NovelToon NovelToon

Istri Kecil Ku

Vior

Sering dipanggil adek oleh orang yang lebih muda darinya adalah hal yang biasa bagi Vior, kini usianya sudah hampir 22 tahun dia bekerja di sebuah butik yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Windisari.

Sambil membantu membuat sebuah gaun pernikahan sang pemilik butik, Vior menatap kagum cantiknya desain yang dibuat oleh Windisari.

"Pasti Mbak Windi kalau pakai ini bakalan cantik banget," puji Vior.

Windisari melihat ke arah Vior lalu berhenti bekerja untuk sesaat.

"Semua perempuan pasti ada saatnya akan menjadi ratu di hati suaminya dan juga di hari pernikahannya, kamu pasti jauh lebih cantik saat di rias jadi pengantin, oh ya nanti kalau kamu nikah jangan lupa undang aku ya," kata Windi.

"Aku mah nggak tahu Mbak kapan mau nikah," ucap Vior.

"Lah memang kamu nggak punya pacar?" tanya Windi.

Vior menggeleng sambil nyengir.

"Belum pernah pacaran sama sekali," jawab Vior cengingisan.

"Woah, jarang loh zaman sekarang yang nggak pernah pacaran, apalagi kamu tuh cantik atau mungkin orang yang mikirnya kamu anak SMP kali makanya dikira anak kecil, jadi nggak mau di pacarin," canda Windi ikutan tertawa.

"Ah... Mbak Windi bisa saja, umur aku loh hampir 22 tahun masih aja di puji kayak anak SMP," Vior pun kembali tertawa.

Keduanya kembali melanjutkan pekerjaan tapi sekali lagi Windi menyudahi pekerjaan yang tinggal sedikit lagi selesai, Windi melihat Vior dengan cermat, salah satu pegawainya itu memang tidak begitu tinggi, tapi wajahnya sangat imut sampai kebanyakan orang mengira jika Windi malah mempekerjakan anak di bawah umur untuk kerja di butiknya.

"Keadaan ibu kamu gimana?" tanya Windi.

Vior tanpa sengaja tertusuk jarum karena pertanyaan Windi.

"Aw..."

"Ah maaf! nggak dalam kan?" Windi meraih tangan Vior melihat darah keluar dari ujung jari telunjuk.

"Nggak apa-apa Mbak, tangan aku kepeleset dikit tadi, nggak dalam kok," Vior menuju ke wastafel mencuci tangannya yang berdarah tadi dan Windi mengambil kotak obat untuk mengobati luka Vior.

"Maaf aku tiba-tiba nanyain soal Ibu kamu," gadis itu melihat Windi kemudian menarik tangannya.

"Ibu aku udah meninggal Mbak," ucap lirih Vior dengan kepala menunduk.

"Uang yang Mbak berikan kemarin, aku pakai buat operasi ibu tapi operasinya ternyata nggak berjalan lancar, ibu mengalami pendarahan lalu besoknya Ibu meninggal," ucap Vior dengan nada rendah.

"Terus kamu nggak bilang sama aku kalau ibu kamu udah meninggal?" tanya Windi tidak habis pikir, pasalnya Vior terlihat begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa, tapi ternyata ibu dari gadis di depannya ini sudah tidak ada. Windi merasa iba karena setahu Windi, Vior hanya memiliki ibunya saja sebagai keluarga.

"Udah nggak apa-apa, Ibu udah bahagia kok di surga," Vior mengukir senyum di wajahnya yang justru semakin membuat Windi kasihan, Vior melewati Windi melanjutkan pekerjaan.

Vior mengusap air matanya di posisi membelakangi Windi, dia tidak ingin terlihat lemah saat sekarang ini sedang berjuang hidup sendirian tak lama Vior mendengar pintu tertutup pasti bosnya itu sudah keluar sehingga Vior bisa menumpahkan air matanya tanpa suara, tapi segera dia sudahi setelah beberapa detik. Jarum kembali dipegang oleh Vior, dia harus fokus karena jika tidak pasti jarum akan menusuk jari tangannya lagi.

"Vior," panggil Windi.

Gadis itu menoleh.

"Iya Mbak," ucap Vior.

"Ikut saya sebentar," ajak Windi, Vior meletakkan benang dan juga jarum ke tempatnya, lalu berdiri dan mengikuti tanpa bertanya akan pergi ke mana.

Ke rumah Windi..

Vior melihat jalan yang mereka lewati, biasanya jika Windi mengajaknya keluar akan ada dua tempat yang akan mereka kunjungi yaitu tempat makan atau jika tidak pasti tepat untuk sortir kain, jadi biar tidak bertanya kemana mereka akan pergi tapi saat melihat jalanan yang dilewati berbeda Vior menoleh ke arah Windi.

"Ini bukan jalan menuju tempat pesan kain loh Mba?" katanya mengingatkan takutnya Windi lupa jalan.

Windi tersenyum.

"Nggak salah kok, ini jalan menuju rumahku. Oh ya nanti aku minta tolong sama kamu buat bawain baju Kak Prince yah, soalnya nanti malam aku udah janji sama Calvin," kata perempuan yang akan menikah itu.

Vior mengangguk.

"Ini pertama kalinya aku ke rumahnya Mbak Windi," ucap Vior.

Dia juga penasaran seperti apa rumah bos yang selama ini bersikap baik padanya.

Beberapa saat perjalanan, akhirnya mobil memasuki pekarangan rumah yang cukup luas, rumah yang begitu besar bagaikan istana, Vior tidak bisa menyembunyikan ketakjuban nya melihat rumah Windi yang begitu besar.

"Ayo masuk aja," ajak Windi begitu loyal mengajak Vior ke dalam rumah besar tersebut, Vior merasa ragu tapi pada akhirnya dia mengikuti langkah bosnya itu dari belakang.

Vior kembali takjub dengan isi rumah pemilik butik tempatnya bekerja, Windi menoleh ke arah Vior.

"Kamu kalau mau sesuatu bilang aja sama bibi nanti dia siapin, aku naik dulu mau ambil pesanan Kak Prince," kata Windi.

Vior pun mengangguk.

"Aku jadi minder selama ini Mbak Windi baik banget sama aku," ucap Vior sambil duduk di sofa menunggu Windi datang kembali, asisten rumah tangga menyiapkan minuman untuk Vior.

Vior tersenyum.

"Terima kasih," katanya ramah, sejenak asisten rumah tangga yang melihat dari tatapannya mengatakan dari mana Windi menemukan anak SMP secantik ini.

Vior yang di tatap merasa kikuk sampai mengusap tengkuknya sendiri.

"Eh, ada sesuatu di wajah aku yah?" tanya Vior, asisten rumah tangga tersebut langsung menggeleng karena sadar sudah bersikap tidak sopan dengan tamu si pemilik rumah.

"Maaf dek, kamu imut banget jadi nggak sengaja aku tertarik buat mastiin ini boneka atau orang beneran," katanya.

Vior langsung terkekeh geli, lalu asisten tadi pamit untuk mengerjakan sesuatu.

Lagi-lagi panggilan 'dek' sedangkan usia Vior dengan asisten tadi sepertinya tidak beda jauh.

Kebahagiaan tersendiri memiliki wajah awet muda batin Vior.

Tak lama Windi datang dengan membawa tas dari lantai dua menghampiri Vior.

"Kasih nyaman aja nggak usah canggung," kata Windi kemudian menemani Vior duduk dengan menyantap cemilan yang disediakan.

"Rumah Mbak Windi besar banget ya, tapi kok sepi yang lain pada ke mana Mbak?" tanya Vior.

"Kerja urusan mereka masing-masing entah pada kemana," jawab Windi.

Setelah dirasa cukup untuk berbincang sebentar dengan Windi, akhirnya Vior mengajak untuk kembali ke butik.

Perjalanan menuju butik memang lumayan cukup jauh dari rumah Windi, Windi kembali berhenti di sebuah minimarket menoleh ke arah Vior.

"Sementara kamu tunggu di sini dulu yah," katanya dan Vior pun mengangguk mengiyakan.

Sekitar setengah jam Vior menunggu, terlihat Windi keluar dari minimarket dengan membawa dua plastik putih yang penuh dengan belanjaan Windi membuka pintu belakang dan memasukkan belanjaannya di sana.

Begitu banyak makanan ringan yang dibeli oleh Windi, tapi Vior tidak bertanya untuk apa makanan sebanyak itu, perjalanan pun kembali dilanjutkan sampai tiba di butik.

"Vior, kamu kerjain ini sendiri dulu nggak papa kan? saya ada pekerjaan lain di toko perhiasan, nanti sore saya kembali, oh ya ini kalau kamu mau makan ambil aja, yang ini dibagikan ke karyawan yang lain dan ini buat kamu, buat cemilan kalau menginap di butik lagi," ucap Windi.

Barang Prince!

"Mbak Windi kok baik banget sih sama aku?" tanya Vior.

Windi menoleh.

"Nggak tahu deh kenapa," jawab Windi.

Windi mengedikkan bahu.

"Apa karena aku pengen punya adik kayak kamu yah?" kekehnya lalu menepuk bahu Vior pelan.

"Aku titip butik sebentar sama kamu," katanya sebelum meninggalkan Vior.

Vior menghela nafas, dia merasa tidak nyaman dengan yang lain jika Windi lebih dekat dengannya daripada mereka, rasanya Vior sedang mencari muka di depan Windi, agar bosnya itu tertarik dan memberikan perhatian lebih terhadap Vior daripada karyawan yang ada banyak di tempat itu.

Tapi bukan Vior tidak suka dekat dengan Windi, perempuan yang akan menikah itu sangat baik, jadi tentu saja Vior juga merasa nyaman dekat dengan bosnya, seolah Windi telah menganggap Vior juga sebagai teman daripada bawahan.

Vior mengerjakan kerjaan yang belum selesai sesekali melihat jam dinding yang menunjukkan sudah hampir malam, padahal Windi bilang tadi akan kembali saat sore, ketika menunggu Windi datang tiba-tiba ponsel Vior berdering.

"Vior maaf saya nggak bisa kembali ke butik, tas yang saya bawa dari rumah tadi tolong kamu antarkan ke alamat yang saya kirim yah, di sana nanti ada kak Prince, kamu kasih tasnya ke dia yah, soalnya masih ada yang harus saya kerjakan jadi bisa minta tolong sama kamu, bisa kan?" ucap Windi.

"Iya Mbak," jawab vior.

"Jam tujuh nanti kalau bisa sudah dibawa ke sana, takutnya Kak Prince mau pakai, ya udah kalau gitu terima kasih yah Vior udah mau bantuin, nanti alamatnya aku kirim lewat pesan," ucap Windi.

Setelah panggilan diakhiri, tak lama sebuah pesan masuk menampilkan alamat yang akan Vior datangi.

Sekarang sudah pukul enam, lebih baik sekarang dia bersiap lebih dulu baru mengantarkan apa yang disuruh, butik sudah sepi karena sudah pukul enam jadi semua karyawan sudah pulang tinggal Vior dan seorang security yang berjaga di luar.

Vior mengunci pintu utama, lalu membalik gantungan OPEN menjadi CLOSE, karena tidak ada yang akan melayani jika ada pelanggan datang.

Perjalanan menuju alamat yang ada ditempuh menggunakan ojek online, ternyata alamat yang diberikan cukup jauh sehingga Vior meminta buru-buru sebelum dia datang terlambat memberikan pesanan Prince.

Setelah tiba di depan sebuah hotel, Vior langsung berhenti dan menghubungi Windi untuk meminta nomor ponsel Prince, agar pria itu datang ke lobi dan mengambil pesanannya.

"Mbak Windi, saya sudah di lobby Hotel tapi saya nggak punya nomornya Pak Prince, bisa Mbak telepon Pak Prince buat ambil barangnya, soalnya saya nggak bisa antar sampai ke depan pintu kamar," ucap Vior.

"Vior kamu aja yang telepon yah, soalnya saya lagi sibuk," panggilan langsung dimatikan tapi setelah itu Windi mengirim nomor Prince ke Vior.

Vior menghubungi nomor Prince tapi tak kunjung diangkat oleh pria tersebut, bahkan Vior sudah menghubungi berkali-kali tapi tetap tidak dijawab, Vior berjalan ke arah resepsionis.

"Mas kamar atas nama Prince di lantai berapa yah?" tanya Vior.

Begitu mendapat apa yang Vior butuhkan, akhirnya Vior terpaksa datang ke depan pintu kamar Prince yang ada di lantai 8, pintu diketuk beberapa kali oleh Vior tapi tak kunjung dibuka.

Vior menunggu di depan pintu, sesekali melihat jam tangan menunjukkan lewat pukul tujuh malam sekarang hampir jam delapan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!