“Mel, kamu harus cepat-cepat pergi dari sini agar Jemmy dan Tianka bisa secepatnya menikah. Karena meski di mata hukum Jemmy masih resmi menjadi suami kamu, talak yang Jemmy berikan sudah lebih dari cukup untuk mengakhiri hubungan kalian. Enggak usah dipersulit apalagi sampai nuntut gana-gini. Toh saat datang ke sini, kamu cuma modal apem basi yang sudah biasa dipakai banyak laki-laki. Bahkan kamu sampai hamil di luar pernikahan, sebelum akhirnya kamu malah mandul, kan? Saya sampai hafal, ngeri, saking bobroknya kamu jadi wanita!” ucap ibu Marta sambil melirik sinis Amel. “Emang dasarnya wanita enggak bener sih kamu. Untung Jemmy akhirnya sadar dan dia memilih cerein kamu. Ya sudah, cepat kamu beres-beres. Masukin semua barang-barang kamu terus angkat kaki dari sini. Mana tahu, di luar sana masih ada laki-laki stres yang mau pakai kamu! Lumayan, kan, bisa buat ladang masa depan. Kan enak tuh, bebas celap-celup tanpa ada bunting!”
Amel menunduk dalam, membiarkan wanita paruh baya tadi melenggang pergi begitu saja. Melalui ekor lirikannya, ia mendapati ibu Marta kerap meliriknya dengan sinis sekaligus jijik. Kesalahan di masa lalu membuatku menjadi wanita tanpa mahkota bahkan surga. Mustahil bagiku bisa mendapatkan cinta bahkan sekadar perlakuan baik dari mertua, batinnya. Butiran bening lolos dari kedua sudut matanya membasahi pipi. Terlalu menyakitkan meski ia sudah terlalu sering mendapat hinaan seperti yang beberapa saat lalu ia dapatkan dari ibu Marta sang mamah mertua yang memang harusnya sudah menjadi mantan mertua. Saking seringnya mendapatkan hinaan sekaligus perlakuan keji dari ibu Marta, Amel sampai lupa pada rasa lain selain luka dan duka.
Di kamar mewah yang nyaris satu tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya, kini Amel pastikan semuanya memang sudah berakhir. Tak hanya mengenai hubungannya dan Jemmy, tapi juga hinaan untuknya. Amel pastikan, dirinya tak akan membiarkan orang lain bahkan itu ibu Marta, kembali menginjak-injaknya. Baginya, ia tetap memiliki harga diri, bahkan meski masa lalunya jauh dari suci.
Kerja sama, pertengkaran, tawa bahagia, canda yang kadang menjadi candu, juga kebersamaannya dengan Jemmy yang membuat benih-benih cinta akhirnya hadir, Amel kubur dalam-dalam dalam palung hatinya. Semua itu sungguh hanya tipu daya, benar-benar tidak pernah ada. Karena pada akhirnya, di titik sekarang, Amel merasa dibuang. Kebahagiaan terlebih cinta yang sempat menumbuhkan sebuah harapan nyatanya hanya ia yang merasakan sekaligus berjuang mempertahankan. Semua kata manis dari Jemmy yang sempat membuatnya terbuai, nyatanya hanya omong kosong.
Rumah tangganya sudah tidak baik-baik saja sejak pria itu membiarkan Tianka menjadi bagian dari hubungan mereka. Bahkan, Jemmy terang-terangan menjalin hubungan dengan Tianka di depan matanya, selain Tianka yang juga tak segan bermanja atau malah bercumbu mesra dengan Jemmy meski Amel sedang bersama mereka.
“Kalian harus mempersiapkan pernikahan kalian secepatnya. Enggak usah mikirin omongan orang. Toh, Amel juga yang minta cerai dan Jemmy pun sudah menalak dia!”
“Laki-laki kan enggak ada masa iddah, sudah cerai secara agama bisa langsung nikah.”
“Dari awal kan sebenarnya Jemmy sudah mau nikahin kamu apalagi kita sama-sama tahu, masa lalu Amel bagaimana? Biasa lah, wanita enggak bener, hamil di luar nikah, keguguran dan setelah itu mandul. Ibaratnya, Tuhan sudah langsung kasih azab nyata ke dia, kan. Namun karena Jemmy kasihan ke Amel yang masih saudaranya Arden sahabat Jemmy, ... ya mau bagaimana lagi? Jemmy terpaksa menikahinya biar dia enggak jadi sumber aib keluarga.”
“Alhamdullilah banget sih, ya, akhirnya Amel sadar, jadi sudah enggak ada lagi yang menghalang-halangi hubungan kalian. Awalnya kan Jemmy berat banget enggak tega, tapi setelah Mamah bilang ke Amel bahwa Jemmy sayang banget ke kamu, kamu cinta pertamanya Jemmy sedangkan Amel enggak bisa kasih keluarga kami keturunan, Mamah langsung kasih Amel pilihan. Dimadu, apa cerai? Eh pagi-paginya, Jemmy datang ke Mamah, bilang kalau Amel minta cerai, dan Jemmy sepakat cerai dengan Amel.”
Di luar sana, ibu Marta masih sibuk, begitu bersemangat menceritakan kebobrokan Amel kepada Tianka sang menantu idaman. Wanita tanpa mahkota, wanita tanpa surga, ibu Marta selalu menggunakan sebutan itu sebagai senjata dalam menyingkirkan Amel dari keluarganya, khususnya dari kehidupan Jemmy. Tak jarang, layaknya barusan, ibu Marta juga akan menyebut Amel sebagai wanita mandul, wanita tidak benar, serta sebutan lain yang selalu membuat hati Amel seperti disayat keji.
Setelah apa yang terjadi, bagi Amel memang tidak ada keputusan lain selain mengakhiri sandiwaranya dengan Jemmy. Niat awal pernikahan mereka pun bukan untuk membuat keadaan makin buruk. Niat awal mereka menjalani sandiwara hingga mereka nekat menikah karena mereka ingin lari dari perjodohan yang orang tua mereka siapkan. Namun, semenjak hadirnya Tianka selama tiga bulan terakhir, semuanya menjadi makin rumit. Tak hanya mulut ibu Marta yang makin pedas dan selalu menghakimi Amel dengan kata-katanya, tetapi kenyataan Jemmy yang memang mencintai Tianka hingga Jemmy juga kerap menghabiskan waktu bersama wanita cantik itu. Belum lagi, fakta Tianka yang selalu datang berkunjung dan tak segan masuk ke kamar Amel dan Jemmy, juga membuat Amel tidak tahan.
Amel bukan Keyra Miranti yang begitu hebat dan sampai membuat seorang Arden Wicaksono yang memiliki masa lalu kelam, berpaling sekaligus melupakan Inara. Amel juga bukan wanita sabar apalagi kuat yang bisa tetap bertahan dengan terus pura-pura tuli tanpa memedulikan kata-kata ibu Marta yang tak jarang dilebih-lebihkan.
Prakkk
Ada yang jatuh ketika Amel menarik tumpukan pakaiannya dari lemari. Amel yang memang sedang membereskan barang-barangnya di kamar, sempat lupa bernapas karenanya. Ia menatap tak percaya benda berwarna putih yang panjangnya sekitar sepuluh senti dan dihiasi dua garis merah tersebut. Test pack, iya, itu sungguh alat tes kehamilan milik Amel yang terpaksa Amel sembunyikan karena situasinya sebagai istri sekaligus menantu yang dibuang, tidak memungkinkan untuk mengabarkan hasil dari alat tes kehamilan itu. Meski tentu saja, melalui hasil tersebut, harusnya Amel bisa membantah anggapan mandul yang selalu menjadi nyanyian wajib ibu Marta kepadanya.
Meski awalnya Amel dan Jemmy hanya menjalani pernikahan sandiwara, kebersamaan yang menghadirkan rasa nyaman sekaligus benih-benih cinta, membuat mereka beberapa kali melakukan hubungan suami istri layaknya pasangan yang saling mencintai pada kebanyakan.
Jebred!
Dari samping kanan Amel, pintu kamar mandi terbuka dengan cukup terbanting, itu Jemmy. Panik, Amel buru-buru membuang asal tumpukan pakaian di tangan kanannya ke dalam koper besar yang masih terbentang di bawahnya. Amel langsung memungut, kemudian membuang asal test pack miliknya ke bawah lemari karena Jemmy sudah makin dekat dengannya. Amel berniat menyembunyikan kehamilannya dari Jemmy sekeluarga.
“Kamu langsung boyong semua barang-barang kamu?” tanya Jemmy yang baru saja beres mandi. Kedua tangannya masih sibuk mengeringkan kepalanya yang basah menggunakan handuk.
Dengan dada yang terasa sangat sakit terlebih rasa cinta untuk Jemmy sedang mekar-mekarnya ditambah kehamilan yang terpaksa ia sembunyikan karena tak mau nasib anaknya terancam, Amel yang tetap fokus membereskan koper kemudian menguncinya, berangsur mengangguk.
“Iya, soalnya ke depannya aku akan sangat sibuk, takutnya jadi enggak sempat beresin ini semua.” Amel berucap lirih tanpa menatap Jemmy. Beruntung, ponselnya yang ada di nakas sebelah bersanding dengan tas kerja miliknya, berdering. Dering tanda telepon masuk hingga membuatnya bisa makin menghindari Jemmy, meski kenyataan tersebut malah membuat hatinya makin berdenyut nyeri.
“Wah, sudah dikemas semua?” seru ibu Marta yang kembali datang.
Amel yang refleks menoleh pada kedatangan ibu Marta yakin, mantan mamah mertuanya itu tidak hanya datang sendiri. Iya, seperti dugaannya dan memang sudah terlalu biasa, Tianka melangkah tak berdosa memasuki kamar Jemmy. Kamar yang tentu saja sempat Amel tempati sekaligus menjadikan Amel sebagai pemiliknya. Enggak usah sedih, Mel. Percuma. Kesedihanmu hanya akan membuatmu makin memprihatinkan terlebih kenyataannya, Jemmy tidak pernah mencintaimu. Sedangkan mengenai Tianka yang terbiasa masuk bahkan menghabiskan waktu di kamar ini, cukup ambil positifnya saja, jangan sampai kamu meniru ulah yang bagi kamu tak terpuji itu, batin Amel.
Wanita mana yang tidak kesal, wanita mana yang tidak marah terlebih sakit hati, jika wanita lain dan itu wanita yang dicintai oleh suami kita, asal masuk bahkan menghabiskan waktu di kamar kita dengan laki-laki yang masih resmi menyandang status sebagai suami kita? Bahkan tak jarang karena memang sering, Tianka dengan leluasa naik ke ranjang untuk bermanja sekaligus bercumbu mesra dengan Jemmy. Dan kini, ... Amel bertekad untuk melupakan semua itu meski tentu saja tidak mudah. Terlalu menyakitkan bagi Amel yang sadar diri bahwa dirinya hanyalah wanita lemah.
Memberikan senyum terbaik merupakan hal yang kini Amel lakukan kepada ibu Marta dan juga Tianka. Amel tetap ingin tampil elegan sekalipun jauh di lubuk hatinya, luka-luka yang ia sembunyikan menuntutnya untuk segera balas dendam. Bahkan, beberapa jiwa lain yang seolah menghuni kehidupannya begitu sibuk berbisik, menuntun Amel untuk mengamuk.
Setelah meraih ponsel sekaligus tas kerjanya dari nakas, Amel menatap ketiga wajah di sana. Ketiga wajah yang sudah menjadikannya sebagai fokus perhatian. Ibu Marta dengan wajah bahagianya dan tampak sangat puas, memamerkan kebahagiaannya kepada Amel. Tianka dengan wajah cantiknya, menatap Amel dengan mata bulatnya yang begitu indah. Tatapan yang begitu tenang sarat kebahagiaan. Juga, ... Jemmy yang menatap Amel dengan tatapan sulit Amel artikan.
“Aku rasa sudah tidak ada lagi yang tersisa. Aku pergi, maaf jika selama ini aku banyak salah.” Amel mengalihkan tatapannya kepada Jemmy. “Mengenai surat cerai, aku tunggu secepatnya. Kirim saja surat dan semua keperluan cerai kita ke butik.” Amel pastikan, dirinya tidak akan mengamuk bahkan sekadar melakukannya melalui kata-kata. Ia sungguh merasa jauh lebih bahagia bahkan beruntung karena akhirnya bisa keluar dari lingkaran makhluk-makhluk tak berperasaan seperti ketika orang di hadapannya.
“Kalau begitu kirim surat cerainya sekalian pesan pakaian pernikahan kalian saja, Jem. Enggak apa-apa, yah, Ti, pesan gaun pernikahannya di butik Amel meski kualitasnya pasti, ... ya enggak mutu-mutu banget, lah. Yang penting pakaian pengantinnya cepat jadi biar bisa cepat dipakai!” usul Ibu Marta tiba-tiba.
Tianka langsung tersipu dan menyambutnya dengan senyum haru sebelum anggukan setuju mengiringi senyum indahnya. Ekspresi andalan agar wajah dan juga tampangnya, tampak manis sekaligus menggemaskan.
Amel yang diam-diam melirik sengit kedua sejoli tadi di tengah hati yang seolah diremas dengan keji, mengangguk pasrah. Akan ada masanya, kalian juga merasakan apa yang aku rasakan. Iya, akan ada masanya. Karena setelah semua yang kalian lakukan, jangan salahkan aku jika aku sampai balas dendam! batin Amel.
“Hubungi aku jika kamu akan ke rumahku dan menemui orang tuaku untuk menyelesaikan hubungan kita.” Amel mengangkat kopernya yang berukuran besar dalam sekali sentakan hingga rasa sakit luar biasa ia rasakan di pangkal perutnya. **** *-nya sampai terasa sangat nyeri, benar-benar sakit yang mana ia juga refleks berkeringat dingin. Bahaya, semoga janinnya baik-baik saja! batinnya.
“Jangan diangkat, itu berat. Tarik saja, sini ... sini.” Jemmy mengambil alih koper Amel.
Amel yang refleks melepaskan kopernya, susah payah menyikapi keadaan dengan baik-baik saja. Giginya saling bertautan demi menghalau rasa sakit yang begitu luar biasa di pangkal perutnya. Amel buru-buru melangkah pergi dari neraka nyata dalam hidupnya. Termasuk meski ibu Marta berucap lantang, menegaskan akan datang ke rumah orang tua Amel, hari ini juga untuk membahas perceraian Amel dan Jemmy.
“Kenapa begitu buru-buru?” tanya Jemmy terdengar mengeluh.
“Ini yang kamu mau.” Amel melampaui Jemmy yang justru menjadi berhenti melangkah.
“Cepat, sebentar lagi aku ada rapat!” keluh Amel tak sabar karena mulai kewalahan menahan rasa sakit di pangkal perutnya terlebih sekadar melangkah saja, kewanitaannya terasa makin nyeri dan sakit ya sampai ke tulang-tulang. Amel terpaksa berhenti tepat di depan gerbang. Seorang satpam sudah langsung membukakan gerbang tersebut untuknya, sebelum buru-buru mengambil alih kopernya dari Jemmy.
“Non, ini masuk ke bagasi mobilnya Non?” tanya si satpam memastikan.
Amel mengangguk membenarkan. Di tengah kenyataannya yang menahan sakit luar biasa, ia sungguh akan menyetir sendiri tapi setelah pergi dari kediaman orang tua Jemmy, ia akan langsung mampir ke rumah sakit untuk memastikan kehamilannya.
Dengan jarak sekitar lima meter, Jemmy menatap Amel dengan tatapan sulit diartikan tapi cenderung berat sekaligus menahan luka. Jemmy seolah tak rela melepaskan Amel, tapi Amel tidak yakin, terlepas dari Amel yang memang tidak peduli.
“Jangan memintaku untuk tidak sakit hati terlebih marah kepada orang tua kamu. Aku kecewa kepadamu! Aku membencimu! Sebelumnya, tidak ada seorang pun yang berani merendahkan terlebih kasar kepadaku, bahkan meski aku salah. Namun menjadi bagian dari hidupmu, aku selalu diam. Aku menerima semua perlakuan yang jauh dari kata layak, bahkan itu dari kamu.” Amel yang tak lagi menyembunyikan kesedihan sekaligus air matanya, menunduk untuk beberapa saat.
“Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa. Anggap saja kita memang tidak saling kenal. Bukankah seperti itu yang kalian mau? Tenang saja, sebelum kalian memintanya, aku sudah akan melakukannya. Selamat tinggal!” Tanpa menunggu balasan Jemmy, Amel berlalu dari sana dan langsung masuk sekaligus mengemudikan mobilnya.
Namun sekitar dua puluh menit kemudian, Amel terpaksa menepikan sekaligus menghentikan laju mobilnya. Amel sudah tidak tahan dengan rasa sakit di pangkal perutnya selain Amel yang sadar, kewanitaannya yang mendadak terasa sangat perih melebihi ketika ia sedang mens, juga menjadi basah.
Mengandalkan dua helai tisu kering yang ia ambil dari tempat duduk sebelah, Amel yang sampai gemetaran sekaligus berkeringat parah, memastikan kewanitaannya. Benar, darah! Tisu tersebut menjadi dihiasi darah cukup banyak sesaat setelah ia mengelap kewanitaannya! Celaka!
“Ya Tuhan, aku pendarahan!” Amel ketar-ketir, napasnya memburu saking kacaunya ia di titik itu.
“Ya Tuhan, hamba mohon, izinkan dia baik-baik saja. Izinkan hamba melahirkannya, merawatnya menjadi anak yang sehat. Hamba mohon, tolong izinkan hamba membahagiakannya hingga akhir hayat. Karena meski hamba akan menjadi orang tua tunggal, hamba akan melakukan yang terbaik. Hamba akan melakukan semuanya untuk kebahagiaannya,” batin Amel. Tertatih ia melewati pintu mobil kemudi. Ia melangkah agak membungkuk demi mempertahankan janinnya yang seolah sudah ada di pangkal perut. Tas di pundak kanannya ia dekap erat guna meredam rasa nyeri dan benar-benar sakit di pangkal perutnya yang terasa sangat kuat di setiap ia melangkah.
Malaikat tak berdosa di rahim Amel seolah memberontak keluar, tapi susah payah Amel menahan, tak mengizinkan di tengah kesibukannya memohon kesempatan kepada Sang Pemilik Kehidupan, jauh di lubuk hatinya. Mengamati sekitar di tengah air mata yang akhirnya jatuh membasahi pipi mewakili suasana hatinya saat ini, Amel yang sangat mengkhawatirkan nasib janinnya, memohon belas kasih kepada orang yang ia jumpai.
“T-tolong, ... tolong antar saya ke rumah sakit ibu dan anak terdekat karena saya pendarahan. Sakit ....” Amel tersedu pilu. Tak terbayang olehnya, ia akan ada di titik sekarang walau hanya ada di mimpi. Padahal, Amel ikhlas mundur membiarkan Jemmy bahagia dengan Tianka. Namun, kenapa janin tak berdosa dalam rahimnya juga malah ingin meninggalkannya?
Petugas kebersihan atau yang lebih akrab disebut pasukan oren, bergegas membantu, memanggilkan Amel taksi dan sampai mendampinginya hingga rumah sakit ibu dan anak terdekat.
“Mamah sayang banget ke kamu, Nak. Mamah mohon, bertahanlah terlebih Mamah hanya punya kamu. Kamu alasan Mamah bertahan. Kamu alasan Mamah kuat sampai sekarang,” batin Amel sungguh memohon untuk keselamatan janin di dalam rahimnya yang ia takutkan benar-benar akan meninggalkannya akibat pendarahan yang ia alami. Padahal di rumah, di kamarnya dan Jemmy, pria yang di mata hukum masih resmi berstatus sebagai suaminya itu tengah membiarkan Tianka memeluknya dengan leluasa. Tianka memeluk Jemmy penuh kemanjaan, dari belakang. Layaknya biasa, wanita bertubuh langsing yang memiliki gunungan berukuran besar di dada itu tak segan menghampiri Jemmy ke kamar.
“Akhirnya ... makasih banyak, yah, Jem, kamu sudah buktiin janji kamu. Makasih banyak karena kamu sudah memilih aku,” ucap Tianka sembari mengendus dalam, aroma punggung Jemmy.
Raut wajah Jemmy masih tidak menentu. Pria itu berangsur menoleh hanya untuk menatap Tianka yang memang ada di belakangnya. “Aku mau siap-siap, mau ganti baju dulu,” ucapnya mengulas senyum, mencoba memberi Tianka pengertian. Namun jujur, kepergian Amel membuatnya merasa ada yang kurang. Seolah ada kepingan hatinya yang hilang, terlepas dari rasa sakit yang juga terasa kuat jauh di lubuk hatinya.
“Bentar, ih ... masih kangen. Ganti bajunya bentar lagi saja. Kamu kan tahu, aku selalu kangen kamu meski kita lagi bareng. Atau kalau enggak biar aku saja yang gantiin baju kamu?” Menahan senyum dan juga memasang wajah menggoda nan agresif andalannya, Tianka langsung mengubah keadaan, menguasai Jemmy dan malah menarik handuk yang masih melilit tubuh bagian bawah pria itu.
Handuk tersebut terjatuh asal ke lantai, layaknya jantung Jemmy yang seolah mengalami hal serupa akibat ulah Tianka. Ada gejolak kuat dari diri Jemmy sebagai laki-laki normal yang tentunya tidak bisa menolak apa yang Tianka lakukan.
“Enggak apa-apakan, kita ‘lakukan’ sekarang? Toh, sebentar lagi kita menikah, dan mamah kamu juga sudah pengin banget gendong anak kita?” manja Tianka. Tanpa memastikan ulahnya yang telah membuang asal handuk pembungkus tubuh bagian bawah Jemmy, ia merapatkan jarak mereka di tengah tatapannya yang terus lurus beradu dengan kedua mata Jemmy. Bisa ia pastikan, tak beda dengannya, pria di hadapannya juga sangat menginginkannya. Pria itu sudah berulang kali menelan ludah, membuat jakunnya naik turun secara teratur.
“Apa pun, ... demi kamu, aku pasti akan melakukan semuanya tanpa syarat, Jem!” lanjut Tianka yang kali ini berbisik menggoda dan sengaja menjilatt telinga kanan Jemmy. Tubuh Jemmy bak disengat arus listrik karenanya, menegang dan benar-benar tak tahan. Jauh di lubuk hatinya, Jemmy bersumpah dirinya akan tunduk kepada Tianka asal detik ini juga wanita itu memuaskannya. Benar saja, dalam sekali sentakan, Tianka berhasil membuat bibir mereka bertautan yang mana Jemmy juga langsung membalasnya dengan hasrat yang begitu liar.
“Luar biasa kamu Jem!” lirih Tianka. Andai kamu lihat ini, Mel. Nangis darah kamu! Makasih banyak, ya ... makasih banyak karena kamu sudah sadar diri dan mengembalikan semua yang seharusnya aku miliki dari dulu! Batin Tianka merasa menang dengan apa yang ia dapatkan. Bahkan meski Jemmy sampai membanting tubuhnya ke ranjang, di tengah napas mereka yang sama-sama memburu dan juga tatapan mereka yang terus beradu. Tianka malah bahagia karena kenyataan tersebut menegaskan, Jemmy sudah sangat menginginkannya.
Sisi lain Jemmy memang mengingatkan, ia telah melukai Amel sangat dalam yang mana apa yang akan ia lakukan kepada Tianka tak kurang satu jam dari kepergian Amel, akan membuat luka Amel makin menggunung andai wanita itu tahu. Namun sebagai laki-laki normal terlebih ia juga mencintai Tianka, Jemmy sungguh tidak kuasa menolak. Bahkan meski sempat berpikir untuk memperbaiki hubungannya dan Amel, Jemmy sungguh urung dan berniat baru akan melakukannya setelah ia menuntaskan hasratnya dengan Tianka. Lihatlah, betapa Tianka sangat menggoda ketika jemari lentiknya dengan sengaja membuat kedua kakinya agak berjarak dan menarik dalaman hitam dari sana kemudian melemparkannya kepadanya.
“Ayo miliki aku. Tubuh dan hidupku milikmu!” bisik Tianka.
Ketika Jemmy dan Tianka asyik memadu cinta panas mereka penuh gelora hingga dunia seolah hanya milik mereka karena Jemmy pun sama sekali tidak ingat kepada Amel terlebih rasa bersalahnya kepada wanita itu, di tempat berbeda dan penuh kekhawatiran sekaligus ketegangan, Amel tersedu-sedu memohon kepada dokter kandungan yang tengah memiliki.
“Mamah jangan stres, ya ... ayo rileks ... Mamah kuat, baby sayang Mamah, baby butuh Mamah yang bahagia. Mamah harus terus semangat,” ucap wanita berparas ayu yang juga memiliki kulit sangat putih tersebut. Ia tengah memastikan pembukaan pada rahim Amel. Wanita yang terus menangis memohon pertolongan kepadanya itu, dalam keadaan berbaring, sedangkan kedua kakinya ia pandu untuk tetap menempati posisi lekukan ranjang rawat khusus yang Amel tempati.
“Saya mohon, Dok ... saya mohon tolong bantu saya. Tolong lakukan apa pun asal janin saya baik-baik saja, Dok.” Amel tersedu-sedu. Sebelumnya, ia belum pernah setakut sekarang. Ia juga belum pernah memohon layaknya pengemis layaknya sekarang.
“Lakukan apa pun, Dok. Saya mohon.”
“Mamah ada nomor suami yang bisa kami hubungi agar Mamah merasa lebih baik?” tanya sang dokter yang sedari awal menangani Amel, sudah didampingi oleh seorang asisten.
Membahas suami, Amel malah makin terpuruk Amel seolah terempas ke titik nadir dan ia menggeleng.
“Mah, ... dukungan suami sangat membantu untuk proses ini. Demi janin kalian, ... Baby sungguh ingin disayang sama papah mamahnya. Karena dukungan suami juga akan membuat Mamah makin rileks. Mamah akan makin merasa dihargai.” Sang dokter makin serius membujuk, tapi kenyataan tersebut malah membuat Amel tersedu-sedu tak karuan.
Dukungan suami? Dia bahkan sengaja bermain api dan membuatku ada di titik ini, batin Amel merasa hancur tak berupa jika harus memikirkan nasib hubungannya dan Jemmy, hingga menjadikan calon anak mereka sebagai korban.
Meski pada akhirnya pihak rumah sakit menghubungi nomor ponsel Jemmy, tapi tak ada satu pun telepon yang direspons. Padahal, pihak rumah sakit tak hanya menghubungi dengan telepon rumah sakit, tapi juga nomor ponsel sang dokter dan tentu saja, nomor ponsel Amel. Sebab di dalam kamarnya, Jemmy sedang dimabukkan oleh cinta dan hasratnya kepada Tianka. Pergulatan panas dua insan yang sedang menuntaskan hasratnya itu masih berlangsung, meski ranjang yang mereka gunakan sudah tak karuan dan sangat berantakan. Terus begitu hingga mereka lelah dan seolah sudah tidak ada tenaga yang tersisa. Yang mana, tanpa membersihkan tubuh lebih dulu setelah pertempuran panas mereka, baik Jemmy terlebih Tianka yang menjadi sangat manja dan tak mau sedikit pun ditinggal Jemmy walau hanya geser, memilih untuk tidur. Sambil terus berpelukan, Jemmy meraih selimut yang sebagiannya terjatuh ke lantai untuk menyelimuti tubuh mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!