NovelToon NovelToon

Janda Mandul

Bab 1: Talak

"Ngarsinah! Selangkah lagi kakimu bergerak, maka talak tiga akan aku jatuhkan!" Teriak David, pria berparas blasteran dengan manik hazel berwarna biru itu memberikan ultimatum untuk istrinya. "Lakukanlah mas, aku pun menunggu hal itu," jawab Ngarsinah dingin dan penuh keyakinan., Sesaat tadi wanita cantik itu menghentikan langkahnya karena teriakan suaminya. 

Tap!

Tap!

Tap!

Ngarsinah melangkah sebanyak tiga langkah, dan jelas saja hal itu membuat David menjatuhkan kata keramat yang mampu menggetarkan langit dan tentunya saja siapapun yang mendengarkannya akan merasakan perih yang tak terhingga, tidak terkecuali Ngarsinah. 

"TALAK, TALAK, TALAK!" 

Tubuh ramping milik Ngarsinah bergetar, air bening di kelopak matanya lolos menganak sungai di pipi mulusnya.

Ngarsinah menguatkan diri untuk memutar tubuhnya, beberapa tetangga yang sedari tadi mendengarkan keributan di rumahnya karena beberapa kali ada piring terbang yang memancing perhatian tetangga. Kini tetangga Ngarsinah pun menjadi saksi akan jatuhnya talak tiga dari David, pria paling tampan di kampung Rorocobek. 

"Terimakasih mas, aku akan mengurus semuanya, dan silahkan kamu keluar dari rumahku," jawab Ngarsinah dingin. Rumah itu adalah peninggalan orang tuanya, dan tentu saja itu akan dipertahankan. Para tetangga yang memang memihak ke Arsi, panggilan akrab Ngarsinah, pelan-pelan mendekatinya. Bu Yem yang sedari dulu sahabat ibunya langsung merengkuh pundak Arsi. Wanita itu membawa Arsi ke rumahnya yang bersebelahan dengan rumah gadis itu. Dengan pandangan tajam bu Yem menatap David. 

"David, kami rasa sudah cukup jelas apa yang Arsi maksud, jadi saya selaku RT disini meminta anda untuk segera berkemas," pinta bu Yem dengan tegas. David yang mendapatkan tatapan membunuh dari warga kampung pun tidak punya pilihan, amarahnya yang tadi memuncak kini harus mengalah daripada dia harus menerima amukan emak-emak yang sudah siap menjadi pembela Arsi–istrinya yang baru saja dia jatuhkan talak tiga. 

"Ok, aku akan keluar, tapi kau akan menyesal Arsi, siapa yang mau menikahi wanita mandul sepertimu! dan kalian yang selalu membela Arsi, wanita yang selalu kalian bela ini, wanita yang tidak bisa memberikan keturunan, dengar itu!" Teriak David membuka aib Ngarsinah yang selama ini ditutupi olehnya. Luka yang tak berdarah membuat Arsi hanya bisa menatap kosong ke arah suaminya. Dengan senyum sinis David kembali masuk kedalam rumah dan mengemas pakaiannya yang hanya cukup untuk dua koper. 

Tujuan David sudah jelas kerumah besarnya lalu dia akan ke rumah Novi yang ada di kampung sebelah. Selingkuhan yang selama ini menghangatkan malam-malam nya, dengan alasan berangkat ke kota untuk bertemu dengan pembeli atau alasan lainnya yang berkaitan dengan bisnisnya. 

Benar saja David berangkat ke kota, tapi tentu saja dengan membawa Novi yang dikenalkan sebagai istrinya. Semua rekan bisnis David memang mengenal Novi sebagai istri, Ngarsinah tidak pernah dibawa dengan berbagai alasan ketika istri sahnya itu ingin ikut. 

Ngarsinah sebagai istri yang menghiasi rumah miliknya, bak burung dalam sangkar emas, itulah nasib wanita sederhana itu. Selama menikah hanya beberapa kali saja David membawanya ke kota, itu pun bukan untuk urusan bisnis. Mana bisa dia membawa istri yang tidak bisa tampil setara dengannya, apa kata teman-temannya nanti. Penampilan Ngarsinah memang sangat sederhana, kampungan dan sangat ketinggalan jaman.   

Jika dibandingkan dengan Novi, sungguh jauh berbeda, cantik, modis, dan sangat setara dengan dirinya yang seorang pengusaha sukses plus tampan dengan pesona yang mampu membuat wanita manapun meleleh. 

David dan Novi sudah merencanakan untuk menekan Ngarsinah, agar menyetujui Novi  menjadi istri keduanya, dengan harapan akan bisa memberikan keturunan. Pasangan tidak halal itu memang sudah memeriksakan keadaan mereka, dan sesuai hasil pemeriksaan, mereka berdua dinyatakan subur. 

“Perempuan kalo bodoh ya kayak gitu, coba dia mau dimadu dengan Novi, aku gak akan bikin dia menjadi janda, mana ada pria yang mau sama wanita mandul, apa yang diharapkan? tapi ya bagus lah, dengan bercerai seperti ini aku bisa segera menikahi Novi,” gumam David seorang diri, tangannya dengan cepat memindahkan pakaian miliknya yang ada dilemari kedalam koper.

David pria kaya dan juga tampan sekampung Rorocobek selalu menjadi idaman setiap wanita kampung. Banyak yang mau menjadi istri kedua atau ketiga bahkan ke empat. Sebagai juragan beras dan beberapa jenis hasil kebun,  dari puluhan hektar sawah dan ladang membuat David tidak memiliki saingan. Rumah besar yang dia miliki jarang sekali dia tempati karena Ngarsinah lebih senang tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang sama besar dengan rumah David. 

Saat berkemas pria itu tidak lupa mengemas dokumen tanah, semua lahan milik Arsi sudah dibalik nama, karena Arsi yang terlalu cinta dan percaya hingga buta dan menyerahkan semuanya kecuali rumah. 

“Memelihara wanita mandul sama saja aku memelihara mayat hidup, dan apa yang aku dapat, kau akan segera jatuh miskin dan menjadi gelandangan, Ngarsinah … Ngarsinah, hahaha!" Tawa David menggema di ruang kerja yang selama ini menjadi tempatnya beraktifitas untuk bisnisnya. 

"Arsi, sudah jangan nangis lagi ndok, kamu sudah mengambil keputusan yang tepat, ibu yang selama ini sudah anggep kamu anak, gak rela kamu diginiin. Kamu gak sendiri ndok, kami semua mendukungmu," bu Yem membelai lembut kepala Arsi yang tertutup kerudung bergo. Beberapa ibu-ibu yang menggunakan daster rumahan tampak berlinang air mata melihat nasib Arsi, kembang desa yang dibilang mandul oleh suaminya. 

Arsi hanya mengangguk, saat ini hatinya sedang hancur berkeping-keping. Berawal dari kiriman video yang dia terima, dimana suaminya yang sangat dia percaya sedang bercinta dengan kembang desa sebelah, dan suaminya mengakui itu semua dengan santai. David dengan beraninya mengatakan akan menikahi Novi demi bisa mendapatkan keturunan. Dunia Ngarsinah seakan runtuh, jadi pertengkaran-pertengkaran mereka selama ini penyebabnya adalah orang ketiga. 

Itulah Arsi, dengan segenap cinta yang mampu membutakan matanya, kini menghadapi sebuah kenyataan pahit. Selama ini Arsi menganggap angin lalu tiap gosip yang berhembus kencang, karena cinta dan kepercayaan Arsi telah menguasai hati dan pikirannya. Bodoh! ya hanya itulah kata yang pantas dia ucapkan untuk dirinya sendiri. 

“Bu Yem, apakah Arsi harus menyesali semuanya?” tanya Arsi kepada bu Yem yang sedari tadi dengan setia mendampinginya. Tatapannya masih kosong, wajahnya tanpa ekspresi. “Ndok ini sudah takdir Allah, jangan menyesali, yakinlah Allah akan memberikan hari yang indah untukmu di kemudian hari nanti,” jawab bu Yem berusaha meyakinkan Arsi. 

“Bagaimana Arsi hidup tanpa mas David bu?” tanyanya lagi dengan isak tangis yang mulai terdengar, ibu-ibu yang sedari tadi menjadi penonton tidak kuasa menahan air mata mereka, seakan mereka pun dapat merasakan kesedihan janda baru itu. 

“Lebih baik Arsi mati saja bu,”

❤️❤️❤️

Like, subscribe, komen dan Vote ya pemirsa. Makasiihhh 🌹

Bab 2: Bodoh

“Lebih baik Arsi mati saja bu,” ucap Arsi dengan nada pilu. 

“Istighfar ndok, kamu kan anak yang solehah, nyebut ndok, nyebut,” bu Yem memeluk tubuh yang sudah mulai terguncang itu. 

Saat ini Arsi tidak bisa melihat jalan yang terang, pikirannya kalut dan hanya memikirkan untuk menyusul ayah dan ibunya saja, agar tidak lagi merasakan sakitnya pengkhianatan yang dilakukan oleh suami dan sahabatnya.  

Novi bukan hanya kembang desa sebelah, tapi juga sahabat saat Ngarsinah kuliah di kota. Mereka berdua mengambil jurusan yang sama, dan selalu berbagi suka dan duka. Novi yang menjadi primadona kampus karena kecantikannya yang benar-benar diatas rata-rata, tidak malu berteman dengan dirinya yang sangat kampungan dan ketinggalan jaman. Walaupun Novi tidak sepintar Ngarsinah dalam hal akademik, Arsi dengan sukarela membantu Novi menyelesaikan tugas-tugasnya. 

Seperti itulah persahabatan mereka, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kos bareng dan tinggal bersama, layaknya saudara, Novi dan Ngarsinah tidak pernah berselisih pendapat. Mereka saling mendukung dan saling menguatkan. 

Kini takdir sedang bermain dengan wanita cantik yang kini hancur dan terpuruk itu. Sebatang kara dan rasanya tidak ingin lagi dia hidup, apa alasan dia untuk hidup? jika saja dia di cerai suami tapi masih memiliki anak, setidaknya itulah tujuan hidupnya, tapi sekarang apa?. 

Braakk!

Pintu rumah dibanting oleh David, padahal pintu itu tidak bersalah apapun, tidak juga tertutup, tapi tetap saja David membantingnya, hal itu sontak membuat banyak orang terkejut dan mengelus dada melihat perilaku edan David. 

“Ini orang kesurupan kok ya siang-siang to,” gerutu salah seorang warga yang berdiri di samping rumah Ngarsinah, dengan mengelus dada karena tadi dirinya sempat melompat saking kagetnya. “Iya mbakyu, bikin kaget orang aja,” balas ibu-ibu yang lainnya, dan mereka hanya berani saling berbisik. 

"Ngarsinah sini kamu!” teriak David, suara pria itu memecah dengungan suara emak-emak yang sedari tadi ramai berada disitu. Rumah tanpa pagar itu membuat warga sekitar sangat mudah untuk mendekati TKP dan berkerumun. Walau tidak bisa menyelesaikan masalah suami istri yang baru saja bercerai itu, setidaknya mereka bisa menguatkan Arsi yang sedang dalam tekanan.  “Arsi! aku mau bicara untuk yang terakhir kali sebelum kita bertemu di pengadilan!" panggil David lagi dengan tatapan sejuta kebencian. 

"Ayo ndok, datangi David, kami akan berjaga disini," bisik bu Yem. Jelas saja itu membuat ibu-ibu yang masih setia disitu mengangguk tanda setuju dan siaga menjaganya. "Iya bu," jawab Arsi lemah. 

Dengan langkah gontai wanita cantik yang kini berstatus janda itu pun melangkah ke rumahnya, David duduk di sofa, dengan kaki yang menumpang pada kaki yang satunya. Tampak dua koper besar dan satu tas kerja yang biasanya berisi laptop sudah siap untuk dibawa. 

"Ngarsinah binti Sulaiman Almarhum, saya David van Houten menjatuhkan talak tiga untuk dirimu. Kau tidak usah khawatir dan mengeluarkan biaya, karena aku akan mengurus perceraian kita. Hadiri saja tiap undangan pengadilan yang datang dan jangan mempersulit prosesnya. Aku membawa apa yang menjadi milikku dan aku tinggalkan apa yang menjadi milikmu. Aku rasa kau sudah paham," kalimat yang David dengan mudah dipahami oleh Ngarsinah. 

Air matanya menganak sungai di pipinya, wanita itu sangat sadar bahwa dia sudah kehilangan sekian banyak sawah dan ladang peninggalan ayahnya, hal itu karena kebodohannya. Cinta membuat dia lupa akan semuanya. 

"Aku paham semuanya dan aku menerimanya," jawab Ngarsinah dengan suara yang bergetar. David menyeringai bak serigala. Hatinya sangat senang, dia merasa menang banyak dengan perceraian yang diinginkan Arsi dan sekarang pun akhirnya menjadi keinginannya juga. 

"Aku akan pergi, dan bersiaplah menjadi gelandangan Arsi ku sayang, hahahaha!" Tawa David pecah dengan rasa puas yang memenuhi rongga dadanya. Dengan langkah pasti dia keluar dari rumah besar milik Arsi, tidak lupa dia menatap ke arah ibu-ibu yang masih bersedia berbaris menjaga mantan istrinya. 

"Kalian semua jangan hanya diam saja, ingat besok kalian masih harus bekerja di sawah dan ladangku, jika kalian masih ingin bisa makan dan menyekolahkan anak-anak kalian! Arsi tidak akan bisa memberikan makan untuk kalian semua, karena dia sendiri pun akan menjadi pengemis di jalanan untuk sekedar bisa makan, hahahaha!" kesombongan David tidak bisa di cegah lagi. Dia merasa berkuasa di desa itu. 

“Orang kok takabur gitu ya?” ucap ibu berdaster hijau bunga-bunga.

“Firaun jaman now jeng, ngeri ya, gusti Allah gak tidur bisa kebalik itu omongannya!” seru ibu yang berhijab dengan suara pelan tapi penuh tekanan. 

“Iya, andai aku bisa kerja di tempat lain, gak sudi rasanya aku kerja ditempat dia yu,” jawab ibu berdaster batik berwarna coklat. 

“Kasian den ayu Arsi, anaknya baik, lah kok dapet suami bajingan gitu ya yu?” bisik ibu lainnya.

“Aku berhutang budi sama ndoro Sulaiman yu, beliau orang yang sering membantu, gak serakah, dosa opo yo kok bisa den ayu dapet suami kayak gitu,” sambung salah satu dari ibu -ibu yang berkumpul disitu.  

Langkah David terhenti, Ngarsinah yang masih menatapnya penuh dengan kebencian itu pun terkejut karena langkah pria yang baru saja memberikannya talak tiga itu tiba-tiba berbalik badan.

“Satu lagi aku peringatkan kepadamu, jangan pernah berpikir untuk mengambil kembali apa yang pernah kau berikan kepadaku. Aku tidak akan pernah memberikannya kepadamu, sampai kapanpun itu, itulah bukti dari kebodohanmu. Kebodohan harus dibayar dengan mahal Arsi. Belajarlah untuk menjadi pintar, hahaha!” penjelasan David yang mengarah pada harta peninggalan ayahnya yang kini sudah bukan lagi atas nama gadis itu, kembali membuat Ngarsinah bergeming.

Kembali kenangan itu berputar dalam angannya, tubuhnya masih berdiri di ambang pintu yang menatap lekat tubuh mantan suaminya yang kembali berbalik dan melanjutkan perjalanannya meninggalkan rumah besar Arsi. 

Bu Yem bergegas menghampiri Arsi, wanita paruh baya yang sangat menyayanginya itu merengkuh kedua bahu Ngarsinah. Usapan lembut seakan memberikan kekuatan kepada gadis yang kini sedang hancur itu. “Arsi, ayo kita masuk, duduk dulu. Ibu ambilin air ya ndok,” Arsi tidak membantah, tidak juga mengangguk. Tubuhnya benar-benar seperti tak bernyawa tapi mampu berjalan dan bernafas, janda muda itu mendudukkan tubuh lemahnya di sofa mewah yang ada di ruang tamu rumah besar itu.  

Bu yem kembali ke ruang tamu dengan segelas air hangat agar Ngarsinah merasa nyaman. “Ndok ayo diminum, sudah jangan bersedih, apa yang kamu putuskan tadi itu adalah pilihan terbaik untuk hidupmu ndok.” bujuk bu Yem sambil memberikan gelas itu langsung ke bibir gadis itu. Arsi tidak lagi mengeluarkan air mata, tapi mata gadis itu kini menatap dengan kosong. 

Bayangan ayah dan ibu bermain dalam pikirannya. “Ayah, ibu, Arsi mau jual rumah ini boleh?” tanya gadis itu pada ruang kosong di kursi yang ada di hadapannya. Pandangan gadis itu kosong, tapi pandangannya lurus kedepan seakan sedang berbicara kepada ayah dan ibunya. 

“Arsi mohon ijin bapak dan ibu, boleh ya?”

❤️❤️❤️

like, komen, subscribe dan vote ya pemirsa, tengkyuuhh 🌹

Bab 3  : Jual Rumah

“Arsi mohon ijin bapak dan ibu, boleh ya?” tanya Ngarsinah kembali, sudah tentu tidak akan ada yang menjawab. Bu Yem menangis pilu, wanita paruh baya yang sudah seperti ibu bagi Ngarsinah. Bu Yem yang duduk di sebelah Ngarsinah memeluk tubuh gadis itu, tangisannya pecah seiring dengan hancurnya hati seorang ibu yang melihat anaknya berbicara pada ruang hampa. 

“Arsi, istighfar ndok, istighfar. Jangan begini ndok, kamu masih bisa berdiri tegak, jangan hancur karena laki-laki brengsek itu. Ndok sini liat ibu,” bu yem terus membujuk Ngarsinah untuk mau menatapnya dan mengalihkannya dari tataan lurus nan kosong gadis itu. 

“Ibu … “ Arsi yang bersilang pandang dengan bu Yem pun dengan cepat memeluk tubuh wanita yang sudah tidak muda lagi itu. Pandangan teduh dan penuh kasih sayang milik bu Yem berhasil membuat Ngarsinah tersadar akan kebingungannya. 

“Ibu, maafin Arsi, ibu Yem jangan tinggalin Arsi, Arsi sudah pamit sama ibu dan bapak mau jual rumah ini saja bu, Arsi gak akan mampu membiayai rumah sebesar ini tanpa ada penghasilan,” Arsi menatap dalam ke arah kedua netra bu Yem. 

“Arsi sayang apakah kamu sudah sadar dengan apa yang kamu ucapkan ndok?” tanya bu Yem meyakinkan. Ngarsinah mengambil air hangat yang tadi diambilkan oleh bu Yem. dalam sekali teguk, air mieral hangat itupun kandas tak bersisa. 

Entah kekuatan dari mana, beberapa saat yang lalu gadis itu tampak rapuh, tapi lihatlah sekarang, gadis itu tampak tegar dan tidak ada lagi air mata yang mengambang di kelopak matanya. 

“Arsi sadar bu, Arsi tidak mau hancur. Seperti yang ibu tadi bilang, ini adalah keputusan Arsi yang baik dan benar. Arsi nggak mau dimadu bu, dan semua warisan ayah berupa sawah dan kebun biarlah diambil oleh David. Dan rumah ini, Arsi tidak akan mampu mempertahankannya, ini kita jual saja ya bu?” Ucap Ngarsinah mantap dan tidak lupa dia bertanya, bagaimana pendapat bu Yem tentang idenya menjual rumah peninggalan ayah ibunya yang sudah meninggal dunia. 

"Ndok, ibu akan selalu mendukungmu. benar yang kamu bilang rumah sebesar ini sudah pasti besar juga biaya perawatannya. tapi ibu harap kamu melakukannya bukan karena emosi tapi karena kesadaran.” ucap bu Yem yang berusaha membuat pikiran Ngarsinah jernih. 

“Kemaren itu ada orang dari kota yang datang ke rumah ibu, dia bilang mau cari rumah yang agak besar dengan pekarangan yang luas, ibu ada nomor telepon nya, apa kamu mau mencoba menawarkan rumah ini ke beliau ndok?” lanjutnya lagi. Ngarsinah menatap bu Yem lekat, seakan meminta dukungan atas keputusan besar yang akan dia ambil. 

Arsi bukanlah gadis bodoh, dia termasuk mahasiswa berprestasi fakultas bisnis menejemen di kampusnya. Penampilan Arsi yang ketinggalan zaman lah yang membuat aura kepintarannya itu seakan tertutup. 

“Bismillah bu, Arsi sudah siap melepas ini, lebih cepat lebih baik, karena Arsi tidak bisa bergerak jika tidak ada uang. Uang di rekening Asri masih bisa buat Asri bertahan hidup, dan hasil penjualan rumah ini secepatnya Arsi akan mencari rumah di perumahan aja bu, tipe tiga enam atau tipe empat lima. Rencana Asri, nanti akan melamar pekerjaan, semoga ilmu yang Arsi punya bisa buat bekal melamar kerja bu.” Asri sudah menyusun rencana jangka pendek yang akan dia jalani mulai hari ini. 

Bu Yem tersenyum haru, wanita yang seumuran dengan ibunya itu bergegas keluar untuk bicara pada tetangganya yang masih setia menunggu di luar rumah. “Ibu-ibu terimakasih atas dukungannya kepada Ngarsinah, Alhamulillah sekarang dia sudah tenang dan tidak menangis lagi. Monggo ibu-ibu kalau mau melanjutkan pekerjaannya, saya akan menemani Asri untuk sementara waktu. Sekali lagi kami mengucapkan banyak terimakasih untuk saudara-saudara semuanya. 

“Alhamdulillah nggih bu, semoga Ngarisnah kuat menerima ujian ini ya bu,” ucap salah satu ibu-ibu yang ada di dekat bu Yem.   

“Kami pamit dulu bu, salam buat den ayu Ngarsinah, kalo ada apa-apa jangan sungkan bilang ke kami, dengan senang hati kami akan membantu bu,” Ibu berdaster panjang dan berkerudung hitam itu ikut menyampaikan loyalitas serta perhatiannya kepada putri mantan juragan mereka dulu. 

“Iya ibu-ibu terimakasih atas perhatian dan cinta kalian semua untuk Ngarsinah, dia sangat membutuhkan dukungan moral dari kita. Monggo ibu-ibu saya mau kerumah dulu,” jawab bu Yem yang langsung menuju ke rumahnya untuk mengambil ponsel untuk menghubungi bos yang kemarin sedang mencari rumah. 

Di Halaman rumah sudah tidak ada lagi tetangga yang tadinya berkumpul, mereka sudah kembali kepada aktivitasnya masing-masing. Bu Yem sudah kembali ke rumah Arsi, tapi Arsi tidak ada di ruang tamu, Wanita yang tetangga rasa saudara itu pun memasuki rumah tanpa rasa canggung, apalagi saat ini David sudah tidak ada di rumah. 

“Ndok, kamu dimana?!” panggil bu Yem, suara wanita menjelang tua itu menggema di ruang keluarga, rumah yang besar itu membuat bu Yem membutuhkan waktu untuk berkeliling hanya untuk mencari Ngarsinah. 

Sreng!

Sreng!

Aroma masakan yang menggoda membuat bu Yem bisa menebak dimana gadis cantik itu berada. “Eh ibu, maaf Arsi gak denger ibu masuk, bu temenin Arsi makan ya?” pinta gadis itu dengan suara lembutnya, tidak tampak lagi wajah duka yang menghiasi wajah Ngarsinah. Hal itu membuat bu Yem tersenyum dan merasa lega.

“Masak apa kamu ndok kok enak banget aromanya?” tanya bu Yem yang masih belum menjawab permintaan gadis itu untuk menemaninya makan bersama. 

“Kalo kamu yang masak, mana bisa ibu menolaknya, laah wong enak gini masakannya anak ibu ini,” puji bu Yem yang langsung saja menarik kursi yang ada di meja makan tersebut, dan itu berarti wanita yang menganggap dirinya ibu dari Ngarsinah itu menyetujui permintaan putri sahabatnya untuk makan bersama.

“Ndok, ibu telpon sekarang ya orang yang kemaren nanya rumah, kamu bener-bener sudah siap?” tanya bu Yem ingin kembali memastikan. 

“Nggih bu, lebih cepat lebih baik, sekalian sama isinya bu, biar Arsi bisa mengubur semua kenangan yang ada disini dan siap untuk memulai hidup yang baru,” jawab gadis itu mantap tanpa ada keraguan sama sekali. 

“Mau dijual harga berapa ndok?” tangan bu Yem sibuk menscroll layar untuk mencari sebuah nama, dan akhirnya dapat, lalu dia melakukan panggilan.

“Delapan ratus juta aja bu, biar cepet laku,” jawab gadis itu singkat, sekali lagi tampak kemantapan yang tersorot lewat pancaran matanya. 

Tuut!

Tuut!

[Hallo selamat siang, maaf ini dengan siapa?]

[Hallo selamat siang, maaf benar ini tuan Boby?]

[Iya benar, maaf ini siapa ya?]

[Ini saya tuan, bu Yem dari kampung rorocobek, kemaren tuan ada datang kesini dan menanyakan kalau ada rumah yang mau di jual, apakah tuan masih mencarinya sekarang?] tanya bu Yem setelah mengenalkan dirinya kepada pria di seberang sana yang bernama Boby. 

[Iya bu, masih dong, apakah sudah ada informasi bu?] tanya Boby sopan.

[Ada tuan, rumah anak angkat saya, sepertinya cocok seperti yang tuan mau,]

[Berapa tawarannya bu?]

[Delapan ratus juta sudah sama isinya tuan,] 

Besok pagi saya kesana, paling sampe sana siang ya bu, ini nomor ibu?]

[Iya tuan, silahkan simpan,]

[Baiklah bu sampai ketemu besok, selamat siang,]

[Terima kasih tuan, selamat siang.]

“Alhamdulillah ndok, orangnya besok mau kesini, semoga lancar ya ndok,” ucap bu Yem dengan gembira. 

“Kalau bisa cepet keluar uangnya, berarti Arsi aja yang menggugat David ya bu?”

❤️❤️❤️

Jangan rapuh ya Ngarsinah, melangkah terus untuk bahagia.

Like, komen, subscribe, vote ya pemirsaaahh , tengkyuuhh 🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!