibawakan sang ayah, tak lama Satya dan Yora juga ikut bergabung di bawah, menghabiskan martabak itu dengan sedikit bumbu cerita dan tawa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!