Susan pindah ke kota untuk mendapatkan impiannya sebagai penulis. Tapi dia malah ditipu oleh temannya. Naskah yang dia buat dengan susah payah malah diakui hak milik temannya. Susan tak dapat apa-apa. Padahal dia butuh uang untuk mengirim ke keluarganya yang ada di desa. Untuk makan dan juga kebutuhan sekolah adik-adiknya.
"Sialan semuanya!"
Susan sedang ada di rumah sewanya. Dia melihat ponselnya. Susah juga menulis di beberapa platfrom online untuk mencari tambahan. Tapi semua platfrom online tiba-tiba ganti aturan. Bonusnya hilang. Padahal dia sudah mengira-ngira dan menghitungnya. Itu mungkin sekitar sepuluh juta lebih dalam sebulan. Mau cari dari mana uang sebanyak itu sebagai gantinya.
Susah memilih tinggal di rumah di Bandung. Ada di dataran tinggi Bandung. Pemandangannya masih indah dan asri. Pusing dengan semuanya, Susan memilih untuk jalan-jalan. Dia mengambil skuternya dan turun dari dataran tinggi. Dia menuju ke kota untuk sekedar minum kopi menghilangkan kekesalannya dan sakit kepalanya.
"Halo ibu, iya. Ini aku transfer ya."
Saat sedang menikmati makanannya, ponsel Susan berdering. Dari ibunya, katanya bapak sakit. Mereka butuh uang periksa. Uang Susan kalau untuk dia, masih ada. Tapi untuk dia hidup satu bulan ini. Terpaksa Susan transfer.
"Yah habis. Ini mana gak ada uang lagi. Cari uang yang cepat dimana?"
Susan menggerutu sendiri. Di belakang susah tak sengaja ada seorang ibu paruh baya, tante-tante. Dia tak sengaja mendengar ucapan Susan. Dia tersenyum melihat Susan.
"Ini kartu nama saya. Kamu butuh uang, bisa bekerja dengan saya kalau mau. Pekerjaannya gampang dan uangnya cepat saya jamin."
Dia melambaikan tangan dan pergi begitu saja. Jaman sekarang, ada pekerjaan seperti itu. Susan membaca kartu namanya. Ahh Susan paham maksudnya. Dia pemilik bar besar. Apa jadi pelayan? Tidak mungkin jadi pelayan. Susan menyimpan kartu namanya.
Susan pulang sore hari. Dia mandi dan menuju ke alamat yang tertera di kartu nama itu. Susan naik taxi. Hingga dia sampai di sana. Susan turun dari taxi dan melihat bar itu. Dia sampai malam disana. Masih dibilang Sorek. Baru jam enam, tapi barnya sudah ramai dan tentu dengan lampu remang-remangnya.
Susan masuk ke bar itu. Dia melihat sekeliling. Dia tak tahu bagaimana cara mencari Tante yang memberikan dia kartu namanya dengan orang seramai ini di dalam bar.
"Maaf, ini. Saya mencari Tante Lisa."
Susan menunjukkan kartu namanya kepada seorang penjaga disana. Penjaga itu pun mengantar Susan untuk bertemu dengan Tante Lisa.
"Hai sayang. Akhirnya ke sini juga."
Tante Lisa menyambut susan dengan sangat senang. Dia mengajak Susan ke lantai dua, ke ruangan dia. Susan itu penampilannya biasa saja. Bahkan terkesan cupu karena dia berkaca mata.
"Kamu sebelum ini bekerja apa?"
Tante Lisa mengajak Susan berbincang. Dia juga meminta sekertarisnya untuk membawakan minuman dan juga cemilan untuk Susan.
"Menulis novel dan skenario Tante."
"Silakan diminum dulu."
Tak lama orangnya Tante Lisa datang. Susan ragu mau meminumnya. Kalau dimasukkan yang aneh-aneh.
"Tante maaf, tapi saya butuh uang cepat. Jadi apa ya pekerjaannya?"
"Disini, seperti yang kamu lihat. Kamu pasti paham kan apa yang saya maksud?"
"Melayani laki-laki hidung belang Tante?"
"Iya."
Susan terdiam. Tante Lisa mendapat telepon dari klien penting. Dia merekomendasikan seseorang.
"Tunggu sebentar. Kamu pasti belum pernah tidur dengan laki-laki kan? Ini ada pekerjaan penting buat kamu."
"Wait, Tante temui orangnya dulu. Coba Tante nego dulu."
"Tante, tapi saya tidak mau yang aneh-aneh."
"Tidak. Spesial dia cari wanita yang baik. Kamu tunggu disini ya. Minuman saja, minumannya dan makanannya tak saya campur dengan obat yang aneh-aneh kok."
Tante Lisa meninggalkan Susan. Susan meminumnya perlahan. Dia juga makan, Susan juga lapar karena belum makan setelah siang tadi. Uangnya tianggal seratus ribu di ATM dan tidak bisa diambil. Dia benar-benar tak memiliki uang cash.
Masa bodo dia mau diapakan. Susan sudah pasrah, yang penting dapat uang.
***
"Halo, pak tomas. Datang dengan siap"
Pak Thomas adalah langganan di barnya. Dia bahkan investor besar disana.
"Halo sayang. Ini, ada agung, anak teman saya. Dia mau cari wanita yang ok."
Tante Lisa berjabat tangan dengan agung. Ketiganya duduk dan mulai membicarakan kepentingan agung datang kesini. Agung adalah salah satu pengusaha sukses. Bisa dibilang muda karena dia baru tiga puluh enam tahun. Tapi sudah punya banyak hal.
"Memang ada disini om?" Tanya agung kepada omnya.
"Kamu beruntung, kebetulan sekali baru saja datang. Namanya Susan. Dia itu seorang penulis. Ayahnya sakit dan butuh uang. Kebetulan saya ketemu di cafe tadi siang. Mau langsung ketemu dia mungkin. Dia anak yang sangat baik. Dia juga tak minum, tak berpakaian seksi. Jauh dari wanita disini."
Agung mengangguk. Dia penasaran. Tante Lisa mempersilakan agung dan thomasnya ke atas. Ke lantai dua dan ke ruangan dia. Susan yang melihat-lihat isi ruangan Tante Lisa pun menoleh, dia mengangguk dan memberikan dalam kepada ketiganya yang datang.
"Ini tuan agung. Dia butuh seorang wanita untuk pura-pura menjadi istri dia. Istri kontraknya dan hamil anak dia. Memberikan cucu kepada mamanya. Benarkan tuan agung?"
Tante Lisa menjelaskan kepada Susan. Susan kaget mendengar itu. Sampai harus hamil dan melahirkan?
"Iya. Saya suka dia. Saya mau dia Tante."
Agung langsung mengangguk menunjuk Lisa. Dia permisi karena harus kembali ke rumah.
"Saya akan jemput besok. Malam ini saya akan meminta sekertaris saya untuk memberikan dokumen pribadi, profil dan semua tentang saya. Dia harus menghafalnya dalam semalam."
Agung berjalan berbalik memunggungi susah. Tapi susan masih dengar itu. Dia kaget. Bagaimana bisa menghafal dalam semala. Semoga tak banyak.
"Baik. Akan saya tunggu filenya, saya pastikan anak saya tidak akan mengecewakan tuan agung. Terima kasih sudah berkunjung ke sini. Senang sekali bisa mengenal dan membantu tuan."
Tante Lisa mengantarkan sampai ke depan bar. Dia berjabat tangan dengan agung. Agung pun melakukan hal yang sama. Lalu dia masuk ke dalam mobil.
"Tuan, mama cari tuan."
Agung mendapat telepon dari orang rumah. Agung bergegas pulang. Tante Lisa kembali ke ruang atas. Dia memerintahkan sekertarisnya untuk membuka fax. Mereka sudah mendapatkan filenya.
"Ini, pelajari malam ini. Satu bulan seratus juta. Total dua belas bulan atau sembilan bulan sampai bayinya lahir."
"Ahh, kamu tidur di sini saja. Ada banyak kamar kosong disini."
Tante Lisa memberikan file yang sudah dia print. Susan membukanya dan membaca beberapa lembar. Dia sampai harus membenarkan kaca matanya.
Semuanya tertulis didalam file yang dikirimkan Tante Lisa. Susan mencoba membacanya dengan seksama. Termasuk semua hal tentang agung.
Agung adalah putra tunggal keluarganya. Ada mama dan papanya. Mamanya sangat suka wanita yang lemah lembut dan sopan.
"Tidak boleh bicara kasar, mengumpat. Tidak boleh merokok, harus selalu menggunakan dress dan heels."
"Buset banyak banget. Aku saja kadang atasan suka aku umpat diam-diam di belakang. Ini mulut harus diajak kerja sama. Pliss."
Hari masih malam di tempat kostan Susan. Dia sedang ada di kamar dan mencoba membaca semua filenya. Sepuluh halaman Sendiri untuk aturan dia. Dua puluh halaman, untuk silsilah keluarga agung, lalu kebiasaan agung, dia suka makan apa, apa yang tak dia suka dan semua keluarganya ada di sana. Untung Susan biasa revisi banyak.
Susan jalan-jalan antara kamar sampai ke dapur. Sambil makan kopi, makan cemilan.
"Ooh, keluarga besarnya adalah salah satu orang terkaya. Buset. Ini apa gak apa-apa ya aku bohong."
"Nanti kalau bohong, ketahuan. Bisa dilaporkan dan dipenjarakan tidak ya aku?"
"Tunggu, tapi kan semuanya tuan agung itu yang minta. Dia pasti sudah mengatur semuanya."
Ahh, ada satu halaman lagi untuk skenario, bagaimana mereka jatuh cinta dan bertemu. Namanya tetap Susan, dengan pekerjaan yang sama.
Drettt...
Susan sedang membaca naskahnya dengan teliti. Sampai ponsel yang sejak tadi ditangannya berdering. Ada satu telepon masuk.
"Dari nomer tidak di kenal. Siapa ya?"
Susan itu parno kalau ada nomer telepon yang tak dikenal menelpon. Dia soalnya pernah kena tipu. Susan memilih untuk mendiamkannya. Sampai ada WhatsApp.
"Susan, kamu tidak angkat telepon tuan agung ya."
Itu dari Tante Lisa. Susan langsung membalas dan minta maaf. Dia menelpon balik nomer tadi.
"Kenapa tadi tidak diangkat?"
"Maaf tuan. Saya takut kalau ada nomer baru, ada apa tuan?"
"Sudah baca semuanya?"
"Iya."
"Saya hanya mau memastikan. Besok kita bertemu, sekalian rubah penampilan kamu, nanti besok juga kita akan bertemu dengan orang tua paslu kamu. Nama kamu saya ganti ya. Susan tidak bagus."
Hih. Susan sedikit mengumpat didalam hatinya. Padahal kan itu nama pemberian dari orang tuanya.
"Iya tuan."
"Saya kirim file baru lewat WhatsApp. Ini nomer saya di simpan. Ahh, besok ganti ponsel."
"Tapi-"
Belum selesai bicara, agung sudah mematikan teleponnya dari sebrang sana. Susan langsung menyimpan nomer agung.
"Tuan agung."
Baru disimpan, ada file masuk. Susan tak suka membaca di telepon. Dia memilih keluar Untuk mengeprint filenya. Sekalian beli bakso atau mie ayam di dekat kostan.
"Ini mbak."
"Iya mas. Makasih ya."
Filenya sudah selesai. Tinggal membeli mie ayam dan kembali ke kostanya. Susan memakan mie ayamnya sambil membaca naskahnya.
"Namanya prisilia, namanya bagus. Cantik, lemah lembut. Penulis novel gagal. Aish."
Yang bagian satu ini Susan kesal sekali, tapi hampir sama dengan dirinya.
"Harus merubah penampilan, jangan cupu seperti sekarang. Walau pakai kaca mata harus tetap trendi dan cantik."
"Ih dasar, tuan agung ini suka menghina orang ya?"
Susan tak henti mengumpat setelah membaca beberapa kalimat yang ada di dalam dokumennya.
"Mama dan papa barunya. Bertemu di jalan, tak sengaja bertabrakan."
"Skenario yang klise sekali."
Susan tak henti tertawa membayangkan skenario ini. Sampai makanannya habis, dia tetap membaca di ruang tamu. Sampai Susan tertidur.
Susan dibangunkan oleh suara teleponnya. Agung yang meminta Susan untuk tidak mengsilend ponselnya. Dia rubah dering dan dia keraskan volumenya.
"Ahh."
Susan sampai kaget mendengar suara dering ponselnya.
"Saya di depan kostan kamu. Kenapa tidak angkat telepon saya? Cepat keluar?"
"HAH?"
Susan kaget. Dia langsung melihat keluar dan membuka pintunya. Benar saja, ada tuan agung yang tampan, dengan gagahnya, dengan menggunakan jas dan kemeja kerjanya yang formal itu, dia berdiri di depan pintu kostannya.
"Maaf tuan. Saya baru bangun, semalam saya mempelajari semuanya, jadi saya tidur terlambat."
"Bukan alasan. Cepat mandi, kita pergi ke salon dan butiknya. Rubah total penampilan kamu. Kita ketemu orang tua palsu kamu."
"Iya tuan. Tuan mau masuk dan duduk dulu?"
Susan mempersilakan agung masuk. Dia masuk tanpa berbicara apa pun. Dia duduk di ruang tamu sempitnya dan melihat isi dalam kostan Susan.
"Saya tinggal mandi dulu ya tuan."
"Cepat. Nanti mandi kedua dispa."
Terserah. Susan sudah terlalu banyak sekali terkejut karena aturan agung. Lagi pula dia bayar banyak. Susan sudah pasrah.
Agung melihat sampai ke kamar. Tepat ketika itu Susan baru selesai mandi. Dia melotot melihat agung yang masuk ke kamarnya. Dia hanya memakai handuk.
"Ahh, tuan. Kenapa ada disini? Kenapa masuk ke kamar saya?"
"Saya hanya melihat-lihat kamar kamu dan ini salah satu naskah kamu ya. Lumayan."
"Tapi bukannya ini milik, itulah perusahaan saya."
Awalnya agung tak terlalu memperhatikannya Susan yang hanya memakai handuk yang dia lilitkan untuk menutupi tubuhnya sampai ke paha.
"Ya tuan, jangan baca-baca naskah orang tanpa izin ya. Karyawan tuan itu yang mengambil karya saya. Ahh, dia menyebalkan sekali."
"Tapi Rosaline sudah terkenal penulis drama yang bagus kok."
"Mungkin juga membeli dari orang."
Susan mengambil paksa naskahnya. Dia menarik filenya yang ada di tangan agung. Agung tak sengaja melihat Susan lebih dekat. Badannya mulus dan bagus juga.
"Tuan sana keluar. Saya mau ganti baju. Nanti telat."
Susan mendorong agung untuk cepat keluar dari kamarnya. Agung terpesona dan tergoda dengan badan, bahu Susan yang indah. Dia baru mengerjapkan mata setelah didorong oleh Susan.
"Iya. Kamu yang cepat. Kamu yang membuat saya terlambat, saya paling tak suka itu."
"Iya cerewet."
Susan mengumpat lagi dengan lirih. Dia mengunci pintunya dengan cepat. Bahkan Susan menutup pintunya dengan keras tepat didepan muka agung. Agung masih syok. Tak ada yang berani seperti ini kepada dia.
Dia diam di depan pintu dan menunggu Susan sampai keluar.
"Ahh. Tuan, kenapa masih disini? Dari tadi berdiri di depan pintu kamar saya?"
"Iya. Saya dengar kamu mengumpat. Saya tidak mau itu, atau mau saya batalkan kontraknya, karena kamu yang melanggar, kamu yang harus bayar kembali uang saya."
"Tidak. Saya minta maaf ya tuan agung yang tampan. Saya tidak akan bicara dengan kasar dan mengumpat lagi. Saya janji."
Susan memohon dan menutup mulut bahaya agung itu. Agung kaget, bibirnya disentuh oleh wanita. Dia langsung kabur ke depan.
"CEPAT!"
Dia berteriak dari depan. Susan berlari keluar, dia mengambil ponsel dan juga tasnya.
"Masuk ke mobil."
Agung sudah ada di dalam mobil. Agung membuka pintu dari dalam. Meminta Susan masuk. Susan pun masuk ke mobil begitu saja. Duduk di samping agung.
Hari ini jadwal Susan adalah ke spa, untuk merubah total penampilannya dan juga merawat kulitnya. Lalu bertemu dengan orang tua palsu Susan.
"Dari hari ini saya akan memanggil kami prisilia atau Lia. Tapi nanti kalau di depan mama dan orang lain, panggilan kita sayang."
Susan diam saja duduk di samping agung. Agung yang duduk di samping dia juga diam. Tapi yamg berbicara adalah orang yang duduk di depan agung, di samping supir. Dia memegang gadget.
"Itu kata tuan agung. Namanya Joko, sekertaris pribadi tuan agung, nona Lia."
"Iya."
Susan bingung harus mengatakan apa. Joko, laki-laki yang Susan rasa masih seusia Susan, itu menoleh dan berbicara kepada dia. Susan hanya mengangguk.
Kenapa tidak tuan agung sendiri yang mengatakannya kepada dia. Terlalu mahal mungkin suara orang kaya. Itu juga tak terlalu penting.
Mobil mereka tak lama berhenti di depan sebuah gedung mewah. Susan melihat dari dalam mobil. Itu tempat spa yang sangat mewah. Wahh..
Agung turun lebih dulu. Dia dibukakan pintu oleh Joko dan Susan dibukakan pintu oleh supirnya agung.
"Silakan turun nona." Katanya.
"Terimakasih pak."
Susan masih merasa aneh. Dia seperti diperlakukan bak seorang putri. Tapi senang sekali. Apa pun yang akan terjadi, dia akan berusaha dengan keras melakukan pekerjaan dia dengan sangat baik.
Susan tersenyum kepada supirnya agung. Agung jalan dan masuk duluan. Joko menghampiri Susan.
"Silakan masuk dan ikuti tuan agung, nona." Kata Joko kepada Susan.
"Iya."
Susan bingung harus memanggil Joko bagaimana. Dia terlalu muda untuk dipanggil pak. Susan jalan di belakang agung. Agung terlihat sedang berbicara dengan seorang di spa, seperti pemiliknya atau penanggung jawabnya mungkin.
"Jangan bilang apa-apa kepada mama. Singkirkan cctv hari ini. Satu lagi, buat wanita ini kulitnya jadi bagus, dan nanti tolong panggilkan orang butik, untuk mengurus pakaian dan tata rambutnya secantik dan seelegan mungkin. Jangan gaun yang terlihat murahan."
"Baik tuan. Silakan ikut kamu nona."
Wanita paruh baya itu mendekati Susan. Susan masih melihat-lihat sekeliling. Ada tempat spa. Di sampingnya ada salon rambut dan make up, ada butik juga. Susan juga tadi melihat dari luar.
"Ahh, iya."
Susan mengangguk. Dia mengikuti pelana spa itu sepertinya. Dia masuk ke satu ruangan. Susan diminta mandi lebih dulu. Air mandinya sudah disiapkan.
"Ini susu?"
Susan mengganti bajunya dengan handuk saja. Dia ikut ke kamar mandi yang ditunjukkan oleh pelayan spa itu. Betapa kagetnya Susan ketika melihat bukannya air di bak mandi yang mewah itu, tapi seperti susu.
"Iya nona. Ini untuk membantu merawat dan meregenerasi kulit anda jadi bagus dan sehat."
Susan hanya bengong dan mengangguk mendengarkan penjelasan sang pelayan. Dia masuk begitu saja. Pelayan itu memberikan arahan mandi yang baik untuk Susan. Setelahnya dia pergi.
Susan masih heran, orang kaya mandinya harus sekali dengan susu. Apa tidak sayang, diminum kan juga enak. Susan mencobanya. Tapi rasanya malah aneh.
"Wle, apaan ini. Ahh."
Dia merasa lidahnya kelu, aneh rasanya. Untung disana ada minuman yang disediakan. Susan langsung mengambilnya dan meminumnya.
"Nona, waktu berendam dan mandinya sudah cukup nona." Pelayan di depan pintu kamar mandi mengetuk pintunya.
"Iya."
Susan pun membenarkan handuknya. Dia keluar dari bak mandinya. Pelayan itu membuka pintu. Dia membantu Susan untuk memberitahu cara membilasnya.
"Kita ke tempat spa ya nona." Kata pelayan itu lagi.
"Iya."
Susan tak terbiasa dengan semuanya. Dia hanya iya-iya saja. Dia ikut ke tempat spa. Dia diminta untuk rebahan ya rebahan. Selain diberi lulur, badan Susan juga dipijat.
Susan nyaman sekali. Ini pertama kali dalam hidupnya. Dia sampai tertidur dengan lelap. Di ruangan itu juga terdapat aroma terapi yang membuat Susan sangat rileks. Berbeda dengan dunianya kemarin, dia benar-benar stres.
"Nona, maaf. Kita sudah selesai. Nona harus mandi lagi, membilas badannya dan menggunakan pakaian lalu ke salon."
"Emm?"
Susan bangun, dia membuka matanya secara perlahan. Setelah selesai dia ke kamar mandi, mencuci mukanya. Dia memakai pakaian yang sudah disiapkan, kimono putih dengan bahan handuk.
Tapi anehnya, tak ada satu pun pelanggan lain selain dia. Susan sudah ada di salon sekarang. Dia duduk di depan sebuah kaca salon yang sangat besar dan luas.
"Maaf, tapi memangnya tidak ada pelanggan lain disini?" Susan memberanikan tanya kepada pelayan.
Dia tersenyum, "hari ini tuan agung meminta kami untuk menutup salon juga tempat spa dan butiknya nona. Untuk nona. Nona bukannya calon istri tuan agung?"
Hah, gila powernya tuan agung. Susan masih tak menyangka kekayaan agung. Sampai dia tahu hal ini, mungkin agung benar-benar sangat kaya. Dia beruntung sekali bertemu agung sebagai klientnya untuk pertama kali.
"Tuan agung dan keluarganya kan pemilik semuanya nona." Kata pelayan itu lagi.
Susan sampai capek kaget terus. Dia hanya diam dan menikmati layanannya. Mereka menata rambut Susan lalu make up Susan.
"Nona, silakan buka matanya."
Susan membukanya perlahan. Wah, dia juga kaget sendiri melihat bayangannya yang cupu, berkaca mata, kini dia melihat wajahnya yang sangat cantik di cermin, tentunya setelah dirias oleh orang salon.
"Nanti saya akan meminta mereka untuk memberikan kamu pelajaran merias diri kamu sendiri. Kamu harus bisa."
Susan sampai kaget, di belakang agung tiba-tiba muncul. Dia menoleh dan mengangguk. Awalnya Susan tak begitu melihat bayangan wajahnya. Dia mengambil kaca matanya dan menggunakannya. Agung melepaskan kaca mata Susan.
"Tuan, tapi saya tidak bisa melihat jelas tanpa kaca mata." Kata Susan kepada agung.
"Pakai softlens. Saya sudah siapkan. Tolong." Agung meminta pelayan lain datang.
"Nona maaf. Saya pakaikan." Pelayan lain datang dan memakaikannya.
Susan masih terasa aneh dan mengganjal menggunakan softlens. Dia mencoba mengerjapkan matanya.
"Tapi saya lebih suka memakai kaca mata. Apa boleh nantinya pakai kaca mata?" Susan kembali menoleh ke belakang dan bertanya kepada agung.
"Boleh, tapi tetap harus yang stylist. Nanti saya urus semuanya. Kaca mata kamu mana."
Susan memberikan kaca matanya. Agung memberikannya kepada Joko.
"Ganti kaca matanya. Buat dalam beberapa warna dan model. Saya mau nona menggunakan sesuai dengan style yang bagus."
Ah, ribet sekali. Susah bergumam didalam hati. Tapi dia diam saja melihat apa pun yang dilakukan oleh agung.
"Baik tuan."
Joko pergi. Mungkin mau mengurus kaca matanya. Agung menepuk kedua tangannya. Datang pelayan dengan membawa berbagai baju, dress lebih tepatnya. Susan masih tak menyangka ini lagi.
"Ganti baju. Coba semua baju ini." Kata agung menunjuk baju-baju yang sudah dia pilih.
Susan terdiam menatap semua dressnya. Ada mungkin lebih dari, sekitar dua pulang yang bisa dia hitung. Tak tau dibelakangnya mungkin ada yang nyempil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!