Sepasang anak kembar laki-perempuan sedang berdiri di samping mobil Lexus LS 500, terparkir di pinggiran alun-alun kota Lubuk Pakam. Sepasang anak kembar laki-perempuan bernama Azka dan Anna, umur 5 tahun.
Azka dan Anna berdiri di belakang wanita muda, sedang berdiri membelakangi mereka, karena wanita muda itu sedang mengambil perlengkapan cemilan untuk anak kembarnya di dalam mobil.
“Mami-mami, atu dan Abang pergi duluan ke dalam, ya?” tanya Anna, tangannya menarik pinggiran baju wanita di sebut Mami.
“Jangan sayang, entar kalau kalian di culik gimana?” tanya Mami tersebut masih sibuk mengambil cemilan, dan memasukkannya ke dalam tas kantong.
“Mami tenang saja, ada Azka yang akan mengawal Anna,” sambung Azka dengan wajah datarnya menyakinkan Maminya.
“Baiklah, sebentar lagi Mami juga akan siap. Kalian jangan lari-lari, ya!” teriak Mami saat melihat Azka dan Anna sudah berlari masuk ke dalam lapangan.
“Iya, kami tunggu Mami di bangku,” teriak Azka dan Anna serentak, mereka berdua juga sudah berlari masuk ke dalam alun-alun.
Wanita itu berbalik badan, kedua tangannya menjinjing kantong berisi makanan buat anak kembarnya. Wanita muda di sebut Mami membuka kaca matanya, dan ternyata wanita muda tersebut adalah Aulia.
Azka dan Anna sedang berlari kecil ke tengah-tengah lapangan. Mereka juga sesekali berhenti saat melihat ada beberapa pemuda berlari kecil mengelilingi lapangan alun-alun. Namun, ada pemandangan membuat Azka, dan Anna bingung. Dimana semua pendatang duduk membawa keluarga, pacar, dan mereka juga saling bahagia. Tapi, Azka dan Anna melihat ada seorang pria dewasa sedang duduk, dengan tertunduk murung.
“Dek, kita ke sana yuk,” ajak Azka.
“Tapi, Mami biyang kita tidak boleh jauh-jauh. A-adek ndak mau ke cana, akh!” tolak Anna mengingat pesan Aulia.
“Adek tenang saja,” Azka memegang dadanya, “Ada Abang yang akan menjaga adek. Mari kita singgahi sebentar Paman yang sedang murung di sana. Siapa tahu dia butuh pertolongan,” sambung Azka mengajak Anna untuk mendekati pria dewasa sedang duduk di bangku, sudut lapangan.
Azka dan Anna berlari kecil mendekati pria dewasa sedang duduk di bangku sudut lapangan.
Meski Azka masih berumur 5 tahun, tapi sikap, tingkah, dan cara pengucapannya sudah sangat jelas, seperti seorang pria dewasa. Sikap Azka seperti itu, karena Azka melihat Aulia membesarkan mereka seorang diri, dan Azka ingin cepat-cepat menjadi pria dewasa untuk melindungi Aulia, dan Anna, adik nya.
Azka dan Anna sudah berdiri di hadapan pria dewasa masih tertunduk murung.
“Paman jelek, dan orang dewasa yang penuh dengan tekanan hidup. Kenapa wajah kau sangat murung? Apa kau murung karena sedang memikirkan hutang?” tanya Azka dengan nada datar.
Mendengar perkataan kasar dari Azka, Anna langsung menarik lengan Azka. Dan menegur Azka, “Kata Mami, kita tidak boyeh berkata kasar kepada orang yang lebih dewasa. Abang Azka, cekalang kamu harus minta maaf cama Om jeyek ini!” omel Anna.
Pria dewasa di panggil Paman, dan Om jelek, mengangkat wajahnya, dan menatap wajah Azka dan Anna. Ingin rasanya ia marah kepada Azka dan Anna. Namun, hatinya mendadak luluh saat melihat tatapan dari Anna, mengingatkan dirinya akan wanita ia cintai 6 tahun lalu.
Pria dewasa tersebut menggenggam masing-masing tangan Azka, dan Anna. Sudut bibirnya tersenyum tipis, seperti sedang merencanakan sesuatu.
“Om jeyek, kenapa pegang tangan kami seperti ini? cakit tahu!” keluh Anna. Kedua matanya mulai berkaca-kaca saat memandang senyum pria dewasa terlihat sangat menyeramkan.
“Hei, lepaskan tangan adikku. Kau belum tahu siapa Mami kami. Jika Mami tahu kau telah menyakiti kami, maka kau akan habis!” ancam Azka dengan wajah dingin, sebelah tangannya berusaha melepaskan genggaman tangan pria dewasa tersebut dari pergelangan tangan Anna. Tapi pria dewasa tidak mau melepaskannya.
“Aku akan memaafkan, dan melepaskan kalian. Asal kalian kasih tahu dimana Mami kalian. Gimana?” tanya pria dewasa memberikan syarat.
“Paman yang jelek tidak boleh bertemu dengan Mami. Karena Mami hanya boleh bertemu dengan Papi, yang katanya akan menjemput kami di kota ini!” tegas Azka.
Pria dewasa itu terkejut, perlahan ia melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Azka, dan Anna. Ia mengingat jika wanita ia cintai ( Istrinya ) 5 tahun lalu, dengan kondisi mengandung anak kembarnya pernah kabur. Tapi tidak tahu dimana keberadaannya sekarang. Pria dewasa itu hanya mendapatkan informasi, jika wanita, sekaligus istri ia cintai sekarang sudah melahirkan anak lelaki-perempuan, dan sekarang tinggal di kota Lubuk Pakam.
Apakah Azka dan Anna adalah anak dari Istrinya?
Saat pria dewasa sedang melamun memikirkan hal itu, terdengar suara wanita berteriak dari kejauhan. Suara begitu familiar, dan membuat jantungnya seketika ingin berhenti. Pria dewasa itu menoleh ke sisi kiri, betapa terkejutnya ia, saat melihat Istri tercinta, selama 5 tahun ia cari akhirnya bisa bertemu di tempat seperti ini.
“Hei…penculik kamu, ‘kan? Jangan kabur kamu!” teriak Aulia dari jarak 2 meter.
“Aulia,” gumam pria dewasa tersebut, yaitu Azzuri. Kedua matanya berkaca-kaca saat ia bisa melihat Aulia, dan anak kembarnya dengan keadaan selamat, dan sangat sehat.
“Apa Paman jelek ini mengenal Mami?” tanya Azka penuh selidik.
Azzuri menjongkok, “Anakku!” ucap Azzuri memeluk Azka dan Anna. Air mata kebahagian pun perlahan menetes di wajah tampannya.
Bug!bug!
“Lepaskan anak-anakku! Kenapa kamu memeluk mereka seperti itu. Apa kamu, pedofil?!” teriak Aulia, ia memukuli Azzuri dengan tas mahalnya.
“Mami, kata Om jeyek ini, kami adalah anak nya,” ucap Anna dengan wajah polosnya.
Aulia terkejut, ia langsung melepaskan pelukan Azzuri, dari Azka dan Anna, “Jangan sentuh anakku!” teriak Aulia, menjauhkan Azka dan Anna dari Azzuri.
Azzuri berdiri, ia mendekati Aulia, “Aulia, mereka juga anak-anakku. Sudah 5 tahun aku mencari keberadaan kamu, akhirnya aku bisa menemukan kamu, dan anak kita di sini,” ucap Azzuri merasa bahagia.
“Mami, apa Paman jelek ini adalah Papi yang akan menjemput kita?” tanya Azka, menengadah, menatap wajah bingung Aulia.
“Benar, aku adalah Papi kalian,” sambung Azzuri, ia jongkok di hadapan Azka, dan Anna.
Azka dan Anna melepaskan pelukan Aulia, dan berdiri menghadap Azzuri.
“Jika aku perhatikan Paman jelek ini memang sangat mirip denganku,” Azka mengulurkan tangannya, “Berikan aku sebuah bukti nyata jika Paman jelek ini adalah Papi kami!” sambung Azka terdengar dewasa.
“Baik, Papi akan tunjukkan bukti jika kalian adalah anak Papi,” sahut Azzuri, ia merogoh ponsel miliknya dari dalam saku celananya. Membuka galeri ponsel, dan menunjukkan beberapa hasil foto USG saat Azka dan Anna masih di dalam kandungan. Azzuri juga menunjukkan saat Aulia, dan Azzuri sedang berfoto di acara pertunangan tuan muda Alexdian.
Azka mengalihkan pandangannya ke Aulia, “Mami, apakah benar Paman jelek ini adalah Papi kami? Abang ingin mendengar jawaban yang jujur dari Mami!” tegas Azka.
“Iya, pria ini adalah Papi kalian,” sahut Aulia tidak bisa berbohong lagi di depan Azka dan Anna. Karena Aulia sudah mendidik anaknya untuk tidak belajar berbohong, dan menjadi anak baik.
“Apa benar, Om jeyek ini adalah Papi kami? Jika benar, Om jeyek ini sangat sempurna untuk Mami, daripada Om yang sering datang mengunjungi Mami,” sambung Anna polos, membuat Azzuri, dan Aulia terkejut.
...Bersambung...
Azzuri langsung berdiri saat mendengar ada seorang pria hadir di kehidupan Aulia.
“Siapa pria yang di sebut anak-anak?” tanya Azzuri datar.
Azka dan Anna menengadah, menatap heran ke wajah Aulia dan Azzuri terlihat dingin satu-sama lain. Tidak ingin melihat kedua orang tuanya berantem di pertemuan pertama, Anna menarik lengan baju Azka.
“Abang, sepertinya Mami dan Papi sedang belantem,” bisik Anna memberitahu Azka, sebenarnya Azka juga sudah lebih tahu.
“Tidak, orang dewasa memang seperti itu. Wajah mereka memang selalu ketat saat bertemu satu-sama lain,” sahut Azka berbohong, ia tidak ingin melihat Anna kuatir.
Anna menarik ujung baju kemeja Azzuri, “Om…Om jeyek, apa benar Papi atu, dan Abang Azka?” tanya Anna menyakinkan kenyataan bahwa hari ini Anna sudah bertemu dengan Papi sudah lama ia nantikan, dan hanya mendengar sekilas nama Azzuri dari cerita Aulia saja.
Azzuri jongkok di hadapan Azka dan Anna, “Benar, aku adalah Papi kalian berdua,” sahut Azzuri, masing-masing tangannya membelai lembut sebelah pipi Azka dan Anna.
Tidak suka melihat Azzuri membelai lembut pipi Azka dan Anna. Aulia berjalan mendekati Azzuri, menggenggam pergelangan tangan Azzuri. Membuat belaian Azzuri terhenti.
“Jauhkan tangan kotor kamu dari kulit anak-anakku,” bisik Aulia pelan di telinga Azzuri.
Azzuri langsung berdiri, ia menatap bingung wajah dingin Aulia, “Mereka juga anak-anakku. Dan kenapa kamu berkata seperti itu? seolah aku ini adalah pria yang jahat,” tanya Azzuri kesal.
“Kamu tidak sadar dengan semua perbuatan kamu 5 tahun lalu. Haa...!” ucap Aulia berteriak.
Mendengar teriakan Aulia, Anna langsung bersembunyi di balik tubuh Azka, kedua tangannya memeluk tubuh Azka dari belakang, terlihat tangan mungil menggenggam erat baju bagian depan Azka.
“Abang, adek takut,” ucap Anna pelan, menyembunyikan wajahnya di punggung Azka.
Tidak ingin melihat Anna ketakutan, Azka mendekati Aulia, dan Azzuri, “Papi, Mami. Tidak bisakah kalian berdua menunda perdebatan kalian saat di depan Anna?” tanya Azka datar.
Azzuri dan Aulia langsung menghentikan pertikaian mereka berdua. Melihat Anna bersembunyi di balik tubuh Azka, Aulia dan Azzuri bergegas mendekati Anna. Azzuri dan Aulia juga serentak memegang bahu Anna, membuat Anna terkejut, semakin mengeratkan pelukannya.
Azka memutar posisi berdirinya menghadap Anna, memeluk Anna dari depan, “Cup..cup. Adek jangan takut lagi. Mami sama Papi sebenarnya tidak marah, mereka hanya lagi latihan dialog saja,” ucap Azka menenangkan Anna.
“Benar sayang, maafkan Mami, ya. Mami tidak marah sama Papi kok,” sambung Aulia berbohong, Aulia memutar bola mata malasnya menatap wajah Azzuri, “Benarkan?” sambung Aulia memberi kode kepada Azzuri untuk mengiyakan perkataannya untuk membuat Anna percaya.
“Benar sayang,” ucap Azzuri lembut.
Anna melepaskan pelukannya, ia menatap wajah Aulia, dan Azzuri terlihat melempar senyum manis kepadanya.
“Papi, dan Mami tidak belantem lagi ‘kan?” tanya Anna, ia berjalan mendekati Aulia, mengambil sebelah tangan Aulia dan Azzuri, lalu membuat tangan Aulia dan Azzuri berpegangan. “Mami dan Papi harus berjanji kepada adek, kalau Mami dan Papi tidak boyeh belantem lagi. Mami dan Papi juga harus bercama untuk celamanya, agar adek dan abang Azka tidak di ejek teman-teman di lumah saat main,” ucap Anna terdengar pilu, membuat Aulia, dan Azzuri terkejut.
“Emang apa kata teman-teman Anna?” tanya Aulia penasaran.
Aulia tidak pernah mendengar keluhan putri-putra nya saat setelah mereka pulang bermain-main. Tapi, Aulia sering memperhatikan jika raut wajah Anna tampak selalu murung setelah pulang bermain.
Apa hal itu yang membuat Anna menjadi murung?
“Tidak cemua teman mengejek adek dan abang Azka, hanya beberapa teman aja. Meleka biyang kalau adek dan abang Azka adalah anak halam, kalena tidak pelnah melihat ada Papi bercama kami,” jelas Anna dengan pengucapan kalimat belum sempurna, nada suara sendu dan manja.
Aulia langsung memeluk Anna, “Maafkan Mami, ya,” ucap Aulia lembut. Hatinya terasa teriris saat mendengar keluhan putri nya selama ini ia tidak tahu. Membuat Aulia merasa menjadi Ibu tak becus.
“Dek, mari kita main ke sana,” ajak Azka ingin menghibur Anna.
“Kemana Bang?” tanya Anna, melepaskan diri dari pelukan Aulia.
Azka menggenggam pergelangan tangan Anna, “Kesana, mari kita lihat orang-orang bermain layangan di sana,” tunjuk Azka ke tengah lapangan, terlihat ada beberapa anak kecil bermain layang-layang bersama dengan Ayahnya.
“Hem,” angguk Anna, wajahnya sudah terlihat senang, tak sedih seperti tadi.
“Hati-hati ya, nak. Mami dan Papi menunggu kalian berdua di sini,” ucap Aulia.
“Iya,” sahut Azka.
Azka dan Anna berlari kecil mendekati lapangan, dan mereka berhenti di dekat Ayah dan anak sedang bermain layang-layang.
Melihat Azka, dan Anna berdiri di antara Ayah dan anak sedang bermain layang-layang. Azzuri berbalik badan, berjalan sedikit keluar dari lapangan alun-alun menuju warung di sebrang jalan alun-alun.
“Mau kemana dia?” gumam Aulia bertanya sendiri saat melihat Azzuri pergi terburu-buru tanpa menaiki mobil miliknya.
Menit berikutnya terlihat Azzuri berlari dari sebrang jalan, menuju pintu masuk lapangan alun-alun, sebelah tangannya memegang layang-layang, dan sebelahnya lagi terlihat memegang benang.
“Aulia, aku mau ajak Azka dan Anna bermain layang-layang dulu,” teriak Azzuri dari kejauhan berlari menuju tengah lapangan.
Aulia tidak menjawab, ia hanya diam, menatap kepergian Azzuri, kini sudah berhenti di dekat Anna dan Azka. Melihat Azzuri memasang benang ke layang-layang, Aulia mengambil ponsel miliknya berada di dalam sling bag mini miliknya, dan menekan nomor kontak ‘Venus’.
Tutt!!!
📞[ “Halo, nona muda. Ada yang bisa saya bantu?” ] tanya Venus setelah mengangkat panggilan telepon Aulia.
📞[ “Apa kamu yang memberitahu aku tinggal di kota Lubuk Pakam, kepada Azzuri?” ] tuduh Aulia datar.
📞[ “Ti-tidak, saya tidak tahu tentang itu nona muda. Saya hanya tahu jika tuan Azzuri memang terus mencari keberadaan nona muda, dan tuan, nona muda kecil. Sampai-sampai tuan Azzuri rela membayar mahal perusahaan satelit untuk melacak keberadaan nona, dan tuan, nona muda kecil.” ] sahut Venus sedikit gugup karena di tuduh Aulia.
📞[ “Huuftt…kalau gitu aku tutup panggilan teleponnya.” ] ucap Aulia langsung memutus panggilan teleponnya.
Aulia menyimpan kembali ponsel miliknya ke dalam sling bag, lalu ia kembali menatap Azzuri, Azka, dan Anna sedang asik membaur bermain layangan dengan pengunjung lainnya.
“Maafkan Mami sudah membuat kamu bersedih Anna. Mulai saat ini, Mami akan merubah diri Mami untuk menjadi Ibu yang lebih baik lagi. Mami pastikan, tidak ada hal kecil lagi yang akan Anna dan Azka simpan di dalam hati saat ada anak lain berkata kasar kepada kalian berdua,” gumam Aulia membuat tekad untuk dirinya sendiri.
“Mami…Mami…Mami halus kecini. Temani adek main dayang-dayang,” terdengar teriakan manja Anna, dan penyebutan kalimat masih belum sempurna dari tengah lapangan memanggil Aulia.
Mendengar teriakan dari gadis kecilnya, Aulia beranjak dari bangku, ia berjalan menuju tengah lapangan, dan berhenti di samping Anna.
“Layang-layang sayang, bukan dayang-dayang,” ucap Aulia membenarkan kalimat Anna, tangannya membelai puncak kepala Anna, “Mari kita kalahkan Abang, dan Papi,” sambung Aulia semangat, tangannya mengambil benang nilon dari tangan halus lembut Anna.
“Aulia, apa kamu bisa bermain?” tanya Azzuri seperti menantang.
“Sepele, aku sudah lama tinggal di sini. Dan satu lagi, dimana pikiran kamu saat membiarkan Anna memegang benang nilon sendirian. Apa kamu ingin membuat tangan halus putri ku terluka?!” omel Aulia.
“Mami, cudah jangan mayah-mayah. Mari kita kalahkan Abang dan Papi,” ucap Anna menghentikan omelan Aulia.
“Baik sayang!” sahut Aulia semangat.
Aulia, dan Azzuri memulai pertandingan adu ketinggian dan berapa lama bertahan layang-layang mereka bertahan di atas ketinggian, dan di himpit para pemain layang lainnya.
“Mami…Mami..” teriak Anna bersorak semangat buat Aulia.
“Papi..Papi..” teriak Azka ikut bersorak menyemangati Azzuri.
Melihat Azka ikut bersorak, Anna menatap sengit Azka, dan berkata, “Hem..atu yakin, Mami pasti menang.”
“Mana mungkin, seorang pria itu sangat kuat, dan Abang yakin, Papi lah pemenangnya nanti,” sahut Azka tidak mau kalah.
“Hem!” dengus kesal Anna dan Azka bersamaan. Membuat Azzuri tersenyum senang saat melihat anak kembarnya berantem.
...Bersambung ...
"Yeah…yee…kita menang,” teriak Aulia bersorak kegirangan saat layangan milik Azzuri tersambar burung, dan jatuh.
“Yea..Mami menang. Abang cama Papi kalah!” ejek Anna.
Melihat wajah murung Azka karena kalah, Azzuri jongkok, tangannya membelai puncak kepala Azzuri, “Maafkan Papi, ternyata tidak semua wanita bisa di kalahkan,” ucap Azzuri merasa bersalah karena sudah mematahkan semangat Azka untuk menang.
“Tidak masalah Papi, sekarang Azka tahu tidak semua pria tangguh, bisa mengalahkan wanita,” sahut Azka terdengar dewasa, Azka memutar arah pandangnya, melihat Anna, dan Aulia masih bermain layang-layang, “Melihat adek, dan Mami bisa tersenyum bahagia seperti ini saja, sudah membuat hatiku senang,” sambung Azka, bibirnya ikut tersenyum saat melihat Anna, kembarannya terus tersenyum, dan sesekali tertawa.
Perkataan Azka membuat Azzuri memiliki tanda tanya besar. Apakah selama 5 tahun ini Aulia, dan anak kembarnya selalu hidup di atas caci maki orang lain, karena Aulia melahirkan, dan membesarkan anak kembarnya tanpa dirinya?
Perkataan dari Anna dan Azka membuat hati Azzuri terasa teriris. Dan kenapa Aulia mendadak kabur ? Apa penyebabnya?
Lelah karena terus bermain layang-layang, Aulia menggulung benang. Selanjutnya Aulia menggenggam pergelangan tangan Azka, dan Anna.
“Abang Azka, dan adek Anna. Kita ‘kan sudah capek bermain, dan Mami juga tadi sudah membawa cemilan buat kita makan. Jadi gimana kalau kita berhenti bermain, istirahat dulu sambil memakan cemilan?” tanya Aulia lembut kepada Azka dan Anna.
“Baik Mami,” sahut Azka dan Anna serentak, Azka dan Anna juga mengeratkan genggaman tangan mereka di masing-masing genggaman tangan Aulia.
Azzuri merasa kagum melihat perubahan sikap Aulia saat setelah memiliki anak. Aulia, ia kenal dulu adalah gadis manja, keras kepala, dan ingin ini-itu harus segera di turuti. Tapi, setelah memiliki anak. Sikap Aulia berubah 180° derejat, menjadi wanita dewasa, keibuan, dan penuh dengan kesabaran. Membuat Azzuri ingin segera mengajak Aulia untuk hidup bersama, dan membangun rumah tangga di mulai dari nol.
Azzuri berjalan di belakang Aulia, Azka, dan Anna. Segaris senyum manis di wajah tampannya, menatap punggung Aulia, Azka, dan Anna, terlihat mereka seperti sedang bergurau.
‘Maafkan aku, Aulia. Aku adalah Suami yang tidak tahu malu, dan tidak berguna. Tidak tahu betapa banyak penderitaan, dan rasa lelah kamu saat mengurus Azka dan Anna dulu. Tapi, aku akan berjanji pada diriku sendiri, dan buat anak-anak kita. Aku akan berjanji, akan menebus semua yang pernah hilang dari kehidupan kamu. Aku janji!’ batin Azzuri penuh keyakinan.
Langkah kaki Aulia terhenti di bangku sudut lapangan alun-alun. Di susul Azka dan Anna terlihat susah payah memanjat bangku, karena bangkunya sedikit tinggi dari postur tubuh Azka dan Anna.
“Kenapa tidak minta tolong sama Papi?” tanya Azzuri membantu Anna duduk di sisi kiri Aulia. Lalu membantu Azka untuk duduk di sisi kanan Aulia.
“Karena kami sudah terbiasa melakukan semua ini sendiri,” sahut Azka datar.
“Hem..hem,” sambung Anna mengangguk.
“Mulai saat ini ada Papi untuk kalian berdua. Papi berjanji akan terus berada di sisi Azka dan Anna,” ucap Azzuri serius, membuat Aulia terkejut.
Aulia beranjak dari duduknya, “Sayang, sebentar ya! Mami ada sedikit urusan dengan Papi. Kalian makan duluan saja,” pamit Aulia sopan.
“Baik Mami,” sahut Azka dan Anna.
Aulia mendekati Azzuri, tangannya menggenggam erat pergelangan tangan Azzuri, membawa Azzuri sedikit menjauh dari bangku Azka dan Anna. Setelah jarak 5 meter dari bangku Azka dan Anna. Aulia berdiri menghadap Azzuri.
“Apa maksud dari ucapan kamu tadi?” tanya Aulia tidak senang.
“Yang mana? Kalimat aku akan terus bersama dengan anak-anak kita? Bukannya itu hal yang bagus buat tumbuh kembang mereka berdua. Kamu pasti setuju ‘kan?”
“Ck, ngarep. Yang benar saja aku setuju dengan ucapan kamu! Jangan mimpi kamu. Lebih baik kamu pulang, dan urus Istri sah kamu!” ucap Aulia emosi.
Azzuri terkejut, jantungnya seperti berdetak saat mendengar ‘lebih baik kamu pulang, dan urus Istri sah kamu!’. Apa ada seseorang yang mengatakan hal buruk tentangnya kepada Aulia? Dan apa gara-gara kalimat ini Aulia melarikan diri dalam keadaan mengandung 5 tahun lalu. Jika memang benar, siapa dalang di balik hasutan ini?
Belum sempat Azzuri menjelaskan dan meluruskan dari tuduhan Aulia. Aulia sudah terlihat berjalan, meninggalkan Azzuri, masih terlihat bingung.
Melihat Aulia membawa Azka dan Anna keluar dari lapangan alun-alun menuju mobil Lexus LS 500. Tak ingin mau kehilangan untuk kedua kalinya, Azzuri berlari kencang, mengejar mobil Aulia sudah berjalan meninggalkan parkiran.
“Aulia….Anna…Azka!” teriak Azzuri.
Mendengar teriakan Azzuri, semua mata pengunjung menatap Azzuri.
“Aku harus segera mengejar mobil Aulia,” gumam Azzuri.
Azzuri berlari menuju mobil miliknya terparkir tepat di depan pintu masuk bagian utama. Azzuri memasang seatbelt, menghidupkan mesin mobilnya, dan dengan cepat Azzuri menjalankan mobilnya mengikuti arah mobil Aulia. Karena jalan kota alun-alun kecil, dan sangat padat orang lalu lalang di jam tertentu, banyak orang berteriak, dan melempar mobil Azzuri karena membawa mobilnya terlalu kencang.
Bug! Bug!
“Woy! Pelan kau di sini!”
“Mau cari mati kau. Ini jalan bukan jalan Bapak-mu!”
“Woy!”
Teriak para pengendara lainnya.
Azzuri tidak memperdulikan teriakan, dan lemparan bekas botol air mineral orang lain ke mobilnya. Ia hanya fokus kepada mobil Aulia sudah terlihat dekat dengan mobilnya. Tidak ingin benar-benar kehilangan jejak mobil Aulia, saat memasuki tekongan mendekati kantor SAMSAT Lubuk Pakam, Azzuri membanting stir, menambah kecepatan dan melakukan rem mendadak.
Citt!!!!
Aulia membanting stir sebelah kiri, lalu melakukan rem mendadak.
Karena melakukan rem mendadak, dahi Anna kepentok dahi Azka.
“Aduh…cakit!” rengek Anna, tangganya mengelus dahinya memerah akibat kepentok dahi Azka. Sedangkan Azka hanya bersikap dewasa, menahan sakit di bagian dahi kirinya.
“Sayang, maafin Mami,” ucap Aulia terlihat menyesal.
“Kata maaf saja tidak cukup Mami. Seharusnya Mami tahu kalau di dalam ada abang, dan adek Anna. Kalau Mami dan Papi lagi berantem, seharusnya kalian berdua menyelesaikan masalah kalian, tanpa melibatkan anak-anaknya,” omel Azka seperti seorang dewasa.
Aulia menunduk malu karena dapat omelan dari anaknya, berumur 5 tahun.
Tok!!!tok!!
Azzuri mengetuk pintu kaca jendela mobil Aulia.
“Aulia, jangan seperti ini. Aku mohon dengarkan aku dulu,” teriak Azzuri dari luar kaca jendela mobil.
Aulia tidak menjawab, ia menurunkan sedikit jendela kaca mobil.
“Aulia, aku mohon, hiduplah bersamaku kembali,” pinta Azzuri terdengar tulus.
Aulia menoleh ke kaca jendela pintu mobil, “Berhentilah memohon, dan berkata seperti kamu yang tersakiti di depan anak-anak. Aku tidak melarang kamu untuk bertemu dengan Azka, dan Anna, karena kamu adalah Papinya. Tapi, aku sangat melarang keras untuk ucapan kamu yang menginginkan kami hidup bersama dengan kamu! Ingat kemana kamu 5 tahun lalu?”
“Aulia, maafkan aku,” ucap Azzuri terdengar pasrah, ia perlahan menjauh dari jendela kaca mobil Aulia, memberi jalan mobil Aulia.
Aulia langsung menjalankan mobilnya menuju timbangan.
“Aulia, aku tidak akan menyerah untuk membujuk kamu kembali,” gumam Azzuri terdengar antusias.
...Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!