"Cepat cari disebelah sana!"
"Cari sampai ketemu!" seorang lelaki berteriak memerintahkan tim sar untuk mencari calon istrinya yang hilang dalam sebuah insiden kecelakaan.
Mereka mengira jika korban jatuh ke laut karena mobil menabrak pembatas. Tidak ada yang tahu kronologi kecelakaan itu. Karena diperkirakan kecelakaan terjadi dini hari, disaat jalanan sepi.
"Ana!! Ana!!" Defan meneriaki nama calon istrinya berharap calon istrinya akan mendengarnya. Tapi sayang, dia tetap tidak menemui hasil.
Pencarian masih berlanjut karena pihak keluarga masih berharap menemukan Ana. Bahkan jika itu hanya jasadnya saja.
Wajah sedih, dan air mata yang terus mengalir membasahi pipi ibu Ana. Dia tidak menyangka jika anaknya akan mengalami kecelakaan ini dan menghilang.
Defan berjalan mendekati Ranti, ibunya Ana. "Maafin aku tante karena tidak bisa melindungi Ana." katanya dengan raut wajah lesu.
"Kamu tidak salah Def, mungkin takdir Ana seperti ini. Tapi tante berharap jika Ana segera ditemukan. Baik itu hidup atau mati.." Ranti sangat sedih saat mengatakan hal tersebut.
"Itu juga yang aku harapkan tante." kata Defan memiliki harapan yang sama dengan calon ibu mertuanya.
"Dasar anak pembawa sial!" tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang dan langsung mengatai Defan sebagai anak pembawa sial.
Defan Aleandro, seorang pengusaha muda yang cukup terkenal. Dia seorang anak haram dari keluarga yang cukup terkenal. Ayahnya berselingkuh dengan ibunya sampai lahirlah dia. Namun, ibunya meninggal karena sakit yang tak kunjung sembuh. Meskipun ayahnya telah berusaha sebisa mungkin. Namun takdir tidak mengijinkan ibunya menemani perjalanan hidupnya. Saat ibunya meninggal, saat itu dia masih kecil, dia dibawa masuk oleh ayahnya ke keluarga tersebut. Tapi, dia selalu tidak diterima oleh ibu tirinya.
"Ana gimana jeng?" tanya Santika kepada Ranti.
"Masih belum ditemukan." jawab Ranti dengan wajah sedih dan air matanya kembali menetes.
"Yang sabar ya jeng! Ana pasti segera ditemukan." kata Santika sambil merangkul Ranti.
"Kamu harusnya bertanggung jawab! Bagaimana bisa kamu menikahi Ana kalau kamu nggak bisa jagain dia?" Santika memarahi Defan di depan banyak orang.
Santika selalu marah saat melihat Defan. Alasannya karena setiap kali melihat Defan. Dia akan teringat pengkhianatan suaminya.
"Jangan marahin Defan seperti itu. Bukan salah Defan." kata Ranti yang memang tahu apa yang terjadi antara Defan dengan Santika.
"Itu karena dia pembawa sial.." sahut Santika dengan marah.
Karena sebuah insiden yang mengakibatkan anak sulungnya lumpuh. Membuat Santika semakin membenci Defan. Santika bahkan tidak mau merawat Defan. Akhirnya Defan kecil dititipkan kepada ibunya Ranti yang masih kerabat dengan ayahnya Defan. Defan dididik, dirawat dan dibiayai oleh ibunya Ranti. Jadi, Ranti tentu tahu mengenai masalah keluarga Santika tersebut.
"Dia memang pembawa sial." ucap Santika kembali yang tentunya itu melukai hati Defan. Namun, bagi Defan, itu sudah terlalu biasa.
"Kamu lihat Reno kan, jadi seperti itu karena dia." imbuh Santika semakin marah.
Tetapi, Defan hanya terus diam. Sepertinya dia sudah terbiasa mendengar hinaan Santika kepadanya selama ini.
Mendengar nama kakanya disebut. Hati Defan mulai kacau lagi. Dia merasa sangat bersalah atas insiden yang menimpa kakaknya. Kakaknya harus mengalami kelumpuhan karena menyelamatkan dirinya waktu itu.
"Maaf ma."
"Aku tidak butuh maaf kamu. Apa maaf kamu bisa mengembalikan kaki Reno yang lumpuh?" Santika semakin marah. Dia kembali memarahi Defan di depan banyak orang. Dan Defan, hanya tetap membisu. Rasa bersalah kepada kakak tirinya mengharuskan dia untuk tetap diam. Meski sesakit apapun perkataan Santika kepadanya.
....
Hari berlalu berganti bulan. Sudah sebulan berlalu. Namun kabar ditemukannya Ana tidak pernah Defan terima. Selama itu juga dia selalu pergi mabuk-mabukan setelah pulang kerja.
Malam itu dia tidak ditemani sekretaris yang juga adalah sahabatnya, Rafa. Karena Rafa ada urusan sendiri.
"Nambah lagi!" Defan terus menambah minuman lagi sampai habis beberapa botol seorang diri.
Di meja lain.
Beberapa orang wanita dan pria sedang mabuk bersama. Mereka bersenang-senang dan menikmati alunan musik yang dimainkan oleh DJ.
"Anin!" salah seorang wanita memanggil pelayan yang bernama Anin. Dia adalah teman kuliah Anin.
Anin segera mendekat. "Ya. Mau nambah apa?" tanya Anin kepada temannya.
"Nggak mau nambah. Tapi aku mau kamu minum ini!" teman bernama Tessa tersebut meminta Anin untuk meminum segelas minuman yang dia sediakan.
"Maaf, tapi aku masih harus kerja." Anin menolak. Meskipun dia bekerja ditempat seperti itu. Tapi dia sama sekali tidak tertarik dengan hal semacam itu. Niatnya bekerja hanya untuk menghasilkan uang untuk biaya kuliahnya. Karena dia adalah anak yatim piatu yang dulu tinggal bersama nenek angkat di kampung.
"Ini upah kamu! Atau aku laporkan kepada pemilik bar ini kalau kamu tidak sopan kepada pengunjung!" Tessa mengancam Anin.
Mau tidak mau Anin hanya bisa nurut. Sebagai seorang pelayan hanya bisa mengikuti dan menuruti apa mau pengunjung. Dengan segera Anin menenggak minuman tersebut.
Tessa dan teman-temannya tertegun melihat Anin yang menenggak minuman tersebut dengan sekali tenggak. Tapi ternyata mereka memiliki niat buruk. Mereka dengan sengaja telah menambahkan obat ke dalam minuman tersebut.
Sesaat kemudian tubuh Anin merasa aneh. Dia mulai kepanasan dan semakin aneh. Dia pamit untuk segera kembali bekerja. Tapi Tessa dan teman-temannya menahanya. "Mau kemana?" Tessa menarik tangan Anin.
"Aku harus kembali bekerja." kata Anin. Wajahnya sudah mulai merona. Efek obat tersebut sangat cepat bereaksi.
"Aku sudah bilang ke bos kamu kalau kamu aku ajak gabung dengan kita." kata Tessa.
"Tapi, aku.. aku harus kerja." Anin menolak. Dia tidak mau dipecat karena lalai dalam melakukan pekerjaannya.
Tiba-tiba Anin merasa pusing. Dia hampir terjatuh karenanya. Beruntung ada laki-laki yang menangkapnya. "Bawa saja dia! Tapi jangan lupa bayarannya!" kata Tessa kepada lelaki itu.
Dengan segera lelaki itu memapah Anin yang setengah sadar. Lelaki itu ternyata sudah mengincar Anin sejak lama. Begitu tahu kalau Anin teman sekolah Tessa. Dia pun meminta bantuan Tessa untuk mendapatkan Anin. Dan tentunya dengan imbalan yang cukup banyak.
Lelaki itu bernama Radit. Dia seorang pengusaha kaya tapi playboy. Dia tertarik dengan Anin karena kecantikan Anin yang alami serta sifat pekerja keras Anin.
Radit membawa Anin masuk ke kamar yang ada di lantai atas di bar tersebut. Tentu saja dia memiliki niat buruk kepada Anin. Dia melempar Anin yang masih setengah sadar ke kasur.
Radit terpukau dengan tubuh Anin yang indah. "Meskipun hanya pelayan, tapi dia benar-benar sangat cantik." gumam Radit.
Tetapi, sebelum dia melancarkan aksinya. Dia pergi ke kamar mandi untuk bersiap-siap terlebih dahulu. Saat itulah Anin memiliki kesempatan untuk melarikan diri.
Dengan tergopoh-gopoh Anin keluar dari kamar tersebut. Anin merasakan tubuhnya yang semakin tidak nyaman.
Sialnya, Radit mengetahui hal itu dan segera mengejarnya. Anin pun semakin ketakutan. Dia terus berlari sampai akhirnya tanpa sengaja dia bertabrakan dengan seorang lelaki tak dikenal yang hendak masuk ke kamar pula.
"Anin.." seruan Radit semakin membuat Anin ketakutan.
Jadi dia pun mencium lelaki yang dia tabrak tadi untuk mengelabui Radit. Dan benar saja, Radit tidak tahu jika wanita yang berciuman di depan kamar itu adalah wanita yang dia cari.
Ekor mata Anin melirik ke kanan dan ke kiri. Setelah dirasa aman. Anin segera melepaskan ciumannya. "Maaf.." katanya kemudian berbalik badan.
Tentu saja lelaki itu tidak terima dengan apa yang Anin lakukan. Dia menahan tangan Anin yang hendak pergi. Lalu menciumnya dengan paksa seperti yang Anin lakukan kepadanya.
Anin terhenyak. Tapi dia tidak bisa meloloskan diri dari kekuatan seorang pria. Bahkan lelaki yang telah terpengaruhi alkohol tersebut menarik Anin masuk ke dalam kamar.
Pada saat itu keduanya sudah terpengaruh oleh alkohol maupun obat. Dan malam itu mereka lalui dengan penuh gairah.
"Ah.."
"Hos.. Hos.."
Anin telah memasuki kandang singa. Dia harus merelakan kesuciannya terenggut oleh orang yang bahkan dia tidak kenal.
Karena kelelahan, sejoli tersebut tertidur dengan cukup nyenyak. Bangun-bangun, Anin merasakan tubuhnya sakit semua.
"Akh.. Badanku sakit semua." gumam Anin ketika membuka mata.
Saat menoleh ke samping. Dia melihat seorang lelaki muda, berkulit Tan, lumayan tampan, tertidur di sebelahnya. Anin mulai membulatkan matanya. Tambah kaget saat melihat dia tidak memakai pakaian apapun.
Anin mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam setelah dia berhasil melarikan diri. "Aish.. Keluar kandang buaya masuk kandang singa ini mah." gumamnya sembari segera mengambil pakaiannya.
Anin membersihkan dirinya. Lalu dia meninggalkan dua lembar uang kertas di meja. 'Ini bayaran kamu. Terima kasih, tapi punya kamu terlalu kecil🤪' tulisnya di secarik kertas.
Setelah itu, Anin segera meninggalkan tempat tersebut. Dia harus pergi ke kampus.
....
Hari semakin siang. Defan terbangun karena panggilan telepon dari Rafa. "Hmm.." gumamnya.
"Kamu dimana? Udah jam berapa?" tanya Rafa dari balik telepon.
Defan melihat ke arah jam dengan mata yang kriyik-kriyik. Dan betapa kagetnya saat tahu sudah jam 10 siang. Dia segera bangkit dari tempat tidur. Kemudian kembali terkejut saat mendapati dirinya tidak memakai busana apapun. Juga banyak bekas ci*man ditubuhnya.
Defan mengernyitkan kening. Mencoba mengingat apa yang terjadi. Tak lama diapun ingat apa yang terjadi semalam di kamar itu.
Defan sempat menghela nafasnya. Dia agaknya kesal karena itu adalah kali pertama dia melakukan hal tersebut. Namun, dia seolah tidak peduli. Defan segera mandi dan bersiap pergi ke kantor.
Akan tetapi, dia menemukan dua lembar uang kertas dan secarik kertas yang Anin tinggalkan. "Ck.." Defan berdecak sembari tersenyum tipis melihat apa yang Anin tinggalkan.
Sesampainya di kantor. Defan menerima banyak sekali ceramah dari Rafa. Dia merasa Defan sudah tidak bertanggung jawab atas perusahaan semenjak Ana menghilang.
"Kamu kenapa Def? Katanya kamu sudah merelakan Ana? Kenapa kamu seolah tidak peduli dengan perusahaan? Kamu lupa usaha kamu untuk mendapatkan semua ini?" tanya Rafa yang merasa iba dengan sahabat sekaligus bos-nya.
Semenjak Ana menghilang, Defan memang terlihat tidak fokus dan kurang semangat menjalankan perusahaan.
"Aku hanya.. Masih teringat Ana.." katanya pelan.
"Bro, sudah sebulan berlalu. Kamu juga harus menjalani hidup kamu!" nasehat Rafa untuk Defan.
Defan terdiam. Dia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Tapi sesaat kemudian dia terperanjat dari kursi kerjanya.
"Raf, minta rekaman cctv di kamar hotel tempat biasa aku nginep!" perintahnya. Dia masih penasaran dengan wanita yang semalam bermain dengannya. Juga karena dia masih tidak terima dengan surat kecil dari Anin tersebut.
Punyamu terlalu kecil? Berani-beraninya dia..
"Buat?" Rafa menjadi penasaran karena tidak biasanya Defan memerintah seperti itu.
"Cari saja!" katanya yang tidak berani dilawan oleh Rafa.
"Oke.. Oke.." Rafa segera meninggalkan ruangan Defan. Meskipun dia merasa aneh, tapi dia belum berani bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
Karena koneksi dan kekuatan Defan begitu sangat berpengaruh. Rafa dengan mudah mendapatkan rekaman cctv hotel tersebut. Apalagi Defan salah satu pelanggan vvip di hotel tersebut.
Dengan segera Rafa masuk kembali ke dalam ruangan Defan. Saat itu Defan sedang memijat keningnya sembari bersandar di kursi kerjanya. "Gimana? Udah dapet?" tanya tanpa menoleh sedikitpun.
"Yupp.." Rafa segera memutar rekaman cctv tadi malam di laptopnya.
Mereka berdua dengan seksama memperhatikan setiap orang yang lewat. Jelas sekali di rekaman tersebut saat Anin berlari tergopoh-gopoh dan tanpa sengaja menabrak Defan.
"Itu... Itu kan kamu?" mata Rafa membulat. Dia penasaran siapa wanita yang berani mencium Defan tersebut.
"Oh,, jadi semalam kamu..?" Rafa akhirnya tahu situasinya.
"Cari tahu siapa dia!" kata Defan lagi.
Setelah dizoom beberapa kali. Defan seperti tidak asing dengan wanita tersebut. "Sekarang!" serunya.
Seketika Rafa langsung bergegas mencari informasi tentang wanita yang semalam bersama bos-nya tersebut.
Setelah Rafa pergi. Defan kembali melihat gadis di dalam rekaman cctv tersebut. Defan juga kembali melihat secarik kertas yang masih dia simpan tadi. "Ck.. Lihat aja! Kamu akan tahu konsekuensinya karena sudah berani menyinggungku.." gumamnya sembari meremas secarik kertas tersebut.
****
Di tempat lain.
Anin yang baru berjalan menuju ruang kelasnya harus kena omel Sandra, sahabatnya. Dikarenakan semalam Sandra tidak bisa menghubunginya. Dia merasa khawatir kepada sahabatnya tersebut.
"Kamu darimana aja? Semalam aku nggak kunci kamar, takutnya kamu pulang tiba-tiba. Tapi ternyata nggak pulang nj*r, kamu kemana aja? Kamu nginep dimana?" cerocos Sandra yang begitu mengkhawatirkan teman satu kos-nya tersebut.
"Aku dijebak Tessa.." lirih Anin.
"Ha? Kamu dijebak Tessa? Maksudnya gimana?" Sandra masih belum paham apa maksud dari perkataan Anin.
"Semalam dia datang dengan teman ke bar tempat aku kerja. Dia memaksa aku untuk minum, tapi ternyata minuman itu sudah dikasih obat. Dia mau jual aku ke temannya. Kan brengs*k banget dia." Anin sempat marah dengan apa yang Tessa lakukan.
"Brengs*k bener dia. Kita harus kasih pelajaran ke dia." Sandra menjadi kesal.
"Kita pasti akan balas. Tapi, tidak sekarang. Kita harus bermain cantik. Untung saja aku bisa melarikan diri." meskipun kesal, tapi Sandra merasa lega karena sahabatnya tidak kenapa-napa.
"Tapi..."
"Tapi apa?" tentu saja Sandra kembali penasaran.
"Aku tidur dengan lelaki yang tidak aku kenal."
"What??" Sandra kembali terkejuta.
"Kamu tidur dengan lelaki yang tidak kamu kenal?"
"Suttt.. Kecilin suara kamu!" Anin segera menutup mulut Sandra yang berkata dengan cukup keras.
"Itu sebabnya kamu nggak pulang?" Sandra mulai mengecilkan suaranya.
"Ya.." Anin nampak lemas. Sepertinya dia menyesal.
"Beg* banget sih kamu..." omel Sandra.
"Aku juga nggak tahu, aku udah terpengaruh obat. Tapi,, tapi, aku udah kasih uang ke dia sebagai ucapan bersalah." Anin tersenyum kecil.
Sandra menatap Anin dengan geli. "Gimana kabar Arya? Dia beneran sudah tidak pernah menghubungi kamu?" tanya Sandra.
Seketika senyuman Anin perlahan menghilang. Arya adalah pacarnya yang pergi ke luar negeri untuk melanjutkan study-nya. Namun, selama sebulan dia pergi. Anin sama sekali tidak mendapat kabar berita dari pacarnya tersebut.
Dengan lemas Anin menggelengkan kepalanya. Dia sedih karena lelaki yang sudah setahun ia pacari, menghilang tanpa jejak dan kabar berita.
Pernah Anin mencari tahu ke rumah orang tuanya. Tapi, dia juga tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Selama ini, orang tua Arya memang tidak pernah menyetujui hubungan mereka.
Mungkin itu juga alasan Arya dipindahkan keluar negeri dengan alasan study.
Melihat Anin yang sedih. Sandra pun segera memeluknya. "Jangan sedih lagi! Lupakan saja cowok nggak berguna itu. Kalau dia sayang kamu, dia tidak akan menghilang." kata Sandra sembari memeluk Anin.
"Aku harus tahu alasan dia, baru aku bisa lupain dia." kata Anin pelan.
Sandra memeluk Anin lebih erat. Dia tahu apa yang Anin rasakan sekarang. Sebagai sahabat, dia akan mendukung apapun yang bikin Anin bahagia.
"Tetap semangat! Masih ada aku yang sayang sama kamu." katanya.
Anin tersenyum. Dia merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat seperti Sandra. "Makasih ya." ucapnya.
Selesai kuliah.
"Kamu mau ngajar nari?" tanya Sandra.
"Hmm.. Aku harus menghasilkan banyak uang untuk biaya kuliah dan hidupku." jawab Anin.
Sandra menatap iba ke arah Anin. Sebenarnya, Sandra juga kasihan karena Anin harus bekerja keras demi membiayai sekolah dan kehidupan sehari-hari.
"Kamu juga harus kerja kan?" Sandra sendiri bekerja sebagai pramusaji di salah satu kafe yang tidak jauh dari tempat kos mereka.
"Iya. Semangat ya, nanti malam aku traktir makan!" kata Sandra.
"Oke.." akhirnya mereka berpisah karena harus menuju tempat kerja masing-masing.
Akan tetapi, saat Anin hendak masuk ke dalam bus. Tiba-tiba beberapa orang berpakai rapi dan serba hitam menahan tangannya. "Nona Anindya? Silahkan ikut kami!" kata salah satu dari mereka.
"Ka..kalian siapa?" Anin hendak berteriak tapi mereka segera memasukan Anin ke dalam sebuah mobil mewah.
"Kalian mau apa? Ini namanya penculikan, tolong.. Tol- uhm.." Anin dimasukan secara paksa ke dalam mobil.
Beberapa saat yang lalu.
Rafa datang ke ruangan Defan dengan membawa informasi yang diminta oleh Defan sebelumnya. Dengan mudah, Rafa bisa menemukan informasi mengenai Anin.
Anindya Larasati. Seorang mahasiswi semester 4. Seorang yatim piatu yang pernah tinggal bersama nenek angkatnya di sebuah kota kecil. Sekarang, dia bekerja sebagai pelatih dansa kaum lansia. Juga bekerja disebuah bar untuk mendapat tambahan uang buat biaya kehidupannya.
"Menurut informasi, dia memiliki pacar yang sekarang melanjutkan study keluar negeri. Meskipun dia sudah lama pacaran, tapi dia masih perawan." kata Rafa membacakan informasi yang dia dapat.
Defan terdiam. Untuk masalah itu, dia sudah tahu karena ada bekas darah di sprei tadi pagi. "Bawa dia villa sekarang juga!" perintah Defan lagi.
"Tapi..-"
"Dengan cara paksa kalau dia melawan, tapi jangan sakiti dia!" kata Defan lagi.
"I..iya.." Rafa hanya bisa menurut apa kata Defan. Sebagai anak buah, dia sama sekali tidak berani melawan perintah Rafa.
Sementara Defan segera bergegas ke villa pribadinya.
...
Anin terus memberontak saat beberapa orang tersebut menariknya keluar dari mobil dan membawanya masuk ke dalam sebuah rumah mewah. "Aku nggak mau.." Anin menarik tangannya. Dia takut bahwa ternyata ini perbuatan lelaki yang dia tolak semalam.
Akan tetapi, tentu saja Anin tidak bisa melawan kekuatan pria. Apalagi ada beberapa.
"Duduk!" Anin diminta duduk di depan seseorang yang tidak asing baginya.
Anin terus menatap lelaki di depannya. Seketika dia teringat akan sosok lelaki tersebut. Maka membulatlah mata Anin.
"Sudah ingat siapa aku?" tanya Defan dengan dingin.
"Kenapa kamu? Bukankah aku sudah membayar kamu.." kata Anin dengan takut-takut.
"Tsk.. Kamu pikir aku seharga dua ratus ribu?" tanya Defan dengan tersenyum sinis.
"I...itu harga yang pas.." kata Anin dengan gugup.
"Kamu mau apa? Anggap aja impas karena semalam adalah malam pertama aku." imbuh Anin sembari melirik ke kanan dan ke kiri. Dia sebenarnya malu membahas itu di depan orang.
"Apa kamu pikir aku pemain? Aku juga baru pertama kali." jawab Defan dengan cepat.
"La..lu kamu mau apa? Bukankah itu juga impas?" tanya Anin masih dengan gugup.
"Tanda tanganin ini!" Defan melempar kertas ke Anin.
"Apa ini?" Anin terkejut tapi kemudian dia membaca lembaran kertas tersebut.
"Ini nggak mungkin. Masa cuma tidur semalam kita harus nikah?" Anin memprotes isi dari kertas tersebut.
"Siapa tahu kamu mengandung anakku. Aku tidak mau anakku terlantar." kata Defan yang membuat Anin semakin kesal.
"Cuma sekali, mana mungkin hamil.." seru Anin. Tapi sesaat kemudian dia menyadari situasinya. Anin pun memperkecil suaranya.
"Aku nggak setuju!" kata Anin menolak isi kertas yang sepertinya sebuah perjanjian nikah.
"Aku tidak suka tawar menawar."
"Terserah. Pokoknya aku tidak mau." Anin segera berdiri kemudian meninggalkan tempat tersebut.
Beberapa pengawal hendak menghentikannya. Namun, Defan melarang mereka. Dia membiarkan Anin keluar dari rumahnya begitu saja.
"Kamu biarin dia pergi begitu saja?" tanya Rafa yang masih belum mengerti apa yang ingin Defan lakukan.
"Biarin dia berpikir dulu. Aku yakin lusa dia akan datang dan memohon untuk aku nikahin." kata Defan dengan tersenyum tipis.
"Kamu serius mau nikahin dia? Bukankah kamu masih berduka karena Ana masih belum ketemu?" Rafa semakin bingung.
"Bukankah kamu bilang hidup harus berjalan?" Defan bertanya balik.
"Iya sih, tapi..-"
Defan segera berdiri kemudian menepuk pundaknya. "Balik ke kantor!" katanya.
Disisi lain.
Anin marah-marah karena Defan bertindak semaunya. "Dasar brengs*k.." gumamnya setelah keluar dari rumah Defan.
Anin terus berjalan keluar dari komplek perumahan mewah tersebut. Dia mengeluh karena harus berjalan cukup jauh. Belum lagi karena dia tidak bisa kerja karena sudah terlambat.
"Dasar laki-laki brengs*k.." Anin terus mengumpat.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berjalan pelan disampingnya. "Naik! Biar aku anter!" kata Defan dari dalam mobil tersebut.
"Nggak perlu, aku bisa naik bus." kata Anin dengan sewot.
"Tidak bus di kawasan ini. Naik taksi pasti juga mahal." kata Defan lagi.
"Aku nggak pedu- ah.. Lepasin!" Anin berteriak karena dia gendong paksa oleh Rafa. Kemudian di masukan ke dalam mobil.
"Udah nurut aja!" kata Defan saat Anin berusaha keluar dari mobil.
Anin hanya bisa pasrah saat pintu mobil terkunci. Dengan kesal dia harus tetap tenang duduk di dalam mobil tersebut. "Mau kamu apa sih?" tanya Anin dengan kesal.
"Kamu harusnya udah baca tadi kan?" jawab Defan dengan santai.
"Aku nggak akan nikahin kamu. Aku punya pacar dan aku hanya akan nikahin dia." ucap Anin.
"Pacar yang ninggalin kamu demi study-nya?" Defan tersenyum kecil.
"Kamu..." Anin menatap Defan dengan tajam. Jadi Defan sudah mencari informasi tentangnya.
Anin pun lebih memilih untuk diam. Dia tidak mau bicara ataupun berdebat dengan Defan. Toh mereka juga tidak kenal.
"Namaku Defan Aleandro, umur 28 tahun, single dan pekerja keras."
"Nggak nanya." sahut Anin.
"Aku harus memperkenalkan diri kepada calon istri aku." kata Defan yang membuat Anin heboh.
"Aku nggak mau jadi calon istri kamu.." seru Anin dengan kesal.
"Tapi kamu udah mengandung anakku."
"Nggak ada. Anak apaan.. Jangan ngaco!" Anin semakin kesal.
"Coba kamu periksa ke dokter, aku yakin di perut kamu ada anak aku." Defan semakin ketagihan menggoda Anin.
"Nggak..." seru Anin.
Defan pun tersenyum bahagia melihat ekspresi Anin yang kelihatan begitu sangat takut. Tapi terlihat lucu dan menggemaskan.
Sementara Rafa hanya tersenyum geli di depan bersama sopir. Rafa melihat Defan dari kaca depan. Rasanya sudah sangat lama Defan tidak tersenyum lepas seperti itu. Semenjak kecelakaan yang menimpa kakak tirinya. Senyuman indah itu seakan hilang ditelan bumi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!