Di hari Minggu yang cerah, secerah hati seorang gadis.
"🎶Oh, masih adakah cinta yang abadi. Menyatukan dua hati saling isi daun pun menari alam bersaksi seindah musim cherry..."
Banida Afshari atau sering di panggil Nida itu sedang mendendangkan lagu di dalam kamarnya sambil memotong kuku-kuku tangannya. Gadis sederhana yang berusia 23 tahun itu berpredikat sebagai jomblo. Bukan karena ia tidak laku tapi Nida menunggu pangeran impiannya untuk menjadi kekasihnya.
"Nida.. anterin kue ini ke rumahnya Bu Jaya." Terdengar suara teriakan sang ibu dari arah dapur.
"Iya Bu, bentar." Sahut Nida berteriak juga.
"Hehe, bakal ketemu sama Mas Davin nih, asyik.." Riangnya dan langsung bergegas merapikan penampilannya di depan kaca rias supaya terlihat semakin cantik di mata sang pujaan hati nanti.
Laki-laki yang ia sebut tadi adalah salah satu pemuda tampan nan kaya yang ada di kampungnya. Namun sayang sikapnya dingin dan juga cuek, bukan hanya kepadanya saja tapi ke semua wanita meski begitu Nida tetap cinta dan tidak mau pindah ke lain hati.
"Ini Nak, sekarang kamu antar ke sana." Titah sang ibu saat Nida menghampirinya di dapur mengambil kue yang akan ia bawa ke rumah pangeran impiannya itu.
"Uangnya sudah Bu?" Tanya Nida sambil melihat isi di dalamnya.
Bu Ami, ibunya Nida salah satu pembuat kue yang ada di kampung itu.
"Sudah, kemarin langsung di kasih sama Bu Jaya." Jawab Bu Ami.
"Oh, Oke deh, Nida pergi dulu ya Bu. Assalamu'alaikum." Pamitnya.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Ami.
Dengan senyum mekarnya Nida mengendarai sepeda mini miliknya pergi ke rumah Bu Jaya. Tak henti-hentinya ia bersenandung ria di sepanjang jalan.
"Semoga saja dia ada di rumah." Harapnya, karena jika Davin di rumah Nida punya kesempatan untuk curi-curi pandang, haha.
Begitu sampai di rumah Bu Jaya rumah yang paling megah sendiri diantara rumah lainnya, Nida langsung memakirkan sepeda mininya di bawah pohon mangga.
"Wah, dia di rumah ternyata. Rezeki anak Sholehah nih, hehe." Ucapnya dengan mata berbinar melihat Davin sedang menemani keponakannya bermain di teras rumah.
"Assalamu'alaikum." Ucap Nida.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Davin sambil mendongak.
"Bu Jaya-nya ada Mas?" Tanya Nida dengan menampilakan senyum termanisnya sambil menahan debaran jantungnya yang berdetak kencang saat Davin menatapnya.
"Ada di dalam." Jawab Davin dingin.
"Mama.." Tiba-tiba, entah mengapa dan bagaimana balita berumur dua tahun itu memanggil dirinya Mama sambil memeluk kedua lututnya.
"Eh.." Nida terkesiap begitu juga dengan Davin yang langsung kaget. Ponakannya ini sangat susah bila di dekati orang lain tapi dengan Nida, kenapa langsung memanggil Mama, pikir Davin bingung.
"Mama, endong." Si imut Kayla merentangkan kedua tangannya kepada Nida.
Nida yang memang suka sekali dengan anak kecil tentu saja tidak menolak, ia pun menggendong Kayla.
"Hehe.. Mama." Si imut Kayla tertawa, menyandarkan kepalanya ke bahu Nida.
"Lucu banget sih kamu." Nida mencium pipi bulat Kayla sambil mencubit gemas.
Namun juga terselip rasa iba, di usia yang baru satu tahun Kayla harus menjadi yatim piatu. Satu tahun yang lalu orangtua Kayla mengalami kecelakaan motor hingga kejadian naas itu merenggut kedua orangtua Kayla di tempat kejadian. Beruntung waktu itu Kayla tidak ikut serta. Papa Kayla adalah kakak kandung Davin.
Davin yang melihat keponakannya menempel dengan Nida menjadi tidak suka. Davin tahu kalau selama ini Nida menyukai dirinya bahkan berharap untuk menjadi kekasihnya. Davin mengetahui hal ini juga karena tidak sengaja pernah menguping pembicaraan Nida dan Nabila, sahabat Nida di sebuah taman saat Davin akan menjemput sang ibu dan ponakannya itu. Namun Nida tidak menyadari kehadiran Davin.
"Kayla sini sama Om." Davin mengambil alih Kayla dari gendongan Nida namun Kayla menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya di leher Nida.
"Ndak au, au Mama." Jawab Kayla.
"Tapi dia bukan Mama kamu sayang." Ucap Davin dengan bujukan.
"Biarkan saja Mas, lagian saya juga tidak keberatan." Ujar Nida.
"Tapi saya yang keberatan." Jawab Davin semakin dingin.
"Apa maksudnya, aku juga nggak akan gigit Kayla." Batin Nida bingung.
"Ayo sayang sama Om, Kakaknya mau pulang." Davin meraih paksa tubuh Kayla. Juga untuk mengusir Nida supaya tidak berlama-lama di rumahnya.
"Ndak au.." Kayla merengek dan hendak menangis.
Bu Jaya yang mendengar suara cucunya merengek langsung keluar.
"Kayla kenapa nangis, Vin?" Tanyanya.
"Eh, ada Nida. Pasti nganterin kue ibu ya?" Tebak Bu Jaya karena memang sudah menunggu kue pesanannya itu.
"Iya, Bu." Jawab Nida dengan sopan sambil mengulurkan sekotak kue itu ke tangan Bu Jaya.
Bu Jaya pun menerimanya namun terheran karena Kayla begitu lengket di gendongan Nida.
"Emm, Kayla.. sama Om lagi ya. Kakak mau pulang." Ucap Nida lembut. Dia jadi sungkan kepada Bu Jaya karena sudah lancang menggendong cucunya.
"Danan Mama.. Danan pulan, cini aja." Rengek Kayla lagi yang tadinya sudah diam.
"Mama?" Gumam Bu Jaya sambil menoleh ke arah sang putra meminta penjelasan.
"Kayla merasa Nida adalah Mamanya, Bu." Jawab Davin dengan helaan nafas.
Davin juga merasa kasihan dengan Kayla, ponakannya yang kurang beruntung. Tiap malam selalu saja memanggil nama Mama-Papanya. Mungkin dalam tidurnya Kayla selalu di datangi oleh kedua kakaknya itu.
"Nida, kamu di rumah repot tidak, kalo tidak di sini dulu ya. Temani Kayla bermain." Pinta Bu Jaya.
Walau Kayla selalu mendapat kasih sayang yang berlimpah dari mereka.Tapi tetap saja kehadiran sosok ibu sangat Kayla butuhkan. Bu Jaya yang melihatnya pun hatinya menjadi sakit. Cucunya seperti menginginkan sosok ibu yang selalu ada untuk menemani hari-harinya.
"Tidak Bu. Kebetulan waktu saya juga luang." Jawab Nida.
"Ya sudah kita mainnya di dalam ya, ayo masuk." Ajak Bu Jaya kepada Nida.
"Vin, mainannya Kayla kamu yang bawa." Lanjut Bu Jaya.
Dengan menggendong Kayla, Nida mengekori Bu Jaya masuk ke dalam, mereka menuju ruang tengah.
"Nah, sekarang Kayla duduk di sini, Kakak akan menemani Kayla bermain sampai puas!" Ucap Nida seraya mendudukkan Kayla di karpet bulu. Tak lama Davin menghampiri mereka dengan memberikan boneka ke Kayla.
"Ini Sayang." Ucap Davin lalu duduk di depan Nida membuat Nida benar-benar gugup di tatap Davin seperti itu. Padahal tadi dia semangat sekali bila bertemu laki-laki tampan itu tapi karena Davin yang tidak bersahabat dengannya membuat Nida menjadi canggung.
Davin menatap datar dan juga penuh intimidasi. Kehadiran Nida ke rumahnya benar-benar mengganggunya saat ini.
"Mas Davin, apa kabar?" Tanya Nida untuk menghilangkan kecanggungan nya.
"Hmm, baik." Jawab Davin singkat dan tetap dengan nada dingin.
"Mama, ini nama na beal." Kayla menunjukkan boneka berwarna coklat kepada Nida dengan suara cadelnya.
"Hmm, beal nya bagus ya." Puji Nida meski ia ingin sekali tertawa karena namanya lucu.
"Maksudnya Kayla bear, BERUANG." Sahut Davin dengan menekan ucapannya.
"Oh..." Nida membulatkan mulutnya dengan tersenyum kaku. Pasti Davin menganggapnya payah karena tidak mengerti dengan bahasa cadelnya Kayla. Apalagi boneka yang Kayla tunjukkan tidak mirip dengan boneka beruang.
.
.
Bersambung...
.
"Ini, ibu buatkan kamu minum." Bu Jaya menyuguhkan jus jeruk untuk Nida dan juga Davin.
"Jadi merepotkan Bu." Ucap Nida membuat Bu Jaya hanya tersenyum lalu duduk di sebelah cucunya yang nampak gembira sembari mengelus lembut rambut Kayla.
"Kayla senang di temani sama Kak Nida?" Tanya wanita paruh baya itu.
Batita imut itu hanya mengangguk-angguk membuat kuciran rambutnya ikutan bergoyang kemudian duduk di pangkuan Nida, memeluk perempuan itu sangat erat.
Davin yang melihatnya geleng-geleng kepala. Jika Kayla seperti itu, tandanya Kayla sudah ngantuk dan minta di puk-puk punggungnya.
"Cucu Nenek udah ngantuk ya?" Tanya Bu Jaya.
"Iya." Jawab Kayla yang hampir tidak terdengar karena menenggelamkan kepalanya ke dada Nida membuat perempuan itu kegelian.
"Puk-puk Ma." Pinta Kayla seraya mendongakkan kepalanya dengan mata sayunya. Membuat Nida menjadi bingung, apanya yang di puk-puk?
"Tepuk punggungnya." Ucap Davin menyadari kebingungan Nida. Nida langsung menepuk-nepuk lembut punggung kecil itu.
Kalau di lihat-lihat mereka seperti ibu dan anak bagi yang tidak menyadarinya.
"Biasanya Kayla tidak seperti ini." Ujar Bu Jaya kepada Nida.
"Mungkin Kayla sangat merindukan Mamanya, Bu." Jawab Nida.
"Iya, dia sering sekali mengigau kalau lagi tidur." Ucap Bu Jaya dengan nada sendunya. Bu Jaya juga merindukan anak sulungnya serta menantunya. Mengapa mereka cepat sekali meninggalkan Kayla yang masih membutuhkan kasih sayang.
"Bu, sudah jangan diingat lagi." Ucap Davin.
Bukan apa-apa tapi Davin takut sang ibu semakin sedih jika mengingat kecelakaan tragis itu. Hampir satu Minggu Bu Jaya selalu menangis dan itu berimbas pada Kayla karena tidak ada yang mengurus ponakannya itu selain dirinya, Ayah dan Bibi Dewi, adiknya Pak Jaya.
"Kamu tuh Vin, ibu kan cuma bicara aja." Ujar Bu Jaya.
Kayla sudah terlelap di pelukan Nida, bahkan balita itu tidak merasa terganggu dengan pembicaraan mereka.
"Sepertinya Kayla sudah nyenyak tidurnya." Ucap Nida karena merasakan peregangan tangan Kayla sudah mengendur di tubuhnya.
"Kemarikan." Davin berdiri dari duduknya untuk mengambil alih Kayla dari pelukan Nida.
Jantung Nida kembali berdebar, kali ini benar-benar berdisko ria saat Davin sangat dekat dengannya apalagi harum parfum yang Davin pakai membuat Nida semakin tak karuan.
"Duh jantungku.. semoga dia tidak mendengarnya. Mas Davin, kenapa kamu selalu membuat hatiku berdebar-debar seperti ini." Batin Nida seraya memejamkan kedua matanya. Benar-benar tidak bisa diajak kompromi jantungnya itu.
"Ehm.." Lenguh Kayla saat tubuhnya diangkat Davin. Tiba-tiba batita imut itu membuka kedua matanya.
"Mama.." Rengeknya menarik kerudung Nida hingga tubuh Nida ikut ke tarik dan wajahnya condong ke wajah Davin yang tengah menunduk itu.
"Eh..." Nida mengerjapkan matanya berkali-kali setelah bersirobok dengan mata tajamnya Davin. Waktu serasa berhenti baginya, hingga rengekan Kayla menyadarkan nya.
"Mama.. hiks.." Kayla kembali merentangkan tangannya kepada Nida, hingga dengan terpaksa Davin memberikan sang ponakan pada perempuan yang tidak dia sukai itu. Davin hanya bisa menghela nafasnya.
"Oh, cup.. cup.. cup..sudah jangan nangis, Kakak di sini kok." Nida menenangkan Kayla dan itu semua tak luput dari perhatian Bu Jaya yang hanya diam saja sedari tadi.
"Arum, Doni.. putri kalian sepertinya sangat menyukai Nida. Lihat lah, sudah anteng gitu tidurnya tapi saat di gendong Davin Kayla kembali bangun." Batin Bu Jaya.
Rupanya Kayla tidak mau jauh-jauh barang sedikitpun dari Nida, gadis yang ia anggap sebagai Mamanya.
"Assalamu'alaikum." Tiba-tiba dua orang pemuda masuk begitu saja ke rumahnya Davin. Tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya Davin.
"Wa'alaikumsalam." Sahut Davin, Nida dan Bu Jaya berbarengan.
"Hai, bro." Deni dan Fahmi menyapa Davin. Mereka juga menyalimi tangan Bu Jaya.
"Sehat Bu?" Tanya Fahmi.
"Alhamdulillah, selalu sehat. Duduklah kalian, ibu buatkan minum kalau gitu." Jawab Bu Jaya sambil beranjak.
"Tau aja Bu, kalau kami udah haus." Ucap Deni membuat Davin dan Fahmi geleng-geleng kepala.
"Memang kalian dari mana?" Tanya Davin menolehkan kepalanya ke Deni.
"Noh, ngantar Fahmi ke toko baju." Jawab Deni sambil menunjuk Fahmi dengan dagunya.
"Tumben ke toko baju minta dianterin segala. Biasanya Fahmi berangkat sendiri." Heran Davin.
Sementara orang yang menjadi perbincangan tidak mendengar karena sibuk memandangi gadis yang saat ini duduk di depannya sambil memeluk Kayla. Fahmi senyum-senyum sendiri melihat Nida yang berhasil mencuri hatinya. Namun Fahmi belum mampu mengatakannya, menunggu di hari yang pas.
"Dia membeli baju untuk cewek, sebuah gamis." Bisik Deni agar tidak di dengar Fahmi.
"Fahmi sudah punya pacar?" Tanya Davin, sepertinya dia ketinggalan berita penting.
"Belum, tapi nanti katanya dia mau nembak tuh cewek pas tuh cewek ulang tahun." Bisik Deni lagi. Davin pun manggut-manggut.
"Siapa cewek yang beruntung itu?" Ujar Davin penasaran.
"Gue juga nggak tahu. Tadi pas gue tanya dia cuma bilang, entar Lo bakal tahu sendiri siapa cewek itu." Jawab Deni sambil menirukan gaya omongan Fahmi kala di toko baju tadi.
"Kamu kok di sini juga Nid?" Akhirnya setelah beberapa detik puas memandangi wajah Nida, Fahmi memutuskan untuk bertanya.
Nida yang tadinya pura-pura ngotak-ngatik ponsel karena hanya ada dia saja yang perempuan seketika mendongak begitu Fahmi mengajaknya bicara.
"Iya Kak tadi Nida ngantar kue. Eh, pas mau pulang nggak dibolehin sama Kayla." Jawab Nida disertai kekehan kecil membuat Davin dan Deni langsung menoleh, menghentikan bisik-bisik tetangganya.
"Manis." Gumam Fahmi pelan, mengagumi senyuman Nida yang mampu menggetarkan dadanya.
"Eh, baru sadar gue kalo Nida ada di sini." Sahut Deni.
"Mata Lo tadi Lo kemana'in." Timpal Fahmi.
Dari tadi apa yang Deni lihat. Ada makhluk manis duduk di hadapannya tapi sampai tidak sadar.
"Terbang ke Qatar." Sewot Deni, membuat Nida menahan tawanya supaya tidak menyembur keluar.
"Udah lama Nid, Lo ada di sini?" Tanya Deni basa-basi, meninggalkan kekesalannya sejenak pada Fahmi.
"Lumayan Kak." Jawab Nida.
"Gue lihat-lihat Lo makin cantik aja." Goda Deni membuat Davin yang meminum jus jeruknya sontak tersedak.
Nida yang mendapat godaan dari Deni hanya tersenyum saja sebab Nida nggak bakalan terpengaruh dengan bualan Deni.
"Uhuk.. uhuk..."
"Hati-hati Mas minumnya." Sahut Nida penuh perhatian.
"Eh, gue yang nggoda Nida kenapa Lo yang tersedak?" Heran Deni pada Davin.
"Gue tersedak bukan karena Lo." Sanggah Davin dengan nada dinginnya.
"Oh, kirain." Ucap Deni manggut-manggut.
"Kirain apa?" Tanya Davin dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Kirain Lo cemburu, haha.." Jawab Deni terbahak.
"Buat apa juga gue cemburu." Ucap Davin datar, menatap Nida tajam yang pastinya senang sekali kalau dia cemburui gara-gara Deni menggombalinya.
Nida hanya bisa menundukkan kepalanya. Ada rasa sakit mendengar kalimat Davin.
.
.
Bersambung... tetap dukung Author ya😊🙏
.
.
.
.
Karena cukup lama juga Nida di rumahnya Bu Jaya. Nida memutuskan untuk pamit pulang setelah menidurkan Kayla di kamar bocah itu.
"Terima kasih banyak ya Nak, ibu jadi merepotkan." Ucap Bu Jaya mengelus lengan Nida.
"Sama-sama Bu Jaya, saya juga senang bisa main dengan Kayla, anaknya lucu." Jawab Nida tersenyum.
Jika boleh, Nida ingin sekali setiap hari Minggu menemani Kayla bermain agar bisa selalu memandangi wajah tampannya Davin. Namun itu cuma angan-angan Nida saja. Karena sepertinya Davin tidak suka dengan kehadirannya.
"Saya permisi ya Bu, Assalamu'alaikum." Pamit Nida seraya mencium tangan wanita paruh baya itu.
"Iya, Wa'alaikumsalam." Balas Bu Jaya lalu mengantar Nida keluar dari kamar Kayla.
Di ruang tengah, Davin dan kedua sahabatnya yaitu Deni dan Fahmi masih tengah berbincang. Davin melirik sekilas ke arah Nida yang melangkah keluar untuk pergi dari rumahnya. Fahmi juga sama dia juga melirik ke arah Nida.
"Nid.." Panggil Fahmi, seketika Nida menghentikan langkah kakinya lalu memutar badannya ke arah suara itu berada.
"Ya Kak." Jawab Nida.
"Kamu mau pulang?" Tanya Fahmi dan Nida hanya menganggukkan kepalanya seraya melirik Davin yang membuang muka saat tahu di lirik dirinya.
"Kita bareng saja, kebetulan aku juga mau pulang." Ucap Fahmi bangkit dari duduknya.
"Heh, terus gue pulang dengan siapa kalau Lo bareng Nida. Lo mau ninggalin gue, gitu." Kesal Deni, mendongak menatap Fahmi.
"Aku bawa sepeda kok Kak." Jawab Nida. Untuk apa juga Fahmi mau pulang bersamanya.
"Tidak apa-apa kalau kamu bawa sepeda. Aku bisa pelan-pelan bawa motorku." Fahmi masih kekeuh dengan keinginannya dan mengabaikan kekesalan Deni.
Davin menaikkan sebelah alisnya, ia bisa menangkap binar kebahagiaan di mata Fahmi begitu menatap Nida. Tatapan mata Fahmi ke Nida juga mengandung alasan lain yang langsung bisa Davin simpulkan. Davin juga seorang pria, ia cukup paham tentang rasa suka dengan seseorang meski ia sendiri tidak punya kekasih.
"Ck, Lo beneran tega sama gue, ada Nida aja Lo langsung lupain gue." Ujar Deni yang langsung berdiri dari duduknya diikuti Davin juga.
Davin menepuk bahu Fahmi.
"Kamu mau ngikutin dia sampai rumahnya?" Tanya Davin tanpa menyebut nama Nida.
"Nggak, cuma di perempatan jalan aja." Jawab Fahmi membuat Davin tersenyum miring. Segitunya sahabatnya ini untuk bisa berduaan dengan Nida yang sialnya mencintainya.
"Kok gue jadi curiga ya? Apa jangan-jangan cewek yang Lo suka itu, N--" Seketika mulut Deni langsung dibungkam oleh Fahmi.
"Apaan sih Lo, Fah." Deni melepaskan tangan Fahmi yang seenaknya membekap mulutnya.
Nida yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.
"Aku balik dulu Kak." Nida akhirnya meninggalkan mereka yang terus-terusan berdebat.
"Ck, gara-gara Lo nih." Kesal Fahmi lalu mengejar Nida tanpa pamit sama Davin.
"Nid, tunggu." Teriak Fahmi.
"Fiks, berarti Nida nih yang disukai Fahmi. Kenapa gue baru sadar ya?" Ucap Deni melihat Fahmi yang berlari mengejar Nida.
Davin hanya diam saja sambil menatap ke arah mereka.
"Jadi nggak sabar gue, nunggu Fahmi nyatakan cinta ke Nida. Kira-kira bakal di terima nggak ya?" Deni terkekeh sambil membayangkan di mana Fahmi akan mengungkapkan perasaan hatinya di hari ulang tahun gadis itu nanti.
"Aku tidak yakin Nida akan nerima Fahmi." Ucap Davin tiba-tiba, seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
Membuat Deni menolehkan kepalanya sambil berkerut kening.
"Kenapa Lo berkata seperti itu?" Tanya Deni.
.
.
Bersambung ...
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!