NovelToon NovelToon

Desa Kemomong

Kecelakaan Kerja

Pak Rehan adalah sebuah pengusaha yang di bilang sukses serta mapan. Ia telah membangun Pabrik sawit yang berada di Kalimantan. Karena omset yang di hasilkan Pabrik sawit itu cukup besar dan maju

Pak Rehan pun merencanakan untuk membangun kembali cabang di lain.

Ia memiliki lahan yang sangat luas di sebuah desa yang tergolong terpencil di desa itu pak Rehan juga memiliki perkebunan sawit yang akan ia kembangkan kembali.

Pak Rehan sendiri merencanakan akan membangun cabang industri pabrik sawit untuk perkebunannya yang ada di desa itu.

Namun sudah berjalan 10 tahun proses pembangunan pabrik itu belum saja rampung .

Banyak pekerja kontraktor atau alat berat yang bekerja di desa itu sering mengalami kecelakaan kerja dan mati secara mengenaskan.

Desa itu di sebut desa Kemomong, di desa itu sendiri memiliki kepercayaan akan hal mistik yang sangat kental.

Belum lagi di tambah ritual-ritual aneh yang di lakukan penduduk desa Kemomong di sana.

Hingga di suatu hari pak Rehan bekerja sama dengan Anwar.  Pak Rehan mempercayakan kepada Anwar untuk mengerjakan proyek pembangunan pabrik yang belum rampung itu.

 Siang itu Anwar sebagai pimpinan kontraktor sedang memantau para anak buahnya. 

Sebagian besar dari lahan yang ingin di jadikan pabrik masih berupa hutan-hutan belantara serta material yang lama menumpuk tidak digunakan, alat-alat berat pun masih berada di sana.

Rohim adalah anak buah Anwar yang sedang bekerja, ia di tugaskan untuk menebang pohon-pohon besar menggunakan mesin penebang pohon.

Awalya perkerjaan Rohim berjalan dengan lancar sampai suatu ketika di kala ia ingin menebang satu pohon lagi.

Mesin yang ia gunakan itu mati seketika, Rohim mencoba memperbaiki mesin itu namun tetap saja mesin itu tidak mau menyala padalah sudah beberapa kali di cek tidak ada kerusakan sama sekali.

‘Sial ini mesin tidak mau menyala, padahal sudah aku cek berulang kali tidak ada masalah,' gumam Rohim yang kesal.

Rohim mencoba memegang mesin gerigi pada mesin itu, secara tiba-tiba mesin itu pun hidup kembali.

“Aaaaaaaa,” teriak Rohim kesakitan.

Seketika ke lima jari-jari tangan Rohim sebelah kanan terhambur di tanah terpotong oleh mesin itu. 

Darah segar yang di keluarkan dari tangan kanan Rohim pun menetes di tanah.

Teriakan Rohim membuat para pekerja berlarian menghampiri dirinya.

“Ada yang kecelakaan kerja,” teriak salah satu teman Rohim.

Para rekan kerja Rohim pun berlarian menghampiri dirinya.

Rohim di gotong lalu di bawa ke mes yang tidak jauh dari tempat kerja mereka.

Mes itu sendiri hanya terbuat dari bahan-bahan yang seadanya.

Sesampainya Rohim di mes, Anwar menyuruh anak buahnya mengambil P3K yang terletak di atas meja.

“Cepat ambil P3K,” perintah Anwar.

Salah satu anak buahnya mengambil kotak yang di dalamnya peralatan P3K.

“Ini Pak,” sahut anak buah Anwar.

Anwar segera membuka P3K itu mengambil alkohol, laku menyiramkan ke luka Rohim agar darah yang menetes terhenti.

Setelah darah dari tangan Rohim mulai berhenti Anwar mengambil perban lalu membungkus tangan Rohim.

“Aduh sakit,” sahut Rohim yang sedari tadi menyeringai kesakitan.

“Rohim sudah kamu tidak usah bekerja sementara waktu, nanti jika besok kamu bisa pulang terlebuh dahulu ke rumahmu. Jika nanti saya memerlukan tenaga kerja lagi kamu bisa saya panggil. Ini pesangon untuk mu” tutur Anwar yang memberhenti Rohim dengan ramah.

Rohim tidak bisa berkata apa-apa lagi ia sadar, sekarang ia cacat dan perkerjaan di sini membutuhkan fisik yang kuat.

“Baik Pak, terima kasih,” sahut Rohim dengan sedih mengambil uang pesangon yang di berikan oleh Anwar.

“Sekarang lebih baik kamu beristirahat Rohim,” ujar Anwar.

“Iya Pak Anwar terima kasih,” sahut Rohim yang masih kesakitan.

“Ayo semuanya kerja kembali, biarkan Rohim beristirahat dahulu” perintah Anwar. 

Para pekerja pun kembali untuk melanjutkan pekerja mereka yang terhenti akibat insiden kecelakaan kerja Rohim.

Akan tetapi semua pekerja melupakan hal yang dapat mengundang sosok makhluk yang ada di hutan itu datang.

Karena saking paniknya tetesan darah Rohim yang berjatuhan di tanah tidak mereka kubur dan jari-jari Rohim pun tidak mereka ambil, bau amis dari darah tersebut mengundang sosok makhluk yang ada di hutan itu datang.

Benar saja makhluk itu datang tanpa mereka sadari sedang menjilati tetesan darah Rohim lalu menguyah jari-jari Rohim yang masih tergeletak di tanah.

Setelah selesai menjilat darah Rohim tanpa sisa di tambah dengan jari-jari tangan Rohim yang telah di makan habis oleh makhluk itu.

Salah satu pekerja kantor menyadari bahwa jari-jari Rohim masih berada di tempat kerjanya ia berinisiatif untuk mengambilnya lalu menyimpannya akan di berikan ke pada Rohim.

Namun di saat pekerja itu berada di sana tidak ada satu pun tetesan darah bahkan jari-jari Rohim yang terpotong pun telah hilang tanpa bekas.

‘Ke mana jari-jari Rohim tadi,' gumam pekerja itu sambil mengaruk-garuk kepalanya dengan bingung.

Bersambung dulu gengs

     

    

       

Makhluk penyuka darah

Malam disertai hujan deras mengguyur seluruh desa kemomong, semua pekerja sedang bersantai di mes. Sedangkan Rohim sendiri pun sedang beristirahat di mes.

Karena desa itu sangat cukup jauh dengan kota membutuhkan waktu 6 jam untuk sampai di kota sehingga Rohim dapat di pulangkan besok pagi.

Malam semakin larut di tambah lagi hujan yang tidak berhenti mengguyur desa itu.

Membuat semua pekerja tertidur dengan lelap, termasuk Rohim.

Mereka semua tidak menyadari bahwa makhluk yang menjilat darah Rohim menghampiri dirinya kembali ke dalam mes.

Mahluk itu bertubuh besar berbulu hitam, mempunyai dua tanduk kecil di kelapa, matanya merah serta jika menyeringai akan terlihat taring-taring yang panjang dan penuh dengan darah di mulutnya.

Malam semakin larut para pekerja proyek sudah tertidur lelap, makhluk itu datang menghampiri Rohim yang tengah tertidur.

Mahluk itu mengendus-endus luka Rohim yang berbau amir, karena darah di tangan Rohim masih keluar sedikit di perban yang ia pakai.

Dari mengendus sampai akhirnya makhluk itu mulai menjilat lalu menghisap darah Rohim.

Rohim merasakan tubuhnya semakin lama semakin lemas akibat darahnya di hisap makhluk itu. Rohim pun tidak dapat membuka matanya apa lagi mengerakkan tubuhnya yang ia rasakan hannyalah lemas.

Sampai wajah Rohim mulai pucat memutih seperti mayat hidup. Ketika makhluk telah selesai menghisap semua darah Rohim ia pun pergi.

*** 

Keesokan harinya semua pekerja proyek telah bangun dan bersiap-siap ingin bekerja.

Namun ada salah satu dari mereka yang melihat Rohim tidak kunjung bangun.

Teman Rohim mulai merasakan keanehan kepada Rohim, ia melihat tubuh Rohim pucat seperti mayat.

Akhirnya teman Rohim berinisiatif untuk membangunkan Rohim.

“Rohim, ayo bangun,” ujar teman Rohim yang mengerak-gerakan tubuh Rohim agar bangun.

Namun Rohim tidak kunjung bangun, ia masih di posisi terlentang tidak bergerak.

Lalu teman Rohim yang mulai curiga mencoba mengecek denyut nadi Rohim.

“Innalillahi wainna ilaihirojiun,” sahut teman Rohim.

 Teman Rohim pun segera memberitahukan kepada Anwar, dia berlari mencari Anwar memberitahukan kabar duka Rohim.

“Pak Anwar. Rohim, pak!” sahut teman Rohim dengan nafas yang cepat mendatangi Anwar di luar mes.

“Ada apa dengan Rohim?” tanya Anwar.

“Rohim telah meninggal Pak?” sahut teman Rohim.

Anwar yang terkejut mendengar kabar duka itu bergegas mendatangi Rohim.

Setelah sampai di tempat Rohim tidur Anwar mengecek denyut jantung Rohim dan benar saja. Denyut jantung Rohim telah berhenti dan Rohim pun dinyatakan meninggal dunia.

Semua teman kerja Rohim merasa sedih dan kehilangan sosok Rohim.

Suasana suram penuh duka menyelimuti  seluruh ruangan mes yang hanya beberapa petak itu Dengan bibir yang bergetar menahan duka  Anwar berusaha menghubungi mobil ambulan untuk segera membawa jasad Rohim ke desa terdekat.

30 menit berlalu dari kejauhan terdengar ngiungan sirine ambulan, Anwar dan para rekannya mengangkat tubuh Rohim dengan tandu yang di buat seadanya dari bambu dan kain sarung, karena mobil ambulan tidak bisa masuk ke area mes.

Pengangkatan tubuh Rohim berjalan dramatis di sertai hujan deras yang tak kunjung berhenti sejak tadi malam dan petir yang bersahut-sahutan. Mereka berusha berjalan sembari memanggul jasad Rohim dengan ke adaan jalanan yg licin dan berlumpur hingga mereka sampai di mobil ambulan.

Tubuh Rohim di masukkan ke dalam mobil, Anwar dan salah satu rekan Rohim juga ikut masuk ke dalam mobil. Mobil ambulan pun melaju menuju puskesmas desa.

Mobil ambulan sampai di depan puskesmas. Di sana sudah ada beberapa perawat yang siap siaga menyambut jasad Rohim.

Jasad Rohim di turunkan dan langsung di bawa ke sebuah ruangan untuk segera dimandikan kebetulan puskesmas tersebut memiliki fasilitas yang terbilang cukup lengkap.

Anwar menghubungi pihak perkebunan serta keluarga Rohim untuk mengabarkan berita duka tersebut. Dari pihak perkebunan langsung turun tangan atas kejadian itu mereka mengirimkan ambulan beserta peti mati untuk mengirim jenazah Rohim ke rumah duka.

Besoknya, pekerjaan proyek pabrik itu berjalan kembali seperti biasa, pekerjaan Rohim akhirnya di gantikan oleh rekan kerjanya yang bernama Danu, semua peralatan telah di siapkan dan si periksa secara seksama agar tidak ada lgi kejadian yang tidak di inginkan lagi.

Danu mulai mencoba mesin pemotong itu dan bekerja tanpa kendala, ia mematikan mesin tersebut dan mulai berjalan masuk ke dalam hutan untuk menebang beberapa pohon yang belum sempat di tebang bersama beberapa rekannya dan juga Anwar.

Mereka mulai mengikat pohon tersebut dengan tali tambang yang sudah mereka sediakan sebelumnya. Danu juga mulai menyalakan mesin pemotong itu beberapa orang sudah siap sedia untuk memegangi tali tambang itu agar pohon itu tumbang di tempat yang di tentukan. 

Sedangkan Anwar bertugas memantau pekerjaan anak buahnya. Danu mulai menyalakan mesin dan memotong pohon itu dengan perlahan. Suara bising dari mesin itu terdengar menggema serbuk-serbuk kayu mulai berjatuhan. Danu dengan hati-hati memotong pohon tersebut hingga hampir terpotong setenghnya.

Danu terus memotong hingga pohon itu mulai miring, beberapa orang mulai siap memegangi pohon tersebut. Namun, angin kencang tiba-tiba berembus ke arah pohon dan pohon itu mulai patah tapi jatuh tidak di tempat seharusnya.

Pohon itu seakan berbalik arah dan menimpa 5 orang yang sedang memegangi tali tambang termasuk Anwar.

“Awas! Lari! Lari!” teriak Danu.

Tidak sempat menghindar, mereka semu tertimpa pohon besar itu terdengar suara teriakan beberapa detik dan tiba-tiba senyap.

Danu histeris dan berteriak meminta pertolongan. Tanah merah yang masih basah itu bercampur dengan darah yang menggenang di area sekitar pohon.

“Pak Anwar! Pak Anwar tidak apa-apa?” ucap Danu yang melihat Anwar lolos dari maut.

“Sudah jangan pikirkan saya. kamu lari keluar minta bantuan dulu!” sahut Anwar yang terbaring di tanah.

Danu berlari sekencang mungkin dan meminta pertolongan pada tekannya yang lain yang ada di mes.

“Tolong! Tolong!” teriak Danu.

“Ada apa ?” tanya Surya salah satu rekan Danu.

“Ada yang tertimpa pohon.”

“Astagfirullah. Ayo kita ke sana!” ucap Surya mengajak semua rekannya

“Ada berapa orang?” tanya Surya.

“Semuanya termasuk pak Anwar!” ucap Danu dengan wajah yang pucat.

Mereka semua terkejut melihat kondisi rekannya, ada yang berbalik karena tidak kuasa melihat kondisinya ada yang terduduk lemas.

“Ayo panggil ambulan cepat!” teriak Surya.

“Ada apa sebenarnya dengan tempat ini!” ucap Surya sambil terduduk lemas.

Surya menyuruh dua temannya untuk menurunkan dua mesin forklif untuk mengangkat pohon besar tersebut

Mesin forklif di turunkan ke area tumbangnya pohon, dengan berhati-hati mereka mulai mengangkat pohon tersebut dan memundurkan mesin forklif itu agar pohon itu berpindah untuk memudahkan mereka mengangkat tubuh para rekannya.

Rencana Ritual 17 tahun

Suara ngiungan mobil ambulan mulai terdengar dari kejauhan, mereka semua pun menunggu ambulan itu tiba.

Setelah ambulan itu sampai Danu, Surya serta rekan kerja yang lain membantu para korban masuk ke dalam ambulan begitu juga Anwar yang terkena ranting pohon yang cukup besar di bagian kakinya menyebabkan kaki kanan Anwar patah.

Semua Korban yang meninggal dan cedera berat masuk ke dalam ambulan.

Ambulan pun mulai di jalankan mereka semua di bawa ke puskesmas yang berada di desa Kemomong.

30 menit kemudian ambulan sudah sampai di puskesmas, Anwar segera di beri pertolongan oleh petugas puskesmas.

Setelah selesai Anwar di obati, ia mencoba menelepon pak Rehan untuk memberitahukan kabar duku kembali.

“Hallo Pak Rehan.”

“Iya Anwar! Ada apa?” 

“Begini Pak, seperti saya tidak bisa melanjutkan proyek pembangunan pabrik sawit ini. Seperti saya akan membatalkan proyek pembangunan pabrik sawit milik Pak Rehan!” Anwar yang menegaskan.

“Kenapa bisa di batalkan perjanjian kita bagaimana!” ucap pak Rehan di telepon dengan marah.

“Saya akan mengembalikan semua uang DP yang saya terima dari Bapak!” 

“Tidak bisa seperti ini Anwar, kamu tidak boleh lepas tangan. Jika kamu mau membatalkan semua ini kamu harus mencari pekerja lain untuk melanjutkan proyek itu,” sahut pak Rehan yang kesal.

“Begini pak, sudah banyak pekerja saya yang menjadi korban pembangunan pabrik ini. Dari kemarin hingga sekarang banyak yang meninggal pak enam orang pekerja saya yang meninggal akibat pembangunan pabrik ini, dan termasuk saya Pak yang hampir saja.” Anwar yang menjelaskan di dalam telepon.

“Pokoknya saya tidak mau tahu, kesepakatan kontrak kerja sudah kamu tanda tangani, walau pun kamu mengembalikan semua uang tapi saya minta tanggung jawabmu untuk mencarikan pekerja lain jangan main lepas tanggung jawab saya.”

“Baik Pak saya usahkan dalam seminggu ini, saya akan mencari pengantinya. Dan dalam seminggu ini saya minta kebijakan Bapak saya bersama tim saya tidak dapat melanjutkan proyek pembangunan ini, tadi di saat salah satu pekerja sedang memotong pohon besar pohon itu jatuh ke tempat kita Pak. Lima dari mereka meninggal dunia dan kaki saya patah pak,” Anwar yang mencoba menjelaskan.

“Baiklah kalau begitu Anwar, saya akan beri waktu seminggu untuk kamu mencarikan pengantinya, saya sudah habis banyak untuk membangun pabrik itu yang tidak kunjung selesai.”  

“Baik Pak terima kasih atas kompensasi Bapak Rehan,” ujar Anwar menutup telepon pak Rehan.

Anwar pun menelepon pekerja lain yang masih bekerja di sana, bahwa besok mereka tidak bekerja kembali. Karena Anwar sendiri mengalami cedera parah butuh untuk dirinya menyembuhkan kakinya yang patah.

Rasa sedih terlihat dari raut wajah para pekerja lain, melihat teman-teman mereka yang menjadi korban belum lagi mereka di haruskan berhenti karena Anwar tidak sanggup lagi menjalankan proyek pabrik sawit ini.

Keesokan harinya semua pekerja bersiap-siap untuk pulang ke rumah mereka masing-masing di tambah lagi para jenazah yang akan di pulangkan kepada keluarga mereka.

Pembangunan pabrik itu menjadi terbengkalai kembali sampai detik ini tidak ada satu orang pun yang berhasil membangun proyek pabrik sawit itu.

Kabar terjadinya kecelakaan kerja dan perginya para pekerja di dengar sampai ke telinga Pak Kuncoro.

Pak Kuncoro adalah kepala desa di desa Kemomong, ia mempunya 2 anak gadis yang sangat cantik yang bernama Sekar Ningrum, dan Ningsih Kencana.

Sekar memiliki kepribadian lembut, pendiam, dermawan, rajin, terbandang terbaik dengan kakaknya Ningsih yang mempunya kepribadian keras kepala, iri hati, egois dan pemalas.

Kedua anak gadis Kuncoro mempunya peran masing-masing di saat ibu mereka telah meninggal ketika melahirkan Sekar.

Di siang itu Kuncoro berserta warga desa lain sedang asyik mengobrol di pelataran rumah Kuncoro mengenai para pekerja proyek serta rencana ritual anak gadis dan perjaka yang menginjak usia 17 tahun 

“Ningsih!” teriak Kuncoro memanggil anak gadisnya itu.

Ningsih pun keluar dari kamarnya.

“Ada apa sih Pak?” sahut Ningsih yang merasa terganggu.

“Tolong buatkan kopi Nduk?” pinta Kuncoro.

“Bapak kan bisa minta tolong sama Sekar Pak, Ningsih masih ngatuk Pak, mau lanjut tidur lagi,” sahut Ningsih yang meninggalkan Kuncoro.

Kuncoro hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya.

Ningsih pun mendatangi Sekar yang tengah memasak makan siang untuk mereka.

“Eh Sekar, tuh bikinin bapak kopi aku mau lanjut tidur, mengganggu saja lagian bapak nih hobi banget ngobrol sama orang-orang desa!” ucap Ningsih yang kesal pergi menuju kamar melanjutkan tidurnya kembali.   

“Tapi Mbak Ning, aku belum selesai masak,” sahut Sekar.

“Alah. Tinggalin aja dulu nggak bakalan kabur juga itu makanan! Cepetan bikinin kopi sana!” Ningsih berlalu meninggalkan Sekar.

Sekar mendengus, ia berdiri dan membuatkan kopi lalu mengantarkannya ke teras rumah, saat ia mengantar kopi ia tidak sengaja mendengar pembicaraan Kuncoro beserta warga.

“Sudah banyak korban di tempat itu!” ucap salah satu warga.

“Benar. Bahkan terakhir ada empat orang yang meninggal sekaligus.”

“Mereka tidak ingin mengikuti adat kepercayaan desa kita. Sampai kapan pun proyek itu tidak akan selesai,” sahut Kuncoro.

“Ini Pak kopinya,” ucap Sekar.

“Terima kasih Nak sekar kopinya,” ucap salah satu pria.

Sekar membungkukkan badan sambil tersenyum pada pria paruh baya itu dengan sopan.

 “Pak memangnya ada yang meninggal?” tanya Sekar kepada Kuncoro.

“Iya. Sudah kamu masuk ke dalam!” 

“Bapak. Sekar kan juga ingin tahu,” Sekar berjalan masuk ke dalam dapur.

“Dua minggu lagi kita akan mengadakan ritual untuk putri bapak Agus, putra bapak Amir dan pak Minto yang sebentar lagi beranjak 17 tahun.”

Mendengar hal itu Sekar teringat akan ritual saat umurnya masuk 17 tahun, ia memandangi jari tangan kirinya lalu bergidik ngeri. Ia pun kembali ke dapur untuk melanjutkan aktivitas memasaknya.

Hingga hidangan siap, Sekar memanggil Ningsih dan Kuncoro untuk makan siang.

“Mbak? Mbak Ningsih ayo kita makan!” panggil sekar dengan nada keras 

“Pak ayo kita makan dulu.”

Mereka bertiga pun duduk bersama di meja makan untuk menyantap masakan yang sudah di masak oleh Sekar

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!