NovelToon NovelToon

TETANGGA MERESAHKAN

1. Tetamren

Happy Reading💚

Jangan lupa tinggalkan like dan komentar setiap selesai membaca di tiap bab, ya 🙏

____

"Eh, tau gak, sih. Itu tetangga baru kita, widih ... tampan dan keren banget lho."

"Ah, masa sih?"

"Iya, aku selisih di depan lobby Apart tadi pagi."

"Serius lo? Selera lo kan, payah! Ganteng menurut lo, belum tentu ganteng menurut gue."

Aneska hanya menatap jengah pada satu persatu tetangga kamar Apartmennya yang sering sekali menggosip di koridor lantai 11 ini.

Ketiga wanita itu yang tak lain adalah Indah, Dena dan Yola. Mereka memang selalu up to date, serta tau gosip-gosip terkini. Neska saja tau segala seluk-beluk hal yang terjadi di tempat tinggal mereka ini--pasti dari ketiga orang itu.

Indah adalah janda satu anak, ditinggal mati suaminya. Sedangkan Dena dan Yola adalah janda bodong alias tidak jelas kejandaannya sebab tidak pernah ditalak atau di kirimi surat cerai oleh suami mereka, dengan kata lain hanya ditinggal begitu saja tanpa kejelasan lagi.

Berbeda pula dengan Neska, dia adalah satu-satunya gadis diantara mereka. Saat ini Neska duduk di bangku SMA kelas 3. Dia seorang yatim piatu yang hidup dari biaya pemerintah dan beasiswa.

Jangan bayangkan jika gedung Apartmen yang mereka tempati saat ini adalah gedung kelas menengah ke atas atau memasuki kategori mewah. Tidak. Mereka tinggal di Apartmen pinggiran yang terbilang sudah tua bangunannya dan tidak menarik sama sekali.

Untuk tinggal di gedung Apartemen itu juga tidak terlalu mahal. Neska hanya perlu bekerja serabutan untuk bisa membayar tempat tinggal yang tak seberapa, namun cukup lumayan untuk ditinggali itu.

"Nes, kamu gak punya pacar?" Yola menanyai gadis itu.

Neska menggeleng. Dia adalah gadis lugu yang pikirannya hanyalah sekolah, tidak untuk cinta-cintaan. Apa itu cinta? Seorang Aneska Putri tidak mengetahuinya.

"Nah, coba kamu deketin tuh, tetangga. Mumpung tetamren," usul Yola.

"Tetamren?" Dena, Indah dan Neska membeo serentak akibat kata asing yang diucapkan Yola.

"Tetangga tampan dan keren."

"Wuidihh ... udah ada aja gelar yang lo kasih ke tetangga baru kita," timpal Dena.

"Iyalah, Yola gitu. Always gercep," kata Indah kemudian.

Yola langsung memasang senyum jumawa yang dilebih-lebihkan akibat pernyataan teman-temannya yang dia anggap sebagai pujian.

"Hihi, gak kak, maaf, aku gak tertarik sama yang begituan. Jangan marah, ya, kakak cantik." Neska mengedipkan matanya agar Yola--dihadapannya--tidak marah atas perkataannya itu.

"Iya, Neska tuh masih kecil, biarin aja dia sekolah dulu sampai tamat." Indah kembali bersuara. Dia yang paling waras dari ketiga janda itu.

"Halah! Neska belum lihat orangnya, sih. Coba aja kalo udah lihat. Awas kesemsem! Tapi gak apa-apa juga, sih. Kalau Neska gak mau, berarti sainganku berkurang satu, jadi biar aku aja yang deketin itu tetamren."

"Huuuu ..." Dena dan Indah langsung menyoraki tingkah Yola.

"Lo pikir tuh tetangga mau apa sama lo! Dasar janda!" cibir Dena.

"Kau juga janda, be go!"

"Eh iya, gue sering lupa... janda tak bersurat sih, jadi gak legal... ikutan deketin tetangga keren, boleh gak, ya?" gumam Dena kemudian.

"Sah sah aja, sih!" sahut Indah. "Udah deh, ntar Miko kelamaan nunggu lagi, ini udah jam tidurnya dia, nih. Aku cabut duluan ya ..." Indah berlalu sembari melambai-lambaikan tangannya.

Hanya Neska lah yang membalas lambaian itu, sebab Dena dan Yola tampak sedang terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu. Sepertinya mereka berdua sedang menyusun strategi untuk mendekati si tetangga ganteng.

Karena Neska tidak tertarik dan tak peduli dengan hal itu, membuatnya tak menanyakan hal lebih lanjut mengenai sang tetangga baru.

"Aku balik duluan ya, Kak."

"Kok cepat banget, Nes? Ada PR sekolah, ya?"

Neska mengangguk saja, meski sebenarnya alasan yang sesungguhnya bukan itu--melainkan dia sudah mengantuk. Neska malu mengakui jika di jam 9 malam dia sudah ingin menuju dunia mimpi. Bukan apa-apa, kelihatan sekali bocahnya. CK!

Kadang, Neska sering merasa jika dia sama seperti Miko--anak Indah--yang berumur 7 tahun. Yah, tingkah bocahnya sebelas-duabelas dengan Miko sebenarnya. Dulu saja, pertama-tama pindah ke gedung Apartmen ini, Neska lebih dulu berteman dengan Miko ketimbang tiga janda kembang ini. Sampai akhirnya, Indah mengenalkannya pada Dena dan Yola yang juga lebih dulu menempati unit Apartmen disana.

Neska pun berjalan lamban untuk kembali ke unit apartmennya sendiri, sampai matanya memicing pada unit Apartmen yang letaknya tepat berada disebelah tempatnya. Neska dapat mendengar orang lain sedang bercakap-cakap di dalam sana--sebab unit mereka memang bukanlah Apartmen besar yang kadang disertai ruang kedap suara.

"Apa tetangga ganteng yang tadi mereka bicarakan itu menempati unit yang ini?" batin Neska bertanya-tanya. Tapi, dia tetap tak acuh sampai dia menekan kenop pintu untuk memasuki unitnya sendiri.

...~~~...

Neska terperanjat saat menyadari jika hari ini dia kesiangan. Padahal dia sudah menyetel waktu agar tidak terlambat bangun, tapi tetap saja.

"Haiss ... padahal udah pasang alarm di hp," gerutu Neska sembari memasuki kamar mandi. Dia menyikat gigi dengan cepat, kemudian mandi byar-byur byar-byur.

Neska memakai sepatunya dengan asal. Tidak sadar jika simpulnya masih tersisa kepanjangan. Saat dia keluar dari pintu Apartmennya sendiri, Neska harus pasrah saat dia justru terduduk di lantai.

Bruk!

Aaaah ...

Neska merutuk diri karena sikap grasak-grusuk nya sendiri. Ini semua karena ia takut terlambat datang ke sekolah. Apalagi ini adalah hari Senin.

"Kamu ... gak apa-apa?"

Tiba-tiba suara seseorang terdengar-- membuat Neska otomatis mendongak dan mengadah dari posisinya. Ia melihat seorang pria dengan tinggi yang menjulang. Neska tidak tau seberapa pastinya, tapi pria itu terlihat sangat tinggi dan matang. Dia juga keren. Apa dia yang dimaksud Yola sebagai Tetamren?

Ah, meresahkan sekali jika tetangganya ini dapat membuat Neska jadi berpikiran jauh melebihi umurnya.

"Kamu bisa berdiri?"

Pertanyaan lelaki itu membuyarkan lamunan Neska. Ah, dia sampai lupa jika saat ini dia sedang terburu-buru agar tiba tepat waktu di sekolahnya.

"Gak apa-apa, Kak."

Neska menyahut dengan senyum ramah. Jika diibaratkan, wajahnya saat ini seperti emoticon yang kedua matanya berubah menjadi bentuk love alias hati berwarna merah. Baru sekali ini Neska merasa berdebar disapa seorang pria ganteng, karena yang kali ini kerennya beda. BEDA!

"Kenapa bisa jatuh?"

Pemuda itu mengulumm senyum. Saat melihat Neska ingin berdiri namun kesulitan, dia membantu menarik tangan gadis itu agar Neska dapat kembali melanjutkan aktivitas.

"Ma--makasih, Kak." Neska masih saja terpesona. Ia sendiri merasa aneh dengan sikap tak biasanya ini.

"Hmmm... kamu yang tinggal disini?"

"I-iya, Kak."

"Oh, kenalkan, saya Ocean. Panggil aja Cean." Pemuda itu mengulurkan tangannya ke arah Neska. "Kita harus kenal, kan? Kita tetanggaan sekarang." Disusul dengan senyuman yang terbit dengan sangat pas dan tidak berlebihan. Perpect! Sempurna dan benar-benar meresahkan.

"Aku ... Aneska, Kak."

Pemuda bernama Ocean itu mengangguk, lantas melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Gerakannya pun sangat proporsional, seperti sudah diperhitungkan dengan matang--membuatnya terlihat berkelas dan semakin mengeluarkan aura meresahkan bagi mata suci seorang gadis bernama Aneska Putri.

"Ah, saya buru-buru, nih. Next, kita bisa bicara lagi. Bye, Aneska ... sekolah yang rajin."

Sang pemuda tersenyum lagi, sembari melambaikan jemari sekilas ke arah Neska. Lantas, dia pun beranjak meninggalkan Neska yang masih saja membeku di tempat.

Selama ini Neska tidak pernah tertarik pada seorang pemuda manapun, kenapa sekarang dia bisa merasa seperti ini saat bertemu pemuda bernama Ocean?

Neska memegang pipinya sendiri. Ah, pipinya sampai terasa panas. Jika dia bercermin, mungkin dia dapat melihat sendiri perubahan rona wajahnya yang pasti sudah berubah memerah sekarang.

Sepertinya otak Neska sedang korslet. Dia bahkan lupa jika awalnya tadi dia sedang terburu-buru juga--untuk berangkat ke sekolah.

Next?

Komen.✅

2. Tidak punya etika

"Itu cowok atau malaikat? Damage nya parah banget, ya ampun! Charming luar biasa." Neska membatin dalam hati sesaat setelah Ocean berlalu dari hadapannya.

"Kayaknya aku kemakan ucapan sendiri, deh. Gak mau ngomongin cinta, tapi ngelihat makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini kok rasanya beda, ya? Ada manis-manisnya. Eh?"

Neska bergumam dan tertawa sendiri didepan unit apartmennya sendiri.

"Fall in love at first sight with Prince Charming," gumam Neska yang mendadak takluk.

Pada akhirnya, Neska harus pasrah saat dia datang ke sekolah dan sudah dapat dipastikan jika dia terlambat. Hhh....

Apesnya, Neska juga dihukum jalan jongkok dan harus mencabut rumput di halaman sekolah.

Selang beberapa menit kemudian, Neska akhirnya diperbolehkan masuk ke kelasnya.

"Telat lagi, Nes?" sapa Karel, sang ketua kelas yang tadinya tengah berdiri di depan kelas mereka.

Neska mengangguk lesu. Dia pun berjalan pelan menuju tempat duduknya.

Karel menggeleng samar, kemudian dia mengikuti Neska yang sudah lebih dulu berlalu. Karel berdiri disamping meja yang Neska tempati bersama teman sebangkunya--Vita.

"Mau tau gak, cara biar gak telat lagi?" ujar Karel sebelum guru yang menggantikan mata pelajaran mereka tiba di kelas.

"Gimana?" tanya Neska dengan alis yang tertaut satu sama lain.

"Besok, aku jemput aja. Kita pergi bareng, jadi kamu gak usah naik angkutan umum lagi. Gimana?"

Neska terdiam. Dia tidak tau mau menjawab apa meski tawaran Karel terdengar cukup bagus. Selain menghemat waktu, Neska juga bisa menghemat ongkos, pikirnya.

Tapi, Neska tidak mau terlalu dekat dengan lawan jenis, dia menjaga jarak sebab tak mau membuat ada pemuda yang berharap pada gadis seperti dia. Apalagi, Karel yang anak orang kaya. Neska menghindari kedekatan seperti itu.

"Gak usah, aku gak mau ngerepotin. Aku bisa pergi sendiri aja, mungkin karena aku sering bangun kesiangan makanya telat."

"Kalau gitu, besok pas aku bangun aku telepon ya buat bangunin kamu."

"Hmm, makasih ya, Rel. Tapi gak perlu repot-repot, kok."

Karel akhirnya berlalu dari meja Neska karena guru mata pelajaran matematika sudah memasuki ruang kelas.

"Kayaknya Karel naksir sama kamu deh, Nes."

Neska hanya mengendikkan bahu atas kenyataan Vita yang sejak tadi memang memperhatikan interaksi antara Neska dan Karel.

"Kamu gak berminat?"

"Enggak, Vit."

"Seriusan? Dia most wanted sekolah kita lho!"

"Udah ah, jangan dibahas. Kita belajar dulu, itu Bu Fifi udah jelasin didepan," kata Neska merujuk sang guru yang menerangkan di kelas mereka.

...~~~~...

Jam istirahat terdengar, Neska duduk melamun di kelasnya. Berbeda dari biasanya, sekarang Neska malah memikirkan tentang makhluk baru penghuni unit di sebelah Apartmennya. Iya, pemuda itu yang sejak tadi dia pikirkan. Padahal, biasanya Neska hanya memikirkan belajar, mencari uang, atau menu makanan apa yang bisa menyelerakan.

"Ocean ... nama yang keren, sekeren orangnya," gumam Neska. Dia senyum-senyum sendiri seperti kesambet jin sekolah.

Aneh, tak biasanya Neska memikirkan seorang pria. Bahkan Karel yang sejak kelas 10 selalu mencari cara untuk mendekatinya --tidak ia gubris sama sekali. Ia selalu menganggap cowok-cowok di sekolah hanyalah teman yang kebetulan belajar ditempat yang sama dengannya.

"Hmm, ada yang kena virus bucin, nih!" Vita sudah kembali ke kelas, setelah sebelumnya jajan di kantin.

"Apaan sih..." sahut Neska merespon perkataan Vita.

"Dih, ngeles! Biasanya yang suka senyam-senyum sendiri itu orang yang lagi kena virus cinta. Kalau enggak, ya sedang kesambet. Paling mentok, ya karena otaknya rada-rada gesrek."

Neska memutar bola matanya akibat ujaran kawan sebangkunya itu.

"Nah, kamu sedang di fase yang mana? Jatuh cinta, kesambet, atau lagi gesrek?" tanya Vita kemudian.

"Gak tiga-tiganya."

"Terus apa, dong?"

"Lama banget ya kita pulangnya."

Vita langsung menatap heran pada Neska. Biasanya Neska paling senang belajar di sekolah, jika ada les tambahan juga Neska semakin semringah. Sebab Vita tau, Neska malas pulang ke Apartmen kumuhnya. Terkadang juga Neska selalu mencari pekerjaan harian yang menghasilkan-- ketimbang cepat-cepat pulang ke tempat tinggalnya itu.

Perlu diketahui, Neska itu salah satu murid terpintar disekolah. Kekurangannya hanya satu, yaitu sering telat datang dan jam karet.

"Kenapa? Kamu ada kerjaan tambahan?"

"Enggak, sih. Aku ikut bersih-bersih sama Bu Nilam setiap hari Selasa, Kamis, Sabtu. Hari ini kosong."

"Terus? Kok pengen cepat pulang?"

Bukannya menjawab pertanyaan Vita, Neska malah mengambil es jeruk yang dibawa Vita sejak tadi namun belum disentuh sama sekali. Neska menyeruput itu tanpa memedulikan tatapan Vita yang membola karena ulahnya.

"Itu es aku. Kenapa gak pesan sendiri, sih!" Vita menggerutu, namun Neska tau temannya itu tidak benar-benar marah. "Tadi aja, diajakin ke kantin gak mau," sungutnya.

"Ada Rion sama Karel. Malesin."

"Cuek aja..." sahut Vita enteng.

Neska bukan tak mau ke kantin, ia menghindari pertemuan dengan Rion juga--dia siswa di kelas lain yang sering berdebat dengan Neska karena berbagai hal kecil. Neska juga tak mau bicara dengan Karel sebab pemuda itu akan kembali membahas soal tawarannya pagi tadi.

Bel pulang sekolah terdengar, Neska keluar paling awal dari kelas, bahkan terlihat terburu-buru. Vita sampai terheran-heran melihatnya. Hal penting apa yang Neska kejar hingga membuatnya terburu-buru seperti itu.

Neska menunggu angkutan umum di persimpangan sekolah, sayangnya dia harus bertemu dengan Rion, musuh bebuyutannya.

"Rambut itu di kuncir, biar gak lepek kayak gitu!" cibir Rion yang lewat dengan motor besarnya. Pemuda itu seolah sengaja berhenti di depan Neska hanya untuk mengejek gadis itu. Inilah yang membuat Neska malas bertemu Rion.

Neska pun melotot, dia refleks memegang rambutnya sendiri. Rasa-rasanya, rambutnya tidak lepek seperti yang Rion katakan. Tapi, sudahlah, Rion memang selalu resek dan menyebalkan. Neska pun mengabaikannya.

"Woi, kuper! Gak akan ada angkot yang mau dinaikin sama lo. Percaya sama gue!" kata Rion kesal karena Neska tak bergeming dengan ejekannya, padahal dia berharap gadis itu membalasnya seperti biasa.

Neska hanya mendengkus pelan,seolah tak ada orang didekatnya. Neska menyetop angkutan kota yang lewat kemudian menaiki itu tanpa melirik sedikitpun pada Rion.

"Jiah ... dikacangin gue!" gerutu Rion sesaat setelah Neska berlalu.

...~~~...

Neska tiba di Apartmennya, dia berpapasan dengan Yola yang baru pulang dari kegiatannya.

"Baru pulang, kak?"

"Iya, kamu juga baru pulang sekolah?"

Neska mengangguk, mereka pun menaiki lift dengan santai. Neska sendiri tidak tau apa pekerjaan Yola yang sebenarnya. Kadang wanita itu pergi sore hari dan pulang malam. Kadang juga pergi malam dan pulang hingga pagi bahkan siang hari seperti saat ini.

"Ehm ... kak, aku ketemu sama tetangga baru kita tadi pagi. Ternyata dia menempati unit yang ada disebelahku."

"Ah, iya..." Yola manggut-manggut, tampak tidak semangat membicarakan hal ini padahal kemarin dia yang sangat antusias saat mempromosikan tetangga baru mereka.

"Kakak lagi sakit, ya?"

"Eng-enggak ..."

"Kok, gak semangat gitu?"

"Lagi capek aja."

"Oh, iya iya kak."

Mereka keluar dari Lift dan berpisah di koridor sebab kamar Yola ke arah kiri sementara letak unit Neska di kanan.

Baru saja Neska ingin membuka pintu unitnya, seseorang di sebelah kamarnya juga keluar.

"Kak Cean?" gumam Neska, tadinya dia amat bersemangat pulang sebab ingin bertemu dengan pemuda itu lagi. Sayangnya, pemandangan didepannya cukup membuat Neska tercengang.

Sementara Ocean sendiri, tampak belum menyadari keberadaan Neska disana-- sehingga dia masih sibuk meladeni seorang wanita yang tengah menciuminya di ambang pintu.

Neska makin melotot saat melihat tindakan pemuda dan wanita itu. Ini diluar prediksi maupun ekpektasinya, ternyata tetangga barunya ini bukan hanya meresahkan, tapi juga tidak tau etika dan aturan. Sangat tidak sopan.

Tadinya mata Ocean tertutup rapat saat meresapi momen ciumannya bersama Wenda, tapi saat dia membuka mata, dia langsung melotot dan refleks melepaskan ciumannya bersama sang wanita--sebab dia terkejut--saat melihat jika disana juga ada Neska yang menyaksikan kejadian itu.

"Cean!" Wenda memprotes tindakan Ocean yang melepas tautan mereka secara tiba-tiba.

Tapi mata Ocean kini mengarah pada Neska yang membeku ditempat dengan mimik kaget. Sorot mata pemuda itu langsung berubah sungkan pada gadis itu. Dia tak enak hati karena gadis lugu seperti Neska harus menyaksikan kenakalannya hari ini.

"Aneska, maaf ya karena kamu harus melihat hal seperti tadi," kata Ocean dengan nada segan.

Neska masih saja terdiam, dia syok karena tontonan yang baru saja dia saksikan.

Wenda pun bergelayut di lengan kokoh milik Ocean, kemudian berbisik demi mengajaknya untuk segera pergi.

Ocean mengangguk pada Neska, anggukan itu seolah mengartikan jika itu adalah sebuah sapaan pengunduran diri sebab Ocean ingin beranjak dari sana.

Neska yang masih terbodoh oleh keadaan--hanya bisa membalas anggukan Ocean dengan anggukan yang samar.

Bersambung ...

Next?

Komen✅

3. Makan malam keluarga

Kejadian yang tadi Neska lihat didepan pintu Apartmen, membuatnya syok luar biasa. Dia tidak pernah menyaksikan secara langsung momen ciuman panas sepasang kekasih-- seperti yang terjadi antara Ocean dengan pacarnya beberapa saat lalu. Paling mentok, dia melihat hal itu di drakor-drakor yang dia tonton.

Setelah cukup lama membeku, serta punggung Ocean dan kekasihnya sudah tak terlihat di pelupuk mata Neska, akhirnya ia memilih untuk masuk dan menutup pintu kediamannya. Gadis itu langsung memegangi dadanya yang mendadak terasa bergemuruh. Belum apa-apa, dia sudah merasa cemburu.

Apa? Cemburu? Neska tau, tidak seharusnya ada rasa seperti itu di dalam dirinya, ini terasa tak masuk akal. Tapi, rasa itu benar-benar hadir begitu saja saat melihat pemuda yang baru dikenalnya dan dikaguminya dalam sekali pandangan--tengah mesra bersama wanita lain. Apalagi, wanita itu tampak sangat cantik dan seksi, dia juga terlihat dewasa ketimbang Neska, ah ... tentu saja.

Pada kenyataannya, Neska memang kalah telak bahkan sebelum dia memulai aksi untuk mencari perhatian pemuda bernama Ocean.

"Haiiss ..."

Gadis itu menggerutu sembari mengacak rambutnya sendiri. Ia menaruh tas sekolahnya dengan asal, kemudian terduduk lemas di sofa usang yang ada dikediamannya.

"Kak Cean, apa ini yang namanya patah hati? Baru juga mau jatuh cinta." Neska bergumam-gumam sendiri, ia kembali mengingat wajah rupawan milik pemuda itu.

...~~~...

Blue Ocean Lazuardi, nama yang disematkan padanya. Ia tumbuh dengan cepat, berbarengan dengan kembarannya yang seharusnya bisa diajak kompak dan satu suara dengannya. Nyatanya, Aurora selalu sangat menyebalkan. Yah, meski terlepas dari sikap itu-- mereka memang saling menyayangi satu sama lain.

Seperti hari ini, Ocean diundang datang ke kediaman sang Oma. Cean pikir ini hanya makan malam seperti biasanya. Sayangnya, celetukan Aurora membuat Cean harus menyetok kesabaran yang luar biasa.

"Aku gak suka kalau Cean dekat sama cewek-cewek gak jelas, Oma. Mereka itu cuma mau manfaatin uang Cean aja."

Semua mata kini menatap pada Cean yang sedang mengunyah makanan. Pemuda itu hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh sebab, jika dia menyahuti ucapan Aurora, yang ada itu hanya akan membuat perdebatan diantara keduanya. Cean tak mau berdebat didepan keluarganya.

"Aura sangat menyebalkan, selalu mengadu," batin Cean.

"Kalau Cean fokus sama satu cewek aja sih gak apa-apa, tapi dia itu banyak banget yang diajakin jalan bareng."

"Aura...."

Yara--sang Mama--menegur tindakan Aurora yang sering membuat Cean badmood. Lagipula, tidak seharusnya gadis itu mengadu pada sang nenek dikala kegiatan makan malam yang biasa dilalui dengan tenang dan nyaman.

"Tapi, emang bener, kok, Ma." Aura membela diri.

"Gini ya, soal cewek-cewek yang kamu bilang dekat sama aku dan mau manfaatin uang aku aja, ya itu emang bener, tapi itu gak semuanya. Salah satunya Wenda. Dia gak memandang aku dari segi materi." Cean buka suara, meluruskan kesalahan Aurora dalam menilai gadis-gadis yang sempat ia pacari selama ini.

"Oh, ya?" Aurora menaikkan sebelah alis. Senyumnya terlihat meremehkan ucapan sang saudara. "Aku gak yakin, tuh!" lanjutnya.

"Kenapa kamu gak yakin?"

"Ya, karena aku kenal siapa Wenda," jawab Aurora dengan senyum jumawa.

"Terserah! Dan soal cewek-cewek yang kamu bilang sering aku ajak jalan bareng, itu salah besar. Big no! Aku gak pernah ngajakin mereka jalan bareng, tapi mereka yang selalu ngajakin aku."

Aurora tertawa di tempatnya. "Sama doang!" katanya mencibir.

"Jelas beda, lah!"

"Cean? Aura? Kalian mau berdebat terus seperti ini?" Kali ini, Sky--Ayah mereka--yang angkat suara. Sejak tadi Sky diam karena dia memang sengaja mau mendengar pokok permasalahan yang membuat kedua putra-putrinya bertengkar seperti ini.

"Udah, udah, kita lanjut makan dulu. Nanti kita bahas hal ini lagi, yaaa." Indri selaku Nenek bagi mereka ikut menengahi agar tidak terjadi pertengkaran lagi.

Mereka semua melanjutkan sesi makan malam itu seperti biasa, tapi sorot mata Cean terus menatap Aura yang menyebalkan.

Bukannya gentar dengar tatapan tajam Cean, Aura malah mengulumm senyum yang terlihat menjengkelkan.

Selesai dengan makan malam itu, mereka semua duduk di ruang keluarga. Disana ada Indri, Sky, Yara, Ocean, Aurora dan satu adik bungsu mereka.

Keenam orang itu duduk di sofa bludru berwarna abu-abu.

Ocean duduk di pojok dekat dengan adik bungsunya. Sementara Yara dan Aura duduk berdampingan. Sky terlihat menyandar di sofa yang paling dekat dengan televisi, sementara Indri berada ditengah-tengah kelimanya.

"Jadi, siapa pacar kamu sekarang Cean?" tanya Indri memulai perkataannya. Dia membahas ini sebab hal ini pula yang sering menjadi pertengkaran antara Cean dan Aura.

"Wenda, Oma," sahut Cean lembut.

"Gak cuma Wenda, Oma," kata Aura menimpali.

"Aura, biar dulu adikmu dan Oma yang bicara, kamu jangan ikut-ikutan sebelum ditanya." Sky menginterupsi mereka.

Aurora langsung terdiam. Dia bersungut-sungut talk kemudian mendengarkan lagi ujaran sang nenek.

"Cean, kamu itu sudah bukan anak kecil lagi. Kamu cucu Oma yang baik dan bermartabat, jangan terlalu mengikuti keinginan kamu. Oma tau, saat ini jiwa muda kamu sedang beradaptasi untuk semakin matang dan dewasa, tapi bersikaplah yang bijak. Lihat, kamu masih punya adik laki-laki yang mungkin bisa saja mencontoh sikap kamu saat ini." Indri menasehati Ocean panjang-lebar.

Pemuda itu mengangguk. "Iya, Oma. Cean tau. Saat ini Cean juga mau berubah jadi lebih baik. Maka dari itu sekarang Cean mencari seseorang yang mau menerima Cean apa adanya, bukan hanya karena materi," sahut Cean cukup bijak.

"Ya, bagus kalau gitu. Makanya Oma serahkan bisnis mendiang Opa sama kamu sebab Oma yakin kamu bisa, itu juga karena Oma percaya penuh sama kamu," tutur Indri dengan lembutnya.

Aurora mencebik kesal, ia bukan iri pada kembarannya itu. Hanya saja, di usia mereka yang sudah dua puluh lima tahun, Aurora mau Cean serius dalam menjalin hubungan dengan gadis yang serius juga tentunya.

Aurora tidak suka Cean bermain wanita, sebab dia juga wanita, dia takut apa kelakuan yang Cean lakukan justru berimbas pada dirinya yang adalah kakak dari pemuda itu. Aurora takut, jika ada banyak gadis yang menyumpahi Cean karena sakit hati, lalu Aurora lah yang akan terkena karma dari perbuatan sang adik.

Buktinya, sampai saat ini, Aurora belum memiliki pendamping, padahal di umur 25 seharusnya dia sudah menikah atau minimal memiliki pasangan.

Setelah mendengar ultimatum dari Oma, Papa dan Mamanya, Cean memutuskan untuk pulang dari kediaman sang Nenek, dia memang tinggal terpisah dari kedua orangtua dan dua saudaranya yang lain.

Sampai di dekat gedung Apartmennya, dia menghubungi Marko, asisten merangkap sahabatnya. Rupanya Marko sudah ada disekitar kawasan itu juga sebab dia memang menunggu kepulangan Cean.

"Nih, besok sekalian kau bawa ke carwash."

Cean menyerahkan remote mobil Audy nya kepada Marko, lantas menerima kunci mobil Xenia yang dibawa oleh sang asisten.

"Mau sampai kapan kau jadi orang susah?" tanya Marko.

Cean mengendikkan bahu. Dia belum mau menghentikan kegilaannya ini. Dia masih mau menguji Wenda dengan keadaannya yang sekarang. Sejauh ini, memang hanya Wenda yang masih setia dan bertahan disisinya setelah isu tentang kebangkrutannya sengaja ia sebar melalui teman-teman sepermainannya.

"Betah banget kau tinggal di Apartmen itu. Cari yang lain lah, minimal yang AC nya dingin."

Cean hanya mengeluarkan senyum smirk andalannya, lantas memasuki mobil Xenia yang tadi dibawa Marko.

Sebelum benar-benar memasuki basement gedung, Cean melihat pada sebuah toko roti yang ada didekat sana. Dia menyinggahi tempat itu dan berbelanja untuk cemilannya. Ya, Cean suka memakan roti dengan isian srikaya. Roti seperti itu selalu mengingatkannya dengan bekal dari sang Mama saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Cean mengambil beberapa roti disana dan membayarnya. Dia memasuki koridor lantai 11 dengan menenteng plastik berisikan roti. Secara tiba-tiba, Cean mengingat gadis yang menjadi tetangga di sebelah unitnya. Dia jadi terpikir untuk memberikan Neska beberapa roti sebagai permintaan maaf sebab kejadian siang tadi.

Ya, tidak seharusnya bocah seperti Neska menyaksikan momen ciumannya bersama Wenda. Sejujurnya, Cean merasa amat malu dan dia tulus ingin meminta maaf pada gadis yang menjadi tetangga barunya itu.

Bersambung ...

Next?

Komen✅

Jangan lupa klik gambar jempolnya ya🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!