Sejak tadi Gilang sudah bersiap dan berpakaian rapi karena hari ini ia ada acara menghadiri pernikahan temannya. Gilang pergi seorang diri karena dia memang belum memiliki pasangan. Namun meski begitu ia tetap bersemangat karena ini merupakan pernikahan teman dekatnya.
"Wah cucu kakek mau kemana tampan sekali!" puji kakek Bhaskara saat melihat cucunya yang begitu gagah dan tampan.
"Hari ini aku akan menghadiri acara pernikahan temanku kek," sahut Gilang seraya merapikan dasinya karena terlihat sedikit miring.
Gilang memang laki-laki yang tampan, gagah serta baik hati. Akan tetapi saat ini dia masih belum ingin mencari pasangan hidup, sebab bagi Gilang keluarga adalah segalanya. Semua usaha dan kerja kerasnya ia lakukan untuk keluarga.
"Terus kamu sendiri kapan akan menikah dan memberikan cucu untuk kakek?" tanya kakek menohok.
"Aku masih belum memikirkan itu kek, nanti akan tiba saatnya untuk menikah," jawab Gilang yang merasa bingung dengan keinginan kakeknya yang satu ini. Gilang pasti akan memberikan apapun yang kakek Bhaskara inginkan, namun untuk permintaannya yang satu ini Gilang masih belum bisa memenuhinya.
"Kamu selalu saja berkata seperti itu. Bagaimana jika umur kakek tidak lama lagi," lirih kakek.
"Kakek jangan berkata seperti itu lagi, aku akan mencari calon istri," ujar Gilang spontan.
"Benarkah?" tanya kakek yang masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Karena selama ini Gilang memang sulit jika disuruh mencari pasangan. Kakek Bhaskara pun seketika merasa sehat kembali setelah tadi pura-pura merasa lemas.
"Iya kek, ya sudah kalau begitu aku pergi dulu kek," pamit Gilang yang segera bergegas menuju mobilnya yang terparkir digarasi.
"Kakek doakan semoga bertemu dengan jodohmu di pesta nanti ya," teriak kakek Bhaskara dari dalam rumah.
Gilang yang mendengar teriakan kakeknya pun hanya menggeleng.
"Ish kakek apaan sih," gerutu Gilang saat ia membuka pintu mobil dan segera melajukan kendaraannya.
Setelah kepergian cucunya Kakek Bhaskara merasa senang karena akhirnya dia mau mencari calon istri. Kakek Bhaskara begitu menyayangi Gilang sebab dia merupakan cucu laki-laki satu-satunya.
Sebenarnya sudah sangat lama Kakek Bhaskara menginginkan Gilang untuk segera menikah, bahkan kakeknya selalu membawa foto wanita-wanita cantik ke hadapan Gilang. Akan tetapi hal itu tidak membuat Gilang bergeming, ia tetap memilih hidup sendiri.
"Semoga kamu mendapatkan jodoh yang terbaik nak. Kakek berharap kamu akan mendapatkan kebahagiaan," gumam batin kakek penuh harap.
"Makan dulu yah," tawar Bu Risma yang merupakan anaknya kakek Bhaskara. Dia merupakan ibu Gilang yang begitu baik dan sangat penyayang.
"Iya Ris, sebentar lagi," jawab Kakek Bhaskara yang masih duduk di kursi goyangnya sambil memikirkan masa depannya bersama cicitnya. Dalam lamunanya ia sedang menimang cicit laki-laki serta menidurkannya.
"Apa ayah sedang memikirkan Gilang lagi?" tanya Risma yang sudah bisa menebak tentang mimpi ayahnya.
"Ya, benar sekali. Aku sedang menggendong anak dari Gilang. Dia begitu tampan dan manis persis seperti ayahnya," jawab Kakek antusias.
"Aku juga berharap seperti itu yah, semoga Gilang cepat-cepat mendapatkan jodohnya,aamiin," ujar Bu Risma yang mengamini doanya sendiri.
"Iya nak aamiin," sahut kakek.
Tak berapa lama akhirnya kakek Bhaskara segera pergi menuju meja makan untuk sarapan.
"Makan yang banyak yah!" ujar Bu Risma yang segera menyediakan nasi ke dalam piring beserta lauknya.
"Iya Risma kamu juga sama, maaf karena selama ini ayah selalu merepotkanmu," lirih kakek Bhaskara.
"Kenapa ayah bilang seperti itu, ini sudah menjadi kewajibanku merawat ayah," tukas Bu Risma yang merasa sedih mendengar ayahnya berkata seperti itu.
Sepeninggal istrinya, memang Risma lah yang merawat kakek Bhaskara dari dulu sampai sekarang. Semua keperluan beliau selalu Risma persiapkan dengan matang. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, kakek Bhaskara lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah.
Sedangkan perusahaannya dikelola oleh menantunya Cakra Mahendra yang merupakan suami dari Risma, serta anaknya Gilang Mahendra. Mereka berdua merupakan ayah dan anak yang sangat cocok layaknya seorang sahabat sekaligus teman.
"Apa yang kalian bicarakan sepertinya serius sekali," timpal Cakra yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Ini mas, ayah selalu saja bilang seperti itu. Maaf karena sudah merepotkan," lirih Risma yang mulai berkaca-kaca.
"Iya kenapa ayah selalu bilang seperti itu, sudah kewajiban kami sebagai anak mengurus ayah," tukas Cakra.
"Iya, iya ayah tidak akan mengulanginya lagi," ujar kakek Bhaskara yang kini sudah menyelesaikan makananannya.
Sementara ditempat lain Gilang baru saja tiba di pesta pernikahan temannya. Teman sekaligus sahabatnya sejak sekolah dulu yang bernama Antoni dan Lisa. Mereka berteman sejak masih Sekolah Menengah Atas (SMA).
Antoni dan Lisa memiliki sebuah hubungan sejak mereka masih sekolah dulu dan kini mereka akhirnya dipersatukan dalam ikatan suci.
"Saya nikahkan engkau dengan Lisa Natali binti Sumarno dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai," ujar Pak penghulu sambil menjabat tangan Antoni.
"Saya terima nikah dan kawinnya Lisa Natali binti Sumarno dengan seperangkat alat sholat dan mas kawin tersebut dibayar tunai," timpal Antoni yang menyebutkan ijab qobul tersebut dengan begitu lantangnya.
"Bagaimana para saksi sah?" tanya Pak penghulu.
"Sah, sah," sorak para tamu undangan dan para saksi yang melihat acara itu.
Beruntung saat Gilang datang, ia masih bisa mengikuti acara inti tersebut. Padahal Gilang hampir saja terlambat, namun disaat bersamaan Gilang datang disaat yang tepat. Akhirnya dia bisa menyaksikan sahabatnya menikah.
Selesai acara ijab qobul, para pengantin melakukan sungkeman kepada orang tua mereka berdua. Setelah semua selesai mereka segera bergegas menuju panggung pelaminan.
Satu persatu tamu undangan termasuk Gilang memberikan ucapan selamat kepada Antoni.
"Wah salut, gw bangga sama elo! Ngapalin berapa lama tu ijab qobul?" ledek Gilang saat berhadapan dengan sahabatnya itu.
"Ah elo bisa aja! Biasa aja kali, ya sebenarnya gugup tapi gw tutup-tutupin dan akhirnya bisa dalam sekali tarikan nafas," timpal Antoni yang menjelaskan tentang perasaannya yang sebenarnya.
"Haha, selamat menempuh hidup baru pokoknya. Selamat menjalankan malam pertama, kasih tau gw gimana rasanya," bisik Gilang sambil menjabat tangan dan memeluk sahabatnya.
"Sialan lo!" ujar Antoni sambil membogem tangan Gilang.
"Haha," kekeh Gilang yang segera bergegas meninggalkan mereka setelah menyalami Lisa terlebih dulu.
Diluar dugaan karena terus menggoda sahabatnya, Gilang ternyata menabrak seseorang.
Brug...
Gilang terjatuh, begitupun dengan seseorang yang ditabraknya.
"Aw," ujar seseorang itu yang ternyata adalah seorang wanita.
"Maaf, maaf saya tidak sengaja," ucap Gilang yang segera menyodorkan tangan kanannya untuk membantu membangunkan seseorang yang terjatuh itu.
"Tidak apa-apa," tukas seseorang itu yang ternyata adalah seorang wanita.
"Rasain lo!" umpat Antoni sambil terkekeh yang malah merasa senang melihat temannya seperti itu.
Para tamu yang melihat kejadian itupun segera mengerumuni mereka berdua. Ada yang tertawa, namun ada pula yang merasa sinis menyaksikan mereka berdua.
"Sekali lagi maaf karena aku sudah menabraknya," ujar Gilang saat masih berada didekat wanita itu.
"Tidak apa-apa, lagipula aku juga yang salah karena tidak memperhatikan jalan," tukas wanita itu.
Hari ini kakek Bhaskara berencana untuk mempertemukan Gilang dengan anak temannya. Kakek berharap setelah pertemuan ini Gilang akan membuka hatinya. Temannya Arya Maheswari memiliki seorang anak perempuan yang bernama Amanda Maheswari.
Anaknya baru saja lulus dari universitas ternama diluar negeri. Setelah lulus ia ingin melanjutkan karirnya di negara asalnya. Sebab sudah cukup lama dia tinggal diluar negeri.
Sejak pagi tadi Sivia dan pembantunya sudah berkutat di dapur. Mereka sengaja ingin menyiapkan hidangan yang spesial untuk tamunya yang akan datang malam ini. Arya merasa senang saat tahu keluarga Bhaskara akan berkunjung ke rumahnya.
Keluarga Bhaskara dikenal sebagai keluarga yang terhormat, untuk itu Silvia langsung turun tangan dalam menyajikan makanan untuk keluarga Bhaskara. Hampir beberapa jam Silvia dan asisten rumah tangganya yang bernama Mba Marni berada di dapur.
Mereka menyiapkan beberapa jenis makanan berat dan makanan ringan yang akan dihidangkan nanti malam.
"Wah baunya enak sekali, sepertinya akan ada acara besar," ujar Amanda yang baru saja melintas didepan dapur.
"Iya nak, sebentar lagi akan ada tamu yang akan datang ke rumah kita," tukas Silvia yang kini menghidangkan makanan diatas meja makan.
"Siapa bu?" tanya Amanda yang menautkan kedua halisnya karena merasa penasaran.
"Teman ayahmu nak," jawab Silvia.
"Oiya, kamu siap-siap dan dandan yang cantik ya nak," tambah Silvia.
"Kenapa aku juga harus ikut ke acara ayah nanti bu?" tanya Amanda yang menautkan kedua halisnya.
"Loh apa salahnya jika ikut bergabung, lagipula acaranya juga dirumah kan," timpal Silvia.
"Oke lah kalau begitu bu, aku mau siap-siap," pamit Amanda yang segera bergegas menuju kamarnya.
Silvia pun tersenyum setelah melihat anaknya bergegas ke kamar. Silvia berharap dengan pertemuan ini Amanda mau dijodohkan dengan cucunya Bhaskara. Silvia sengaja tidak mengatakan dari awal jika keluarga Bhaskara ingin bertemu dengan anak mereka.
Silvia sengaja menyembunyikannya karena takut jika Amanda akan menolaknya jika diberi tahu sejak awal.
Ting.. tong..
"Ayah sudah pulang?" tanya Silvia yang segera menyambut kedatangan suaminya.
"Iya bu, ayah sengaja pulang cepat hari ini," jawab Arya yang segera meletakan tas kerjanya diatas meja.
"Ayah mau dibuatkan kopi panas atau kopi dingin?" tawar Silvia.
"Ayah sedang ingin minuman yang segar hari ini, tolong buatkan jus jeruk saja," jawab Arya.
Setelah mengetahui apa yang diinginkan suaminya, Silvia segera bergegas menuju dapur untuk membuat jus. Jus jeruk adalah kesukaan suaminya. Beberapa menit kemudian akhirnya jus jeruk buatan Silvia jadi juga.
Silvia membawakan jus dan beberapa cemilan untuk suaminya. Arya pun segera menyantap minuman dan makanan yang istrinya buat. Setelah beberapa menit berisitirahat akhirnya Arya segera bergegas untuk membersihkan diri.
Arya sengaja datang lebih awal agar ia tidak terlalu lelah. Mungkin sekitar satu jam lagi keluarga Bhaskara akan segera datang. Selesai mengerjakan semua pekerjaannya Silvia pun segera bergegas membersihkan diri.
Sementara ditempat lain, seluruh keluarga Bhaskara sedang bersiap untuk pergi makan malam di rumah Arya.
"Aku pulang," ujar Gilang yang baru saja tiba dirumahnya.
"Syukurlah, akhirnya kamu datang juga nak. Cepat siap-siap kita akan pergi," ajak kakek Bhaskara.
"Tapi kita mau kemana kek? Sebaiknya kalian saja yang pergi, aku akan menunggu di rumah saja," timpal Gilang yang segera duduk diatas sofa.
"Kita akan makan malam dirumah teman kakekmu nak, sudah cepat segera bersiap!" seru Risma.
"Baik bu baik," jawab Gilang yang tidak bisa menolak permintaan ibunya. Gilang paling tidak bisa menolak perintah dari ibunya. Untuk itu ia pun segera bergegas menuju kamarnya untuk segera mandi dan segera bersiap.
Selain Gilang, ayahnya Cakra Mahendra pun baru saja datang dari kantornya. Namun sejak awal dia sudah mengetahui jika hari ini akan diadakan makan malam bersama di rumah temannya.
Tanpa perintah dari siapapun, Cakra segera bergegas mandi dan segera bersiap. Begitupun dengan Risma yang sejak tadi sudah bersiap dan sedang berhias diri. Beberapa menit kemudian akhirnya semua orang sudah siap.
"Gilang, ayo nak!" panggil Risma karena hanya tinggal anaknya yang masih belum turun.
"Iya bu sebentar," teriak Gilang dari dalam kamarnya.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Gilang keluar dengan pakaian yang sangat rapi. Dia terlihat begitu tampan dan gagah.
"Wah anak ayah memang tampan," ujar Cakra yang merasa bangga melihat ketampanan anaknya.
"Iya dong anak siapa dulu? Anak ayah," tukas Gilang yang malah bercanda.
Semua orang tersenyum dan menggeleng menyaksikan ayah dan anak tersebut.
"Sudah, sudah ayo kita berangkat!" ajak kakek Bhaskara.
"Ayo kek," timpal Gilang yang segera mempercepat langkahnya.
Semua orang menaiki mobil milik Gilang. Mobil berwarna putih dengan keluaran terbaru, cukup untuk membawa mereka berempat.
"Biar ayah saja yang menyetir, ayah yang tahu alamatnya," ujar Cakra yang segera mengambil alih posisi Gilang.
"Tapi yah," tolak Gilang yang merasa tidak enak karena ayahnya lah yang kini harus menyetir.
"Sudah kamu duduk diam saja disebelah ayah," tukas Cakra yang segera melajukan kendaraannya.
Sementara kakek Bhaskara dan Risma hanya tersenyum menyaksikan mereka berdua. Cakra melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan tak terasa satu jam kemudian akhirnya mereka tiba di kediaman Arya Maheswari.
Rumah yang cukup besar serta begitu mewah. Setelah memasuki halaman rumah Maheswari, mereka segera turun dari mobil. Sementara keluarga Maheswari menunggu kedatangan keluarga Bhaskara didepan teras rumahnya.
"Hai jeng apa kabar?" sapa Silvia yang langsung memeluk Risma yang sudah lama tidak ditemuinya.
"Hai juga, kabar baik. Bagaimana dengan keluarga disini?" tanya Risma balik yang segera membalas pelukan Silvia.
Begitupun dengan kakek dan Arya serta Cakra yang saling berpelukan karena sudah lama sekali tidak berjumpa. Kedua keluarga itu terlihat begitu hangat saat bertemu. Sementara Gilang hanya menggeleng menyaksikan mereka semua.
"Loh anak itu?" tanya Arya yang mengarah pada Gilang.
"Ini anakku, gimana? Tampan kan seperti ayahnya," ujar Cakra yang begitu narsis.
"Om, tante," sapa Gilang yang langsung menyalami Silvia dan Arya.
"Kamu memang tampan," goda Silvia sambil memegang dagu Gilang.
"Ah tante bisa aja," timpal Gilang yang langsung tersipu malu.
"Mari, Mari silahkan masuk! Sampai kapan kita akan berbicara diluar seperti ini," ajak Arya yang segera mempersilahkan tamunya untuk masuk.
Semua orang pun segera bergegas masuk ke dalam rumah. Sudah lama sekali Bhaskara tidak main ke rumah itu. Terakhir Bhaskara berkunjung saat ayah Arya masih ada. Ayahnya Panji Maheswari merupakan sahabat karib Bhaskara. Dia meninggal dunia karena serangan jantung.
Mereka sudah berteman sejak lama hingga saat ini anaknya masih menganggap Bhaskara sebagai keluarganya. Untuk itu mereka diundang makan malam karena hari ini bertepatan dengan ulang tahun ayahnya.
Semua orang akhirnya masuk ke dalam rumah. Keluarga yang sudah lama tidak bertemu itu pun ahirnya bertemu kembali. Hari ini bertepatan dengan hari kepergian Panji Maheswari yang merupakan kakek dari Amanda Maheswari.
Sudah sangat lama Bhaskara dan Panji berteman. Namun sayang takdir justru harus memisahkan mereka berdua. Panji harus dipanggil oleh Sang Maha Kuasa beberapa tahun silam karena penyakitnya yang cukup parah.
Saat mereka masih muda dulu, mereka selalu berkeinginan jika suatu saat cucu mereka akan menikah agar persahabatan mereka tidak pernah putus. Setelah sekian lama tertunda, baru kali ini keinginan itu akan dilaksanakan.
Itupun jika Gilang dan Amanda tidak menolak perjodohan mereka.
"Silahkan duduk," tawar Arya mempersilahkan tamunya.
"Terima kasih," ujar Cakra dan semua keluarganya ikut duduk diruang tamu.
"Mba, tolong ambilkan minum ya," teriak Silvia yang melihat asisten rumah tangganya saat sedang melintas.
"Baik Bu," jawab mba Marni sambil menganggukan kepalanya lalu bergegas ke dalam dapur. Disana dia membawa beberapa minuman dan beberapa makanan ringan untuk para tamu.
"Silahkan pak, bu, den, kakek," tawar mba Marni sambil tersenyum simpul sembari memberikan minuman dihadapan mereka satu persatu.
"Terima kasih mba," ucap mereka serempak.
Setelah menghidangkan minuman dan beberapa cemilan, mba Marni segera pergi lagi menuju dapur. Dia melanjutkan pekerjaannya yang tadi tertunda.
Para tamu pun meminum dan memakan beberapa cemilan ringan diantara mereka. Namun diluar dugaan, saat Gilang sedang meminum minumannya ia merasa tersedak saat melihat seseorang turun dari tangga.
Uhuk... uhuk...
"Kenapa nak? Hati-hati," ujar Risma yang mengkhawatirkan keadaan putranya sambil menepuk-nepuk punggung Gilang.
" Tidak bu,aku tidak apa-apa," jawa Gilang yang segera meletakan gelasnya diatas meja.
"Wanita itu sepertinya aku mengenalnya, bukankah dia wanita yang aku tabrak kemarin?" gumam batin Gilang saat melihat wanita yang baru saja turun dari atas tangga.
Sedangkan Amanda bersikap biasa meski ia tahu jika laki-laki yang ada dihadapannya adalah laki-laki yang menabraknya kemarin. Namun ia berusaha bersikap setenang mungkin.
"Sini nak," ajak Silvia yang segera memanggil anaknya duduk disampingnya.
"Perkenalkan ini anak saya satu-satunya Amanda Maheswari," ujar Silvia yang mencoba memperkenalkan anaknya kepada keluarga Bhaskara.
Amanda pun segera menyalami mereka satu persatu sambil berbasa-basi. Amanda merasa senang saat bisa bertemu dengan keluarga Bhaskara. Mereka semua terlihat begitu ramah.
"Cantik sekali," ujar kakek Bhaskara saat Amanda menyalaminya.
"Ah kakek, bisa aja. Terima kasih kek," timpal Amanda.
"Kakek apa kabar?" tanya Amanda saat menyalami mereka satu persatu.
"Kabar baik nak," jawab Kakek Bhaskara.
"Wah, Amanda memang cantik," puji Cakra saat Amanda berada dihadapannya untuk menyalaminya.
"Paman bisa aja," ujar Amanda yang tersipu malu karena memujinya dihadapan semua orang. Semua orang yang menyaksikan pun tersenyum. Mereka terlihat begitu bahagia.
"Mereka sepertinya akan menjadi pasangan yang serasi," gumam batin Bhaskara sambil tersenyum simpul.
"Begini, maksud kedatangan kami kemari adalah untuk meminang Amanda," ujar Bhaskara yang langsung memberitahukan maksud dari kedatangannya.
Amanda merasa terkejut saat mendengar pernyataan Bhaskara. Namun walau bagaimanapun Amanda tidak bisa menolaknya, karena Amanda tidak bisa membantah perintah orang tua.
Gilang pun yang mendengar pernyataan kakeknya merasa terkejut. Sebenarnya untuk siapa kakeknya melamar Amanda. Sebab sebelumnya tidak ada kata-kata melamar saat dirumah. Yang ia tahu kedatangan mereka kemari hanya sekedar untuk makan malam saja.
"Apakah kakek akan menikah lagi diusianya yang sudah tidak muda lagi?" gumam batin Gilang yang bermonolog. Dia seolah merasa bingung karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan jika maksud kedatangan mereka hanya untuk makan malam biasa saja. Bukan untuk melamar seorang gadis.
Amanda pun segera menganggukan kepalanya karena ia merasa yakin dengan pilihan orang tuanya.
"Selamat Arya,"ucap Bhaskara sambil menyalami Arya.
"Selamat juga kek, bagaimana kalau kita makan malam dulu," ajak Arya yang segera merayakannya dengan acara makan bersama.
Sementara Gilang masih merasa bingung dengan semua yang terjadi.
"Sebenarnya untuk siapa kakek melamar gadis itu?" gumam batin Gilang lagi.
"Gilang, Gilang!" panggil Risma yang sejak tadi memperhatikan anaknya yang terdiam karena sedang memikirkan sesuatu.
"Eh iya bu," tukas Gilang yang baru tersadar dari lamunannya.
"Ayo kita makan, semua orang sudah berada di meja makan," ajak Risma.
Akhirnya mereka pun menyusul kakek dan juga Cakra yang sudah berada di meja makan lebih dulu. Risma dan Gilang segera duduk di meja makan untuk menikmati acara makan malam bersama.
"Silahkan dinikmati kek,jeng!" ujar Silvia yang mempersilahkan tamunya untuk makan.
"Iya terima kasih loh jeng. Maaf merepotkan begini, makanannya juga banyak sekali,"tukas Risma yang melihat banyak jenis makanan yang tersaji dihadapan mereka.
"Ah ini bukan apa-apa,"timpal Silvia merendah.
Suasana dimeja makan pun terasa hangat. Mereka begitu menikmati setiap masakan yang tersaji diatas meja makan tersebut. Beberapa menit kemudian akhirnya acara makan malam bersama itu selesai.
"Terima kasih jeng untuk jamuanya. Maaf kami sudah merepotkan," ujar Risma merasa tidak enak karena mereka diperlakukan begitu spesial.
"Iya sama-sama, semua ini bukan apa-apa dan tidak merepotkan sama sekali. Justru kami merasa sangat senang,"ujar Silvia.
Setelah pembicaraan itu selesai, akhirnya keluarga Bhaskara segera pamit dan meninggalkan tempat itu. Mereka terlihat begitu bahagia terutama kakek Bhaskara. Rasanya sudah tidak sabar bagi kakek untuk menimang cicit.
"Kenapa ibu tidak bilang jika kedatangan mereka untuk melamarku bu?" tanya Amanda yang masih merasa bingung karena kedatangan mereka ternyata bukan sekedar makan-makan.
"Ibu takut jika kamu akan menolak nak, makanya kami berbuat seperti ini," lirih Silvia.
"Tapi setidaknya ibu bisa bilang dulu kan," lirih Amanda.
"Iya nak ibu tahu, tapi ini semua adalah keinginan terakhir kakekmu nak," lirih Silvia yang tiba-tiba teringat akan ayahnya.
Melihat ibunya yang tiba-tiba bersedih membuat Amanda merasa bersalah. Tidak seharusnya ia mengatakan hal seperti itu kepada ibunya. Karena walau bagaimanapun mereka pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.
Sementara itu ditempat lain, Gilang dan keluarganya baru saja tiba dikediamannya.
"Sebenarnya kakek melamar gadis itu untuk siapa?" tanya Gilang yang sudah tidak sabar ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu.
" Tentu untuk cucu kakek, masa untuk kakek. Mana mungkin dia mau menikah dengan kakek-kakek," jawab Bhaskara.
Mendengar hal itu membuat Gilang terkejut. Ia tidak pernah membayangkan jika dia akan menikah secepat ini. Bahkan mereka belum saling mengenal. Pernah mereka bertemu sekali, itupun tidak sengaja karena tidak sengaja bertabrakan.
"Apakah ini yang dinamakan jodoh?" gumam batin Gilang yang masih merasa bingung.
"Sudah jangan terlalu dipikirkan, kakek yakin jika Amanda adalah wanita yang baik," timpal Bhaskara lagi saat melihat cucunya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Iya kek," jawab Gilang yang terpaksa harus mengikuti keinginan kakeknya. Karena walau bagaimanapun pilihan orang tua pasti yang terbaik untuk anaknya.
Gilang hanya bisa pasrah saat mengetahui tentang perjodohannya. Semoga kali ini Gilang bisa membuka hatinya untuk Amanda. Jika diperhatikan Amanda memang tipe wanita yang baik jika melihat keturunan dari orang tuanya.
"Syukurlah kalau kamu sudah setuju, kakek sangat bahagia untuk hari ini. Oiya kakek akan segera menyiapkan pernikahan kalian," tambah Bhaskara sesaat sebelum ia pergi.
"Tapi kek, apa tidak terlalu cepat?" tanya Gilang yang merasa bingung karena semua begitu terburu-buru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!