NovelToon NovelToon

Muhasabah Cinta Ilham & Zahra

Prolog. MC Ilham & Zahra # Suaranya indah

Pesantren Ar-Rasyid merupakan pesantren yang Abi Zaenal dirikan dan sudah mulai berkembang pesat. Tidak lupa juga dengan anak-anaknya yang juga diajarkan agama dengan sangat baik. Maka dari itu, putra-putrinya tumbuh dan berkembang dengan didikan yang sangat baik.

Bukan hanya itu saja, Ahmad—anak pertamanya juga sudah mengajar di pesantren dan Ilham juga di tunjuk oleh Abi Zaenal untuk ikut mengajar dan mengurus pesantren. Namun, dari keempat anak Abi Zaenal hanya satu yang belum menikah. Ia adalah Muhamad Ilham Abidin—anak kedua dari Abi Zaenal dan Ummi Siti.

Bahkan Ilham sudah keduluan oleh kedua adiknya, Almaira dan Fatimah yang sudah berumah tangga, sedangkan ia masih saja belum menikah di usianya yang sudah beranjak 28 tahun ini.

Ilham juga mempunyai karakter yang sedikit unik. Ketika bersama keluarganya, Ilham bersikap sangat ramah dan perhatian. Namun, lain lagi jika sudah dengan orang yang bukan termasuk keluarga baginya. Sikapnya berubah menjadi cuek dan tegas.

Jangan lupakan, Ilham juga mempunyai paras yang tampan sehingga wanita yang melihatnya akan langsung terpesona dan ingin mendekatinya. Selain tampan, ia juga sudah memiliki bekal ilmu yang cukup dan menjadi ustaz di pesantren abinya sendiri.

***

Pada sore hari, Ilham baru saja pulang mengajar santri dan akan pergi ke masjid untuk melaksanakan salat ashar. Di perjalanannya ke masjid yang masih berada di kawasan pesantren, para santri perempuan seringkali melihat Ilham dengan kagum.

Tidak heran lagi jika itu terjadi karena sedari dulu sudah banyak wanita yang menyukai Ilham. Namun, belum ada yang berani mendekatinya karena Ilham bukan hanya seorang ustaz, tapi juga anak dari pemilik Pesantren Ar-Rasyid.

Dalam perjalanan ke masjid, Ilham malah mengurungkan niatnya karena tiba-tiba saja seseorang memanggilnya dari arah belakang.

"Ustaz Ilham!" teriak santri laki-laki yang sedang berjalan menghampirinya.

"Iya, ada apa?" tanya Ilham di saat santri laki-laki itu telah sampai di hadapannya.

"Kata Kiai, Ustaz di suruh pergi ke Masjid Al-Ikhlas untuk memberikan ini kepada Ustaz Hasan," jelas Doni—santri laki-laki itu.

"Baiklah, saya akan segera ke sana. Kamu bisa pergi duluan ke masjid. Biar saya salat di masjid Al-Ikhlas saja," ujar Ilham dan Doni langsung saja mengangguk, menuruti ucapan pengajarnya.

Dengan begitu, langsung saja Ilham pergi ke Masjid Al-Ikhlas yang tidak jauh dari pesantren sehingga, ia hanya jalan kaki saja.

Sesampainya Ilham di Masjid Al-Ikhlas, tanpa menunggu lama lagi. Ilham mengambil wudhu dan salat di masjid tersebut. Setelah itu, ia menghampiri ustaz Hasan dan memberikan amplop yang diminta untuk diberikan kepada ustaz itu.

Para jamaah sudah pada pulang ke rumahnya masing-masing sehingga masjid menjadi sepi dan Ilham juga pamit pulang kepada Ustaz Hasan. Namun, di saat melewati pembatas antara jamaah laki-laki dan perempuan. Tidak sengaja, Ilham mendengar suara seorang wanita yang sedang membaca al-qur'an dengan sangat merdu.

Karena itu, Ilham merasa tertarik dan mencoba melihat sosok wanita tersebut. Di saat, ia melihat pemilik suara merdu itu. Tiba-tiba saja, hatinya berdebar seakan kagum dan terpesona dengan wanita yang dilihatnya itu.

"Masya Allah, suaranya indah dan merdu sama seperti wajahnya yang juga cantik," gumam Ilham. Tanpa disadari olehnya, ia telah mengagumi wanita itu.

"Astaghfirullahaladzim, itu tidak boleh!" Ilham nampak menyadari perkataannya dan segera meninggalkan masjid itu.

Di perjalanan pulang, Ilham masih saja teringat dengan wanita itu. Seakan kejadian itu sudah tersimpan di memori ingatannya. Oleh karena itu, Ilham tidak bisa melupakannya.

***

Satu minggu dari semenjak kejadian tersebut, Ilham masih saja belum bisa melupakan wanita pemilik suara merdu itu yang entah kenapa terus menghantuinya. Dan tanpa di sengaja, Ilham dipertemukan kembali dengan wanita itu di majelis ilmu yang diadakan oleh Pesantren Ar-Rasyid dan dia datang ke pesantren bersama Ustaz Hasan.

Dari situlah, Ilham semakin penasaran dengannya. Setelah selesai pengajian yang diselenggarakan oleh Pesantren Ar-Rasyid. Kebetulan sekali, Ustaz Hasan memperkenalkan wanita yang datang bersamanya kepada Abi Zaenal dan Ilham juga berada di sana sehingga, ia dapat mengetahuinya.

"Itu yang datang bersama Ustaz siapa?" tanya Abi Zaenal karena penasaran dengan gadis cantik yang datang bersama Ustaz Hasan.

"Oh, iya aku sampai lupa ingin memperkenalkannya," ujar Ustaz Hasan dan segera mengenakannya kepada Abi Zaenal. "Perkenalkan, ini Zahra. Dia putriku yang baru pulang dari kota."

"Pantas saja aku tidak mengenalinya, ternyata dia putri Ustaz yang sedari kecil di pesantrenkan di kota," kata Abi Zaenal yang mulai mengingat kembali putri dari Ustaz Hasan.

"Betul sekali," balas Ustaz Hasan sembari tersenyum, sedangkan Zahra—putrinya hanya menunduk dan tidak berani menatap siapa pun karena di sana ada Ilham dan yang lainnya.

Untuk itu, Ilham menjadi tahu nama dari wanita itu yang kerap membuatnya tidak bisa melupakan suara, apalagi wajahnya yang sudah pasti membuatnya terpesona.

Akan tetapi, Ustaz Hasan dan putrinya tidak terlalu lama berada di rumahnya, karena Ustaz Hasan memiliki urusan lain yang harus segera dilakukan.

"Ilham, makanan untuk para tamu sudah disiapkan?" tanya Abi Zaenal yang membuat Ilham tersadar dari lamunannya.

"Sudah, Bi. Kalau masih kurang, bisa ngambil lagi di dapur," jawab Ilham sembari melihat kepada orang-orang yang mulai meninggalkan kawasan pesantren, itu juga selain santri.

"Alhamdulillah. Ya sudah, Abi masuk dulu ke dalam," ujar Abi Zaenal dan mendapatkan anggukan dari Ilham.

"Ilham, tolong bantu Kakak," ucap Ahmad yang tiba-tiba saja datang menghampirinya.

"Tolong anterin ini ke rumah Ustaz Hasan, tadi Kakak lupa berikan kepadanya karena terlalu sibuk."

Mendengar itu, Ilham nampak semangat dan menuruti permintaan kakaknya.

"Iya, kak." Ilham menerima kantong plastik yang diberikan oleh kakaknya.

"Terimakasih, Dek." Ahmad merasa terbantu dengan adanya pertolongan dari Ilham sehingga memperingan pekerjaannya.

"Sama-sama, Kak. Ya sudah, aku pergi dulu, Kak. Assalamualaikum," ucap Ilham sebelum pergi dari hadapan kakaknya.

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati, Dek," goda Ahmad sembari tersenyum.

"Pasti hati-hati, Kak. Tempatnya juga tidak terlalu jauh, dengan jalan kaki juga sampai," balas Ilham dan kenbali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Setelah Ilham sampai di depan rumah Ustaz Hasan dan mengetuk pintu rumah tersebut. Tiba-tiba saja yang membuka pintunya bukan istri dari Ustaz Hasan, melainkan Zahra yang membukanya.

"Wa'alaikumsalam," ucap Zahra setelah membuka pintunya dan menampakkan sosok pria tampan yang tidak lain, ialah Ilham.

Sesat, keduanya terdiam dan Ilham mulai menghentikan keheningan yang terjadi. "Ini ada sedikit makanan dari Abi untuk Ustaz Hasan. Mohon diterima," ucap Ilham dan memberikannya kepada Zahra.

"Terima kasih," balas Zahra setelah menerima makanan yang dibawakan oleh Ilham.

"Kalau begitu, aku tinggal dulu. Assalamualaikum," ucap Ilham yang buru-buru pergi dari hadapan Zahra karena merasakan perasaan yang aneh di dalam dirinya.

"Wa'alaikumsalam warahmatullaahi wabarokatuh," jawab Zahra dan kembali menutup pintunya dengan sangat rapat.

_

_

Assalamualaikum, ketemu lagi dengan Author. Pada kali ini, saya kembali dengan menawakan novelku yang kedua ini. Mudah-mudahan, kalian semua suka dengan ceritanya.

MCIDZ. 1# Rasa Yang Terpendam

Zahra Nur Azizah adalah wanita yang sangat jarang ditemui karena, ia juga baru kembali dari kota. Zahra juga memilki paras yang cantik dan cerdas sehingga siapa pun yang melihatnya akan sangat kagum.

Tidak jarang juga, Zahra mendapatkan ungkapan cinta dari para laki-laki yang menyukainya. Namun, belum ada satu pun yang mampu membuat Zahra tertarik.

Delapan tahun yang lalu, Zahra dimasukan ke pesantren oleh ayahnya—Ustaz Hasan. Maka dari itu, Zahra baru kembali mengenal lingkungan sekitar tempat tinggalnya lagi.

Selama delapan tahun di pesantren, Zahra sudah belajar banyak tetang ilmu agama. Untuk itu, Zahra tidak lagi merasa heran dengan lingkungan sekitar rumahnya yang sering dikelilingi banyak santri karena jarak rumahnya dekat dengan Pesantren Ar-Rasyid.

Dalam hidupnya, Zahra sudah pernah mencintai seorang laki-laki yang delapan tahun lalu, ia menyukainya dalam diam dan sampai sekarang perasaan cinta itu masih ada di dalam hatinya. Entah sampai kapan ia akan menyembunyikan perasaannya, tapi yang pasti Zahra tidak akan bisa untuk mengatakannya.

Terlepas dari itu, Zahra tidak pernah berpikir akan dipermukan kembali dengan pria yang sudah lama ia cintai. Sebuah debaran dari jantungnya yang mengatakan bahwa masih ada rasa cinta di dalam hatinya untuk laki-laki itu. Maka dari itu, ia merasa kembali lagi ke depan tahun yang lalu. Di mana Ilham yang sangat cerdas dan banyak yang menyukainya dapat berhasil membuat Zahra menyukainya, tapi tidak lama dari itu, ia pergi ke kota untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren karena permintaan dari ayahnya.

Mungkin saja Ilham tidak mengetahuinya, tapi Zahra tetap berangan saja karena menurutnya akan tidak mungkin untuk memiliki hati seorang ustaz yang sangat disukai oleh banyak orang.

Bagi Ilham, mungkin saja Zahra tidak ada dalam kehidupannya. Karena itu, Zahra hanya mencintainya dalam diam dan biarkan Allah SWT yang memutuskan, siapa laki-laki terbaik yang akan menemaninya.

Pada saat ini, Zahra tidak pernah menyangka bahwa Ustaz Ilham akan mengenalinya dari abinya sendiri. Namun, tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa ia akan bertemu lagi dengan Ilham dalam waktu yang cukup singkat.

Akan tetapi, Zahra berpikir bahwa itu hanyalah kebetulan. Untuk itu, ia hanya bisa tersenyum dan tidak terlalu berharap tinggi lagi.

"Zahra, barusan siapa yang datang?" tanya Ummi Hanum—umminya yang tiba-tiba berada di hadapan Zahra dan tengah mengulas senyum manis di bibirnya.

"Eh, Mi. Tadi itu Ustaz Ilham yang datang dan membawakan ini untuk Abi," jawab Zahra yang baru menyadari keberadaan umminya.

"Oh, kenapa tidak diajak masuk saja, Ra?" tanya Ummi Hanum yang kebetulan baru selesai melaksanakan salat duha sehingga yang membuka pintunya Zahra, bukan dirinya.

"Ustaz Ilhamnya keberu pergi, Mi. Jadi, Zahra tidak sempat mengajaknya untuk masuk ke dalam. Lagi pula, Ummi sedang ada di kamar dan Abi pergi ke luar sehingga tidak ada orang di dalam. Zahra takut akan menimbulkan fitnah karena telah lancang mengajak masuk laki-laki yang bukan mahram ke dalam rumah," jelas Zahra tanpa sedikit pun mengurangi alasannya.

Ummi Hanum mengulas senyuman. "Putri Ummi susah semakin pintar saja. Ya sudah, tidak apa-apa karena sekarang Ummi sudah paham."

"Alhamdulillah, Mi. Selama di pesantren Zahra sudah banyak mengenal ilmu agama sehingga ada sedikit yang Zahra ketahui," ujar Zahra sembari berjalan bersama Ummi Hanum dan duduk di kursi depan televisi.

"Alhamdulilah, Ummi juga sudah sangat kangen sama Zahra. Selama delapan tahun, Ummi tidak bertemu dengan Zahra, tapi sekarang Ummi sudah melihat putri Ummi yang tumbuh dewasa dengan pemikiran yang masya allah, luar biasa."

"Iya, Zahra juga kangen sama Ummi dan Abi. Ummi jangan sedih lagi, yah. Sekarang dan seterusnya, Zahra akan tetap bersama dengan Ummi dan Abi," balas Zahra dan ia pun meneluk Ummi Hanum dengan sangat erat.

Tidak hanya itu saja yang dibacakan, Ummi Hanum juga menanyakan semuanya kepada Zahra. Dari mulai kehidupannya di pesantren, pelajaran, dan sebagainya.

Waktu delapan itu tidaklah singkat, melainkan sangat lama dan wajar jika Ummi Hanum merindukan putrinya. Begitu pula dengan Ustaz Hasan yang juga sangat merindukan putrinya, dengan begitu Zahra pulang ke rumahnya karena telah selesai menempuh ilmu di pesantren pamannya yang ada di kota.

Jadi, selama di pesantren. Zahra di urus oleh pamannya sehingga Ummi Hanum dan Ustaz Hasan tidak khawatir dengan putrinya yang tinggal lama di pesantren.

***

Di dalam kamar, Ilham mulai memikirkan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Ilham mulai merasakan sebuah keanehan yang tiba-tiba saja, membuatnya menyukai wanita yang ia lihat di Masjid Al-Ikhlas, satu minggu yang lalu.

Namun, sekarang Ilham tahu alasan dari dirinya yang sering kali memikirkan Zahra. Itu semua terjadi karena Ilham sudah mulai menyukai Zahra dan dalam sekejap merasakan hal yang sangat aneh.

Akan tetapi, Ilham tidak tahu harus bagaimana karena ia tidak mengetahui bahwa wanita itu juga sudah lebih dulu mencintainya. Ilham menyukai Zahra bukan hanya karena wajahnya yang cantik, tapi akhlaknya yang baik dan ramah sehingga membuatnya merasa ada yang spesial dari dalam diri seorang Zahra.

"Dek, Abi menunggumu di ruang tamu," ucap Ahmad yang berhasil membuat Ilham tersadar dari lamunannya.

"Untuk apa?" tanya Ilham karena tidak biasanya abi begitu.

"Kakak tidak tahu. Temui Abi saja dulu, nanti juga tahu," jawab Ahmad dan Ilham pun menuruti perkataan kakaknya.

Ilham pun beranjak dari tempat tidurnya dan segera menemui Abi Zaenal, ia merasa akan ada sesuatu yang mungkin sangat penting sehingga abinya memintanya untuk bertemu.

Setelah itu, Ilham duduk di samping Abi Zaenal dan mulai bertanya, "Bi, ada perlu apa memanggil Ilham ke sini?" tanya Ilham dengan wajah yang serius.

"Abi ingin membicarakan hal yang serius dengan Ilham," jawab Abi Zaenal yang kini menatap wajah putrinya dengan sangat dalam.

"Apa itu, Bi?" Ilham kembali bertanya kepada abinya.

"Sekarang umur Ilham sudah berapa tahun?" Abi Zaenal malah balik bertanya kepada putranya.

Ilham mengerutkan keningnya karena merasa heran. "Kalau enggak salah, umur Ilham 28 tahun, Bi."

"Sahabat Abi mempunyai seorang putri yang sudah berusia 24 tahun, ia anak yang cantik dan insya allah salihah. Namanya Alisa, pasti Ilham sudah tahu dengannya," tutur Abi Zaenal yang membuat Ilham menganggukan kepalanya.

"Iya, Bi. Dia santri perempuan yang juga menuntut ilmu di sini, dia juga merupakan anak dari pemilik Pesantren Darussalam di Palembang," jawab Ilham yang mengetahui sedikit tentang wanita yang bernama Alisha itu.

"Abi ingin menjodohkanmu dengan Alisha karena dia sudah cukup untuk menikah sehingga Abi memilihnya untukmu," ucap Abi Zaenal dan membuat Ilham menatapnya dengan tidak percaya dan entah kenapa itu bisa terjadi.

.

.

.

Ayo, bagaimana reaksi Ilham setelah abinya bicara begitu?

MCIDZ. 2 # Perjodohan Dan Keterpaksaan

"Apa, perjodohan, Bi?" Ilham terlihat tidak percaya.

"Iya, Abi ingin menjodohkanmu dengan Alisha. Apa kamu setuju?" tanya Abi Zaenal dengan wajah seriusnya menatap wajah Ilham.

Sejenak Ilham terdiam dan memikirkan tawaran dari abinya yang secara tiba-tiba. "Ilham akan pikirkan lagi nanti, Bi."

"Baiklah, kalau begitu Abi tunggu jawaban darimu," ujar Abi Zaenal dan membuat Ilham memikirkan jawabanya.

Namun, setidaknya Ilham sudah memiliki kesempatan untuk bisa menentukan jawabanya. Dengan begitu, setelah Abi Zaenal pergi. Ilham kembali berpikir, baginya ini sangatlah mendadak dan tidak pernah terbayangkan olehnya, ia akan di jodohkan dengan Alisha.

Lama termenung, Ilham pun kembali masuk ke dalam kamarnya dan mencoba meminta petunjuk kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Di dalam keheningan malam dan di sepertiga malam, Ilham meminta petunjuk untuk perihal jodoh dan perjodohan yang sudah di rencanakan oleh abinya. Dan tanpa Ilham sadari, ia ternyata mencintai Zahra dan selama satu minggu ini Ilham merasa bahwa Zahra merupakan calon istri idaman.

"Ya Allah, tolong berikanlah hamba petunjuk dalam perihal jodoh. Haruskah, aku menerima perjodohan ini dan meninggalkan wanita yang aku cintai? Oleh karena itu, tolong berikanlah jalan terbaik untuk semua ini."

***

Keesokan harinya, Ilham masih memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada abinya, sedangkan cintanya pada Zahra sudah tumbuh dengan sempurna.

"Ustaz Ilham, bolehkah aku berbicara denganmu?" tanya Alisha yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

"Boleh, mau bicara apa?" tanya Ilham yang kebetulan Alisha datang kepadanya tidak sendirian, dia membawa temannya sehingga tidak berduaan.

"A--aku sudah tahu perjodohan ini, tapi aku tidak mau kalau Ustaz menerimanya karena terpaksa," ujar Alisha. Meskipun begitu, Alisha tidak pernah menyangka bahwa perjodohan ini akan terjadi.

Ilham hanya diam saja dan tidak mampu untuk menjawab perkataan dari Alisha yang secara langsung mengungkapkan kenyataannya. Dan beruntungnya Ilham pada saat ini, Ummi Siti memanggilnya sehingga Ilham tidak menjawab perkataan Alisha karena ia juga sangat bingung untuk menjawabnya.

"Ilham, sini sebentar." Ummi Siti memanggil putranya. Dengan segera, Ilham menemui umminya.

"Maaf, Alisha. Ummi memanggilku, aku tinggal dulu. Assalamualaikum," ucap Ilham sebelum meninggalkan Alisha yang sedari tadi menunggu jawaban darinya.

"Wa'alaikumsalam," balas Alisha yang juga kembali ke asrama perempuan dengan rasa yang sedikit kecewa.

Kembalinya Alisha di asrama perempuan, tiba-tiba saja seseorang memanggilnya dari arah belakang.

"Ustazah Alisha, maaf tadi keluaraga Ustazah menelpon berkurang kali dan katanya ia ingin mengatakan hal yang begitu penting," ujar gadis yang umurnya lebih muda darinya.

"Baiklah, aku akan menelponnya kembali," balas Alisha, ia juga merasa tidak enak. Seakan ada sesuatu yang mungkin sangat mengejutkan atau membahagiakan.

Maka dari itu, Alisha segera menelpon kembali keluarganya yang berada di Palembang.

"Apa? Ayah masuk rumah sakit?" Reaksi Alisha menjadi berubah dan wajahnya terlihat begitu panik, itu terjadi setelah ia menerima telpon dari ibunya.

"Ibu, Alisha akan segera menyusul ke sana," ujar Alisha karena ayahnya ingin segera bertemu dengannya.

***

Di rumah sakit, terlihat Ayah Alisha yang tengah terbaring lemas dari atas tempat tidur pasien. Di sana juga sudah ada Ilham dan Abi Zaenal, tadi itu Ummi Siti menangil putranya karena ia harus segera menemui Kiai Saleh—ayah dari Alisha sekaligus pemilik Pesantren Darussalam di Palembang.

Entah karena apa Kiai Saleh menyuruhnya datang, Ilham juga tidak tahu. Akan tetapi, setelah Ummi Siti menjelaskannya kepada Ilham, ia mulai paham dan sedikit kaget setelah mengetahuinya.

"Bu, Alisha mana?" tanya Kiai Saleh dan ia terlihat begitu tidak baik-baik saja.

"Alisha sebentar lagi ke sini, Yah. Kita tunggu saja," jawab Ibu Rahma—ibunya Alisha.

"Ayah!" teriak Alisha karena terlalu panik, ia sampai lupa mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam ruang rawat ayahnya.

Di dalam ruang rawat Kiai Saleh terlihat sudah banyak orang. Namun, Alisha tidak menghiraukannya karena yang ia inginkan hanya menemui ayahnya.

"Ayah, baik-baik saja, kan? Apa yang terjadi, Yah?" Alisha nampak begitu mengkhawatirkan kondisi ayahnya.

"Alisha, putri ayah. Jangan khawatir, yah." Kiai Salih tidak mengatakan alasannya karena takut putrinya itu menjadi semakin khawatir.

"Enggak mungkin, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Ayah dariku. Ibu, tolong katakan sesuatu," ujar Alisha yang masih panik.

"Ayah mengalami sesak nafas dan harus segera ditangani. Namun, dokter di sini tidak menjamin atas kesembuhannya," jawab Ibu Rahma sembari tertunduk karena ia juga tidak menyangka akan seperti ini.

"Astaghfirullahaladzim, Ayah." Wajah Alisha menjadi berembun, sedih dan tidak menyangka juga akan jadi seperti ini.

"Ilham, Ayah mohon sama kamu. Demi kebaikan Alisha, Ayah minta nikahi putri Ayah sekarang juga sebelum Ayah meninggalkan Alisha," pinta Kiai Saleh dan Ilham terlihat sangat kebingungan.

"Ayah mau, kamu yang menjadi suami sekaligus Ayah bagi Alisha," timpal Kiai Saleh.

Semua orang terdiam dan Ilham juga menjadi bingung antara menikahi Alisha atau memperjuangkan cintanya kepada Zahra. Namun, sebelum Ilham mengambil keputusan Kiai Saleh kembali drop dan segera ditangani oleh dokter.

Dengan begitu, dokter memberikan penambahan oksigen kepada Kiai Saleh dan Ilham tidak punya pilihan lain lagi, selain menerima permintaan Kiai Saleh.

"Baiklah, saya bersedia menikahi Alisha." Dengan berat hati, Ilham mengatakan itu.

Alisha yang berada di samping ayahnya, nampak menatap tajam kepada Ilham dan air matanya tiba-tiba saja mengalir begitu saja. Alisha bingung antara sedih dan tidak percaya, sedangkan ia juga tidak bisa mengatakan apapun lagi selain menerima semua yang terjadi kepadanya.

Maka dari itu, Abi Zaenal segera menyiapkan acara pernikahan yang sederhana karena pernikahannya akan dilangsungkan di ruang rawat Kiai Saleh. Melihat kondisi sahabatnya, Abi Zaenal juga sedih. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apapun lagi.

Abi Zaenal juga tahu, Ilham belum sempat memberikan jawaban atas perjodohan yang ia rencanakan dengan Kiai Saleh. Akan tetapi, putranya itu harus menerima semuanya dengan mendadak dan pernikahan ini akan mengikatnya dengan Alisha.

"Dik, kamu yakin ingin menikahi Alisha?" tanya Ahmad yang kebetulan berada di sana untuk menyaksikan pernikahan Ilham yang entah kenapa harus terjadi seperti ini.

"Kalau aku bisa memilih, aku akan lebih mempertimbangkan kembali atas pernikahan ini. Namun, aku tidak punya pilihan lain selain menerima ini semua," jawab Ilham dengan tatapan yang begitu sendu dan Ahmad tahu, bawah adiknya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Sabar, Dek. Maaf, Kakak tidak bisa membantumu dalam hal ini," ucap Ahmad sembari mengelus pundak Ilham.

"Iya, Kak, tidak papa."Ilham masih saja termenung dan memikirkan masa depannya yang entah akan menjadi seperti apa.

"Kakak tahu, semua ini pasti sangat berat bagimu, tapi mungkin ini juga yang terbaik buat Adek. Harus kuat dan jangan sedih," ucap Ahmad yang ikut sedih. Namun, ia juga tetap menyemangati Ilham.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!