NovelToon NovelToon

RENTAL ISTRI

BIRO JASA RENTAL ISTRI

BIRO JASA RENTAL (Istri) -

Rangga tak pernah menyangka hidupnya harus berakhir di tempat ini. Hanya ini satu -satunya solusi terbaik untuk memuluskan jalan hidupnya demi masa depan.

"Pak Rangga?" tanya seorang calo JasaRental Istri yang sudah satu minggu ini ia hubungi.

Biro Jasa Rental Istri ini memang tersembunyi agar aman aktivitasnya dari kejaran polisi. Padahal di sini bukan tempat perdagangan manusia, atau menjual tubuh manusia demi uang atau sejenisnya.

Biro Jasa Rental Istri ini hanya sebagai batu loncatan beberapa pria kaya yang tidak mau menikah atau terikat demi harta kekayaan. Mereka lebih memilih Rental Istri dan menyodorkan kontrak pernikahan yang harus di sepakati kedua belah pihak tanpa ada yang di rugikan salah satunya.

"Iya, Saya sendiri," jawab Rangga pelan sambil bangkit berdiri dari kursi tunggu yang sejak tadi membuat bokongnya sedikit panas.

Rangga berjalan ke meja pelayanan yang bertuliskan 'Administrasi'. Entah apa maksudnya dengan nama meja itu padahal tidak ada satu pun berkas di sana, hanya sebuah meja kayu yang bersih dan licin karena pernis.

"Jadi ... Pak Rangga mau Rental Istri yang bagaimana?" tanya calo itu memastikan.

"Sesuai list yang saya berikan kemarin. Ada yang sama persis seperti itu?" tanya Rangga memastikan.

"Ada. Kalau yang sama persis denagn permintaan Bapak, kebetulan ada dan ini limited edition, tapi ...." ucapan calo itu sengaja di gantung untuk bisa mendapatkan fulus yang lebih banyak.

Rangga pun memutar kedua bola matanya dengan malas. Ia paham dengan bahasa dan intonasi nada yang sedikit di tekan dan di gantung. Ujung -ujungnya soal cuan, dan tawar menawar harga untuk mendapatkan harga tertinggi dan special.

"Uang? Harga? Buat saya gak masalah. Tapi inget harus bener -bener spesial dan limited edition. Saya gak suka yang pasaran," ucap Rangga dengan sura tegas.

"Soal itu bisa saya pastikan, kalau anda langsung oke. Tapi sayangnya hari ini di asedang off. Mungkin besok malam baru bisa di pertemukan, dan itu tidak bisa di tempat ini. Harus di luar sekalian tanda tangan kontrak," ucap calo itu mengingatkan.

"Oke deal. Besok saya tunggu di restaurant apartemen saya, dan kalau memang gadis itu spek idaman saya, tanpa buka harga, berapa pun yang kamu minta akan saya bayar," ucap Rangga dengan suara lantang.

"Baik. Saya tidak akan pernah mengecewakan klien saya. Tapi ingat, kalau selama satu tahun, anda melanggar kontrak pernikahan yang telah di sepakati, maka anda akan masuk DPO dan di pidanakan. Bukan itu saja, lihat kesana ...." ucap calo itu menunjukkan beberapa algojo yang siap bertarung memetahkan tulang belulang Rangga hingga hancur lebur bagai serpihan kaca yang di hancurkan dan remt -remat.

Rangga pun bergidik ngeri. Ia langsung bangkit berdiri untuk pergi. Kaki -kakinya terasa lemas sekali melihat puluhan algojo yang memiliki raut wajah seram dengan tubuh tinggi besar dan hitam serta aksesoris tengkorak yang makin membuat mereka semakin terlihat garang dan kejam.

"Mau kemana Pak Rangga?" teriak calo itu yang kaget melihat kliennya kan pergi tunggang langgang.

Rangga pun berbalik dan menatap ke arah ruangan sebelah yang telah di buka tirainya.

"Oh itu. Saya tutup lagi tirainya ya. Seram ya? Makanya jnagan macam -macam," ucap calo itu sekedar mengingatkan agar kontrak pernikahan antara anggotanya dan klien berjalan mulus hingga batas waktu yang telah di tentukan.

"Janagn di buka lagi ya. Bikin jantung say mau lepas dari dalam ini. Nanti kalau saya mati gimana?" tanya Rangga pelan sambil sedikit terengah -engah.

"Kalau mati tinggal di kubur Pak. Di sini sedia kain kafan juga," ucap calo itu tertaea keras.

TUG ...

Rangga melempar korek gas tepat di kepala calo itu. Ia kesal. ia sedang serius dan bukan sedang bercanda.

"Sakit Pak," ucap calo itu langsung terdiam seketika.

"Itu bukan urusan saya. Salahkan koreknya Ekhemmm ... Ngomong -ngomong, nama gadis calon istri yang akan saya rental itu siapa?" tanya Rangga pelan.

"Puspa," jawab calo itu mantap dan lantang.

Rangga menggaruk kepalanya yang tak gatal. Nama itu familiar sekali di otaknya.

"Puspa?" tanya Rangga sambil mengernyitkan keningnya.

"Kenapa Pak? Bapak kenal sama Puspa?" tanya calo itu menjadi ragu.

"Entah ya. Seingat saya, Puspa itu kan judul lagu salah satu bnad ternama," ucap Rangga pelan tanpa berdosa.

"Ya ampun Pak. Ini Puspa, gadis cantik, bukan Puspanya ST12, itu sih Putuskan Saj Pacarmu," jawab calo itu kesal.

"Ohh beda ya. Saya kira sama," tawa Rangga makin menggelegar.

Ia sendiri sebenarnya kacau dan bingung. Rangga takut, gadis yang akan di temuinya tidak sesuai dengan ekpektasinya. Bisa - bisa keluarganya akan tetap menjodohkannya dengan perempuan pilihan Ibunya.

"Sampai besok Pak," ucap calo itu menutup pmbicaraan membuat Rangga menatap tajam ke arah calo itu.

"Kamu mengusir saya?" tanya Rangga pelan.

"Gak Pak. Kan memang besok ketemuannya," jawab calo itu banyak alasan.

"Oh iya, betul juga. Kalau gitu bayrnya besok juga," jawab Rangga dengan entengnya.

"Eitsss ... Gak bisa Pak. Kalau pembayaran sesuai instruksi pemilik Biro Jasa Rental istri harus ada pembayaran di muka sebagai tanda jadi sebesar sepuluh juta rupiah. Jadi kalau besok gagal, setidaknya tidakada yang di rugikan," ucapcalo itu santai.

"Oke. Saya transfer sekarang. mana nomor rekeingnya?" tanya Rangga menaglah.

Ini maunya ranga. Memesan gadis untuk dijadikan Istri mealui Biro Jasa Rental Istri.

SUDAH TERLANJUR

Sesuai dengan kesepakatanhari kemarin dengan calo Biro Jaasa Rental Istri. Malam ini, Rangga sudah menunggu kedatangan gadis yang ia pesan untuk di jadikan istri rentalan selama satu tahun penuh ke depan. Tak hanya itu saja, Rangga sudah membuat surat kotrak tersebut dengan semua aturan yang harus di patuhi oleh kedua belah pihak.

Puspa Dewi Puspita (27 th), seorang gadis manis dan cantik, berpendidikan tinggi dan memiliki dedikasi yang mumpuni untuk di jadikan istri rentalan sesuai keinginan Rangga.

Puspa memakai gaun merah panjang hingga menyapu lantai tanpa lengan. Rambutnya yang ikal di biarkan tergerai indah menutupi punggungnya yang terbuka dengan kaca mata hitam menutupi kdua matanya. Tak lupa, tas kecil yang di tentengnya jelas menampakkan brand terkenal yang harganya bisa untuk membeli satu villa besar di daerah puncak.

Langkah kakinya begitu terlihat tegas dan profesional. Puspa telah melihat foto kliennya. Awalnya ia begitu kget melihat pria yang telah memesannya itu. Tapi, ini semua demi sebuah pekerjaan dan menuntut profesionalisme yang begitu di junjung tingga.

Dua algojo berjalan agak jauh dari Puspa dan mengikuti Puspa yang telah masuk ke dalam restaurant sesuai dengan lokasi yang di inginkan oleh Rangga.

"Rangga Syahputra?" tanya Puspa pelan. Bibir merahnya nampak rapi mengoles bibir tipisnya hingga senyum tersungging di bibirnya membuat Rangga familiar dengan gadis yang ada di depannya ini.

"Iya, saya Rangga. Puspa?" tanya Rannga sambil berdiri dan mengulurkan tangan kepada Puspa.

Puspa membalas uluran tangan itu dan mengangguk kecil tanpa berani membuka kaca matanya.

"Boleh saya duduk?" tanya Puspa pelan sambil mlepaskan jabat tangannya ar tidak tlalu lama, malah bis amembuat chemistry baru nantinya.

"Ohh ya. Silahkan. Kamu cantik sekali, membuat saya gugup dan terpesona dengan senyum kamu. Mengingatkan saya pada seseoarng yang pernah saya kenal," ucap Rangga dengan jujur.

Deg ...

Jantung Puspa berdegup dengan sangat keras sekali. Ia tak menyangka kesempatan seperti ini benar -benar terjadi padanya.

Kedua mata Rangga tak berkedip dan masih terus menatap Puspa dengan kagum. Ia tak mengira, bisa mendapatkan gadis yang benar -benar sesuai dengan spek idamannya, untuk di jadikan istri retalan selama satu tahun.

Di tatap seperti itu oleh Rangga membuat Puspa jadi salah tingkah sendiri. Ia berpura -pura mengambil buku menu untuk memilih makanan dan minuman agar kegugupannya sedikit menghilang.

"Aku boleh pilih apa saja kan?" tanya Puspa pelan.

"Ekhemm Iya boleh. Pilihlah yang kamu suk," ucap Rangga pelan.

Rangga terlalu terpesona dan kagum pada Puspa.

"Aku pesan beef stik dan lemon squash," ucap Puspa pelan.

Deg ...

Kedua mata Rangga langsung menatap ke arah Puspa.

"Beef stik dan lemon squash?" tanya Rangga mengulan. Makanan itu juga sangat familiar ia dengar dan suara itu ...

"Mana? Boleh aku baca surat perjanjian kontraknya?" tanya Puspa pelan. Ia sengaja mengalihkan topik pembicarannya. Ia tidak mau terbongkar kedoknyasebelum menada tangani kontrak itu dan meminta harga yang sangat tinggi.

Dengan cepat Rangga memberika satu map berisi berkas yang harus di baca oleh Puspa. Rangga tidak mau menyia -nyiakan kesempatan ynag pas ini.

Kedua orang tuanya tentu akan bangga jika ia mendapatkan gadis seperti Puspa.

Puspa hanya membuka dan membaca sekilas tanpa di pahami dnegan baik. Sesuai janjinya pada pemilik Jasa Rental, ia harus menerima tawaran tinggi ini demi uang yang sangat banyak. Puspa pun langsung menanda tanganinya.

Ia masih membutuhkan banyak uang untuk kesembuhan adik kandungnya.

"Kamu langsung menerima? Sudah di baca?" tanya Rangga bingung.

Ia pikir bakal ada perdebatan yang alot. Di sana ada beberapa permintaan Rangga yang tak wajar. Itu semua ia lakukan agar pernikahan kontraknya berjalan mulus tanpa ada kendala dan terlihat wajar.

Puspa mengangguk pelan.

"Memang ada yang aneh? Palingkita akan tidur terpisah. Lalu, sama -sama menghargai privasi kita, dan kita tidak boleh mengatur karena kita punya kehidupan masing -masing, keculai memang di depan keluarga. Biasanya begitu," ucap Puspa pelan.

Puspa sudah menerima klien beberapa kali. Ranga adalah klien ketiganya dnegan bayaran yang sangat tinggi. Setelah ini memang, Puspa enggan bekerja di Biro Jasa Rental Istri karena memang ini adalah tugas yang berat sekali.

Rangga menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia membuka point kelima belas dan keenambelas dan di tunjukkan kepada Puspa hingga membuat gadis itu tercengang. Tapi, semuanya sudah terlanjur ..

ITU MASA LALU

Puspa melepaskan kaca mata hitamnya dan menatap lekat ke arah Rangga yang juga tercengang menatap Puspa di depannya.

Gadis yang ia pesan di Biro Jasa Rental Istri itu adalah mantan kekasihnya sendiri yang bernama Dewi Puspita.

"Kamu? Dewi kan?" tanya Rangga yang tak bisa berkata -kata lagi.

"Iya. Aku Dewi, panggil aku Puspa kalau di tempat ini," ucap Puspa dengn tegas.

Rangga menghembuskan napasnya dengan keras dan mengetuk -ngetukkan buku -buku jarinya di meja. Ia tak pernah menyangka bisa bertemu lagi dengan mantan kekihnya setelah tiga tahun lebih tak berkomunikasi.

Puspa mengangkat satu kakinya ke kaki yang yang lain hingga belahan gaun itu membuka pahanya yang mulus. Tubuhnya di sandarkan di sandaran kursi.

"Baca point itu," ucap rangga memelankan suaranya.

"Sebutkan saja. Akumalas membaca," jawab Puspa pelan. Ia tadi sudah membaca sekilas, kalau tidak salah, Rangga tetap ingin tidur dalam satu kamar. Boleh mencium area wajahnya kecuali bibir, hanya untuk menunjukkan kemesraan di depan orang tuanya.

"Kita tetap tidur satu kamar. Aku boleh mencium di pipi dan kening saja," ucap Rangga pelan.

"Oke. Harga tambah," ucap Puspa pelan.

Ini bisnis, bukan urusan hati atau harga mantan.

Cih ... Rangga hanya berdecih pelan.

"Masih saja matrealistis," ucap Rangga spontan.

"Hidup butuh uang, asal aku tidak mengirbankan tubuhku demi uang. Kontrak menjadi istri Rentalan itu jelas aturan mainnya. Satu hal lagi, aku bukan wanita murahan yang mau tidur dengan lelaki," ucap Puspa menegaskan dengan suara lantang. Ia tidak mau Rangga menganggapnya ia sebagai wanita murahan.

"Oh ya? Aku gak tahu kalau soal itu. Kamu saja bisa meninggalkan aku, demi tua bangka itu, hanya karena uang kan?" ucap Rangga getir. Rasa sakit dan kecewanya begitu sangat mendalam di hati Rangga. Ia masih tak terima keputusan Puspa saat itu, yang tak ada angin dan tak ada hujan, minta putus secara sepihak.

Puspa menatap ke arah lain. Ia tidak mau membahas masa lalunya. Ia pun sakit teah membohongi Rangga, laki -laki yang sebetulnya ia cintai itu. Tapi, semua demi keluarga dan kesembuhan Bening, adik semata wayangnya.

"Mulai kapan kita lakukan? Hari ini?" tanya Puspa mengalihkan pembicaraan. Ia ta mau mengingat masa itu. Semua sudah berlalu tiga tahun yang lalu.

"Bulan depan kita menikah," ucap Rangga pelan.

"Baik. Ini alamat kost ku," ucap Puspa plan sambil memberikan kartu nama pada Rangga.

"Uangnya aku transfer kemana?" tanya rangga pelan sambil membuka ponselnya karean Puspa sudah menanda tangani surat kontrak itu.

"Dua puluh persen ke Biro dan delapan puluh persen ke rekeningku, ini nomor rekeningnya," ucap Puspa pelan.

Rangga langsung melakukan pembayaran kepadaBiro Jas Rental sesuai perjanjian dan membayar Puspa full tanpa ada potongna.

"Banyak banget. Aku gak bisa nerima uang sebanyak ini,"' ucap Puspa pelan.

"Bukankah, kamu minta tambah harga tadi? Aku minta bisa cium pipi dan kening kamu, untuk menunjukka pada Papa dan Mama, agar mereka lebih yakin," ucap Rangga pelan.

"Oke. Hanya pipi dan kening," ucap Puspa dengan tegas.

"Iya. Aku paham," ucap Rangga pelan.

Malam itu mereka lebih membicarakan tentang keluarga Rangga. Dulu, masa pacaran mereka terbilang sangat singkat. Rangga menyukai Puspa sejak sering bertemu saat bimbingan dengan dosen hingga mereka lulus dan wisuda bersama.

Saat itu, Puspa banyak membantu Rangga membuat analisis data menggunakan statistik. Mereka dekat sekitar enam bulan, satu bulan sebelum wisuda mereka meresmikan hubungannya sebagai seorang kekasih hingga kelulusan ujian pendadaran. Malam sebelum wisuda, Puspa meminta putus. Setelah mencari tahu, ternyata Puspa menikah dengan seorang pengusaha kaya raya dengan rentnag usia yang sangat jauh.

Setelah itu, Rangga tak pernah mencari tahu tentang Puspa. Ia hanya cukup tahu, kalau Puspa adalah wanita matrealistis seperti perempuan lain kebanykan yang mendekatinya karena uang.

"Ekhemm, boleh bertanya sesuatu?" tanya Rangga pelan.

"Boleh. Kamu harus banyak tanya, biar kamu tahu siapa aku," ucap Puspa santai. Ia mulai memotong steaknya dan memasukkan potongan kecil itu ke adalm mulutnya.

"Suamimu bagaimana?" tanya Rangga pelan dan sanggup membuat Puspa terkejut dan terbatuk pelan. Rasanya potongan daging yang masuk ke dalam mulutnya tak sempat ia kunyah dan tertelan begitu saja hingga membuat kerongkonganya tersedak dan sakit.

Puspa langsung mengambil gelas minumannya dan meneguk hingga potongan daging yang tersangkut itu turun ke bawah. Kedua matanya berar dan merah menahan rasa sakit karena ucapan Rangga membuatnya terkejut.

Rangga hanya menatap Puspa yang gugup dan seperti ingin menangis karean kedua matanya basah. Dengan cepat ia mengambilkan tissue dan mengusap air matan yang akan turun dari kelopak matanya.

"Kenapa?" tanya Rangga pelan.

"Tersedak," jawab Puspa singkat.

"Kaget sama pertanyaanku?" tanya Rangga pelan.

Puspa hanya menarik napas dalam. Saat tngan Rangga mengusap air mata dengan tisu, dadanya bergemuruh dan jantungnya keras berdegup. Ada apa dneganku? Batin Puspa di dalam hatinya.

Hembusan napas Puspa terdengar kasar saat Rangga sudah duduk kembali di kursinya. Sepertinya tadi Puspa menahan napas agar tak terdengar degub jantungnya.

Rangga melanjutkan makan malamnya. Ia juga gugup tadi. Ia sempat ragu melakukan itu, tapi harus muali di biasakan karena memang ini sudah menjadi keputusannya dan pilihan hidupnya untuk menikahi Puspa secara kontrak.

Secara tiba -tiba, Puspa bertanya, " Tahu dari mana aku menikah?"

Rangga langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat kedua mata indah Puspa. Mata bulat dengan bola mata hitam pekat yang menjadi pemikat hati rangga pertama kali bertemu Puspa dulu.

Rangga mengangkat wajahnya dan terseyum kecut. Raut wajahnya terlihat masih mnyimpn rasa kecewa dan rasa kesal.

"Kalau bukan karena aku sudah terlanjur memesan kamu di Biro Jasa ini, aku sudah malas melihat wajah sok polos kamu yang ternyata ...." ucapan Rangga begitu menohok dan membuat Puspa terdiam seribu bahasa. Rangga sudah tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Hatinya benar -benar sakt seklai. Luka tiga tahun lagi seolah di buka kembali dan perihnya begitu sangat terasa. Ini yang di namkan sakit tak berdarah.

Puspa menunduk. Ia tahu, ia salah besar tak memberi tahukan alasannya pada rangga.

"Maafkan aku, Rangga." Hanya kata -kata itu yang mampu keluar dari bibir Puspa. Ungkapan ini seharusnya ia ucapkan tiga tahun lalu beserta alasannya.

"Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, Puspa!! Sampai kapan pun," ucap Rangga tegas. Ia terlanjur kecewa dan sakit hati.

Puspa hanya bisa diam dan menunduk. ia merutuki kebodohannya dan kesalahannya waktu itu.

Ponsel Puspa berbunyi, dokter pribadi Bening mengabari Puspa. Adiknya sedang tak sadarkan diri. Ia harus segra menyelesaikan pembayaran di rumha sakit aga Bening mendapatkan perawatan intensif.

"Aku harus pergi. Kabari aku, kalau kamu butuh aku. Nomor ponselku ada di kartu nama itu," ucap Puspa tergesa -gesa.

Puspa langsung bangkit berdiri dan berjalan cepat menuju arah luar restaurant.

Rangga hanya duduk diam. Ia masih menyimpan rasa sukanya pada Puspa, tapi ternyata rasa bencinya lebih besar dibandingkan rasa sukanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!