NovelToon NovelToon

DIA SUAMIKU

DS_1

Kenapa? Aku harus menikah dengan tetanggaku yang kaku, dingin, tidak peka, bahkan terlihat sombong. Sungguh aku sangat membencinya!

Daffi adalah manusia super kaku yang pernah aku temui. Tidak pernah senyum apa lagi menyapa, tatapannya itu terlihat sinis, seolah hanya dia lelaki yang paling sempurna. Tampan sih, tetapi untuk menjadi seorang suami, dia bukan tipeku.

Jika bukan karena jebakan betmen yang sahabatku lakukan, aku yakin pernikahan ini tidak akan pernah terjadi.

Sialnya ada seseorang yang memvideoku dan mengunggahnya kesosial media miliknya.

Hingga pada akhirnya video itu sampai pada Mamaku, dan meminta pertanggungjawaban si manusia kutub.

Drama rumah tanggaku akhirnya dimulai..

***

Ayana telah bersiap dengan pakaian kerjanya. Hari ini ia berangkat kekantor lebih awal dari biasanya. Jika sampai terlambat lagi, sudah dipastikan HRD akan menurunkan surat pemecatan. Ayana adalah anak tunggal yang berasal dari keluarga cukup terpandang. Namun ia sedikit kurang beruntung harus kehilangan sosok Ayah saat usianya masih kecil.

"Gak sarapan dulu?" Suara seorang wanita paruh baya menghampiri Ayana.

"Aya sarapan di kantor aja Ma, udah siang takut telat. Aya berangkat dulu, dah Mama," Ayana mencium pipi Mamanya sebelum ia melangkah pergi.

Mama Dinda hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya itu.

Namun tiba-tiba saja ia menjadi emosional saat menatap punggung Ayana yang mulai menjauh.

"Andai saja Papa masih bersama kita, pasti Aya lebih nurut sama Papanya. Papa pasti bangga, putri kecilnya kini menjelma menjadi gadis cantik yang mandiri. Kami merindukanmu, Pa," Gumam Mama Dinda dengan sesekali mengusap pipinya yang basah.

***

Di tempat lain, seorang pria tampan dengan pakaiannya yang tapi tengah menikmati roti tawar dengan secangkir kopi sebagai sarapannya pagi ini.

"Daf, kapan kamu mau menikah? Mama malu sama teman-teman Mama, anak mereka sudah menikah dan bahkan sudah punya anak. Sedangkan Mama? Jangankan untuk cucu, menantu saja Mama masih harus bujuk kamu," ujarnya Maya, Mama Daffi.

"Daffi belum mau menikah Ma," lagi-lagi jawabannya tetap sama.

"Mau sampai kapan Daffi, umur kamu sudah kepala tiga loh, apa mau nunggu Mama dan Papa semakin tua?"

"Mama kamu benar Daffi, mau sampai kapan kami menunggu," tambah Irfan, Papa Daffi.

Pria pemilik nama lengkap Daffi Alaska tidak begitu memperdulikan pertanyaan orangtuanya. Seperti buronan Daffi terus saja dicecar untuk segera menikah. Apa mencari calon istri harus secepat itu?

"Gimana kalo kamu nikah sama Ayana, anak tante Dinda ituloh, tetangga kita," celetuk Maya membuat Daffi tersedak makanannya.

Ayana adalah tetangga Daffi yang begitu dekat dengan Mamanya. Bahkan telah menganggap Ayana seperti anaknya sendiri. Selama Daffi di Australia, Ayanalah yang menemani orangtuanya, bahkan sampai saat ini Ayana masih sering datang kerumah karena permintaan Mamanya.

Bukan tanpa alasan Maya selalu meminta Ayana untuk datang kerumahnya meskipun hanya sekedar mengobrol sambil minum teh.

Maya dan Dinda telah sepakat akan menjodohkan anak mereka saat Ayana dan Daffi dewasa. Kini waktu yang mereka bicarakan dahulu telah tiba.

"Anak baru gede itu? Ck, kayak gak ada perempuan lain aja," Daffi berdecak malas saat Mamanya mulai menjodohkannya, terlebih lagi dengan Ayana, gadis yang menurut Daffi sangat cerewet dan petakilan.

"Anak baru gede gimana? Dia itu udah dewasa, dan udah pantas buat nikah. Mama rasa Ayana adalah gadis yang cocok buat kamu."

"Daffi pergi dulu, Ma, Pa.." Dengan cepat Daffi menghabiskan sarapannya, ia menghindari pertanyaan Mamanya yang terus saja memintanya untuk segera menikah.

Maya menggelengkan kepala melihat Daffi yang selalu saja menghindar saat membicarakan pernikahan,"Lihat tu anak Papa, gimana mau dapet istri orangnya kaku begitu."

"Papa juga bingung Ma, harus dengan cara apa membujuk Daffi biar mau nikah," ucap Irfan pasrah.

Pada akhirnya kesabaran Maya dan Irfan mulai menipis. Berulang kali ia membunjuk Daffi untuk segera menikah, namun hasilnya selalu nihil. Mereka hanya mendapatkan jawaban yang sama setiap kali bertanya.

***

"Untung gue gak telat, bisa abis gue kalo telat lagi," gumam Ayana saat ia baru saja sampai di tempat kerjanya.

"Widih, tumben dateng cepet, kesambet apa lo?" Suara seseorang menghampiri Ayana hingga membuatnya terkejut.

"Apaan sih lo Sya, ngagetin aja. Ya kali gue telat mulu, yang ada ntar gue dipecat lagi," Jawab Ayana pada Tasya yang kebetulan juga baru sampai.

Tasya adalah teman sekantor Ayana sekaligus sahabatnya sejak SMA. Mereka mempunyai hobi yang sama, yaitu nangis dadakan saat nonton drakor. Tetapi sahabat Ayana itu memiliki kebiasaan yang unik, suka mencabuti rambutnya sendiri saat ia merasa pusing. Yang paling nyelenehnya lagi, Tasya suka menyiapkan es batu di bawah kakinya saat ia mau tidur. Sungguh aneh bukan? Tapi lucu hihihi..

"St..st, pak Daffi tuh," Tasya menoel lengan Ayana.

"Mana-mana?"

"Cie nyariin. Uhuy, akhirnya sahabat gue jatuh cinta," ledek Tasya.

"Jan ngaco deh, gue jatuh cinta sama si kulkas? Dih sorry ya kek gak ada cowok lain aja. Daffi mah apaan, cowok kaku yang udah kayak kanebo kusut gak pernah senyum dan juga S-O-M-B-O-N-G, sombong. Mana ada yang mau sama cowok modelan dia," cerosos Ayana tanpa sadar bahwa orang yang dibicarakannya mendengar semua ocehannya.

"St....Aya, pak Daffi," Tasya berbisik ditelinga sahabatnya yang sedari tadi terus bicara.

Ayana yang baru menyadari kehadiran Daffi seketika menutup mulutnya.

"Sudah?"

"Hehe, sudah pak," jawab Ayana cengengesan menahan malu.

"Masuk!" Daffi melangkah masuk tanpa memperdulikan lagi Tasya dan Ayana.

"Lo kenapa diem aja ogeb, kalo ada si kulkas, kan jadinya gue malu. Kalo gue sampe dipecat gimana?"

"Dih nyalahin gue. Harusnya lo itu bisa ngerem sedikit, biar gak bablas. Tapi Ya, gue mau bilang sesuatu,"

"Apaan?"

Tasya berbisik ditelinga Ayana,"Awas jatuh cinta, hahah."

"Gak lucuu Tasya, woy!! Tungguin gue," Ayana sedikit berteriak saat Tasya berlari meninggalkannya.

Entah apa yang akan Daffi lakukan pada Ayana setelah mendengar hinaannya tadi. Ayana sendiri tidak lagi punya keberanian menatap bosnya setelah apa yang ia lakukan.

Ingin rasanya gue ngilang dari muka bumi ini, pikir Ayana dengan cemas.

"Ayana.."

"Iya Bu, ada apa?"

"Kamu diminta keruangan pak Daffi sekarang!"

"Sa-saya Bu? Sekarang?" Ayana menjadi gugup saat sekertaris Daffi bernama Nadin meminta ia keruangan Ceo.

"Iya Ayana, sekarang!" Sekertaris Daffi mendadak gemas dengan Ayana yang bertingkah gugup itu, entah apa yang terjadi pada dirinya. Setelah mengatakan perintah dari atasannya, ia pun pergi.

"Sya, gimana dong? Si kulkas kira-kira mau ngapain gue ya?" Harap-harap cemas, perasaan Ayana bercampur aduk antara takut dan juga malu.

"Beraninya kamu menghina saya, sekarang kamu saya pecat!!"

"Tidakk..!"

Ayana berteriak hingga semua karyawan disana menolehnya. Ayana membayangkan kejadian di ruangan Daffi dan dia memecatnya. Kecemasannya semakin menjadi, keringat dingin mulai membasahi dahi dan tangan Ayana.

"Aya apa-apaan sih lo, budeg ni kuping gue," Tasya memijat pelan telinganya.

"Tolongin gue Sya, gue gak mau dipecat. Lagian tu kulkas kenapa gak diabaikan aja sih omongan gue. Tapikan apa yang gue omongin itu bener, dia itu manusia kadisokul," cerocos Ayana.

"Kadisokul apaan?"

"Kaku, dingin, sombong tapi sok cool."

"Saran gue, mending lo ngaku salah terus minta maaf deh. Siapa taukan pak Daffi luluh terus gak mecat lo,"

Bak mendapat lampu kuning, Ayana mengangguk dengan tersenyum memikirkan kembali ucapan Tasya yang menurutnya cukup cemerlang untuk meluluhkan seseorang.

"Lo emang besty terbaik gue, Sya. Tanks ya, doain gue semoga tu kulkas gak lagi beku hatinya."

Tasya hanya mengangguk dan memberikan kedua jempol untuk sahabatnya.

Dengan perasaannya yang cemas, Ayana memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Daffi.

Tok..tok..tok..tok

"Masuk!" Terdengar suara dari dalam ruangan, Ayana perlahan membuka kenop pintu dan menghampiri Daffi yang tengah sibuk dengan berkasnya.

"Bapak memanggil saya?"

Tanpa melihat Ayana, Daffi bertanya"Kenapa lama sekali?"

"Ah, iya maaf. Ada apa Bapak memanggil saya?"

Daffi menghentikan aktifitasnya, ia beranjak dari duduknya dan mendekati Ayana. Daffi menyenderkan tubuhnya di meja dengan tangan yang ia lipat di dada. Mencoba memperhatikan Ayana dari dekat, Daffi terus memandanginya.

"Baru sadar lo kalau gue cantik, tapi ya gak gitu juga kali ngeliatnya," Ayana bermonolog dalam hati saat Daffi terus memandanginya.

"Maaf Pak, ada apa Bapak memanggil saya?"

"Kan gue risih juga lama-lama diliatin gitu, penuh cinta kagak, serem iya," Ayana kembali mengoceh, namun kali ini hanya dirinya dan Tuhan yang mendengar.

Daffi memajukan selangkah kakinya, dan saat ini posisi mereka bener-bener dekat dan hanya beberapa senti saja ruang kosong yang menjadi jarak ditengah-tengah mereka.

"Jantung gue kenapa? Gak mungkinkan gue tiba-tiba jantungan, keluarga gue gak ada yang punya riwayat sakit jantung," lagi dan lagi Ayana berbicara dengan hatinya setelah detak jantungnya mendadak tidak normal.

"Kamu Ayana?"

Setelah sekian purnama menunggu, akhirnya Daffi mengeluarkan suara emasnya.

"I-Iya Pak," jawab Ayana dengan gugup.

"Saya hanya heran, kenapa Mama saya begitu ingin saya menikahi kamu. Saya tidak suka wanita.."

"Wah, pantesan aja tante Maya selalu bilang kalo anaknya gak mau nikah. Ternyata ini alesannya?" Dengan cepat Ayana memangkas kalimat Daffi. Ia tidak tahan lagi harus membungkam mulutnya untuk diam lebih lama.

"Ck, ganteng-ganteng tapi doyannya pisang, gila aja, apa mungkin jiwanya tertukar?" Ayana bergidik ngeri membayangkan sosok Daffi yang sesungguhnya.

DS_2

Mengingat tante Maya yang selalu bilang kalau anaknya anti perempuan, ingin sekali rasanya aku menggoda pria kulkas ini.

Tetapi melihat tatapannya yang seolah ingin menerkam, gak ngelakuin apa-apa mungkin itu yang terbaik.

Ayana kembali kekubikelnya dengan berjalan lunglai seperti kekurangan darah yang membuatnya begitu lemas.

Tasya yang melihat sahabatnya tertunduk lesu seketika menghampiri. Ia tidak akan membiarkan siapapun membuat Ayana meneteskan air matanya. Tasya dan Ayana menganggap kedekatan mereka bukan hanya sebagai sahabat, tetapi lebih dari itu. Mereka selalu ada untuk satu sama lain, dimana dan apapun yang terjadi. Ayana dan Mamanya adalah keluarga kedua bagi Tasya. Tentu saja ia akan melakukan apapun demi menjaga keluarganya.

"Lo kenapa? Apa Pak Daffi pecat lo?"

Ayana menghela nafas dan mendudukkan dirinya dengan kasar."Hari ini adalah hari yang sial buat gue."

"Maksud lo?" Tasya kembali bertanya pada sahabatnya yang tak kunjung memberikan jawaban yang membuatnya puas.

"Gila gak sih, Sya, tu kulkas nyuruh gue lembur malem ini. Emang gak waras tu mahkluk," cerocos Ayana dengan ekspresi yang begitu kesal pada bosnya.

Flashback On

"Apa kamu pikir saya pria tidak normal? Yang saya maksud, saya tidak suka wanita seperti kamu. Petakilan dan super cerewet. Bisa-bisa saya darah tinggi jadi suami kamu," Daffi menjelaskan kesalahpahaman Ayana. Jika diingat-ingat, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Daffi ucapkan.

"Lo pikir gue juga suka cowok kadisokul kayak lo? Kalo bukan karena tante Maya, gue ogah banget kerja bareng lo," jawab Ayana berkacakpinggang tak mau kalah.

"Terserah! Sebagai hukumannya, kamu harus lembur malam ini!"

"Dih, siapa lo ngatur-ngatur gue,"

"Saya Ceo di perusahaan ini."

Bodohnya gue, kenapa bisa sampe lupa sih? Bathin Ayana.

"Gak ada hukuman lain apa selain lembur," Ayana mencoba bernegosiasi dengan Daffi, berharap bosnya bisa melupakan kesalahannya dan ia akan aman. Namun sialnya, Daffi tetap pada pendiriannya.

"Iya atau saya pecat!"

"Ihhhh, awas lo!!!" Ayana berjalan keluar dari ruangan Daffi dengan kaki yang ia hentakan karena merasa kesal dengan keputusan Daffi yang menghukumnya untuk lembur.

Flashback Off

Jika sudah berurusan dengan Pak Ceo, Tasya yang biasanya selalu membela dan membantu Ayana kali ini tidak bisa berbuat apa-apa selain meminta sahabatnya untuk tetap mengikuti keputusan Daffi.

***

Pada Akhirnya, jam pulang yang selalu dinantikan para karyawan pun tiba. Tetapi tidak untuk Ayana. Pada hari ini Ayana tidak lagi berharap akan jam pulang, melainkan ia berharap bahwa waktu tidak akan pernah maju dan jarum jam tetap setia pada satu angka.

Melihat teman-teman satu divisinya mulai beranjak meninggalkan meja kerjanya, Ayana hanya mampu menatap iri mereka. Jika saja bosnya itu bukan manusia Kadisokul, sudah pasti kerja lembur ini tidak akan pernah terjadi, pikir Ayana.

Kini tidak ada seorang karyawan pun disana selain Ayana dan sahabatnya, Tasya. Sebagai sahabat yang baik, Tasya tidak mungkin meninggalkan Ayana seorang diri di tempat kerja.

"Lo gak pulang?" Tanya Ayana yang melihat Tasya masih santai dengan ponselnya.

Tasya memutar kursinya untuk saling berhadapan,"Gue bakal temenin lo."

"Seriu..

"Tidak ada yang boleh menemani dia lembur malam ini!" Suaranya menggema di ruangan yang hening itu.

"Lo gila mau ngebiarin gue sendirian di kantor segede gini?" Ayana bersungut kesal pada Daffi yang memerintah seenak jidatnya.

"Jadilah wanita yang bertanggungjawab atas kesalahannya!"

"Tapi gak gini Daffi Alaska," Ayana begitu gemas dengan Daffi hingga Ingin rasanya ia mencakar wajahnya yang sok cool itu.

"Tasya, kamu boleh pulang,"

"Tapi pak, Ayana.."

"Kalau begitu kamu saja yang lembur."

Kalah telak, Tasya dan Ayana tidak dapat membantah, terpaksa mereka mengikuti perintah gila bosnya itu.

"Sorry Ay, kali ini gue gak bisa bantu lo. Semangat ya, gue pulang duluan," Tasya beranjak dari duduknya dan mulai meninggalkan mereka.

"Gue ben-ci lo, Daffi," Ayana melotot tajam kearah Daffi, terlihat jelas kebencian dimatanya.

Daffi tidak memperdulikan perkataan Ayana, ia pun meninggalkan Ayana seorang diri disana.

Ayana mulai fokus dengan berkas-berkasnya yang menumpuk. Satu persatu berkas itu mulai berkurang dari tumpukannya.

"Awas aja lo Daffi, gue bakal aduin ini ke tante Maya. Jangan panggil gue Ayana kalo gak bisa buat lo kena semprot. Enak aja mau nyiksa gue seenak jidat, emang sih dia bos disini, tapi sebagai bos yang baik harusnya dia memaafkan setiap kesalahan pekerjanya, apa lagi cuma masalah sepele. Ah gue hampir lupa, kalo dia itu seorang manusia Kadisokul. Kaku, dingin, sombong tapi sok cool, mana mungkin bisa diajak negosiasi, ngeliat tatapannya saja sinis gitu, mengerikan," Ayana mengoceh mengeluarkan unek-uneknya yang menumpuk sejak tadi.

Jarum jam sudah berada tepat di angka 10, dan Ayana masih belum menyelesaikan pekerjaan lemburnya.

Tubuhnya mulai terasa lelah, matanya mengantuk, namun Ayana masih harus menyelesaikan pekerjaannya.

Ayana meregangkan kedua tangannya kemudian beranjak dari kursinya menuju kepantry.

Ayana membuat secangkir kopi untuk menemaninya lembur, berharap dengan ini rasa mengantuknya akan hilang.

"Kopi ala Ayana siap dihidangkan, lebih tepatnya siap diminum," Ayana menyeruput kopi yang baru saja ia buat.

Satu jam berlalu, pekerjaan Ayana pada akhirnya telah selesai.

"Akhirnya selesai juga," ucap Ayana yang kembali meregangkan kedua tangannya, mencoba melunakkan otot tangannya yang terasa kaku.

Ayana beristirahat sejenak setelah berjam-jam berkutat dengan tumpukan kertas yang membuat tubuhnya cukup lelah.

Hari semakin larut malam, hawa dingin kesunyian semakin terasa. Mendadak Ayana merinding mengingat ia hanya seorang diri di kantor. Rasa takut mulai menghantui pikirannya, ia buru-buru beranjak dari duduknya dan segera pergi.

"Astaga, gue lupa kalo gak bawa mobil. Jam segini mana ada taksi," gumam Ayana melihat arlojinya yang menunjukkan hampir jam 12 malam.

"Ini semua gara-gara si Kadisokul itu, dibilang manusia tapi dia tidak punya hati sama sekali. Kalo dia punya hati, gak mungkin dong ngebiarin cewek sendirian tengah malem gini. Gimana kalo ada hantu yang suka sama gue? Terus ngikutin kemanapun gue pergi. Ngebayanginnya aja gue ngeri. Dibilang bukan manusia tapi kakinya nyentuh tanah. Apa mungkin dia manusia berhati hantu? Awas aja, pokoknya gue bakal bales lebih dari ini. Jangan panggil gue Ayana kalo gue gak bisa buat seorang Daffi Alaska nangis kejer. Kita liat aja nanti, yang penting sekarang yang harus dipikirin itu gimana caranya gue pulang dengan selamat tanpa lecet sedikitpun. Mama, tolongin Ayana," Cerocos Ayana seorang diri.

Semilir angin malam membuat bulu kuduk Ayana merinding. Terlebih lagi ia pernah mendengar cerita dari Tasya, ruko yang bersebelahan dengan kantor Alaska Corp itu pernah terjadi tragedi mengenaskan hingga merenggut nyawa satu keluarga. Ayana yang berdiri di depan kantor sendirian mendadak ketakutan. Ia menundukkan kepalanya dan menutupi wajah dengan tangannya. Ayana berdoa memohon keselamatan dan perlindungan untuk dirinya. Hati kecilnya berharap akan ada seseorang yang menolongnya dan mengantarnya pulang kerumah.

"Masuk kedalam mobl!!"

DS_3

"Masuk kedalam mobil!!"

Tiba-tiba saja suara seseorang itu menghampiri Ayana yang tengah berdiri seorang diri. Melihat dari sikap perempuan itu, bisa dipastikan bahwa ia tengah ketakutan. Bagaimana tidak? Ayana hanya gadis biasa yang mempunyai kecerewetan tingkat tinggi. Mungkin dirinya berani dan tidak takut melawan setiap manusia, namun jika dihadapkan dengan mahluk hantu, ia juga punya rasa takut.

Ayana yang mendengar suara seseorang seketika mengangkat sedikit kepalanya yang sejak tadi menunduk.

"Daffi..." gumamnya dengan lirih.

"Masuklah!" Daffi yang telah bersiap dengan mobilnya meminta Ayana untuk segera masuk kedalam mobil.

Tanpa berlama-lama dan berfikir panjang, Ayana dengan cepat masuk kedalam mobil Daffi. Perasaan lega ia rasakan saat mobil yang ia tumpangi mulai melaju.

"Ini semua gara-gara lo tau gak, gimana kalo ada yang nyulik gue terus ngejual gue? Apa lo mau tanggung jawab? Lagian kalo gila jangan kebangetan napa, cuma karna kesalahan gue yang sepele lo sampe nyuruh gue lembur sendirian. Kalo mahluk halus ngintilin gue gimana? Bisa-bisa gue dibawa kabur kealam ghaib. Terus Mama gue...

Mama? Astaga gue sampe lupa ngasih tau Mama kalo gue lembur. Mama pasti khawatir banget, dan ini semua gara-gara lo tau gak," Ayana mengomeli Daffi dan segera memeriksa ponselnya yang sudah berjam-jam tidak ia sentuh. Ayana berniat menghubungi Mamanya dan memberitahunya bahwa ia dalam perjalanan pulang. Namun sebelum itu..

"Saya sudah memberitahu tante Dinda," akhirnya Daffi bersuara setelah mendengar ocehan Ayana yang panjang seperti kereta api.

"Yakin lo Mama gue udah tau?"

"Emang ada menghubungi?" Daffi balik bertanya.

Mendengar itu, Ayana kembali memeriksa ponselnya dengan teliti. Benar saja, tidak ada panggilan ataupun pesan dari Mamanya. Berarti apa yang Daffi katakan memang benar dan Ayana merasa lega tidak membuat Mamanya merasa khawatir.

"Syukurlah. Tapi tunggu dulu, kenapa lo masih di kantor dan gak pulang?" Ayana sangat penasaran kenapa Daffi tidak pulang dan masih ada di kantor bersamanya.

Namun Daffi tidak menjawab, ia masih fokus dengan kemudinya. Menurut Daffi itu pertanyaan yang tidak perlu dijawab bahkan sangat tidak penting untuk dijawab.

"Gue nanya Daffi," Ayana mulai kesal pada seseorang yang tengah mengemudi karena tak kunjung memberinya jawaban.

"Apa perlu?"

"Jelaslah, lo nyuruh gue lembur sendirian, bahkan sahabat gue lo suruh pulang tapi lo sendiri ternyata masih di kantor. Gue perlu tau kenapa?"

"Pertanyaan tidak penting!"

Ayana melotot dan mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar perkataan Daffi. Apa katanya, tidak penting? Jelas bagi gue itu sangat penting.

Tidak lagi ingin dihukum seperti hari ini, Ayana lebih memilih menahan luapan emosinya dari pada ia harus dihukum lagi untuk yang kedua kalinya.

Pada Akhirnya mobil yang mereka kendarai mulai memasuki komplek perumahan dimana tempat mereka tinggal.

Rumah Daffi paling megah dan besar di kompek itu.

Mobil berhenti tepat didepan rumah Daffi. Ayana dengan cepat turun dari mobil dan sedikit berlari menuju rumahnya yang bersebrangan dengan rumah Daffi.

Daffi yang melihat Ayana pergi tanpa berkata apa-apa hanya menatap dengan cuek.

Beruntung Ayana selalu membawa kunci cadangan rumahnya kemanapun ia pergi. Dengan begitu Ayana tidak perlu membangunkan Mamanya saat ia pulang terlambat seperti hari ini.

Sesampai di kamarnya, Ayana menyambar handuk dan masuk kekamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket seharian beraktifitas.

Membaringkan tubuhnya di kasur melepas penat dan lelah, hingga kantuk mulai menyerangnya Ayana terlelap dengan begitu cepat.

***

Biasanya Ayana melakukan olahraga pagi saat hari libur dengan berlari santai mengelilingi komplek. Namun mengingat semalam kerja lembur, Ayana memutuskan untuk beristirahat menghilangkan lelahnya selama satu pekan bekerja.

Ayana menuruni anak tangga dengan ekspresi bangun tidurnya. Ia melihat Mamanya tengah menyiapkan sarapan di meja makan.

"Sudah bangun?"

"He'em. Mam, kenapa Mama gak telfon Aya? Ya paling gak nanyain kenapa anaknya gak pulang-pulang gitu," Ucapnya sambil menyambar roti tawar yang sudah disiapkan.

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Mama gak khawatir sama Aya? Gak takut anaknya diculik terus dijual atau diincer mahluk astral terus dibawa kealam ghaib?"

"Ada Daffi yang jaga kamu, jadi ya Mama gak perlu khawatir. Karna Mama percaya Daffi mampu melindungi dan menjaga kamu, Ay," jawab Dinda penuh keyakinan.

Flashback On

Saat jam kerja mulai berakhir, sebelum Daffi pergi kedivisi Ayana, ia lebih dulu menghubungi Dinda, Mama Ayana.

"Assalamualaikum Tante,"

"Waalaikumsalam, kenapa Daff, Ayana gak kenapa-kenapa kan?"

"Gak Tante. Daffi cuma mau kasih tau, Ayana ada lembur hari ini, mungkin akan pulang terlambat. Tapi Tante gak usah khawatir, Daffi tetap di kantor sampai Ayana selesai,"

"Tante percaya sama kamu Daff, titip Ayana ya, jangan diapa-apain, belum halal!"

"I-Iya tante," jawab Daffi gugup. Ia berfikir ternyata bukan hanya kedua orangtuanya yang berniat menjodohkannya dengan Ayana, tetapi Tante Dinda juga punya niat yang sama. Apa mereka mempunyai kesepakatan?

"Ya udah tante tutup dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Daffi mematikan panggilan telfonnya.

Flashback Off

"What? Sepercaya itu Mama sama si Kadisokul manusia kaku, dingin, sombong tapi sok cool itu?"

Bukannya menjawab, Dinda malah tertawa mendengar ocehan Ayana. Terlebih lagi anaknya itu punya panggilan khusus untuk calon menantunya. Meskipun terdengar mengejek, tetapi setidaknya panggilan itu sangat berkesan dan mudah diingat.

"Kok Mama malah ketawa, Aya serius Ma. Mama itu gak boleh terlalu percaya sama orang, apa lagi sama si Kadisokul itu,"

"Daffi gak seperti yang kamu pikirin Ay, dia baik kok, dan Mama percaya sama dia," jawab Dinda membuat Ayana membelalakkan matanya tak percaya.

Wow, rupanya si kulkas udah mantrain Emak gue, bisa-bisanya Mama berpikir kalo Daffi itu cowok baik-baik. Mama belum tau aja kalo dia itu Kadisokul yang nyebelin gak ada obat. Liat aja, gue bakal bales lo Daff. Bathin Ayana merongrong.

Saat tengah menikmati sarapan, suara ketukan pintu menyeru.

"Biar Mama aja," Dinda menolak Ayana yang hendak beranjak dari duduknya.

"Waalaikumsalam. Eh Maya, masuk May!"

"Aya ada Din?" Tanya Maya sambil melangkah memasuki rumah Ayana.

"Ada, tuh lagi sarapan."

"Aya...!" Panggil Maya pada Ayana yang masih memakai baju tidur tengah melahap roti tawar.

"Eh Tante Maya, duduk Tan, ayo sarapan bareng Aya!" Ajaknya pada Maya.

Maya mendudukkan dirinya di kursi samping Ayana.

"Tante mau ajak kamu pergi nonton, mumpung hari libur kan, gimana mau gak?"

"Mau banget tante, kebetulan Aya udah lama banget gak nonton saking sibuknya hehe,"jawab Ayana kegirangan penuh senyum.

Ayana buru-buru membersihkan diri dan bersiap. Sementara Maya dengan setia menunggu Ayana sambil mengobrol dengan Dinda di meja makan.

Setengah jam kemudian, Ayana turun dengan pakaian yang sudah rapi. Celana jeans hitam berpadu dengan kaos berwarna merah dan rambut ikat yang terurai membuat penampilan Ayana semakin berbeda. Ia terlihat lebih cantik saat menggunakan pakaian biasa.

"Ya ampun cantiknya anak Tante," ucap Maya yang melihat Ayana mulai mendekatinya.

"Tante bisa aja," Ayana tersipu malu saat Maya memujinya dengan berlebihan.

"Din, aku pinjem anaknya sebentar ya,"

"Iya, jangan lupa dipulangin," Dinda menjawab dengan nada bercanda.

Mobil berhenti tepat di depan Ayana berdiri. Ayana terbengong saat melihat mobil yang dikeluarkan ternyata mobil yang biasa Daffi pakai saat ke kantor. Perasaannya mendadak tidak enak, apa itu artinya?

"Kok bengong? Ayo masuk!" Sentuhan tangan Maya membuat Ayana membuyarkan lamunannya.

Betapa terkejutnya Ayana saat kaca pintu terbuka.

"Pak Daffi ikut?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!