Hari ini, terik matahari bersinar terang menghangatkan para penduduk bumi. Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi, tetapi jalanan sudah dipadati oleh kendaraan dan pejalan kaki yang berlalu lalang untuk melakukan aktivitas mereka masing-masing.
Suasana masih terasa sama seperti hari-hari kemarin, itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang saat ini sedang berada dalam sebuah taksi yang melaju mengantarkannya ketempat tujuan.
Dia memperhatikan aktivitas yang di lakukan orang-orang dari balik jendela, senyum tipis terbit dibibir gadis itu kala melihat ada banyak anak-anak yang sedang bermain di taman kanan-kanak.
Taksi yang membawanya sudah menepi kepinggir jalan pertanda kalau mereka sudah sampai ditempat tujuan, dia segera mengeluarkan dompet yang ada di dalam tasnya untuk mengambil uang.
"Terima kasih yah, Pak!" Tangannya terulur memberikan beberapa lembar uang untuk membayar biaya taksinya.
"Sama-sama, Buk. Ini kembaliannya." Supir taksi menerima uang pemberian gadis itu dan mengambil uang lain sebagai kembalian.
"untuk Bapak, saja!" tolak gadis tersebut dengan senyum diwajahnya, dia lalu segera turun setelah mendengar ucapan terima kasih dari supir tersebut.
"Syifa!"
Baru saja dia menginjakkan kakinya dihalaman kampus, sudah terdengar suara teriakan seseorang membuatnya langsung melihat kearah samping.
"aku kira kau enggak masuk!" ucap salah satu temannya yang bernama Dewi, mereka berteman sejak Syifa masuk ke Universitas itu.
"Hari ini kan ada mata kuliah dosen killer itu, enggak mungkin lah aku enggak masuk!" Syifa melangkahkan kakinya menuju ruang kelas dengan diikuti oleh Dewi.
"nah, itu dia! bagi aku catatan minggu kemaren dong!"
Syifa menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Dewi, tangannya dengan cepat mencubit lengan temannya itu membuat Dewi berteriak kesakitan.
"Kebiasaan! kamu ngapain aja sih, waktu dosen menerangkan?" Syifa menghembuskan napas kasar, dia lalu mengeluarkan buku berwarna biru dari dalam tasnya.
"Duuh, waktu itukan aku lagi galau karna patah hati. Masak kamu gak ngerti sih, Beb?" Dewi melingkarkan tangannya dilengan Syifa dengan wajah memelas.
"Yaudah, nih!" Syifa memberikan bukunya ketangan Dewi dengan ketus yang langsung diterima Dewi dengan penuh suka cita.
Walaupun dalam hati merasa kesal dengan kebiasaan temannya itu, tapi Syifa tidak pernah tega untuk mengabaikannya.
Yah, begitulah sifat gadis bernama Asyifa El-Rina yang biasa dipanggil dengan sebutan Syifa.
Terkesan galak tetapi tetap tidak tega dengan orang lain, terkadang dia juga bersikap dingin dengan seseorang yang tidak dia kenal. Tetapi, dia memiliki rasa empati yang tinggi pada saat seseorang mengalami kesusahan.
"Aah, lope-lope buatmu Beb!" Dewi semakin mengeratkan pelukan tangannya pada lengan Syifa.
"dih, dasar pemalas!" cibir Syifa sembari berusaha melepaskan pegangan temannya itu.
Akhirnya langkah mereka sampai juga dikelas, terlihat sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi yang memadati ruangan itu.
Tidak berselang lama, Dosen masuk ke dalam ruang kelas dan proses belajar mengajar pun dimulai.
Setelah 3 jam berlalu, akhirnya pelajaran mereka selesai. Para Mahasiswa dan mahasiswa mulai bubar barisan keluar dari ruangan itu, begitu juga dengan Syifa dan teman-temannya yang masih sibuk menyusun buku-buku mereka.
"Oh iya, nanti malam kalian semua diundang ke pesta ulang tahun Tomi!" seru salah satu teman Syifa sembari membagi-bagikan undangan pesta untuk semua orang, hampir saja dia lupa perihal undangan itu.
Semua orang tampak bersemangat untuk menghadiri pesta tersebut karna Tomi termasuk salah satu anak pengusaha kaya yang pasti akan mengadakan pesta dengan sangat meriah.
Hanya ada satu wanita yang tidak peduli dengan pesta itu, dialah Syifa yang bahkan tidak membuka undangan untuknya.
"apa kau tidak akan datang, Syif?" tanya Dewi, terlihat jelas diwajah Syifa kalau dia sama sekali tidak tertarik dengan sebuah pesta.
"Aku tidak bisa!" Syifa menggelengkan kepalanya, dia lalu bangkit dan hendak pergi keluar.
"tapi Tomi memintamu untuk datang!" seru wanita yang memberikan undangan pesta tadi.
"lalu, apa hubungannya denganku?" jawabnya acuh, dia memang sama sekali tidak tertarik dengan hal semacam itu.
Sebenarnya teman-teman Syifa sudah tidak heran kalau wanita itu tidak tertarik dengan hal seperti itu, dia bahkan tidak tertarik untuk mengenal lawan jenisnya.
"benarkah? jadi kau tidak tertarik untuk datang ke pestaku?"
Tiba-tiba datang segerombolan laki-laki ke dalam ruangan itu membuat semua orang merasa terkejut, terutama saat mereka melihat keberadaan Tomi yang selalu menjadi pusat perhatian para wanita.
"Benar, aku tidak tertarik! teman-teman, aku duluan yah. Permisi!" Syifa segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu setelah berpamitan pada teman-temannya, dia sama sekali tidak memperdulikan kehadiran para lelaki diruangan itu.
Setelah kepergian Syifa, teman-temannya juga memutuskan untuk pergi setelah berpamitan pada Tomi dan teman-temannya.
"Cih! sombong sekali gadis itu, dia pikir dia siapa!" ucap salah satu pria yang sedang duduk di atas meja.
"yah, wajahnya memang cantik sih. Tapi dia sombong sekali," seru yang lainnya.
"bagaimana, Tomi? apa kau masih berniat untuk menaklukkannya?"
Tomi tersenyum simpul saat mendengar pertanyaan dari salah satu temannya, dia lalu merangkul temannya itu dan ikut duduk di atas meja.
"Dia sangat menarik! aku penasaran bagaimana suara dessahannya saat berada di bawah tubuhku!"
Semua orang tertawa saat mendengar apa yang lelaki itu ucapkan, yah memang mereka juga mengakui kalau tidak ada satu wanita pun yang akan menolak pesona dari seorang Tomi.
"Kita lihat saja! malam ini aku akan membuatnya hadir dipestaku, dan akan aku pastikan kalau dia akan bertekuk lutut di bawah tubuhku!"
Suara tawa masih menggema diruangan itu saat mereka sedang merencanakan hal buruk pada seseorang, itulah yang selalu mereka lakukan untuk menaklukkan hati para wanita.
Sementara itu, Syifa yang sedang berada dipinggir jalan melihat ke sana kemari untuk memanggil taksi.
"Tak-" belum sempat dia memanggil taksi, tiba-tiba ada sebuah mobil berwarna hitam kilat berhenti tepat dihadapannya membuat Syifa tidak jadi berteriak memanggil taksi.
"Apa kau mau ku antar?" tawar seorang lelaki yang sangat Syifa kenali dari dalam mobil tersebut.
"tidak, terima kasih!" tolak Syifa, dia lalu kembali melihat ke kanan dan kiri untuk mencari taksi.
Atha bergegas turun dari mobil saat Syifa tidak menerima tawarannya, dia lalu mendekati wanita itu membuat Syifa mengerutkan keningnya.
"ayolah, aku memberi tumpangan karna mau kerumah Ammar!" Atha mencari alasan, padahal sejak tadi dia sengaja menunggu di depan Universitas itu karna ingin bertemu dengan Syifa.
Syifa berpikir sejenak, ditempatnya sekarang memang susah mencari taksi, dan bodohnya dia karna tidak berpikir untuk memesan taksi online.
"aku akan memesan taksi online!"
Ternyata tidak semudah itu untuk hanya sekedar mengantar Syifa pulang kerumah, tetapi Atha tidak hilang akal.
"Taksi online juga butuh waktu! udah sekarang kau ikut aku, aku harus segera menemui Ammar!" Atha berjalan kearah mobilnya dan membuka pintu mobil itu untuk Syifa.
Dengan perlahan Syifa masuk ke dalam mobil Atha dan duduk dengan diam sembari menatap kearah lelaki yang terus tersenyum lebar saat melihatnya.
"kenapa jadi aku yang dipaksa?"
•
•
•
Tbc.
Terima kasih buat yang udah baca 😘
Semoga kalian suka dengan cerita baruku ya 🥰
"kenapa jadi aku yang dipaksa?" Syifa benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Atha.
Sementara Atha sendiri merasa sangat senang, niat hati ingin mengantar wanita yang dia sukai ternyata dikabulkan oleh Tuhan.
Seperti itulah Athala Madava, seorang lelaki yang suka melakukan sesuatu seenak jidatnya sendiri. Ketidak sengajaan membuatnya bertemu dengan gadis bernama Syifa, yang berhasil merenggut seluruh perhatiannya.
Jatuh cinta pada pandangan pertama membuat Atha berusaha keras untuk mendapatkan hati Syifa, walaupun harus menerima semua penolakan yang dilayangkan oleh gadis itu.
"apa kuliahmu lancar?" Atha memilih bertanya untuk sekedar mencairkan suasana yang hening seperti sedang berada di tengah hutan.
"alhamdulillah,"
jawaban singkat yang sudah bisa ditebak oleh Atha.
"apa aku boleh bertanya sesuatu?"
Syifa memalingkan wajahnya kearah Atha. "bukannya tadi kau langsung bertanya padaku tanpa meminta izin?"
Atha tersenyum mendengar apa yang Syifa ucapkan, dia tidak mengerti kenapa dia bisa jatuh cinta pada wanita dingin seperti Syifa.
"kenapa kau sangat berbeda dari Zulaikha dan Sita? bukannya kalian bersaudara?" tanya Atha, dia melirik kearah Syifa yang juga sedang melihatnya.
"apa kau sama dengan saudaramu?" bukannya menjawab pertanyaan Atha, Syifa malah balik bertanya padanya.
"maksudmu?" Atha tidak mengerti dengan apa yang dia tanyakan.
"apa kau dan Abangmu sama? dari segi sifat, tingkah laku dan sebagainya?" Syifa menjelaskan maksud dari pertanyaannya.
"tentu saja tidak! Aku lebih tampan darinya," jawab Atha dengan bangga sembari membusungkan dada.
"kenapa kalian tidak sama? bukannya kalian bersaudara?" Syifa membalikkan pertanyaan yang tadi ditanyakan oleh Atha.
Atha berdecak kesal mendengar ucapan Syifa, sementara Syifa hanya tersenyum tipis melihat wajah lelaki itu.
"setiap manusia itu berbeda, baik sifat, karakter dan segala yang ada pada dirinya. Kalau kau bertanya kenapa aku dan saudariku berbeda, maka hanya Allah yang tau jawabannya," ucap Syifa panjang lebar, dia lalu kembali memalingkan wajahnya kearah jendela.
Atha menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman, dia senang karna Syifa mau berbicara panjang lebar padanya.
"lalu, apa aku juga boleh bertanya hal lain pada Allah?"
"tentu saja! tidak ada yang melarangmu untuk bertanya pada penciptamu," balas Syifa, dia yang biasanya selalu cuek dan acuh tak acuh kini malah meladeni ucapan Atha.
"kalau gitu, aku harus bertanya pada Allah kenapa wanita yang ada di sampingku ini selalu bersikap dingin padaku!"
Syifa terpaku mendengar apa yang Atha ucapkan, dia tidak menyangka kalau lelaki itu akan mengatakan hal seperti itu.
"bagaimana? apa menurutmu Allah akan menjawab pertanyaanku?" tantang Atha, terlihat jelas kebahagiaan dimata lelaki itu saat melakukannya.
"tentu saja! Allah akan menjawab bahwa wanita adalah sebaik-baiknya perhiasan yang ada didunia, dan sebagai perhiasan yang berharga, maka para wanita harus menjaga diri mereka. Wanita bisa menjadi makhluk yang menyesatkan bagi para lelaki, jika tidak bisa menjaga diri dan batasannnya. Tentu saja, aku juga tidak mau kalau kau sampai tersesat!"
Atha merasa tersentuh dengan jawaban yang dikatakan oleh Syifa, dan untuk sekali lagi dia merasa jatuh cinta pada wanita itu.
Sementara itu, ditempat lain terlihat seorang wanita sedang disibukkan dengan bunga-bunga. Sepanjang hari dia terus melayani para pembeli yang singgah ketoko bunganya sembari merawat seluruh bunga-bunga yang ada ditoko tersebut.
"Assalamu'alaikum," ucap seorang lelaki sambil melangkah masuk ke dalam toko.
"wa'alaikum salam, ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Sita berjalan mendekati lelaki yang sedang melihat-lihat tanaman itu.
"apa aku boleh mengajakmu makan siang?" sepertinya tujuan lelaki itu bukan untuk membeli bunga, melainkan untuk membeli penjualnya.
"sepertinya akhir-akhir ini anda sangat senggang, Tuan?" tanya balik Sita, sudah beberapa hari ini lelaki itubterus saja datang ketokonya.
"benar! aku sangat senggang, dan sayangnya diwaktu senggang itu, tidak ada yang menemaniku!" lelaki itu tampak sedih, dia bersandar didinding sembari melihat sendu kearah Sita.
"apa perlu, saya mengenalkan seorang teman untuk anda, Tuan Sean?" tawar Sita, sepertinya dia tidak berniat untuk menemani lelaki itu.
"tapi saya tidak-"
"Assalamu'alaikum!" tiba-tiba kedatangan Syifa berhasil menghentikan obrolan mereka, wanita itu masuk ke dalam toko denga diikuti oleh Atha.
"Wa'alaikum salam," jawab Sita dan Sean bersamaan.
"Mas Sean? sudah lama?" tanya Syifa.
Kening Sita berkerut heran saat mendengar panggilan yang disematkan Syifa pada lelaki itu. "kenapa Syifa memanggil Tuan Sean dengan sebutan, Mas?" batin Sita terheran-heran.
"tidak! baru aja sampai," jawab Sean, dia lalu beralih melihat kearah Atha yang juga sedang melihatnya.
"bukannya anda Tuan Sean Pranata?" tanya Atha, Sean menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan darinya.
"Syifa, kenapa kau memanggil Tuan Sean dengan sebutan Mas?" bisik Sita.
Syifa yang masih memperhatikan kedua lelaki itu lalu beralih kearah Sita. "memangnya kenapa? apa tidak boleh?"
Syifa yang sudah mendengar cerita dari Zulaikha tentang siapa sebenarnya Sean menjadi akrab dengan lelaki itu, bahkan dia sengaja pulang cepat saat mendapat pesan dari Sean kalau lelaki itu ingin mengajak Sita makan bersama.
"bukan begitu! tapi ... yah sudahlah," Sita tidak mau ambil pusing dengan panggilan yang Syifa ucapkan untuk Sean.
"apa yang anda lakukan di sini?" tanya Atha, dia melihat tajam kearah Syifa seakan-akan sedang bertanya pada wanita itu.
Syifa yang merasa ditatap oleh Atha merasa tidak peduli, dia malah berjalan ke belakang meja dan duduk disebuah kursi.
"kenapa anda bertanya?"
"apa? apa katanya?" Atha merasa kesal karna lelaki itu tidak menjawab apa yang dia tanyakan, dia merasa semakin panas saat melihay kalau Syifa akrab dengan lelaki itu.
"saya bertanya karna saya mau tau!" ketus Atha.
"kenapa anda mau tau?"
Syifa dan Sita melihat kedua lelaki itu dengan bingung, dalam hati mereka bertanya-tanya kenapa Sean dan Atha seperti sedang mengibarkan bendera perang.
"memangnya-"
"yup, sudah cukup!" Sita terpaksa angkat bicara untuk melerai ucapan mereka, dia takut kalau nantinya terjadi pertumpahan darah.
"baiklah, ayo kita makan siang!" ajak Sean kembali.
"maaf, saya-"
"Pergilah, Sita! biar aku yang jaga toko." Syifa berdiri dan mendorong tubuh Sita untuk mengikuti Sean tanpa menghiraukan ucapan temannya itu.
"tu-tunggu-" Sita yang terus dipaksa oleh Syifa tidak bisa lagi menolak, dia terpaksa masuk ke dalam mobil Sean untuk makan siang bersama.
"Hati-hati!" Syifa melambaikan tangannya pada mereka berdua dan kembali masuk ke dalam toko.
"ada hubungan apa kau dengannya?"
Syifa terkejut karna Atha tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya.
"kau masih di sini? bukannya kau ingin menemui Mas Ammar?" bukannya menjawab pertanyaan Atha, Syifa malah mengusir laki-laki itu.
"jawab aku, Sita! apa dia-" ucapan Atha terpaksa berhenti saat ponsel Syifa berdering.
"ada apa, Dew?" tanya Syifa pada sih penelpon.
"Syifa, apa kau bisa menemaniku kepesta?"
"tidak!" jawaban secepat kilat yang langsung melesat keluar.
"tolonglah Syifa, aku harus menghadiri pesta itu atas nama Ayahku. Kalau tidak, keluarga Tomi bisa memecat Ayah!" Dewi memelas.
"ya pergi saja, kenapa harus bersamaku?" Syifa merasa heran, kenapa harus dia yang dibawa-bawa.
"tidak ada yang mau menemaniku! tolong temani aku yah, Please!" terdengar suara memohon Dewi dari sebrang telpon.
Syifa menghela napas kasar, sungguh dia tidak ingin datang kepesta yang dipenuhi dengan minuman keras dan para wanita seksi. Tapi ...,
"baiklah, aku akan menemanimu!"
•
•
•
Tbc.
Terima kasih buat yang udah baca 😘
Syifa menutup panggilan dari Dewi setelah menyetujui ajakannya, dia lalu berjalan masuk tanpa menyadari kalau Atha masih ada ditempat itu.
"siapa yang menelponnya? kenapa dia terlihat kesal?" Atha terus memperhatikan raut wajah Syifa yang penuh dengan beban.
Syifa yang hendak menutup pintu baru sadar kalau masih ada manusia lain ditempat itu, dan manusia itu sedang menatapnya tanpa berkedip saat ini.
"apa yang dia lakukan? apa dia mau mengeluarkan sesuatu dari matanya?" Syifa ikut melihat Atha dengan tajam.
"Assalamu'alaikum." Zulaikha masuk ke dalam toko sembari membawa bungkusan makanan, dia tau kalau saat ini Syifa sedang berada ditoko seorang diri.
"loh, ada apa dengan mereka?" langkah Zulaikha terhenti saat melihat Syifa dan Atha saling bertatapan, entah apa yang mereka berdua lakukan, tapi yang pasti mereka tidak sadar dengan kedatangan Zulaikha.
Zulaikha meletakkan bungkusan yang dia bawa ke atas kursi, dia lalu mendekati dua manusia itu dan berdiri di tengah-tengah wajah mereka.
"Assalamu'alaikum!"
Syifa dan Atha terlonjak kaget saat mendengar suara Zulaikha, sementara Zulaikha sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi yang ada diwajah mereka.
"Wa-wa'alaikum salam, Mbak?" Syifa bangun dan mendekati Zulaikha yang masih tertawa.
"Ya Allah ya Tuhanku, kalian ini!" Zulaikha memegangi perutnya yang terasa sakit, dia lalu duduk dikursi yang tadi diduduki oleh Syifa.
Syifa dan Atha terlihat salah tingkah, apalagi saat ketangkap basah sedang pandang-pandangan oleh Zulaikha.
"tidak baik menunda sesuatu yang baik, Atha, Syifa!" ucapan Zulaikha penuh dengan sindiran.
"Me-menunda apa?" Syifa memalingkan wajahnya yang bersemu merah, sepertinya dia sedang malu-malu tapi mau.
"kalau memang kalian sudah merasa cocok, lebih baik disegera-"
"Mbak bawa apa nih?" Syifa mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, dia mengangkat bungkusan yang ada di atas meja.
"oh, itu makanan untukmu. Makan aja sekalian bareng Atha!"
Syifa melotot tajam mendengar ucapan Zulaikha, sementara Atha hanya tersenyum simpul ditempatnya saat ini.
Tiba-tiba, ponsel yang ada disaku celana Atha berdering. Dia berbalik dan keluar untuk menjawab panggilan yang masuk ke dalam ponselnya.
Setelah melihat Atha keluar, Zulaikha menyenggol lengan Syifa yang sibuk membuka bungkusan makanan.
"apa?" tanya Syifa.
"dia sepertinya menyukaimu, Syif! apa tidak lebih baik-"
"Mbak! jangan mulai deh," Syifa selalu merasa tidak senang saat ada yang membahas masalah pernikahan.
Zulaikha menghembuskan napas kasar. "Yah, terserah kau saja lah! tapi Mbak harap, kau bisa menjaga diri."
Syifa memberikan jempolnya pertanda menjawab iya tentang apa yang Zulaikha katakan.
Atha yang sudah selesai menelpon kembali masuk, dia berniat untuk pamit pulang pada Zulaikha dan Sita.
"aku permisi dulu, Mbak, Syifa!" pamitnya.
Zulaikha menganggukkan kepalanya untuk menanggapi ucapan Atha, sementara Syifa hanya diam dan tidak peduli.
"Mbak, nanti malam aku mau pergi ke pesta teman!"
Atha yang sudah membuka pintu mendadak menghentikan kakinya, dia mencuri dengar apa yang Syifa katakan pada Zulaikha.
"pesta? pesta siapa?" Zulaikha merasa heran, untuk pertama kalinya Syifa pamit untuk menghadiri sebuah pesta.
"pesta ulang tahun Tomi," jawabnya dengan malas.
Atha mendengar semua ucapan Syifa, dia lalu bergegas keluar sebelum mereka tau kalau dia menguping.
"pesta Tomi?" Atha baru ingat kalau dia juga mendapat undangan pesta sebagai rekan bisnis dari orang tua pemuda itu.
"Baiklah, aku akan datang dan bertemu lagi denganmu!" Atha tersenyum senang karna akan bertemu lagi dengan Syifa, dia merasa kalau dia sudah cinta mati dengan wanita itu. Padahal selama ini dia tidak pernah kekurangan wanita.
Sita dan Sean yang masih berada disebuah restoran terlihat sedang menikmati makan siang mereka, sembari sesekali bercerita tentang apa saja yang terlihat oleh mata.
"Apa saya boleh bertanya sesuatu?" Sita meletakkan sendok yang baru saja dia gunakan pertanda kalau acara makannya sudah selesai.
"tanya saja! tidak perlu izin!" jawab Sean tanpa menghentikan makannya.
Sita diam sejenak, dia meyakinkan diri kalau harus bertanya hari ini juga pada lelaki itu.
"apa anda mencintai saya?"
"Uhuk, uhuk, uhuk!" Sean tersedak makanan yang sedang dia makan.
Dengan cepat Sean mengambil minum yang ada di depannya dan meminum air itu sampai tak bersisa.
"astaga, apa kau mau membunuhku, Sita?" wajah Sean memerah akibat terbatuk-batuk.
"maaf, saya tidak tau kalau Tuan akan tersedak seperti itu!" ucap Sita penuh sesal, dia lalu kembali menuang air ke dalam gelas Sean.
"kenapa kau berpikir aku mencintaimu?" tanya Sean, sebenarnya dia merasa lucu dan ingin tertawa karna pertanyaan Sita.
"lalu, kalau bukan karna cinta, kenapa Tuan terus menggangguku?" tanyanya kembali.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Sita bertanya seperti itu, tapi karna memang Sean selalu saja mengunjungi dan mengganggunya.
"memangnya kalau seorang lelaki mendekati wanita, itu karna cinta?" balas Sean.
"tidak juga sih! tapi yah, biasanya seperti itu," jawabnya kemudian.
"aku memang mencintaimu, Sita! tapi bukan cinta seperti yang kau pikirkan,"
Setelah acara makan siang itu selesai, mereka kembali pulang menuju rumah Sita.
Dalam perjalanan, tiba-tiba Sita meminta untuk berhenti di supermarket karna ada sesuatu yang ingin dia beli.
Sean juga ikut turun mengantar Sita, walaupun wanita itu menolak untuk ditemani.
"aku juga ingin membeli sesuatu!"
Itulah alasan lelaki itu agar bisa selalu berada di dekat Sita, tanpa dia sadari kalau saat ini ada seseorang yang sedang mengintai mereka.
Sita mengambil beberapa bahan pokok untuk kebutuhan rumah, tidak lupa dia juga membeli buah-buahan dan makanan ringan untuk cemilan dirumah.
"sudah selesai?" tanya Sean.
Sita menganggukkan kepala dan berjalan ke meja kasir untuk membayar barang belanjaannya.
"totalnya 126 ringgit, Bu!"
"pakai ini!"
Sita yang akan memberikan uangnya kalah cepat dengan tangan Sean yang sudah menyodorkan kartu kreditnya pada kasir, dia lalu menatap Sean dengan tajam seolah-olah sedang bertanya apa yang sedang lelaki itu lakukan.
"kenapa? aku cuma sekalian membayar belanjaanku, kok!" ucap Sean.
Sita melihat belanjaan apa yang dibeli oleh lelaki itu, dan ternyata Sean hanya membeli sebotol air mineral.
"Ambil ini, aku tidak ingin berhutang pada siapapun!" Sita menyodorkan uang sejumlah harga barang yang harus dia bayar.
"Tidak perlu, lain kali kalau kita belanja baru kau yang bayar!" Sean mengambil kartu yang sudah selesai digunakan dan berlalu keluar menuju mobilnya.
Sita menatap kepergian Sean dengan bingung, tapi karna malas berdebat lebih baik dia biarkan saja.
"Tunggu! sepertinya ada seseorang yang sedang mengawasi kami." Sita melihat ke sekeliling tempat karna merasa sedang diawasi.
"kenapa diam saja?"
Suara teriakan Sean berhasil mengganggu konsentrasi Sita, dia lalu berjalan cepat ke arah mobil.
Sean memasukkan barang belanjaan Sita ke dalam bagasi, lalu menutup bagasi itu dan berjalan masuk ke dalam mobil.
Namun, saat Sean hendak masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba Sita melihat ada sebuah sepeda motor yang melaju kencang kearahnya.
Sita segera berlari memutari mobil dan mendorong tubuh Sean hingga tubuhnya sendiri yang tertabrak oleh sepeda motor itu.
"tidak, Sofia!"
•
•
•
Tbc.
Terima kasih buat yang udah baca 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!