NovelToon NovelToon

Pesona Duren, Ayah Temanku

Bab 1

Di hari Senin yang cerah ini, di kelas IPA sebuah SMA di kota Jakarta.

Seperti biasa, hari Senin adalah hari yang selalu membuat orang tidak bersemangat karena setelah weekend biasanya semua orang termasuk aku justru tampak kelelahan.

Aku Fanya, seorang siswa kelas sebelas di SMA harapan bangsa. Setiap hari Senin, aku pasti akan sangat mengantuk bahkan kadang tertidur di kelas. Seperti saat ini, saat sedang jam pelajaran. Sialnya, aku tertidur saat guru yang mengajar merupakan guru yang paling galak di sekolah ini.

"Fanya!! Sudah berapa kali Ibu bilang, kau tidak boleh tidur di kelas! Libur dua hari apa tidak cukup untukmu!" marah Bu Dina padaku yang ketahuan tidur di kelas. Ini bukan yang pertama, aku sudah sering mendapat teguran seperti ini. Aku sudah biasa diteriaki dan ditertawakan oleh teman-teman sekelasku.

"Dia kan sibuk lembur, Bu. Hahaha ...." Ejekan itu juga sudah biasa aku dengar.

"Diam!! Ibu tidak meminta kalian berbicara." Bu Dina memarahi mereka yang menertawakan ku.

"Fanya! Nanti pulang sekolah kau bersihkan toilet sebelum pulang. Kau mengerti!" perintah Bu Dina sambil membenarkan kacamatanya.

"Mengerti Bu." Hukuman juga sudah biasa aku terima, membersihkan toilet,, menyapu lapangan, membereskan buku-buku di perpustakaan, membersihkan gudang. Itu adalah hukuman yang biasa aku terima saat aku ketahuan tertidur di kelas.

"Fanya, kau kenapa tertidur lagi. Padahal tadi aku sudah membangunkanmu. Tidak apa-apa, kau jangan sedih. Nanti aku akan membantumu membersihkan toilet," ucap teman yang duduk di sebelahku. Dia adalah Lila, gadis baik, cantik dan selalu membantuku saat aku terkena masalah. Dia sering disebut sebagai bunganya sekolah ini, dia kaya dan populer tentu saja sangat pantas menyandang gelar itu.

Lila dan aku bagai langit dan bumi tapi kami berteman cukup baik. Aku nyaman berteman dengannya walaupun pada awalnya aku cukup penyendiri di sekolah. Tapi Lila, bisa membuatku nyaman dengan kepolosannya.

Waktu pulang sekolah pun tiba. Saat teman-teman yang lain sudah berkemas dan meninggalkan sekolah, aku malah berada di sini. Di toilet sekolah yang baunya cukup menyengat indra penciumanku. Tapi aku tidak terganggu karena sudah biasa. Aku mulai membersihkan lantai toilet satu persatu. Menggosoknya dengan cukup keras.

"Fanya! Buka pintunya! Ini aku."

Suara seseorang yang aku kenal menggedor pintu toilet dengan cukup keras. Itu pasti Lila. Tadi aku sengaja pergi lebih dulu agar dia tidak perlu membantuku. Pekerjaan seperti ini sama sekali tidak pantas untuk dia yang lahir dengan sendok emas. Padahal aku sudah sering memintanya untuk berteman saja dengan yang lain tapi Lila tetap mau berteman denganku.

Aku membuka pintu, dan benar adanya. Lila sudah berdiri di depan pintu depan berkacak pinggang. Aku tau dia pasti mau mengomel.

"Fanya, kenapa kau meninggalkanku! Minggir, aku sudah bersiap mau membantu." Dia menunjukkan tangannya yang sudah menggunakan sarung tangan dan kakinya juga sudah menggunakan sepatu boots. Aku tidak tau dia mendapatkan itu semua dari mana. Aku tertawa kecil melihat dia.

"Kenapa kau tertawa! Aku sedang kesal tau!"

"Hehehe maaf, sebaiknya kamu tunggu saja di luar. Aku sebentar lagi selesai," kataku.

"Hah, cepat sekali. Aku bahkan belum membantu."

"Sudah aku bilang, nona muda seperti kamu itu nggak pantas melakukan pekerjaan seperti ini. Sudah-sudah, kamu tunggu saja di luar ok."

"Ehh tunggu! Fanya ... aku juga mau bantu."

Bab 2

Setelah membersihkan toilet sekolah aku di paksa ikut ke rumah Lila, padahal aku sudah bilang kalau lain kali saja tapi karena aku sudah berjanji akan ke rumahnya jadi aku tidak bisa menolak. Sebenarnya sudah lama Lila mengajakku ke rumahnya tapi aku selalu saja memiliki alasan untuk menolak. Seperti kali ini, pakaianku bahkan sudah sangat kotor dan bau tapi dia memaksa.

"Ini pake bajuku, ukuran kita seperti sama kan. Nanti kalau nggak pas, coba yang lain." Lila meminjamkan aku baju.

"Tapi, Lil. Apa nggak apa-apa aku pakai bajumu? Ini pasti baju mahal, aku takut merusaknya." Sudah pasti barang-barang milik Lila pasti mahal. Dia hampir tidak pernah menggunakan barang palsu atau yang tidak bermerek seperti aku.

"Ya ampun, Nya. Nggak perlu cemas seperti itu. Itu baju untuk kamu kalau pas, jadi nggak usah pikirin kalau rusak karena itu sudah jadi milik kamu."

"Lil ... mana mungkin aku bisa menerimanya. Nggak bisa , Lila." Aku mengembalikan baju itu.

"Trus kamu mau pakai seragam itu terus, itu sudah sangat basah. Nanti kamu sakit lohh. Sudah sana pakai saja."

Mau tak mau aku pun memakai pakaian milik Lila. Ya, tidak mungkin juga aku tetap menggunakan seragam ku yang sudah kotor dan bau ini. Bisa-bisa aku mengotori rumah Lila.

Ngomong-ngomong soal rumah Lila, rumah dia seperti istana. Sangat besar sekali, aku benar-benar takjub saat baru memasuki rumah ini. Aku yang hanya orang biasa bisa memasuki rumah sebagus ini tentu saja senang. Aku tau Lila anak orang kaya tapi tidak pernah menyangka kalau akan sekaya ini. Pantas saja anak-anak di sekolah banyak sekali yang mau berteman dengannya.

Kami mengerjakan PR bersama setelah makan siang di lantai bawah. Di kamar Lila yang sangat luas ini. Sungguh sangat nyaman jika bisa tinggal di rumah sebagus itu. Bermimpi saja aku tidak berani, hihi.

"Waahh akhirnya selesai juga, kamu itu memang hebat Fanya. Padahal kamu kerjaannya kalau di kelas tidur tapi bisa pintar seperti ini. Aku kagum sama kamu. Aku yang memperhatikan saja masih ada yang nggak ngerti. Thanks ya, akhirnya aku paham juga soal-soal yang biasanya bikin aku pusing. Coba kalau setiap hari kita belajar bersama, pasti aku cepat pintar seperti kamu."

"Kamu bisa aja, Lil. Aku juga cuma ngerti sedikit Kok. Dasarnya kamu sudah pintar jadi pas aku kasih tau kamu langsung ngerti," kataku memuji.

Mungkin hanya ini satu-satunya kelebihanku, mempunyai otak yang sedikit pintar dibandingkan dengan yang lain. Seperti kata Lila tadi. Itu karena aku selalu menyempatkan diri untuk belajar di manapun dan kapanpun. Aku sadar, kalau aku bisa sekolah karena beasiswa jadi demi bisa mempertahankan beasiswaku. Aku rela mempertaruhkan waktu untuk belajar meskipun aku juga harus bekerja.

"Eh, ayo dimakan cemilannya, jus nya juga. Enak lohh itu buatan Bibi. Ayo dicoba Nya, jangan dianggurin nanti dimakan lalat," ujar Lila.

"Iya, nanti juga aku makan. Mana lagi yang nggak kamu ngerti, biar aku ajarin sekalian."

"Ini nomor Sepuluh, sama lima belas ..."

Aku pun mengajari Lila sebisaku. Aku tidak pernah pelit ilmu, jika ada yang bertanya tentu saja aku akan membantu mereka.

"Ehh ada suara mobil, Papahku pasti pulang. Nanti aku kenalin sama Papahku ya. Tapi kamu harus janji jangan sampai naksir sama Papahku," kata Lila. Entah itu serius atau bercanda tapi aku rasa itu cuma bercanda, mana mungkin kan aku menyukai pria yang jauh lebih tua dariku.

Bab 3

Setelah tugas sekolah selesai kami lanjut dengan nonton drama. Sebenarnya aku sudah mau pulang tapi Lila mencegahku pulang. Aku sudah ijin dengan ibuku juga.

"Oh ya, apa aku boleh tanya sesuatu padamu Malika?" ucap Lila padaku saat kami sedang menonton drama.

"Kenapa Lil, tanya saja." Aku tidak mengalihkan pandanganku pada layar laptop. Kebetulan drama yang sedang kami tonton adalah drama favoritku yang bercerita tentang seorang gadis biasa yang menikah dengan seorang pangeran. Aku jadi selalu berandai-andai, andai aku bisa seperti dia. Sayangnya itu hanya ada di dalam drama. Dalam dunia nyata mana mungkin ada pria kaya dan punya segalanya mau dengan perempuan biasa sepertiku.

"Itu Sebenarnya, kamu kenapa kalau di kelas suka sekali tidur. Bahkan setelah weekend. Apa kau tidak tidur semalaman sampai hampir setiap hari tertidur di kelas?" tanya Lila.

"Bukankah sudah aku bilang kalau aku kerja, aku harus bekerja keras untuk keluargaku." Aku menjawabnya sambil tersenyum santai. Aku tidak pernah malu meski harus bekerja sambil sekolah.

"Aku kagum padamu, Fanya. Walaupun sambil bekerja tapi kamu juga pintar dalam pelajaran. Aku yang punya banyak waktu belajar saja nggak pintar seperti kamu."

Kami lanjut nonton sampai seseorang mengetuk pintu kamar Lila.

"Sebentar aku buka dulu." Lila membuka pintu. Sementara aku masih di kasur menonton drama.

"Hai Pah ...."

Aku mendengar Lila memanggil papahnya, mungkin itu ayahnya yang datang. Apa aku perlu pergi menyapa. Tapi nanti saja lah, tunggu Lila memanggilku. Benar, kan. Tak lama Lila memanggilku untuk mendekat.

"Fanya, sini deh. Aku kenalkan sama Papahku," panggil Lila.

Aku segera mendekat tapi kemudian aku sangat terkejut melihat sosok laki-laki yang berdiri di hadapanku.

"Pah, ini temanku namanya Fanya. Fanya, ini Papahku."

Aku tersenyum canggung menyapa pria itu. Aku tidak bermimpi kan bertemu dengan pria itu lagi. Dan yang mengejutkan, pria itu adalah ayah dari teman baikku sendiri. Kenapa dunia ini rasanya sangat sempit.

"Selamat malam Om," sapaku ramah.

Aku perhatikan Papahnya Lila juga sepertinya terkejut melihatku ada di rumahnya. Tapi dia masih seperti pertama kali kita bertemu, dingin dan acuh.

"Pah, kenapa diam aja," kata Lila pada papahnya.

"Hah, ya sudah kalian lanjutkan saja. Turunlah saat makan malam nanti. Lila, ikut Papah sebentar." Pria itu berbalik begitu saja tanpa memberikan senyum untuk membalas sapaan ku.

"Maafkan Papahku ya, Fanya. Dia memang dingin seperti kulkas kalau pada orang yang belum dia kenal tapi sebenarnya dia baik kok. Hihihi ...."

"Iya, Lil. Aku nggak apa-apa kok."

Lila pergi menyusul papahnya, cukup lama dia pergi. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Apa mungkin pria itu akan melarang Lila berteman denganku. Aku tidak peduli kalau memang dia melarangku berteman dengan anaknya. Bukan aku yang minta Lila untuk berteman denganku. Dia sendiri yang mau. Ah sudahlah, tidak penting juga memikirkan hal itu. Lebih baik aku pulang sebelum di usir dari sini.

Aku sudah membereskan tas dan bukuku tapi kemudian Lila kembali ke kamar.

"Lohh Fanya! Kamu mau kemana? Kenapa sudah bersiap-siap?"

"Ohh ini, aku harus pulang Lil. Sudah malam, takutnya aku nggak dapat bus," kataku memberi alasan.

"Taruh tas nya, Nya. Kita kan belum makan malam. Kau boleh pulang setelah makan malam nanti. Biar supirku yang mengantarmu."

"Ehh nggak perlu Lil. Aku bisa pulang sendiri sekarang ya. Kita bertemu lagi besok, ok. Oh iya, nanti baju kamu aku laundry dulu sebelum dibalikin."

"Kau sudah aku bilang kalau baju itu buat kamu, Ika. Pokoknya kamu harus makan malam dulu, ayo. Papahku sudah menunggu di bawah."

"Tapi Lil, aku sebenarnya nggak enak pada Papahmu. Aku pulang aja ya." Aku memohon pada Lila agar aku bisa pulang.

Bagaimana bisa aku makan di meja yang sama dengan mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!