“Selamat pagi sayang. Ayo bangun! Jangan lupa sarapan ya dan jangan lupa ingat kalau aku sayang kamu.”
Pesan di pagi hari muncul pada notification telepon genggam milik Artha. Dia masih hanyut dalam tidurnya. Bunyi notification tidak dapat membuatnya langsung terbangun dari mimpi indahnya.
*** Di Rumah Afa ***
Pagi-pagi sekali Afa sudah siap untuk berangkat ke Kampusnya. Setelah selesai sarapan, Afa pun langsung memesan ojeg online. Tidak sampai 5 menit, Afa langsung mendapatkan driver yang dapat mengantarnya langsung ke tujuan.
“Pa, nanti jangan lewat jalan Semangka ya, soalnya kemarin lagi ada perbaikan jalan, nanti kita lewat jalan lain saja saya kasih tahu kemana arahnya.” Kata Afa sambil memakai helm dan duduk dibelakang driver ojeg online tersebut.
Dalam perjalan, Afa selalu menunjukan arah untuk berbelok kea rah mana. Dia memang sudah terbiasa dengan jalan pintas, jadi dia bisa datang ke Kampusnya lebih cepat daripada jika harus lewat jalan utama. Lewat jalan pintas biasanya mempercepat waktu tempuh sekitar 30 menit.
Sesampainya di Kampus, Afa langsung turun dari motor dan memberikan helm tersebut kepada drivernya dan berkata “Terima kasih ya Pak.”
“Iya sama-sama neng.” Jawab driver ojeg online tersebut.
Afa berjalan masuk ke dalam Kampusnya sambil memandangi ponselnya. Dia melihat WhatsApp dan membuka salah satu obrolannya.
“Hmmm, ternyata belum ada balasan. Apa aku telpon aja ya? Atau mungkin dia justru udah pergi ke kampus dan tidak sempat membalasnya?.” Gumamnya dalam hati.
“Sayang, aku sudah sampai kampus nih. Kamu yang semangat ya belajarnya.” Pesan itu diketik dan dikirim langsung oleh Afa.
*** Di Rumah Artha ***
“Hmmm, jam berapa ini?” tanya Artha sambil mencoba membuka kelopak matanya yang tertutup rapat. Artha mengambil telepon genggamnya sambil mencoba berkonsentrasi sambil melihat jam di layarnya.
“Waduh, jam 10.” Dia kaget melihat jam sudah menunjukan jam 10 pagi, padahal seharusnya dia ada kelas jam 7 pagi. Namun beras sudah menjadi bubur, kalaupun dia harus ke Kampus, kelas pasti sudah berakhir. Dia pun memutuskan untuk sedikit bersantai di atas kasurnya yang nyaman sambil membuka WhatsApp.
“Selamat pagi sayang, aku baru saja bangun nih hehehe. Aku bangunnya kesiangan.” Balas Artha ke salah satu pesan masuk yang ada di Ponselnya.
“Sayang kamu ga masuk kelas hari ini, aku jadi kesepian nggak ada kamu.”
“Iya sayang maaf, semalam aku kan tidur jam 2 karena nemenin kamu telepon.” Artha membalasnya dengan sangat cepat. Ternyata orang yang dibalas pesannya oleh Artha juga sedang Online.
“Aku juga masih ngantuk, tapi aku paksain masuk kelas soalnya takut absenku bolong. Sayang kita kan udah nggak ada jadwal lagi, kita main yuk ke Mall.”
“Sayang, hari ini Mamaku nggak ada di rumah, kalau main di Rumahku saja bagaimana?”
“Wah asik tuh sayang. Kalalu gitu aku langsung kesana sekarang atau kamu mau jemput aku di Kampus?”
“Kamu kesini langsung aja ya sayang, nggak apa-apa kan? Biar sekarang aku bisa mandi dulu, jadi pas kamu datang, aku udah wangi deh.”
“Oke deh sayang, kalau gitu aku kesana sekarang ya pakau Taxi.”
“Oke sayang, hati-hati di jalan ya. I Love You.’
“I Love You too sayang”
Artha pun tersenyum setelah membaca pesan terakhir yang dia baca. Setelah itu dia bergegas pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap menemui pujaan hatinya.
*** Di Kampus Afa ***
“Cantik, hari ini ada jadwal lagi nggak? Makan Yuk.” Sebuah pesan masuk ke telepon genggam Afa.
“Aku ada janji nih. Kalau besok jam makan siang gimana?” Balas Afa dengan cepat.
“Hmmm, ya udah deh. Sampai jumpa besok ya.”
“Oke. See you.” Balas Afa kembali. Setelah selesai membalas, Afa pun langsung berjalan menuju salah satu Shuttle yang berada di dekat kampusnya.
Sesampainya disana Afa pun langsung membeli tiket perjalanan.
“Afa on the way.” Dia mengetik dan mengirimkan pesannya.
“Hati-hati di jalan ya sayang, jangan lupa nanti langsung ke rumah aja.”
“Siap, ga sabar ketemu deh. Sampai jumpa nanti.” Balas Afa.
Afa pun langsung duduk santai di kursinya dan menikmati perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 2 Sampai 3 jam.
Waktu berlalu, tidak terasa jam sudah menunjukan pukul 13.00 WIB. Afa pun sudah sampai pada tujuannya. Dia langsung memesan ojeg online untuk menuju tujuan akhirnya. Ini kali pertama Afa datang sendirian ke Ibu Kota. Dia sedikit was-was, tapi keteguhan hatinya menguatkannya untuk menjadi berani. Selang beberapa menit, ojeg online pun menghampirinya untuk mengantarkannya ke tujuan akhirnya.
30 menit berlalu dan Afa pun kini sudah sampai di sebuah rumah di salah satu perumahan elit di Jakarta.
“Afa sudah sampai, tapi belum masuk.” Afa mengirim pesan ke salah satu kontak di ponselnya.
“Masuk aja sayang, Artha ada di rumah. Waktu mama pergi sih dia belum bangun. Kalau nggak ada di bawah, coba cari aja di kamarnya. Kamu masih ingat kan pinnya? Mama juga sudah dapat nih kue ulang tahunnya, mama segera pulang. Mama nggak sabar bikin kejutan untuk Artha.”
“Iya, masih ingat Mah. Afa juga udah nggak sabar Mah. Mama hati-hati di jalan ya. Afa ijin masuk rumah ya Ma.” Balas Afa.
Afa pun memasukan ponselnya ke dalam saku celananya dan mengeluarkan kadonya dari dalam ranselnya yang sudah dia siapkan sebelumnya.
“Selamat siang, Mas Artha?” Panggil Afa setelah membuka pintu rumah.
“Mas? Afa datang nih.” Panggil Afa lagi sambil senyum-senyum membayangkan pujaan hatinya akan sangat senang melihatnya.”
Masih tidak ada jawaban apapun dari Artha. Afa pun memberanikan diri naik ke lantai atas untuk menuju kamar Artha. Dia menggenggam hadiah yang di bawanya. Sesampainya di depan pintu kamar Artha, dia langsung membuka pintu kamarnya dengan perlahan.
“Mas!” kata Afa lirih sambil menahan lututnya yang semakin lemas.
“Fa!” Jawab Artha dengan dangat terkejut dan langsung menghentikan aktifitas fisiknya.
Afa pun langsung memutar badannya meninggalkan kamar Artha dan bergegas turun ke bawah.
“Afa! Tunggu!” Teriak Artha sambil mencoba mengenakan pakaian dan sedikit mengejarnya.
Tapi Afa tidak mendengarkannya dan langsung mempercepat langkahnya untuk keluar dari rumah itu. Walaupun lututnya semakin terasa lemas dan ingin menyerah melangkah.
“Apa yang kamu pikirkan mas? Kenapa harus dengan dia? Kenapa harus terbukti dengan Wanita yang pernah aku curigai? Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak sejak dulu saja? Kenapa di hari spesialmu mas? Kenapa disaat aku berani datang kesini sendiri? Bagaimana sekarang aku harus menghadapimu mas? Bagaimana aku harus menjawab semuanya disaat aku tidak bisa bertanya apapun terhadapmu?” Semua pertanyaan itu penuh dipikiran Afa.
“Apa yang kamu pikirkan mas? Kenapa harus dengan dia? Kenapa harus terbukti dengan Wanita yang pernah aku curigai? Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak sejak dulu saja? Kenapa di hari spesialmu mas? Kenapa disaat aku berani datang kesini sendiri? Bagaimana sekarang aku harus menghadapimu mas? Bagaimana aku harus menjawab semuanya disaat aku tidak bisa bertanya apapun terhadapmu?” Semua pertanyaan itu penuh dipikiran Afa.
Sesampainya di depan gerbang, Afa langsung bertemu dengan Mamanya Artha.
“Sayang, ko nggak masuk?” Tanya Mamanya Artha.
“Afa sudah masuk ke dalam Mah. Mas Artha ada di kamarnya.” Jawab Afa sambil menahan tangis dengan tidak menatap mata Mamanya Artha. Dia pun langsung bersalaman dengan Mama dan Papanya Artha.
“Terus kenapa keluar? Ayo masuk. Kita langsung ke Kamar Artha.” Jawab Mamanya Artha sambil menggandeng tangah Afa diikuti dengan Papa dan Adiknya Artha dibelakangnya sambil membawa kue ulang tahun.
Belum sampai kedepan pintu kamar Artha, Artha sudah keluar dari kamarnya dengan terlihat terburu-buru dan masih bertelanjang dada.
“Mama? Mama sudah pulang? Katanya Mama diluar sampai malam?” Kata Artha sambil memegang kaos dan membenarkan celana yang sudah ia kenakan.
“Sayang? Ko kamu nggak pakai baju?” Tanya Mamanya dengan heran yang kemudian melengos pergi kedalam kamar Artha.
Didalam kamar tersebut terlihat seorang Wanita yang sedang berusaha memakai Bra.
“Tante.” Kata Wanita tersebut.
“Arya, kamu tunggu di kamar dulu ya. Jangan keluar kamar sebelum Mama suruh keluar.” Perintah Mamanya Artha kepada anak keduanya yaitu Arya yang tidak lain adalah adik Artha.
Aryapun mengangguk sambil memberikan kue ulang tahun kepada papanya yang sejak tadi dipegangnya.
“Keluar kamu sekarang! Turun ke bawah!” Teriak Mamanya Artha kepada Wanita tersebut. Setelah itu Mamanya Artha menggenggam tangannya Afa dan mengajak dia dan Suaminya turun kebawah.
“Kenapa Ma?” Tanya Suaminya.
“Artha. Tidak tahu setan apa yang merasuki pikirannya sehingga dia tega berbuat seperti itu dengan Wanita itu. Tidak tahu malu.” Jawabnya sambil terengah dan penuh emosi.
Tidak lama kemudian Artha dan Deby turun kebawah. Dengan sangat percaya diri Deby menggandeng tangan Artha. Terlihat semuanya sudah berkumpul di ruang tengah kecuali adiknya Artha yang memang diperintahkan untuk tetap berada di kamar.
“Jadi apakah kamu ingin menjelaskan sesuatu pada Mama, Artha?” Tanya mamanya sambil menahan kemarahan yang ingin sekali loncat.
“Kalian berdua sedang apa tadi di dalam kamar, Artha? Kamu juga tidak memakai baju saat keluar kamar itu.” Tanya Ayahnya.
“Anu. Mah…”
“Kami saling mencintai Om, Tante.” Jawab Deby yang memotong perkataan Artha sambil menggenggam tangan Artha.
“Apa maksud kamu? Artha bahkan sudah bertungan dengan Afa dan akan menikah sebentar lagi setelah mereka lulus kuliah.” Teriak Mamanya Artha dengan sangat marah. Rasanya kemarahan itu sudah tidak dapat lagi dibendungnya.
“Sudah berapa lama kamu menjalani hubungan dengan Wanita ini?” tanya Papanya.
“Sudah 1 tahun Pah.” Jawab Artha sambil menunduk.
“1 tahun kamu mengkhianati tunanganmu?” tanya Papanya sambil melempar kue ulang tahun kea rah Artha yang ada di atas meja.
Artha terkaget melihat sikap Papanya. Pasalnya Papanya tidak pernah marah kepadanya walaupun dia kadang bersikap bandel. Ini adalah pertama kalinya Artha melihat kemarahan Papanya.
“Mama nggak habis pikir sama kamu Artha. Tega sekali kamu menyakiti Afa. Kamu menyakiti Afa sama saja dengan kamu menyakiti Mama. Kamu tahu Mama sudah sangat sayang dengan Afa. Bagi mama, Afa adalah anak kandung Mama. Kamu tentu tahu itu semua kan Artha?” Kata Mamanya sambil menangis.
“Afa, sayang.” Kata mamanya meraih tangan Afa.
“Mama tenang aja, Afa nggak apa-apa ko. Mama jangan nangis ya. Nanti Afa sedih kalau lihat mama nangis.” Jawab Afa sambil memberanikan diri menatap mata calon mertuanya sambil tersenyum dan langsung memeluknya.
“Lihat tunanganmu jauh-jauh dari luar kota datang untuk memberimu kejutan ulang tahun tapi kamu malah balik membuatnya terkejut.” Teriak Papanya Artha sambil mengarahkan wajah anaknya ke posisi dimana tunangannya duduk.
“Jadi, Mas pilih aku atau Wanita itu?” tanya Afa yang langsung kepokok permasalahannya.
“Afa, Mas minta maaf, ini bukan salah kamu, tapi Mas sayang sama Deby. Mungkin karena selama ini kamu jauh dan Deby lah yang selalu ada di samping Mas.” Jawab Artha sambil melihat kea rah Afa.
“Pertanyaanku bukan itu Mas.” Kata Afa mempertegas.
“Mas pilih Deby, karena Deby selalu ada disaat Mas butuh.” Jawab Artha.
Hati Afa kini bagai disambar petir mendengar jawaban tunangannya. Dia bukannya ingin berdebat hanya saja bagaimana mungkin akan mempertahankan hubungan yang sudah ada kebohongan di dalamnya. Afa pun pamit untuk pulang.
“Sayang, Mama antar pulang ke Bandung ya.” Pinta Mamanya Artha.
“Nggak usah mah, Afa kan sudah pesan tiket pulang. Sayang kalau nggak dipakai.” Jawab Afa.
“Kalau gitu Mama antar kamu ke Shuttle ya. Ayo Pa.” pinta Mamanya Artha.
“Nggak usah mah, lagi pula Afa mau ketemuan dulu sama Refan. Mama, selesaikan dulu saja urusan Mama sama Artha dan Wanita itu.” Jawab Afa.
“Sayang, Mama tidak tahu harus bagaimana? Mama sayang sekali sama Afa. Afa adalah anak perempuan Mama. Tapi bagaimana Mama bisa melihat anak perempuan Mama disakiti oleh anak laki-lakinya sendiri?” Jawab Mamanya sambil terus menangis.
“Afa, apakah ini masih tidak bisa dibicarakan untuk dipertahankan?” Tanya Papanya.
“Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi Pah. Lagi pula Mas Artha sudah menjawabnya. Jika diteruskan malah akan membuat banyak pihak tersakiti. Memang Papa mau kami tetap melanjutkan pernikahan kami tetapi anak laki-laki Papa justru asik berselingkuh dengan Wanita itu dan menganggap Afa tidak ada?” Jawab Afa dengan sangat tegas.
“Mama mengerti sayang. Tapi Mama tidak ingin Afa pergi dari hidup Mama. Mama sudah terlanjur sayang sama Afa.” Pinta Mamanya Artha.
“Afa tetap ada dan akan selalu ada, hanya saja statusnya saja yang berubah. Afa bukan lagi tunangan Mas Artha, melainkan mantan tunangannya Mas Artha. Jika Mama masih ingin menghubungi Afa, silahkan! Afa dengan senang hati akan selalu membalas semua pesan Mama. Akan tetapi untuk tetap disamping apalagi hidup bersama dengan Mas Artha, Afa sudah tidak mampu.” Jawab Afa memperjelas maksudnya.
Mamanya Artha tentu tau Afa adalah anak yang teguh pada pendiriannya. Jika dia sudah bilang tidak berarti tidak. Sangat sulit untuk membujuknya berubah pikiran.
Afa meninggalkan rumah mewah itu dan berjalan kaki. Pikirannya kosong tidak ada tujuan. Air matanya menetas tanda tidak sanggup lagi dia bendung. Dia menghapus air matanya namun tetap mengalir.
“Dasar gadis bodoh.” Umpat seorang laki-laki di dalam mobil dari kejauhan.
Klakson mobil memecahkan lamunan Afa, namun air matanya masih saja mengalir. Kaca mobil perlahan turun dan terlihat seorang pria berkulit putih di dalamnya.
“Masuk!” suruh pria itu.
“Dasar gadis bodoh.” Umpat seorang pria di dalam mobil dari kejauhan.
Klakson mobil memecahkan lamunan Afa, namun air matanya masih saja mengalir. Kaca mobil perlahan turun dan terlihat seorang pria berkulit putih di dalamnya.
“Masuk!” suruh pria itu.
Afa semakin tidak bisa menahan air matanya yang semakin deras dan langsung berlari lalu masuk kedalam mobil itu.
Di dalam mobil Afa menangis sejadi-jadinya seolah dia nyaman untuk mengutarakan semua yang dia rasakan.
“Artha selingkuh sama Deby. Tadi waktu gue masuk ke kamarnya dia lagi berhubungan badan.” Kata Afa sambil menangis.
“Wah, bagus dong? Jadi bisa lihat adegan ikan paus yang kawin.” Ledek Pria itu.
Mendengar jawaban pria itu, bukannya tertawa tapi Afa malah menangis semakin kencang, tetapi Pria itu tetap mengajaknya bercanda sambil melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Pria itu ada di Jakarta karena membuntunti Afa sejak dia di Kampus. Pria mengajaknya untuk makan tetapi Afa menolak makanya Pria itu ingin tahu ada urusan apa Afa sebenarnya. Tidak disangka ternyata Afa justru pergi ke luar kota untuk menemui kekasih LDRnya.
Pria itu bernama Sam yang berbeda 4 tahun usianya dengan Afa. Mereka sudah saling mengenal sejak Afa masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Sam adalah pria yang tengil dan senang becanda. Sam sudah lama menyukai Afa. Afa adalah cinta pertamanya. Sam pernah menyatakan perasaannya, akan tetapi ditolak dengan alasan dia tidak ingin persahabatannya hancur. Sam menganggapinya dengan sangat santai walaupun dia merasa kecewa. Sam menutupi rasa kecewanya dengan candaan tengilnya.
“Udah jangan nangis terus! Nanti jeleknya semakin bertambah.” Kata Sam menghibur Afa.
“Gue nggak habis pikir. Kenapa dia baru ngaku sekarang?” Tanya Afa sambil menangis.
“Ya karena baru ketahuannya kan sekarang. Jadi terpaksa ngaku deh.” Jawab Sam santai.
“Ya kenapa harus ketahuan dulu baru ngaku? Kenapa nggak dari awal pertunangan kita aja dia ngakunya? Jadi kan nggak perlu ada acara tunangan dan rencana nikah segala.” Tanya Afa yang tangisannya semakin menjadi.
“Kenapa sih dia tega banget sama gue? Dia bilang Deby selalu ada. Padahal kami udah komitmen untuk terima konsekuensinya kalau LDR memang jarang banget ketemu.” Tanya Afa lagi.
“Fa, gue mau bilang yang sabar ya. Tapi gue juga gue tau kalau sabar itu sulit. Intinya, apapun yang terjadi sama lo, gue akan selalu ada untuk lo.” Jawab Sam menenangkan.
Tiba-tiba telepon genggam Afa berdering. Terlihat nama kontak yang menelepon adalah “My Lovely”. Sontak Sam langsung merebut telepon genggam itu dari tangan Afa. Sam memberi kode kepada Afa untuk diam lalu dia menjawab panggilan di telepon genggam Afa.
“Hallo, Afa, Mas minta maaf udah kecewakan Afa. Afa tahu Mas sedang dibully sama teman-teman. Dibilang punya pacar tapi rasa jomblo karena kalau malam minggu bahkan kita nggak pernah malam mingguan. Deby datang waktu itu dan selalu ada untuk Mas. Mas, jatuh cinta dengan Deby. Maaf jika itu menyakitimu. Sekarang Mas bingung harus apa biar Afa bisa maafkan Mas?” Oceh Artha.
“Kenapa Lo nggak mati aja dan masuk ke neraka?” Jawab Sam.
“Ini siapa? Refan? Ini Lo?” tanya Artha sambil berfikir kenapa suara Refan berbeda dan kenapa Afa bisa bersama Refan padahal dia tidak akur dengan Refan.
“Apa urusan Lo tau gua siapa? Sekarang mending Lo mati aja deh biar hidup Afa tenang. Dasar nggak tau diuntung. Udah gendut, hitam, jelek, tukang selingkuh pula. Nggak ada yang bisa dibanggain emang dari makhluk kayak Lo.” Kata Sam dengan nada penuh penghinaan.
“Eh kalau ngomong disaring ya!”
“Apa?! Apa?! Apa yang perlu gue saring untuk makhluk nggak berguna kayak Lo?” Kata Sam memotong perkataan Artha.
Artha pun langsung mematikan teleponnya.
“Hah, dasar pengecut.” Umpat Sam.
Tidak lama kemudian telepon genggam Afa kembali berbunyi tanda ada pemberitahuan pesan masuk dari Artha.
“Sayang, yang tadi itu siapa? Kamu nggak lagi selingkuh kan? Wah, jangan-jangan kamu selingkuh duluan dari aku ya makanya tadi di Rumah kamu nggak melakukan perlawanan apapun. Pintar ternyata kamu Afa, seolah aku yang bersalah padahal kamu justru selingkuh duluan.”
Melihat isi pesan seperti itu, amarah Afa memuncak tapi dia tidak tahu harus bagaimana. Afa hanya bisa mengabaikan pesan itu.
Perlahan rasa lelahnya berubah menjadi kantuk. Tanpa disadari Afa tertidur ketika masih dalam perjalanan.
“Dasar Wanita bodoh. Sejak awal kalian pacarana gue kan udah bilang kalau dia nggak cocok sama Lo. Lo itu terlalu sempurna untuk dia yang buruk rupa.” Oceh Sam sambil menyetir.
Afa pertama kali mengenal Artha dari salah satu media sosial. Awalnya keduanya sering berbalas pesan walaupun tidak tahu wajah satu sama lain. Dari mulai saling berbalas pesan di media sosial berlanjut ke saling bertukar kontak pribadi. Di WhatsApp lah Artha pertama kali mengirimkan fotonya.
“Wah tampan ya.” Balas Afa setelah melihat foto yang dikirimkan oleh Artha.
“Aku nggak percaya diri. Kamu putih, cantik. Sedangkan aku seperti ini.”
“Kenapa nggak percaya diri? Kamu tampan juga lucu. Aku suka.”
Air matapun kembali menetes dari matanya ketika dia tidur. Dalam mimpinya dia kembali bermimpi kali pertama dia bertemu dengan Artha. Kenangan indah yang mungkin akan sulit Afa lupakan.
“Mimpi apa sih Fa sampai nangis gitu?” Tanya Sam sambil mengusap air mata Afa dan masih menyetir mobil.
“Andai Lo terima gue, gue pasti akan jadi laki-laki paling beruntung di muka bumi ini. Andai Lo sama gue, gue pasti nggak akan melakukan hal bodoh seperti ikan paus terdampar itu. Andai sejak awal Lo sukanya sama gue, pasti gue nggak akan sia-siakan Lo dan nggak akan bikin Lo menangis kayak gini Fa. Kenapa sih sejak dulu pandangan Lo nggak pernah bisa fokus ke gue? Memang gue kurang tampan? Padahal gue rasa gue sudah cukup tampan dan mirip Idol K-Pop.” Gumam Sam dalam hati.
Tidak terasa 3 jam sudah mereka dalam perjalanan dan akhirnya mereka sampai ke Kota Bandung. Sam tidak langsung mengantar Afa ke Rumah Afa, akan tetapi Sam membawa Afa ke Rumahnya.
“Fa, Afa, bangun.” Kata Sam yang langsung membangunkan Afa.
Afa pun perlahan membuka matanya.
“Ko bukan di Rumah gue? Ini jam berapa?” Tanya Afa yang sadar bahwa dia tidak berada di Rumahnya.
“Jam 6 sore Fa. Tadi gue mau ngantar Lo ke rumah, tapi kesini saja deh, biar bisa menghibur Lo dulu.” Jawab Sam sedikit mengalihkan rasa sedih Afa.
“Masuk dulu yuk! Kita makan malam dulu disini. Dari siang juga kita kan belum makan sama sekali.” Ajak Sam yang kemudian langsung keluar dari mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!