NovelToon NovelToon

Dicintai Tuan Muda Alviano

Prolog

Dengan begitu terburu-buru, seorang wanita berlari menuju sebuah mobil menyerahkan beberapa berkas pada pasangan suami istri.

"Tolong bawa jauh ini, " ujarnya ketika mencapai mobil itu.

"Kau harus ikut Vi."

"Tidak, anakku masih di dalam."

Setelah mengatakan itu, wanita itu kembali memasuki tempat duplikat neraka itu menjemput putranya. Saat kakinya melangkah masuk kedalam rumah, tubuhnya langsung terkapar tak berdaya di lantai.

"Bunda!" teriak seorang bocah laki-laki, berlari menghampirinya.

Dengan berlumuran air mata, bocah itu mendekati ibunya yang sudah berlumuran darah. Seorang wanita tua mendekatinya, membawanya keluar dari rumah itu. Setelah mencapai luar, rumah bak istana itu di lahap habis oleh si jago merah yang menyerang.

...***...

“Dulu, aku begitu percaya dengan seseorang hingga semua yang aku lakukan di atur olehnya. Namun, senja mengajarkan ku bahwa siapapun dia akan berpaling dari mu suatu saat nanti dan yah, akhirnya dia pergi. Sejak saat itu, aku tidak bisa mempercayakan semua masalah, kebahagiaan, serta kesedihan ku bahkan dengan mu sekali Al, “ ujar Nara dengan suara yang begitu pelan.

Hati Alvian seketika hancur mendengar perkataan gadisnya itu, bagaimana bisa Ia tidak ingin berbagi masalah dengannya.

“Serumit itukah masa lalu mu, hingga pahitnya masih kau simpan sampai sekarang dan tidak ingin berbagi dengan ku? “ tanya Alvian menarik Nara kedalam pelukannya.

Nara yang berada dalam pelukan Alvian tak kuasa menahan tangisnya yang seketika pecah dalam dada pria itu.

“Bisakah mulai detik ini, hanya aku yang menjadi tempat mu berpulang? “ pertanyaan Alvian seketika meredakan tangisan Nara.

Tanpa menjawab perkataan Alvian, Nara kembali mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang Alvian sembari mendengar detak jantung Alvian, yang berpacu begitu indahnya dalam pendengarannya.

“Seumur hidupku, aku Winara Atmaja tidak pernah memeluk bahkan di peluk oleh seorang pria selain ayahku. Ternyata seperti ini rasanya, begitu menenangkan. Aku mohon kerjasamanya untuk kali ini saja bisa kah waktu yang terus melaju ini berhenti untuk beberapa detik, aku ingin merasakannya begitu lama lagi. “ batin Nara.

***

Berawal dari kejadian tidak mengenakan di kampus, Winara Atmaja melangkah menuju kediamannya setelah berhasil lepas dari desakan penumpang angkot.

“Huh, sesak banget tadi. Sampe nggak bisa nafas aku, “ ujarnya sembari menarik dalam-dalam nafasnya.

Saat baru ingin melangkah pergi, sebuah Alphard menyerempetnya yang membuat Nara tersungkur ke aspal.

“Ya Tuhan, Bokong indah aku! “ teriaknya.

Keluarlah seorang pria dari dalam Alphard tersebut, membantunya bangkit. Nara terus mengusap bagian belakangnya menghempaskan debu-debu yang masih menempel.

“Anda baik-baik saja Nona? “ tanya pria tersebut.

Karena kesal, di tanya seperti itu Nara tidak menghiraukan ucapan pria tersebut Ia melangkah menuju mobil tersebut lalu melayangkan tendangan.

“Apa yang anda lakukan Nona?! “

“David! “ satu kata dari mulut pria lainnya membuat pandangan Nara dan jugaa tertuju padanya.

“Ponsel kamu saya sita, kalau nggak saya akan membuat kalian berdua mendekam di penjara. “ Tegas Nara melangkah pergi setelah merampas paksa ponsel pria tersebut.

“Tuan Alvian, “ ucapan David terpotong saat tangan Alvian terangkat menandakan Ia harus diam.

Baru selangkah, Ia balik dan menghampiri Alvian yang tengah menatapnya dengan sebuah senyuman.

“I-ini ponselku, kita tukaran saja biar kalau kamu mau bayar tebusan ponselmu tau aku dimana, “ ujarnya, tak luput Ia menyodorkan ponselnya dengan cepat lalu melangkah pergi.

Alvian hanya menatap ponsel malang tersebut, yah bagaimana tidak di sebut malang layarnya retak dan di bagian pojok kiri sudah menghitam sepertinya kemasukan air.

“Menggemaskan. “ gumamnya pelan lalu kembali ke dalam mobilnya.

David yang sedari tadi memperhatikan membulatkan matanya saat melihat tuannya tersenyum bahagia menerima ponsel usang milik Nara.

“Untuk kali ini, tolong pertemukan mereka lagi, “ gumam David menatap ke arah langit lalu mengikuti Alvian masuk kedalam mobil.

***

Beberapa minggu yang lalu.

Dengan penuh semangat dan rasa bahagia, Winara Atmaja memasuki sebuah rumah yang cukup besar. Ia berjalan menghampiri seorang wanita paruh baya yang tengah asik menikmati beberapa potongan mangga.

“Hai mama Maya, “ ujarnya menghujani seluruh pipi wanita yang menjadi calon mertua itu dengan ciumannya.

“Nara, kapan kamu datang? “ tanya Maya dengan wajah panik membuat Nara kebingungan, sebab biasanya Maya tidak akan seperti jika Ia berkunjung tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

Nara yang tampak masih kebingungan hanya mengikut saat Ia di tarik Maya ke taman belakang.

“Ada apa Ma, Nara mau ketemu Kak Gino, “ ujarnya menahan tangan Maya yang sudah membawanya jauh dari ruang tamu dekat kamar Gino tunangannya.

“Ah itu, mama pengen ngajarin kamu buat martabak Iyah, “ ucap Maya gelagapan bak orang ketangkap basah telah melakukan hal tercela.

“Ih si mama, kan bisa nanti aja Nara mau nyampein sesuatu ke Kak Gino. “ ujarnya melepaskan genggaman tangan Maya, lalu berjalan menuju kamar Gino.

Bruk

Paper bag berisikan beberapa kotak bittersweet terhempas begitu saja dari tangannya saat menyaksikan pahitnya pemandangan di depannya, dimana tunangannya Gino tengah bercumbu mesra bersama seorang gadis yang tidak lain adalah Ani mantannya.

“Kaka, “ ujarnya pelan, yang seketika menghentikan kegiatan kedua insan tersebut.

Gino yang melihat kehadiran Nara di ambang pintu, seketika menarik selimut membungkus seluruh tubuhnya dan juga Ani.

“Nara, ini tidak seperti apa yang kamu lihat, “ ucap Gino dengan bodohnya.

Nara tertawa meremehkan dengan air mata yang sudah tidak bisa Ia bendung lagi.

Beberapa bulan lagi, pernikahan keduanya akan di laksanakan tapi dengan bang*tnya kekasihnya itu justru tidur bersama wanita lain.

“Hahahaha tidak seperti yang aku lihat apanya, kau tidur dengannya! Kau tau sebentar lagi kita kana menikah Gino, “ ucap Nara dengan nafas memburu.

“Cukup Nara! Ini semua juga salah mu, jika saja kau tidak sibuk dengan kuliah mu itu aku tidak akan mencari pelarian, “ ujar Gino seolah dirinya adalah korban disini.

Plak

Satu tamparan keras di terima Gino di akhir kalimatnya. Maya yang melihat putranya di perlakukan seperti itu, dengan cepat mendorong Nara menjauh dari putranya.

“Beraninya kau mengangkat tangan kepada putraku! “teriak Maya yang sudah mengangkat tangannya ingin membalas tamparan Nara namun, dengan cepat di tahan oleh gadis tersebut.

“Jika tangan mu menyentuh wajahku akan ku pastikan kau dan juga putramu mendekam di penjara, “ tegas Nara.

“Nara! “ teriak Gino.

“DIAM! “ teriak Nara yang tak kalah keras darinya.

Nara berbalik mengangkat vas bunga yang berada di kamar Gino, dan berjalan menuju ke arah Ani. Gino yang melihat hal itu, dengan cepat ingin menahan Nara. Namun, dengan kekuatan penuh Nara mendorong Gino hingga terpental jauh.

Nara menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Ani, lalu memotretnya dan mengangkat vas tersebut ingin melempar ke arah Ani. Akan tetapi, Ia mengurungkan niatnya lalu membuang vas tersebut tepat di sebelah kaki Gino.

“Lo suka dia kan, huh! Ambil rongsokan itu dan selamat membiayai kehidupannya. “ ujar Nara melangkah pergi tanpa berpamitan kepada Maya yang berada di belakangnya.

“Dasar payah, Ibu sudah bilang kunci pintunya, “ ujar Maya memukul pundak putranya.

“Sayang, apa maksudnya tadi soal membiayai kehidupan? “ tanya Ani dengan manjanya kepada Gino, setelah kepergian Maya.

“Ah tidak usah terlalu di pikiran soal perkataannya tadi, dia jadi berbicara tidak jelas karena kesal. Sekarang pakai baju, “ pintah Gino.

“Kita tidak melanjutkannya lagi? “ tanya Ani sebab Gino sudah menyodorkan pakaiannya.

“Tidak, aku sudah tidak mood, “ ujarnya.

Ani memungut pakaiannya yang berserakan di lantai lalu menuju kamar mandi. Sementara Gino yang sudah mengenakan kaosnya duduk di ranjang sembari memikirkan perkataan Nara.

“Sial! Jika Nara tidak membiayai keperluan ku, lalu siapa lagi?! Akh lupakan aku masih punya Ani yang kaya raya, “ gumamnya sembari membayangkan Ani menghujaninya dengan tumpukan uang.

Nara dengan berlinang air mata tidak bisa membayangkan lima tahun hubungannya dengan Gino akan berakhir begitu saja dalam waktu beberapa menit. Ia mengangkat tangannya melihat jari manisnya yang di sana, sudah melingkar cincin pertunangannya dengan Gino.

Tanpa berpikir panjang, Nara melepas cincin tersebut lalu berjalan menuju toko emas yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

“Saya mau jual ini, “ ucapnya menyodorkan benda bulat itu.

“Saya hanya bisa memberikan satu juta saja Nona, “ Nara seketika membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh pemilik tokoh.

“Kenapa begitu? Harganya dua puluh juta loh, “ ujarnya.

“Maaf Nona, harga cincin ini paling tinggi satu juta saja. Bagaimana masih mau di jual? “ Nara hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan pemilik toko.

“Dasar matre! “ maki Nara dengan suara pelan, sebab Gino mengatakan harga cincin tersebut dua puluh juta.

Setelah menerima uang, Nara pergi dari sana tanpa sekata patah pun. Dari kejauhan tampak seorang pria tengah memperhatikannya dari atas balkon kantornya.

.

.

.

End

Berkomentar lah sewajarnya okey!

BAB 1 Permintaan Nara

Di saat mimpi indah yang masih begitu Ia nikmati, Winara Atmaja seorang gadis cantik berusia 21 satu tahun harus memaksakan dirinya untuk membuka matanya ketika pendengarannya menangkap suara lantang ibunya yang sepertinya tengah bertengkar di luar.

“Ya Tuhan, bisakah aku tidur dengan tenang, “ ujarnya sembari mencari sendalnya yang entah sebelahnya dimana.

“Heiii asal kau tau ya suamimu itu kerjanya tidak becus di proyek, susah begitu kerjanya hanya minta uang saja, “ teriak seorang wanita yang tidak lain adalah tetangga Nara yang bernama Fitri.

“Heh Fitri, orang tuh kerja yah baru minta duit. Kamu pikir suami saya tidak kerja huh! Orang gila mana yang mau kerja tanpa di bayar, “ ujar Bu Tina ibunya Nara.

Nara yang baru tiba di halaman rumahnya dengan cepat menghampiri ibunya.

“Ada apa sih ma? “ tanyanya.

“Itu tuh wanita tidak tau diri, masa ayahmu kerja nggak di bayar. Di saat di tagih banyak alasan mereka, “ jelas Tina panjang lebar mengadu kepada putrinya.

“Halah keluarga mata duitan, heh Nara bilangin ke ibu kamu yah kalau sudah tua di bilangin jangan ngeyel, pantes aja hobinya sakit-sakitan, “ ujar Fitri dengan sinisnya.

Tanpa memperdulikan perkataan Fitri, Nara menarik mamanya masuk kedalam rumah.

“Bagaimana ini? iuran adikmu sudah hampir enam bulan belum di bayar, dan mereka tidak mau memberikan gaji ayahmu, “

Nara menarik nafasnya panjang melangkah menuju kamarnya, lalu kembali dengan membawa sebuah amplop coklat.

“Itu buat bayar uang sekolah Rian, sisanya buat mama beli sayur, “ ujar Nara.

Tina menatap uang yang dikeluarkannya dari dalam amplop, lalu kembali menatap putrinya yang sudah menenteng handuk ingin mandi.

“Dari mana uang ini? “ tanya Tina menghentikan langkah putrinya.

“Hasil jual cincin tunangan aku, “ jujur Nara.

Tina begitu terkejut dengan apa yang di dengarnya, Ia membuka pintu kamar mandi yang di tutup Nara, lalu menarik putrinya keluar.

“Apa kamu gila Nara?! Sana kembalikan uang ini dan ambil cincin itu, apa kata Gino nanti?! “ pintah Tina yang memang belum mengetahui apa yang menimpah putri sulungnya itu.

“Sudahlah ma, Gino dan aku tidak akan melanjutkan pertunangan ini. Dia selingkuh dan kemarin aku menyaksikan dia tidur bersama wanita lain, dan sepertinya Tanta Maya fine-fine saja dengan kelakuan putranya, “ jelas Nara, lalu kembali masuk ke dalam kamar mandi.

Tina yang mendengar itu, seketika meneteskan air matanya lalu berjalan menuju sofa merenungi nasib keluarganya.

“Jika aku keluar dari kamar mandi, dan mama menangis aku akan membuang mu ke panti jompo! “ teriak Nara dari dalam kamar mandi, sebab Ia tau ibunya itu sudah meneteskan air matanya.

“Ya cepatlah mandinya mama sudah mulai mengeluarkan air matanya, aku akan siapkan barang-barangnya agar kita bisa dengan cepat membawanya ke pantai jompo, “ ujar Rian adik Nara yang baru saja pulang dari sekolah.

“Haha kalian ingin membuangku, hidup kalian akan menderita jika membuangku. Kalian hanya akan di beri sesendok nasi oleh orang dan bahkan bisa saja tanpa lauk, paham! “ ucap Tina kesal, yang mengundang gelak tawa kedua buah hatinya itu.

Rian menghampiri Tina, lalu menyerahkan kwitansi pembayaran yang di sana tertulis iuran sekolah Rian sudah di lunasi bahkan sampai dua bulan kedelapan.

“Dari mana kau dapatkan uang sebanyak ini Rian? “ tanya Tina yang di buat terkejut dengan putranya.

“Aku menjual rongsokan Kaka yang tertumpuk di gudang, yah lumayanlah uangnya, “ jelas Rian. Rongsokan yang iya maksud adalah baju-baju bekas milik Nara yang sudah lama tertumpuk di gudang.

“Dasar maling, “ ujarnya sang pemilik rongsokan yang baru keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang masih tertutup handuk.

“Dari pada tertumpuk tidak berguna ya aku jadikan uang saja, “ ujar Rian, yang seketika mendapat tabokan dari kakaknya.

Saat tengah asik bercanda, tiba-tiba ponsel yang di jadikan barang jaminan beberapa Minggu lalu, berdering. Dengan segera Nara mengangkat lalu menjawab panggilan yang masuk, yang jelas-jelas adalah nomornya sendiri.

...+6281241xxxxx...

[Kita ketemu di cafe xxx satu jam lagi, ]

Belum sempat Nara mengatakan sepatah katapun, penelpon dari seberang sana sudah menutup panggilan.

“Wooow ponsel baru, wih iPhone 15 lagi, “ ujar Rian yang matanya tak lepas dari benda pipih yang di pegang kakaknya.

“Bukan punya aku, punya orang, “ jelas Nara kepada sang adik.

“Ya, biarpun punya orang setidaknya kita Selfi dulu lah yuk, “ mendengar ide cemerlang dari sang adik, dengan cepat Nara melepaskan handuk dari rambutnya lalu mulai mengambil beberapa gambar.

“Keren banget Ar, “ puji Rian.

“Ho’o hp mahal mah gitu, sudah aku mau siap-siap. “ ucap Nara melangkah menuju kamarnya.

“Jangan lupa kirim foto-fotonya! “ teriak Rian mengikuti kepergian sang Kaka.

Setelah beberapa menit siap-siap Nara dengan memakai Hoodie berjalan cepat keluar rumah menuju tempat yang di janjikan.

Sementara di kafe tersebut, Alviano Jovanka seorang pengusaha muda berusia 26 tahun berdarah Swiss-Indonesia itu, bersama sang asisten David Moyes tengah menunggu kedatangan Winara Atmaja dengan sekoper uang untuk menebus ponselnya yang di sita gadis tersebut akibat kejadian beberapa minggu lalu.

“Dia datang tuan muda, “ ujar David melihat Nara yang baru saja turun dari angkot.

Alvian mengarahkan beberapa pelayan kafe menjemput Nara agar mengantarkan gadis tersebut ke tempatnya.

“Mari Nona saya antar, “ Nara yang kebingungan hanya pasrah mengikut kemana pelayan tersebut membawanya.

Setibanya di meja Alvian, pelayan tersebut langsung pergi begitu juga dengan Nara yang langsung duduk di depan Alvian tanpa di suruh.

“Saya tidak ingin lama-lama mana ponsel saya? dan itu tebusannya, “ ujar Alvian sembari mengisyaratkan David membuka koper berisikan puluhan juta uang di dalamnya.

Nara hanya bisa menatap kertas-kertas berharga di hadapannya tanpa sepatah katapun, dalam pikirannya Ia membayangkan bisa membiayai sekolah Rian bahkan sampai kuliah dengan uang tersebut. Namun, seketika perkataan sahabatnya berputar dalam kepalanya.

“Minggu depan ujian skripsi Lexi bakal datang, Bastian otomatis Dateng, terus cowok loh wajib datang juga Nara, “

Nara menghela nafasnya panjang, lalu menutup koper tersebut dan sedikit mendorong ke arah Alvian.

“Ada apa, apa kurang? “ tanya Alvian.

“Ini sangat banyak, aku bahkan bisa membiayai sekolah adikku menggunakan uang ini, tapi ibuku akan marah jika aku mendapatkan uang dengan cara memeras seseorang, “ jelas Nara panjang lebar.

“Lalu, bukankah ini yang kau minta waktu itu. Ingat yah, aku tidak peduli apapun itu yang penting ponselku kembali, “ ujar Alvian dengan nada suara yang sedikit meninggi.

“Tenang saja, ini ponselmu ku kembalikan, “ ujar Nara mengeluarkan ponsel milik Alvian, lalu menyodorkan kepada pemiliknya.

“Karena aku tidak menerima uang ini, apakah kau bisa membantu ku? “ ujar Nara dengan hati-hati di saat Ia menyadari di sekelilingnya di penuhi bodyguard Alvian.

“Cukup Nona, jika anda tidak ingin menerima uang ini itu bukan urusan kami yang pastinya kami sudah memberikan apa yang anda minta, “ bukan Alvian yang menjawab, melainkan David yang menolah permintaan Nara yang bahkan belum dikatakannya.

Alvian mengatakan jarinya bertanda David tidak di izinkan bicara, “Katakan apa? “ pintah Alvian.

“Ini agak sedikit memalukan tapi aku sangat membutuhkan bantuanmu, “ ujar Nara, Alvian Menaikkan sebelah alisnya menunggu lanjutan kata dari gadis di hadapannya.

“Aku ingin minggu depan, kau datang ke kampus dan memberiku buket. Karena minggu depan itu aku ada ujian skripsi aku mohon, “ ujar Nara dengan menampilkan senyumannya yang Di tambah lesung pipinya menjadikannya begitu sangat manis di mata Alvian.

“Hmm baiklah, “ ujar Alvian menyetujui permintaan Nara.

“Aaaa makasih. oh yah buketnya pake photocard ini yah, maaf merepotkan, “ ujarnya lagi sembari memberikan sekantong photocard bergambar wajah boyband Korea BTS.

Alvian tersenyum samar lalu kembali menampilkan wajah datarnya dan menyuruh David menyimpan plastik tersebut.

“Fakultas dan prodi apa? biar saya tidak kesusahan mencari mu, “ tanya Alvian.

“Ah Iyah, aku fakultas ekonomi prodi Manajemen. Terima kasih sebelumnya tapi aku harus pergi, temanku sudah menunggu. “ ujar Nara sembari memasukkan ponselnya kedalam tas, lalu berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Setelah kepergian Nara, Alvian menatap plastik di hadapannya lalu tersenyum lebar. Baru kali ini, iya bertemu dengan gadis selucu Nara.

“David, gunakan uang tadi dan buatkan buket bunga yang mewah! “ Pintah Alvian kepada asistennya itu.

“Tapi Tuan-

“Tidak ada tapi David, Akhh dia begitu sangat menggemaskan, “ ujar Alvian.

.

.

.

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK

Bab 2 Bertemu mantan

Alvian bersama David baru saja tiba di kediamannya. Dengan mendahului David asistennya, Ia melangkah dengan cepat menuju ke arah meja makan yang di sana sudah ada seorang gadis cantik berambut sebahu tengah asik menikmati rujak.

Dari belakang Alvian memeluknya sembari bergelut manja dengan wanita yang bernama Maharani Jovanka yang merupakan satu-satunya alasan semangat hidupnya.

“Oho, apa kau merindukanku tuan muda? “ ledek Rani ketika mengetahui siapa yang memeluknya.

Alvian mengangguk mengiyakan perkataan Rani.

“Hmmm sangat, dunia ini serasa tidak bisa berputar lagi ketika kau tidak bersamaku, “ ujar Alvian semakin mengeratkan pelukannya.

“Ayolah David, singkirkan pria besar ini dari pelukanku. Perutku akan meledak jika dia terus mengeratkan pelukannya, “ pintah Rani yang seolah tidak di dengar oleh David.

“Maaf Nona perintah anda tidak berlaku saat ini, “ ucapan David membuat Rani berdecak kesal, sebab sepertinya kedua pria di depannya tengah bersekongkol.

“Ayolah Al, bayi di dalam perutku akan kesakitan, “ ujarnya lagi mencoba melepaskan pelukan Alvian.

“Okey, heiii bayi kecil kali ini aku mengalah karena mu. Tapi lain kali jangan harap, “ ujarnya setelah melepaskan tubuh Rani.

“Dari mana saja kau, kenapa baru pulang? “ tanya Rani, sembari terus memasukkan beberapa potong buah mangga kedalam mulutnya.

“Dan untuk apa bunga yang terbuat dari uang itu? “ tanya Rani, saat melihat sebuah money bucket yang tak jauh dari mereka.

Alvian berbalik mengikuti pandangan Rani, lalu tersenyum lebar mengingat permintaan Nara waktu itu.

"kau tidak perlu tau untuk siapa bunga itu Rani, " ujar Alvian.

“David, ada apa dengan tuan muda mu ini? “ tanya Rani yang begitu heran dengan senyuman Alvian, sebab tidak seperti biasanya pria itu akan terus menampilkan wajah datarnya.

“Nanti di kolam akan ku bawa teh dan beberapa potong kue, baru ku ceritakan Nona, “ ujar David.

Alvian yang mendengar asistennya akan bergosip ria bergidik ngeri, lalu berjalan menuju kamarnya di lantai atas.

sementara David dan juga Rani, hanya terkekeh geli dengan tingkah tuan muda yang sepertinya tengah merasakan gejolak cinta.

Setibanya di kamar, saat hendak meraih gagang pintu, Ia menghentikan aksinya dan berbalik kembali menatap Rani dan David dari atas.

“Jika ada selembar uang yang hilang, akan ku kubur kalian hidup-hidup, “ ujarnya dengan suara yang cukup keras membuat yang di bawah seketika memandang ke atas.

“Ada apa dengannya? Sepertinya dia sedang menyembunyikan sesuatu, “ gumam Rani.

David yang memang mendengar gumaman tersebut memilih pergi sebab Ia tau, Rani akan bertanya layaknya wartawan yang tengah mewawancarai seorang pembunuh berantai.

“Ya sudah pergi saja sana dasar asisten dan tuannya sama saja! “ oceh Rani, lalu melanjutkan memasukkan buah kedalam mulutnya.

...***...

Di kediaman Atmaja, Nara yang baru saja selesai siap-siap menuju kamar Rian dan membangunkan adiknya itu.

“Rian sayang, antarin aku dong ke pasar nyari jas, “ ujarnya dengan suara manjanya.

Rian mendengar suara kakaknya itu, dengan cepat menarik selimutnya membungkus seluruh tubuhnya.

“Ayolah nggak usah sok tidur aku tau kamu masih melek, “ pintah Nara lagi tetapi kali ini, iya sudah di atas tubuh sang adik.

“Akhh wanita gila, ya sudah turun sana. Lihatlah kau bahkan memakai bajuku, “ kesal Rian lalu berjalan menuju kamar mandi mencuci mukanya.

“Yah mau bagaimana lagi, aku kan hanya punya seorang adik laki-laki bukan adik perempuan jadi aku tidak bisa bertukar pakaian denganmu, “ pintah Nara dengan dramanya.

“Cukup, kau tidak pantas berlagak sok manja. Ayok pergi nanti tutup lagi pasarnya, “

Dengan senyum yang ceria, Nara menggandeng Rian keduanya beriringan menuju motor butut milik ayahnya.

Dengan di bonceng Rian, Nara memegang erat pinggang sang adik sampai keduanya tiba di pasar.

“Bisa nggak, nggak usah peluk, “ kesal Rian pasalnya setiap kali membonceng Nara, kakaknya akan memeluk erat dirinya.

“Kenapa? Kau takut pacarmu melihat huh, “ ujar Nara turun dari motor.

Rian hanya bisa tertawa lalu mengejar Nara yang lebih dahulu masuk kedalam pasar.

Saat keduanya tengah berjalan menuju toko pakaian, tak sengaja Rian melihat Gino yang tengah di gandeng Ani dengan mesranya berjalan ke arahnya dan juga Nara.

“Dasar brengsek! “ ujar Rian saat kedua insan itu sudah di hadapan mereka.

“Sudah Ian, nanti tutup tokonya, “ ujar Nara menarik tangan Rian.

“Hahaha yah si miskin memang cocok di sini, “ gelak tawa Ani yang mengolok kedua kaks beradik itu, membuat darah dalam tubuh Rian seakan mendidih.

“Wah ternyata sampah memang cocok yah sama rongsokan, sama-sama berbau busuk ketika berada di manapun, “ ujar Nara yang begitu pedasnya ketikan kata-kata tersebut menembus lapisan dinding telinga kedua pasangan itu.

“Hahahaha, “ ledekan tawa dari Rian semakin membuat kesal Gino dan juga Ani.

Rian menarik Nara meninggalkan kedua insan itu, menunju toko trifting mencari jas untuk di pakainya lusa.

“Nanti yah Ar, ketika kamu nikah akan ku pastikan bukan baju bekas yang kamu pakai melainkan pakaian limited edition yang hanya di jahit untukmu, “ ujar Rian di sela tangan dan matanya membantu mencari jas yang masih layak untuk di kenakan.

“Hahahaha akan ku tunggu saat itu, “ keduanya tertawa terbahak-bahak, lalu melanjutkan perburuhan mereka.

“Ketemu nih, coba kamu lihat bagus ngak kalau aku pake? “ tanya Nara sembari menunjukan jas yang ditemukannya kepada sang adik.

“Bagus banget tapi sayang ada sedikit noda dekat merahnya, “ ujarnya dengan menunjukkan bekas noda itu.

“nggak apa-apa nanti di cuci kok, “ jawab Nara.

Setelah selesai membayar, Nara dan juga Rian menuju parkiran dan kembali ke rumah.

Sementara Gino yang melihat kepergian Nara, jujur dalam dirinya Ia masih begitu menyayanginya Nara tapi entah mengapa dirinya pun tak bisa menolak ketika Ani menghubunginya.

Setibanya di rumah, Nara segera mengganti pakaiannya lalu menuju kamar mandi mencuci jas yang di dapatnya tadi

Firman Atmaja ayahnya yang baru saja pulang kerja, mendapati putrinya tengah mencuci menghampiri Nara.

“Anak ayah sedang apa? “ tanyanya membuyarkan lamunan Nara.

“Eh ayah sudah pulang, ini Nara nyuci Jas yang di beli di pasar trift tadi, “ mendengar perkataan sang putri semata wayangnya itu, hati Firman seketika hancur sebab di hari terpenting putrinya, Nara hanya mengenakan baju bekas.

“Sini ayah bantu, “ ujarnya menyembunyikan kesedihannya.

“Hahaha nggak usah, ayah kan baru pulang dari kerja pasti capek, “ tolak Nara.

Namun, Firman tetap kekeh membantu putrinya. Dari luar Tina yang melihat itu ikut masuk kedalam kamar mandi, begitu juga dengan Rian yang tidak ingin ketinggalan keseruan mencuci sepotong jas.

“Hahahaha jas sekecil ini di basuh sekampung, “ kekeh Nara yang sudah selesai menjemur.

“Eh ada ayah, “ ujar Rian mengundang gelak tawa keluarga itu.

.

.

.

.

BERKOMENTARLAH DENGAN BIJAK!!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!