NovelToon NovelToon

Mengejar Butiran Tasbih Cinta-Nya

Bab 1 - Menyentuh Hatinya

"Usiamu suda 30 tahun, kami ingin menimang cucu darimu, Ameer."

Ameer hanya bisa meringis mendengar keluhan sang ibu untuk yang ke sekian kalinya.

 "Ummi, bukannya aku tidak mau menikah. Tapi jodohnya belum datang," kilah Ameer kemudian ia menyuapkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Saat ini, Ameer dan kedua orang tuanya sedang sarapan bersama seperti biasa sementara kedua saudara Ameer yang bernama Shafa dan Marwa sudah menikah dan tinggal bersama suami mereka.

"Laki-laki itu tidak bisa hanya menunggu jodoh datang, Ameer, kamu harus ada usaha untuk menemukannya," ujar Abi Zaid.

"Aku sedang berusaha," sahut Ameer.

"Sudah menemukannya? Atau kamu punya wanita idaman tertentu?" tanya sang ibu penasaran.

"Sebenarnya belum," jawab Ameer yang lagi-lagi cengengesan, membuat ibunya itu berdecak kesal.

"Bagaimana dengan Hana?" Pupil mata Ameer langsung melebar saat sang ayah menyebutkan nama adik sepupunya itu.

"Dia ... masyaallah, wanita yang baik," tukas Ameer dengan jujur.

"Kau mau kalau kami menjodohkan dengannya?" tanya sang ibu lagi, kali ini ia menatap Ameer penuh harap. "Tidak perlu dijawab sekarang, kau bisa memikirkannya terlebih dahulu."

Ameer berpikir sejenak, rasanya setiap pria pasti mengidamkan Hana sebagai seorang istri. Adik sepupunya itu bukan hanya cantik, tetapi ia juga seorang penghafal Qur'an bahkan pernah memenangkan lomba menghafal Al-Qur'an di tingkat nasional.

"Aku akan memikirkannya," sahut Ameer kemudian. "Sekarang aku harus pergi." Pria itu meneguk air minumnya, setelah itu mencium tangan kedua orang tuanya bergantian.

"Jangan lupa nanti sore ada kajian, Ameer," seru sang Ibu mengingatkan putranya itu.

"Iya, Ummi, Insyaallah aku akan mengisi kajian."

...🦋...

"Aku dengar Abi mau menjodohkanmu dengan Ustaz Ameer, kamu mau, Hana?"

Hana Karimah, wanita yang baru saja pulang dari pesantren itu hanya bisa tertawa kecil saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Riana, kaka perempuannya.

"Kalau aku sih terserah Abi saja, Mbak," kata Hana. "Aku sudah memutuskan akan menikah sama siapapun yang abi pilih."

"Isssh, baktimu memang tidak perlu diragukan lagi," kata Riana.

"Bukan begitu," bantah Hana. "Aku ini perempuan, ngga punya teman lelaki jadi nggak bisa memutuskan menginginkan siapa sebagai suamiku. Perjuanganku hanya lewat do'a dan jika Abi membawa seorang pria untukku, maka mungkin itu jawaban dari do'a ku," tukas Hana panjang lebar.

"Lalu bagaimana dengan Ameer? Apa dia sesuai dengan isi doamu?" goda Riana yang langsung membuat wajah Hana merona. "Nggak usah dijawab, raut wajahmu sudah mengatakan semuanya." Riana  tertawa. "Aku akan memberi tahu Abi, biar pernikahan kalian segera dilaksanakan."

"Mbak Riana, jangan!" cegah Hana tetapi sudah terlambat, kakaknya itu sudah meluncur keluar dari kamarnya sambil berteriak memanggil ayah mereka.

...🦋...

Selain menjadi seorang Ustaz di madrasah sang ayah, Ameer juga pemilik Ar-Raihan Tour & Travel. Agent Travel khusus jemaah Haji dan Umrah yang ia kelola bersama temannya- Rizal.

Usaha ini baru berjalan selama 3 tahun dan sejauh ini semuanya berjalan dengan lancar.

Saat hari sudah siang dan memasuki waktu shalat Dzuhur, seperti biasa Ameer akan menghentikan aktivitasnya untuk memenuhi panggilan Rabb-nya itu.

Setelah selesai shalat, Ameer dan Rizal pergi ke restoran yang tak jauh dari masjid untuk makan siang.

"Aku pesan nasi dan ayam panggang, minumnya air putih saja," ujar Ameer pada sang pelayan.

"Aku mau ayam panggang satu, bebek panggang satu dan minumnya jus jeruk," tukas Rizal yang membuat Ameer terkekeh. Temannya ini memang makan lebih banyak darinya.

"Baik, Pak, pesanannya akan segera kami proses," ujar sang pelayan.

"Restorannya cukup ramai," kata Rizal. Ameer pun menatap ke sekelilingnya dan restoran itu memang lebih ramai dari sebelumnya.

Pandangan Ameer terhenti pada seorang wanita yang duduk di pojok, wanita itu menatap keluar jendela dengan tatapan dengan kosong.

Hingga tiba-tiba ada wanita lain yang datang menepuk pundaknya. Wanita itu tersenyum sekilas, senyum yang tak sampai ke matanya.

Wanita itu menikmati hidangan makan siangnya dalam diam. Raut wajahnya tampak datar.

"Siapa wanita itu?" gumam Ameer dalam hati, entah kenapa ia tak bisa berhenti memandangi wanita itu hingga tiba-tiba wanita tersebut juga menatapnya.

Selama beberapa saat keduanya saling pandang hingga akhirnya wanita itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan temannya.

Ameer merasa wanita itu pergi karena dirinya, karena ia terus memandangi wanita itu.

"Pesanan Anda, Tuan!" seorang pelayan datang membawa pesanan Ameer dan Rizal.

"Kamu makan duluan, aku mau pergi sebentar," ujar Ameer kemudian ia bergegas mengejar wanita yang tadi.

Ameer menemukan wanita itu di parkiran. "Tunggu!" teriak Ameer menghentikan wanita itu yang hendak masuk ke mobilnya.

Wanita itu tampak terkejut melihat kedatangan Ameer, apalagi pria itu kini berjalan mendekatinya.

"Apa kau pergi karena aku?" tanya Ameer tanpa basa-basi. "kamu belum selesai makan, tapi kamu pergi. Apa karena aku terus memandangimu? Aku juga tidak tahu kenapa aku tidak bisa berhenti memandangimu," tukas Ameer panjang lebar dengan jujur.

"Ya, kamu membuatku tidak nyaman," jawab wanita itu dengan dingin kemudian ia masuk ke dalam mobilnya. Ameer hanya terdiam di tempat, entah kenapa kini jantungnya berdebar kencang.

"Ya Tuhan, ada apa denganku? Kenapa tatapannya seperti menyentuh hatiku?"

...🦋...

Bab 2 - Bertemu Lagi

Ameer tak bisa melupakan wanita yang ia temui di restoran, tatapan dingin wanita itu terus muncul dalam benaknya.

Setiap kali mengingat wanita itu, jantung Ameer berdetak lebih cepat dari biasanya dan hal seperti ini tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Ameer?"

Ameer tersentak saat mendengar suara ketukan pintu. "Ameer, sudah sore, sudah waktunya mengisi kajian!"

"Iya, Ummi, sebentar lagi aku ke sana," sahut Ameer. Ia segera mengambil peci dan kitabnya kemudian bergegas keluar dari kamar.

"Lama sekali, kamu sedang sibuk?" tanya sang ibu.

"Tidak, hanya sedikit lelah tadi," ujar Ameer.

Keduanya pun bergegas ke musholla, tempat yang dijadikan perkumpulan jemaah untuk mengkaji kitab tertentu di setiap minggunya.

Di kajian itu, Ameer bertemu dengan Hana. Keduanya saling sapa seperti biasa. "Kamu baru pulang dari pesantren, bagaimana kalau kamu yang mengisi kajian?" saran Ameer yang tentu saja langsung ditolak oleh Hana.

"Tidak mau, aku malu," kata Hana.

"Malu kenapa? Kamu hanya perlu membagi pengetahuan kamu, bukankah itu sebuah kewajiban?" kekeh Ameer.

"Aku tahu, hanya saja ...." Hana menatap para jemaah yang lain. "Aku merasa belum pantas," cicitnya.

"Ya Allah, Hana, kamu sudah sangat pantas melakukannya." Ameer menyodorkan kitab Safinah Al-Najah. "Sekarang bab zakat, gampang, kan?"

"Terima saja, Dek," seru Riana sambil mengedipkan matanya.

"Ayolah, setelah ini kita bisa berbagi tugas," bujuk Ameer.

"Baiklah." Akhirnya Hana mengalah, membuat Riana dan Ameer merasa senang. "Tolong tegur aku jika ada penjelasan ku yang salah," pinta Hana.

"Pasti," jawab Ameer setelah itu ia memberikan pengumuman bahwa adik sepupunya yang akan mengisi kajian. Hal itu rupanya membuat orang-orang merasa senang, terutama Ibu Ameer.

"Mereka sangat cocok jadi pasangan," bisik salah satu jemaah pengajian.

"Benar, mereka sepupu tapi mereka pasti sangat cocok jadi suami istri," bisik yang lain.

Ameer memberikan isyarat pada adik sepupunya itu memulai materi, dan Hana pun melakukannya dengan baik.

Seperti biasa, saat kajian berlangsung semua jemaah mendengarkan dengan baik. Penjelasan Hana pun tampak ringan dan mudah dipahami. Bahkan Ameer merasa takjub dengan kepandaian Hana.

Sang Ibu yang melihat itu semakin yakin untuk menjodohkan Ameer dengan Hana.

...🦋...

"Meizia? Kau tidak bekerja?"

Wanita yang dipanggil Meizia itu mendongak, menatap temannya yang kini masuk ke kamar.

"Aku sedang halangan," jawab Meizia singkat kemudian ia kembali menunduk, membaca buku yang ia pegang.

"Oh, kalau begitu kau mau ikut aku? Mami Lala memintaku berbelanja, ini sangat banyak."

Teman Meizia yang bernama Jenny itu menunjukan catatan belanjaannya yang memang cukup banyak.

"Astaga, bukannya baru beberapa hari yang lalu dia berbelanja?" keluh Meizia.

"Dia bilang semua barang sudah habis, kita pergi sekarang?" tanya Jenny.

Meizia melirik jam dinding kamarnya, sudah jam 8 malam. "Ayo!"

...🦋...

"Aku sedang di supermarket, Ummi, sebentar lagi pulang," kata Ameer pada sang ibu yang sedang berbicara dengannya di telfon.

"Sekalian beli tepung sama mentega, Ameer. Di rumah persediaan sudah habis."

"Iya, Ummi, sudah dulu, ya. Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam, hati-hati pulangnya."

"Baik, Ummi."

Ameer menghela napas lesu saat melihat antrian di kasir, padahal dia mampir ke supermarket ini hanya untuk membeli minuman karena tadi ia haus. Dan sekarang ia harus membeli tepung juga mentega.

Mau tak mau, Ameer keluar dari barisan antrian. Saat Ameer hendak mengambil tepung, tiba-tiba ada orang lain yang juga mengambil tepung yang sama.

"Maaf," ucap Ameer sambil menoleh, ia terkejut saat melihat wanita itu adalah ....

"Kamu?" gumam Ameer, dia adalah wanita yang di restoran.

"Tidak apa-apa," ucap wanita itu dengan dingin sambil mengambil tepungnya, Ameer mengernyit saat melihat bekas sayatan di pergelangan tangan kanan wanita itu.

"Meizia, sudah ambil tepungnya?"

Meizia mengangguk setelah itu ia pergi dari hadapan Ameer. "Kenapa aku bertemu dengannya lagi?" gumam Meizia yang juga tampak terkejut.

"Meizia?" panggil Ameer yang seketika membuat langkah Meizia terhenti.

Ameer tersenyum senang karena ternyata benar nama wanita itu Meizia, ia pun menghampiri Meizia. "Tadi siang kita bertemu, kau ingat?" tanya Ameer.

"Aku lupa," jawab Meizia yang membuat Ameer melongo.

"Tapi__"

Meizia segera menghampiri Jenny tanpa mau mendengarkan ucapan Ameer.

"Kita pergi dari sini," bisik Meizia sambil meletakkan keranjang belanjaannya di lantai.

"Tapi belanjaan kita?" kata Jenny.

"Kita belanja di tempat lain."

Meizia menarik paksa Jenny keluar dari tempat tersebut, sementara Ameer tak bisa lagi mengejar karena kedua wanita itu sudah masuk ke dalam mobil mereka.

"Kenapa dia seperti menghindari ku?" gumam Ameer bingung. "Dan bekas luka apa di tangannya?"

Sementara di sisi lain, kini Meizia melajukan mobilnya ke toko lain. "Pria itu siapa?" tanya Jenny.

"Ustaz Ameer," jawab Meizia.

"Aku tidak tahu," ucap Jenny sambil tertawa kecil. "Di mana kalian saling mengenal?"

"Kami tidak saling mengenal, aku hanya tahu namanya karena dia ... dia Ustaz."

Kening Jenny berkerut, tak mengerti dengan apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Meizia.

"Kamu menghadiri kajian?" cicit Jenny akhirnya.

"Tidak, hanya pernah mendengar namanya di media sosial. Orang-orang mengaguminya, dia Ustaz muda yang tampan dan ...." Meizia menggantung ucapannya, mengingat kembali pertemuannya dengan Ameer. "Dan suci," lirihnya.

"Ah, manusia suci itu tidak ada. Mereka hanya sok suci."

...🦋...

Saat pulang ke rumah, Ameer dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Hana yang katanya datang untuk membicarakan perjodohan Ameer dan Hana.

Hal itu tentu saja membuat Ameer terkejut karena ia masih tidak bisa menjawab tawaran itu.

"Bagaimana, Ameer? Kamu pasti sudah memikirkannya," kata Abi Thohir, ayah Hana.

"Ameer, kamu mau 'kan kalau dijodohkan dengan Hana?" desak ibundanya.

Ameer masih terdiam dan ia teringat dengan Meizia, Ameer merasa telah jatuh cinta pada wanita itu.

"Kamu belum memiliki wanita impianmu, kan?" tanya Abi Thohir lagi.

"Sebenarnya aku ... aku sudah menemukannya, Om," jawab Ameer. "Dan itu bukan Hana, maafkan aku."

...🦋...

Bab 3 - Ingin Mendekat

"Sebenarnya Abi sedikit kecewa dengan penolakan Ameer, tapi kita tidak bisa memaksakan keinginan kita pada orang lain."

Hana hanya mengangguk mengerti saat mendengar penjelasan sang Ayah tentang penolakan Ameer, meski sebenarnya Hana merasa sedikit kecewa dan sedih karena ia sudah berharap Ameer mau menerima perjodohan ini.

"Tidak usah sedih." Riana menghibur sang adik sambil tersenyum. "Mungkin kalian serasi di mata kami, tapi kalau tidak serasi di mata Allah ya kita harus pasrah."

"Aku mengerti, Mbak," sahut Hana yang mencoba menahan kesedihannya. "Aku ke kamar dulu."

"Jangan sedih, Nak," seru sang Ayah. "Abi yakin Tuhan sudah menyiapkan jodoh yang terbaik untukmu begitu juga untuk Ameer."

"Aamiin."

...🦋...

Ameer menceritakan tentang Meizia pada kedua orang tuanya, meski tampaknya sang ibu tak suka saat Ameer mengatakan Meizia tak memakai hijab. Namun, mereka mencoba percaya pada pilihan Ameer.

"Kapan kami bisa menemui orang tuanya?" tanya Abi Zaid.

"Em ...." Ameer menggaruk kepalanya. "Sebenarnya aku belum benar-benar mengenal Meizia, kami cuma bertemu dua kali jadi kita tidak mungkin bisa menemui orang tuanya," papar Ameer yang membuat kedua orang tuanya langsung menghela napas lesu.

"Astagfirullah, Nak," gumam sang Ibu. "Jadi kamu menolak Hana hanya karena gadis yang cuma kamu temui dua kali?"

"Maafkan aku, Ummi, entah kenapa aku merasa sangat tertarik dengannya. Aku merasakan debaran tidak biasa di jantungku," ungkap Ameer dengan jujur.

"Jangan sampai kau mau menikahinya hanya karena dia cantik atau menarik di matamu, Ameer, pilihlah wanita sesuai yang dianjurkan dalam keyakinan kita," tukas Abi Zaid mengingatkan.

"Insyaallah, Bi."

...🦋...

Keesokan harinya, Ameer dan Rizal kembali ke restoran tempat ia pertama kali melihat Meizia. Bahkan, Ameer meminta diperlihatkan rekaman cctv agar ia bisa mencari Meizia.

"Kamu jatuh cinta, Ameer?" ejek Rizal sambil terkekeh.

"Aku ingin menikahinya," ujar Ameer yang membuat Rizal langsung menganga lebar.

Saat ini kedua pria itu sedang berada di ruang control restoran tersebut. "Nah , ini dia!" seru Ameer saat melihat Meizia dari rekaman cctv.

"Aku ingin fotonya," ujar Ameer.

"Pak, video yang ini live," kata pria yang membantu Ameer.

"Maksudnya?" tanya Ameer tak mengerti.

"Ini bukan rekaman, Pak."

Seketika pupil mata Ameer melebar saat menyadari apa yang dimaksud pria itu.

"Apa artinya Meizia memang di restoran ini sekarang?"

"Benar, Pak, dan kalau saya tidak salah ... wanita ini memang sering ke sini."

"Alhamdulillah, ya Allah. Mungkin ini yang namanya jodoh tidak akan kemana."

Rizal hanya terkekeh mendengar apa yang dikatakan oleh Ameer, tampaknya pria itu sungguh jatuh cinta sekarang, pikir Rizal.

Ameer langung menghampiri Meizia saat gadis itu baru saja duduk di kursinya.

"Kamu?" pekik Meizia yang terkejut melihat kedatangan Ameer.

"Hai, Assalamu'alaikum," sapa Ameer dengan senyum ramah.

"Apa ada keperluan penting?" tanya Meizia dengan dingin.

"Aku ingin mengenalmu lebih dekat," kata Ameer sambil duduk di depan Meizia.

"Aku tidak tertarik," balas Meizia yang membuat Ameer cukup terkejut, tak menyangka dengan respon Meizia.

"Aku sudah bercerita tentangmu pada orang tuaku," tukas Ameer dan kini Meizia yang melotot terkejut. "Aku bilang pada mereka bahwa aku sudah menemukan wanita idamanku, jadi mereka ingin mengenalmu."

Meizia tercengang, ia mencoba mencerna apa yang sebenarnya dimaksud oleh Ameer.

"Aku rasa kamu m4buk," celetuk Meizia sekenanya.

"Astagfirullah, aku tidak mungkin m4buk," bantah Ameer. "Aku tidak pernah menyentuh kh4mr sedikitpun," imbuhnya.

"Lalu apa yang kamu katakan? Aku tidak mengerti." .

"Aku menyukaimu."

Deg

Jantung Meizia langsung berdegup kencang, bahkan ia menahan napas.

"Aku terus memikirkanmu sepanjang waktu, jadi aku ingin mengenalmu lebih mendekat."

Meizia mendengarkan dalam diam.

"Ini kali pertama aku merasa tertarik pada seorang wanita, jadi aku memutuskan untuk mempersuntingmu jika kau masih sendiri."

Meizia melotot terkejut, bahkan ia merasa semua ini hanya mimpi.

Seorang Ustaz datang melamarnya?

"Aku tidak tertarik," kata Meizia kemudian ia beranjak pergi dari sana.

Ameer mengikutinya tetapi gadis itu langsung menegurnya. "Jangan mengikutiku, Ustaz Ameer! Aku tidak tertarik dengan penawaranmu."

"Kamu tahu namaku?" tanya Ameer dengan kening berkerut, seingatnya ia tidak pernah memperkenalkan diri.

"Aku sering melihatmu di media sosial, jadi aku tahu," jawab Meizia dengan jujur.

"Berarti kau mengenalku, jadi sekarang aku mohon izinkan aku juga mengenalmu, Meizia."

Meizia menghela napas berat, ia menatap Ameer dengan tajam kemudian berkata, "Aku tidak tertarik dipinang olehmu, jadi aku mohon berhenti mengikutiku atau aku akan berteriak."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Meizia langsung berjalan cepat menuju mobilnya, meninggalkan Ameer hanya bisa menghela napas berat.

Kini, ia tak hanya tertarik pada Meizia tapi ia juga penasaran. Wanita itu terlihat misterius, tertutup dan seolah ingin terus menghindar.

"Berikan petunjuk-Mu, ya Allah, jika dia jodohkan maka bawalah dia padaku."

...🦋...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!