NovelToon NovelToon

Aku Hamil Anak Siapa?

Hamil

'Apa? Hamil? Tidak mungkin. Itu semua tidak mungkin terjadi.'

Itu adalah hal pertama yang ada di dalam kepalaku setelah dokter cantik yang ada dihadapanku ini memberitahukan kepadaku hasil tes darah dan urine yang aku lakukan.

Beberapa minggu belakangan, aku memang merasa ada yang aneh dengan tubuhku. Bagian dadaku terasa begitu keras. Aku kehilangan selera makan dan sering mual bahkan muntah di pagi hari. Awalnya ku pikir bahwa mungkin saja asam lambungku naik.

Namun, aku kembali menyadari ada hal yang berbeda, yaitu siklus waktu datang bulan ku tidak lancar. Aku sudah terlambat selama dua bulan. Dan ku pikir, itu hal yang wajar karena dulu aku juga pernah mengalaminya, meski hanya satu bulan saja. Bulan berikutnya tamu bulanan itu datang dengan begitu lancar.

Tapi kali ini semuanya terasa berbeda. Tubuhku seolah menandakan bahwa aku sedang tidak sehat. Jadi, pagi tadi aku memutuskan untuk izin tidak masuk sekolah untuk datang ke rumah sakit dan memeriksa kondisiku. Namun, apa yang aku dapat hanyalah sesuatu yang membuat aku terkejut sekaligus ingin tertawa.

Bagaimana mungkin dokter cantik ini mengatakan bahwa aku tengah hamil. Itu semua sungguh tidak masuk akal.

Untuk hamil itu artinya seseorang harus melakukan hubungan ranjang dengan seorang pria dan aku sama sekali tidak pernah melakukan hal itu dengan pria manapun.

Aku melihat kearah dokter cantik yang memeriksa aku itu dan aku juga menatapnya dengan tatapan yang melihat seolah dia itu adalah seorang dokter yang bodoh. Bagaimana mungkin dia memberikan diagnosa yang mengada-ada kepada pasiennya ini. Aku hampir saja tertawa.

"Dengar ya dokter, aku tidak mungkin hamil aku masih perawan." Ucap ku yang akhirnya tertawa karena tidak bisa menahan diriku mendengar hal yang tidak masuk akal ini.

Dokter itu kembali melihat ke hasil tes lab yang dia pegang itu dan kembali menatap ke arahku dengan wajah yang tampak bingung dan juga terlihat begitu tenang.

"Nona Adel, aku tahu bahwa kau masih sangat muda dan hal ini sangat menakutkan bagimu. Tapi tolong mengertilah. Hanya karena kau mengatakan bahwa kau tidak hamil, itu tidak menjamin bahwa apa yang kau katakan itu adalah benar. Aku sudah melihat hasil tes ini secara berulang-ulang dan hasil tes ini membuktikan bahwa kau sudah hamil selama dua bulan." Ucap dokter itu.

Aku menatap kearah dokter itu dan kembali berpikir bahwa dia memang dokter yang sangat bodoh.

"Dengar ya dokter...! Tapi kau tahu sendiri bahwa aku ini bukanlah anak kecil yang masih berusia 3 tahun. Aku sudah berusia 17 tahun! Aku tahu darimana bayi itu berasal. Aku tahu bahwa bayi itu tidak datang begitu saja ke kamar Mama dan Papa nya seperti yang semua orang dewasa selama ini sering katakan kepada anak-anak mereka. Aku tidak pernah sama sekali melakukan hubungan dengan pria manapun. Aku pasti mengingat sesuatu hal yang seperti itu jika memang aku pernah melakukannya." Ucapku penuh keyakinan.

Dokter itu tampak memutar kursinya ke kiri dan ke kanan lalu dia melihat kearah wajahku dengan serius.

"Adel sayang, kau mungkin pernah menghadiri sebuah pesta atau kau saat itu tidak sengaja mabuk dengan teman-temanmu dan kau tidak menyadari hal apapun yang terjadi setelahnya." Ucap dokter itu lagi.

Aku lantas terdiam dan melihat kearah dokter itu. Tapi yang terjadi, aku hanya seolah melihat sebuah memori yang pernah terjadi kepadaku sebelumnya.

Dua bulan yang lalu sahabat baik ku mengadakan pesta yang sangat besar dan tidak banyak orang yang mengingat apa yang telah terjadi pada hari berikutnya, termasuk aku sendiri.

Tiba-tiba aku merasakan ruangan dokter ini terasa mengecil. Semuanya terasa memudar dan aku bisa merasakan kulitku terasa menggigil.

'Oh ya Tuhan, aku hamil!'

"Mmmm.... Aku...." Hanya itulah yang bisa aku katakan.

Atas semua yang sudah aku lakukan mungkin aku sudah melupakannya. Tapi semua yang aku lakukan saat itu, aku tidak pernah membayangkan semuanya malah berakhir seperti ini. Ini semua jauh dari yang aku bayangkan. Ternyata aku pernah melakukan sebuah hubungan badan dengan seorang pria yang tidak aku ketahui siapa dia sebenarnya.

Aku sudah tidak perawan selama dua bulan dan aku bahkan tidak mengetahui hal itu.

Tatapan wajah dokter itu sekarang seolah mengerti dengan apa yang aku pikirkan. Dia lalu menaruh tangannya di atas tanganku yang berada di atas meja miliknya itu.

"Baiklah sayang, kau tidak perlu panik. Ada pilihan jika kau ingin...."

"TIDAK!" Aku berteriak menyela ucapan dokter itu. "Tidak, aku tidak akan membunuh bayiku, aku lah orang yang sudah membuat kekacauan ini dan bukan dia." Lanjut ku dengan cepat.

Dokter itu lantas menatapku dengan tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu aku rasa karena hal seperti ini kau harus tetap di rumah dan belajar dari rumah saja dan tidak masuk sekolah untuk beberapa hari dan memikirkan semua ini. Kau harus memberitahukan kepada kedua orang tuamu agar mereka mengetahui tentang hal ini. Mereka sudah melewati masa kehamilan sebelumnya dan mereka pasti akan sangat membantu mu." Ucap dokter itu padaku.

Setelah mendapatkan resep obat berupa vitamin dan beberapa pamflet tentang menjadi orang tua di masa muda dan juga buku hasil pemeriksaan yang meminta aku untuk harus tetap di berada di rumah untuk beberapa hari. Aku lalu berjalan meninggalkan ruangan dokter itu untuk pulang ke rumah.

'Bagaimana aku harus memberitahukan kedua orang tuaku tentang semua ini bahwa aku tengah hamil?' pikirku dalam hati.

Aku lantas melanjutkan perjalananku untuk pulang ke rumah.

 

...----------------...

Setelah beberapa minggu kemudian, aku masih belum mengatakan semua yang terjadi kepada orang lain. Aku mulai terbiasa dengan semua morning sickness yang terjadi dan aku juga membeli beberapa pakaian baru yang cukup besar untuk bisa menutup perutku yang perlahan mulai membesar.

Semua ini secara perlahan mulai terasa sangat nyata dan sangat menakutkan bagiku.

Aku adalah seorang siswa kelas dua belas sekolah menengah pertama berusia 17 tahun dengan perut yang membuncit karena ada bayi di dalam kandungan ku yang sudah berusia sekitar sepuluh minggu atau dua setengah bulan.

Aku hanya punya tabungan sekitar dua juta dan aku tidak tahu siapa ayah dari bayi yang tengah aku kandung ini dan aku juga harus memberikan nama kepada bayiku ini.

Seharusnya nama bayi ku ini merupakan nama gabungan dari namaku dan juga ayahnya. Tapi karena aku tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, lantas nama apa yang seharusnya cocok untuk aku berikan kepadanya nanti setelah dia lahir?

Apakah aku harus memberikan dia nama yang unik seperti nama yang disematkan kedua orang tuaku sebagai namaku yakni Adela Dwitara Lolata?

Bersambung....

Menghubungi Olivia Sahabatku

Ini semua terlalu sulit untuk aku lewati sendirian. Tapi sepertinya aku memang harus melakukan semua ini seorang diri. Orang tuaku pasti akan sangat marah terutama Papaku yang tidak akan pernah menerima hal ini. Papa memang orang yang sangat pemarah. Dia bahkan pernah memukuli aku. Sebenarnya bukan pukulan yang terlalu keras. Tapi aku mempunyai beberapa bekas luka yang aku dapatkan setiap kali Papa memukuli aku karena aku sudah mengecewakan Papa.

Sementara Mama adalah orang yang paling menyayangi aku. Mama adalah seorang ibu yang paling sempurna di dunia ini. Memikirkan tentang Mama yang pada akhirnya nanti mengetahui bagaimana aku harus begitu berjuang melewati yang terjadi dalam kehidupanku ini yang semuanya terasa sangat buruk. Aku benar-benar membutuhkan Mama.

Namun aku belum bisa memberitahukan semua ini kepada kedua orang tuaku. Jadi aku lebih memutuskan untuk menelpon sahabatku Olivia. Olivia sudah menjadi temanku selama 5 tahun. Sebenarnya tidak terlalu lama. Tapi dia adalah sahabat terbaik yang aku punya. Aku lantas menekan nomor Olivia dan mengunci pintu kamar kemudian menghidupkan musik agar orang tuaku tidak bisa mendengar apa yang kami bicarakan nantinya.

Aku mulai menunggu sampai Olivia menjawab panggilan telepon dariku. Tapi setelah sekali, dua kali dan ketiga kalinya terdengar nada 'beep', belum juga ada yang mengangkat sambungan telepon itu. Mungkin saja Olivia sedang sibuk, jadi dia tidak sempat mengangkat telepon dariku.

"Halo siapa ini? Ini aku John yang bicara." Ucap seseorang yang mengangkat telepon itu.

Aku mematung menyadari bahwa John ada di sana. Dia adalah kakak laki-laki Olivia dan dia tidak pernah tinggal di rumah itu selama 5 tahun belakangan.

Saat orang tua Olivia dan John bercerai, Olivia tinggal bersama Mama nya, sementara John tinggal bersama Papa mereka dan pergi dari kota ini. Saat aku berpikir kenapa John ada disana dan menjawab telepon itu, aku akhirnya menyadari bahwa aku tidak mengatakan apapun kepada John.

"Halo! Halo! Apakah ini panggilan saah sambung? Ah sangat bodoh sekali. Siapa ini sebenarnya? Sandra, jika ini kau, aku berdoa agar kau pergi ke neraka." Ucap John yang mulai marah setelah dia menyelesaikan bicaranya dan aku akhirnya menyadari bahwa aku harus mengatakan sesuatu.

"Mmmm.... Halo... Tidak, ini bukan Sandra." Balas ku dengan malu.

"Oh, kalau begitu siapa kau? Dan kenapa kau tidak menjawab aku sebelumnya?" Tanya John.

"Maaf, aku hanya bingung. Kau tidak perlu marah kepadaku seperti itu." Ucap ku dengan suara yang sedikit kesal. "Dengar ya, aku minta maaf aku adalah teman Olivia, namaku Adel. Apakah Olivia ada di rumah?" Tanyaku.

"Iya, dia ada di rumah. Aku akan memanggilnya untukmu. Dasar aneh..." Ucap John yang aku yakin kata terakhirnya itu dia tidak bermaksud untuk aku mendengarnya karena dia terdengar sedikit berbisik.

'Dasar orang aneh.' pikirku.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ponsel terdengar berisik sebelum Olivia menjawab panggilanku dengan suaranya itu.

"Hai Olivia, ini aku Adel." Ucapku.

"Oh hei sayangku. Apa kabar? Kau membuat kakakku kesal." Ucap Olivia tertawa. "Bagaimana rahasianya? Aku bahkan tidak pernah membuat dia marah seperti itu." Lanjut Olivia.

"Sial.... Maaf, aku tidak bermaksud untuk melakukan hal itu." Ucap ku yang sebenarnya sangat kesal karena sikap kakak Olivia itu.

"Sudahlah, kau tidak usah memikirkannya. Jadi, ada apa?" Tanya Olivia kepadaku.

"Mmmm baiklah. Kau tahu bahwa sebenarnya kau adalah sahabat terbaikku di seluruh alam semesta bukan?" Ucap ku.

"Wow, kedengarannya sangat hebat. Kau sudah mempromosikan aku dari teman terbaikmu di seluruh dunia menjadi temanmu yang paling baik di seluruh alam semesta." Ucap Olivia tertawa.

"Iya, aku sungguh-sungguh kali ini. Aku... aku... Mmm...." Aku tidak tahu harus mengatakan apa kepada Olivia.

"Wow Adel, apakah ada hal yang sangat buruk sampai kau tidak bisa mengatakannya kepadaku? Ayolah, aku bersumpah bahwa aku tidak akan mengatakan apapun hal yang buruk tentang dirimu." Ucap Olivia berusaha meyakinkan aku agar aku mengatakan sebenarnya apa yang ingin aku katakan kepadanya.

"HAMIL....!" Teriakku. " Aku hamil." Ucap ku sekali lagi dengan suara yang lebih tenang.

Olivia terdiam beberapa saat setelah mendengarkan ucapan ku itu.

"Ah, aku tidak menyangka dengan hal itu." Ucap Olivia ragu.

Aku mencoba tertawa seolah semuanya tidak ada yang terlalu serius yang terjadi kepadaku. Tapi kebisuan Olivia semakin membuatku tidak nyaman.

"Apakah kau mau datang kemari Del?" Tanya Olivia menggunakan nama pendek lamaku.

"Aku bisa yakin bahwa kau tidak mau keluargamu mendengarkan hal ini." Ucap ku.

"Hanya ada aku dan John di rumah dan dia kebetulan sedang keluar rumah. Aku bisa memintanya untuk menjemputmu." Ucap Olivia.

"Yeah, baiklah." Balasku dengan lega.

"Tapi ingat, kau harus mengatakan kepadaku tentang kehamilan ini sejak awal." Ucap Olivia. "Dan oh ya, pastikan bahwa kau tidak akan membuat kakakku itu kesal oke." Lanjutnya.

"Oke." Balasku.

Aku kemudian mulai bersiap-siap. Aku menghabiskan beberapa menit untuk berganti pakaian dan mengikat rambut ku. Aku baru saja menaruh sisir di atas meja saat aku mendengar suara klakson mobil dari luar rumah. Aku melihat ke arah jendela dan berpikir apakah aku hanya menghayal saja.

Namun apa yang aku lihat adalah seorang pria paling keren yang pernah aku lihat selama ini. Dia mempunyai rambut yang begitu trendy dan pakaiannya sangat cocok untuk digunakan di tubuhnya yang tampak maskulin itu.

"Oh ya Tuhan, dia sangat tampan."

Aku pikir kenapa dia memarkirkan mobilnya di depan rumahku. Mungkin saja dia adalah salah satu kekasih baru dari kakak ku. Aku rasa dia tengah berkencan dengan tiga laki-laki berbeda saat ini . Iya kakakku itu memang seorang playgirl. Tapi aku sangat menyayanginya.

Aku melihat pria itu untuk beberapa menit sebelum dia mengangkat tangannya ke udara dan mengatakan sesuatu. Pria itu kemudian tampak berjalan ke arah pintu depan rumah. Aku mendengar kakakku membuka suara pintu rumah dan kemudian tidak ada suara lagi sebelum sebuah ketukan terdengar di pintu kamarku.

Pintu kamarku terbuka dan sebelum aku bisa mengatakan apapun, di sana kakakku berdiri dengan wajah yang tampak penasaran dan matanya yang seolah tengah menyelidiki aku.

"Adela? Wah, John disini untuk menjemput mu." Ucap Gea, kakakku itu.

Kakakku tampak sedikit penasaran kenapa John ada disini untuk menjemput ku.

Aku lantas bergegas berjalan ke lantai bawah dan menuju pintu di mana John sudah menunggu aku. Aku menatapnya beberapa saat sebelum aku menyadari bahwa dia tengah mengatakan sesuatu dengan suaranya yang sangat pelan seolah dia tengah mengumpat kepadaku. Dia terlihat kesal akan sesuatu.

Bersambung...

Sikap Aneh John

"Jika kau adalah Adel, kau harus ada di dalam mobil dalam waktu 2 menit. Jika kau tidak bisa, maka kau harus berjalan pergi ke rumah Olivia." Ucap John.

Setelah mengatakan hal itu dia berbalik dan berjalan keluar dari dalam rumah sementara aku berdiri dengan mulutku yang terbuka lebar.

'Ya Tuhan apa-apaan dia itu?'

Pertama, dia itu sangat kejam. Yang kedua, aku bersumpah bahwa John sudah berubah sejak terakhir kali aku melihatnya.

Aku merasakan sebuah bantal mengenai kepalaku dan melihat ke atas dimana kakakku menatap aku seolah dia tengah marah.

"Hei girl! Cepat pergilah aku tidak akan membiarkan pria tampan itu menjauh dari pandanganku." Ucap kakakku yang seolah berteriak itu.

Aku bergegas berlari mengejar John. Dalam kondisi hamil yang seperti ini seharusnya aku tidak berlarian. Tapi apa lagi yang bisa aku lakukan. Aku tidak mau John meninggalkan aku dan membuat aku harus berjalan untuk pergi ke rumah Olivia.

Aku bergegas masuk ke dalam mobil. Dan di saat yang bersamaan, John berjalan ke sisi lain dan dengan canggung masuk kedalam mobilnya.

Mobil itu mulai berjalan menuju rumah Olivia dan aku bersumpah bahwa itu adalah momen paling canggung yang pernah aku alami seumur hidupku. Aku duduk di dalam mobil menunggu sampai John mengatakan sesuatu, tapi nyatanya dia tidak mengatakan apapun padaku.

Aku tahu berdasarkan pengalaman ku bahwa dia akan membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk sampai di rumah Olivia. Jadi itu berarti aku sudah melewati waktu 5 menit. Dan 5 menit lagi kami tiba disana.

'Aku pasti bisa melewati momen canggung ini.' pikirku dalam hati.

"Jadi kau adalah Adela, hah?" Tanya John yang tiba-tiba bicara.

'Oh ya Tuhan, dia akhirnya bicara denganku.'

Aku berpikir bahwa aku akan panik saat dia mulai bicara.

'Apa yang harus aku katakan kepada pria yang sangat keren ini? Tapi, dia sepertinya sudah membenci aku. Bagaimana ini?'

"Iya." Dan hanya itulah balasan yang aku berikan padanya. Hanya kata 'iya' saja.

Padahal aku adalah orang yang paling asyik yang bisa diajak untuk bicara.

"Kau adalah temannya Olivia kan? Dia menyebut mu beberapa kali beberapa saat yang lalu." Ucap John lagi.

"Yeah, aku rasa begitu. Kami sudah berteman untuk waktu yang cukup lama." Balas ku.

Tiba-tiba John tertawa. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sangat lucu hingga membuatnya tertawa. Jadi aku menoleh dan melihat ke arahnya. Dia terlihat menyadari ekspresi kebingungan ku dan mencoba untuk berhenti tertawa. Tapi dari ujung mulutnya terlihat sangat jelas bahwa dia masih ingin menertawakan ku.

"Maaf. Olivia mengatakan kepadaku bahwa kau tidak pernah bisa diam. Kau selalu berbicara. Tapi yang aku lihat sekarang, kau sama sekali tidak banyak bicara." Ucap John kemudian tertawa lagi.

Aku memaksakan sebuah senyuman keluar dari bibirku dan melihat keluar jendela. Aku menatap rumah-rumah yang terlihat kabur. Aku pikir aku hanya berimajinasi saja. Aku berusia 17 tahun dan hidupku sepertinya akan berakhir. Semuanya berjalan dengan begitu cepat, sangat cepat. Sama seperti rumah-rumah yang tidak bisa aku lihat dengan jelas itu.

...----------------...

Akhirnya kami tiba di rumah Olivia dan John. Aku melihat Olivia duduk sendirian di depan rumahnya menunggu kedatangan ku. Matanya tampak berair saat dia melihat mobil berhenti di depan rumahnya. Aku lantas bergegas keluar dari dalam mobil itu.

"HAMIL! BAGAIMANA MUNGKIN KAU BISA HAMIL? YA TUHAN! MAKSUD KU KENAPA KAU TIDAK BISA LEBIH BERHATI-HATI SEPERTI ORANG LAIN YANG MELAKUKAN HUBUNGAN ITU?" Teriak Olivia seraya berlari ke arahku.

Aku melihat ke arahnya seolah dia tengah marah besar kepadaku. Apakah dia baru saja berteriak seperti itu di tengah-tengah jalanan. Anak-anak yang bersekolah bersama kami tinggal di area ini. Mereka bisa saja mendengarnya. Kemudian aku mengingat bahwa John masih berada di belakangku. Aku lantas berbalik dan melihat ke arahnya dan menatap wajahnya yang tampak terkejut dan kemudian tampak marah.

Aku mendekat kearah Olivia dan kemudian ingin memintanya untuk tetap diam. Tapi entah kenapa aku tidak bisa mengatakan apapun. Mulutku terasa terkunci.

Aku membutuhkan bantuan nya. Tentu saja bukan rasa kasihan atau kemarahan, atau apapun itu darinya. Dia adalah satu-satunya sahabatku dan sahabat terbaikku. Tapi dia baru saja berteriak akan satu hal yang aku sangat percayakan kepada dirinya di seluruh dunia ini.

Aku hanya bisa berdiri di sana, merasa terluka dan dipermalukan, tapi juga dikhianati.

"Olivia diam lah. Apakah kau bisa melakukan itu?" Ucap John yang tiba-tiba terdengar dari belakangku.

Sedangkan aku masih berdiri mematung. Aku merasa begitu emosi. Aku merasa bahwa sebuah lengan memegang pundak ku dan aku menatap ternyata itu adalah John.

"Ya Tuhan, Oliv! Apakah kau suka jika seseorang atau temanmu mengatakan hal itu kepada seluruh dunia?" Ucap John yang tampak marah.

John mulai menarik aku masuk ke dalam rumahnya melewati pintu depan. Dia lalu membuat aku duduk di sofa dan berjalan ke arah ruangan lainnya. Aku masih sedikit terkejut. Tapi dengan cepat aku mengendalikan diriku.

Beberapa menit kemudian, John kembali dengan membawa sebuah gelas berisi es teh dan sandwich ditangannya. Dia menaruh nya di depanku dan duduk di sebuah kursi yang ada di hadapanku. Aku menatap kearah piring itu kemudian ke arahnya seolah berkata kepadanya apa yang dia lihat di wajahku? Kenapa dia bersikap begitu baik.

Aku mengharapkan dia akan mengejek ku dan mengatakan sesuatu yang buruk kepadaku. Tapi yang terjadi, dia hanya duduk disana dengan matanya yang terus menatapku.

"Kau harus makan." Ucapnya dengan suara yang tenang.

Aku lalu melihat kearah makanan itu lagi dan menatap kearah nya lagi

"Kenapa kau menjadi sangat baik?" Tanyaku.

John hendak membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu saat Olivia masuk dan berlari kearah ruangan itu dan langsung duduk di sampingku memegang tanganku dan meminta maaf pada aku.

Aku menatap kembali ke arah John yang terlihat sudah pergi. Setelah itu Olivia menarik ku masuk kedalam kamarnya yang ternyata membuat aku takut masuk kedalam sana.

Aku sudah sering masuk kedalam kamarnya dulu. Namun saat dia membuka pintu kamarnya saat ini, mulutku begitu terbuka lebar. Rasanya aku hampir saja terjatuh ke lantai karena rasa terkejut ku yang begitu berlebihan. Olivia yang berjalan lebih dulu menyadari bahwa aku masih berdiri di pintu dan melihat ke arahku seolah aku bersikap terlalu berlebihan.

Tapi....

'Oh ya Tuhan, yang benar saja? Apakah Olivia memang begitu terobsesi dengan para pria seksi?' pikirku.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!