''Hati-hati ya adik-adikku sayang,'' ucap David tersenyum menatap kedua adik kembarnya Bulan dan Bintang sesaat setelah mobil miliknya sampai di depan gerbang Sekolah Menengah Atas mengantarkan sang adik seperti biasanya.
Hal itu selalu dia lakukan meskipun tahun ini merupakan tahun terakhir sang adik duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Tentu saja, adik kembarnya itu sudah benar-benar merasa jengah di perlakukan seperti anak kecil oleh sang kakak.
''Pulangnya tidak usah di jemput ya, kak.'' Pinta si cantik Bulan seraya membuka pintu mobil.
Ceklek ....
Pintu mobil pun di buka, Bulan masih duduk di kursi jok belum juga beranjak, hal yang sama pun di lakukan oleh Bintang yang duduk di kursi belakang.
"Eit, tidak bisa. Kalian akan tetap Kaka jemput seperti biasa."
"Ikh ... Kakak ini, kami ada kerja kelompok, kak. Masa Kakak mau ikut kami kerja kelompok si?" Protes Bintang tidak terima.
''Ya udah tinggal bilang saja pulangnya jam berapa?''
''Kali ini aja, kak. Kami mohon, kami janji ko gak akan macam-macam.''
David terdiam sejenak seolah sedang berfikir.
"Hmm ... Gimana ya? Tapi, kalian yakin tidak bohongi Kakak 'kan?" Selidik David menatap wajah si kembar secara bergantian.
Keduanya pun nampak kembali saling menatap satu sama lain dengan wajah yang cengengesan.
"Hahaha ... Mana mungkin kami berani bohong sama kakak yang posesif-nya melebihi seorang suami kepada istrinya ini?" Celetuk Bulan dan langsung di respon dengan anggukan oleh Bintang yang juga dengan wajah cengengesan terlihat mencurigakan sebenarnya.
"Ya udah kakak percaya, tapi ingat kalau kalian ketahuan berbohong, kakak bakalan kurangi jatah uang bulanan kalian plus, kalian bakalan gagal dapat mobil baru setelah lulus sekolah nanti, mengerti?" Tegas David penuh penekanan.
"Siap, kakakku tersayang. Kami sekolah dulu ya. Kakak hati-hati di jalan, kami doakan pulang dari sini kakak ketemu sama Cinderella cantik dengan sepatu kaca dan kalian segera menikah.'' Celetuk Bintang lagi dengan wajah sumringah.
"Dih ... Dasar, mana ada Cinderella pagi-pagi begini,'' protes David.
"Babay kakak posesif, kami doakan semoga kakak cepat ketemu jodoh.''
David hanya tersenyum menanggapi lalu mulai menyalakan mobil, setelah itu dia pun benar-benar meninggal area Sekolah Menengah Atas dimana adik kembar kesayangannya itu menuntut ilmu.
Mobil Pun melaju kencang di jalanan. Sampai akhirnya, alam bawah sadar David mengalahkan kesadarannya untuk menjadi contoh yang baik di perusahaannya hingga tanpa sadar Ia jatuh pada kenangan lama, ruang dan waktu yang pernah menjadi penghangat dalam hatinya, tempat tinggal Tere.
Ya, David tidak berhenti di kantornya.
Ckiiit ....
"Astaga, kenapa aku bisa berhenti di sini?" David mengusap wajahnya kasar seraya menatap sekeliling, kemudian tatapan matanya tertuju pada sebuah rumah kecil dan sederhana masih dengan warna cat yang sama seperti dua tahun yang lalu, saat terakhir kali dia dengan bertemu dengan wanita bernama Teresia Anindya Putri yang saat ini tidak dia ketahui keberadaannya.
Ya ....
Wanita pujaan hatinya itu tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar, bahkan tanpa jejak sedikitpun layaknya seorang Cinderella yang meninggalkan pangerannya dan tidak pernah kembali. David bahkan belum sempat membayar hutangnya sebesar 50.000 yang dia pinjam dua tahun yang lalu.
Flash back 2 tahun yang lalu.
David duduk di kursi kebesarannya di dalam kantor baru saja selesai memeriksa fail penting di dalam laptop miliknya. Dia pun memejamkan mata seraya mengusap wajahnya kasar.
"Akhirnya selesai juga ..." Gumamnya bernapas lega.
David pun menatap telepon yang bertengger di atas meja kerja lalu menelpon sekertaris-nya.
📞 "Panggil OB yang bernama Teresia sekalian suruh dia bawa segala jus dingin.'' Pinda David singkat langsung kembali meletakan telpon itu di tempatnya semula.
"O iya, saya juga harus bayar hutang sama si Tere itu. Hmm ... Apa iya saya harus benar-benar bayar uang 50.000? Apa saya tambahin aja 10x lipat seperti yang saya janjikan sama dia? Akh ... Tapi, saya rasa dia gak bakalan mau nerima uang sebanyak itu?" Gumam David berbicara sendiri seraya berfikir panjang.
Kring ... Kring ... Kring ....
Telpon di mejanya pun seketika berdering, dan sontak David segera mengangkat telepon tersebut.
📞''Ada apa lagi?'' Singkat David dengan suara malas.
📞 "Maaf, Pak bos. OB bernama Teresia tidak masuk kantor hari ini,'' ucap sang sekretaris membuat david seketika merasa terkejut.
📞 ''Kamu yakin?''
📞 "Yakin sekali, Pak Bos."
📞 "Sudah kamu periksa ke belakang?"
📞 "Hah, apa saya juga harus memeriksa ke sana?"
📞 "Tentu saja, saya minta kamu datangi kantor OB sekarang juga."
David terlihat kesal lalu segera menutup telpon.
"Ya Tuhan, baru juga sehari bekerja masa sudah bolos? Dasar Teresia." Gumamnya tersenyum kecil.
Dia pun meraih dompet dari saku jas hitam yang dikenakannya lalu meraih uang satu lembar 50.000 yang akan dia bayarkan kepada wanita itu.
"50.000? Uang receh ini sangat berharga buat dia? Bagi saya, uang segini tidak ada apa-apanya." Gumamnya lagi menatap selembar uang tersebut.
Tok ... Tok ... Tok ....
Ceklek ....
Pintu pun di ketuk dan sekertaris-nya masuk ke dalam ruangan.
"Dia benar-benar gak masuk Pak Bos. Katanya si sudah mengundurkan diri."
"Hah? Kamu yakin?"
"Seperti itulah yang saya dengar dari salah satu rekan kerjanya."
David seketika berdiri lalu berjalan keluar dari dalam kantor dengan tergesa-gesa.
"Pak Bos mau kemana? Kita ada meeting sebentar lagi dengan Klien penting."
"Batalkan saja." Singkatnya lalu benar-benar keluar dari dalam ruangan meninggalkan sekertaris-nya itu yang saat ini hanya bisa diam mematung merasakan sesuatu yang aneh dengan sikap Pak bosnya tersebut.
"Ada apa dengan dia? Tidak mungkin kalau David benar-benar jatuh cinta sama OB itu 'kan?" Ucapkan pelan merasa heran.
♥️♥️
Tok ... Tok ... Tok ....
"TERESIA ... BUKA PINTUNYA, INI SAYA DAVID?" David mengetuk pintu secara berkali-kali.
Rumah yang dihuni oleh Tere pun terlihat sepi bahkan tirai gorden di dalamnya pun di tutup rapat, layaknya rumah yang tidak berpenghuni.
Tok ... Tok ... Tok ....
"TERESIA ANINDYA PUTRI ..."
David tidak menyerah dan terus mengetuk dengan sedikit bertenaga sehingga menimbulkan kegaduhan.
"KAMU ...?"
Tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri menatap David dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan perasaan tidak percaya.
"Mbak, saya mau ketemu sama Tere? Dia masih tinggal di sini 'kan?" Tanya David menatap ibu pemilik rumah.
"Kamu yang kemarin ngaku-ngaku sebagai calon suaminya Tere 'kan?"
"Dia dimana sekarang? Kenapa rumahnya kosong?" David terlihat khawatir.
"Apa kamu tidak tahu kalau dia pulang kampung?"
"Hah?"
"Dih katanya calon suami, tapi masa tidak tahu calon istrinya pergi kemana?"
"Apa Mbak tahu dimana kampung halamannya itu?"
"Tidak, saya sama sekali tidak tahu."
"Astaga, Tere. Kenapa kamu pergi tidak bilang dulu sama saya." Gumamnya pelan mengusap wajahnya kasar terlihat sangat kecewa.
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
Hai Reader kesayangan, terima kasih masih setia baca novel receh Othor. Sesuai dengan keinginan kalian semua, Othor hadirkan season 2 dari "Hasrat Tuan Kesepian," ya.
O iya, mampir juga di novel kawan Othor ya. Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak kalian.
Love sekebon buat kalian semua♥️♥️♥️♥️
David melangkah gontai meninggalkan kediaman Teresia yang kini telah kosong ditinggalkan oleh penghuninya. Hatinya benar-benar merasa hancur karena wanita itu pergi begitu saja. Tanpa jejak, tanpa kabar bahkan tanpa tahu kemana wanita itu pergi.
"Tunggu," pinta sang pemilik kontrakan yang masih berdiri tepat di depan rumah.
"Ada apa lagi?'' tanya David dengan nada suara malas.
"Sepertinya kamu benar-benar orang kaya. Maaf karena saya tidak percaya sama kamu kemarin."
David tidak menanggapi lalu meneruskan langkah kakinya.
"Hey ... Bayar dulu uang tunggakan calon istri kamu itu. Katanya kamu orang kaya." Teriaknya lagi dan sontak saja, David menghentikan langkah kakinya seraya mengepalkan kedua tangannya.
Dengan perasaan kesal, David pun merogoh saku celananya lalu meraih di dompet dari dalam sana.
Bret ....
Dia pun melemparkan segepok uang lembaran seratus ribuan tepat didepan ibu tersebut lalu melenggang begitu saja dengan hati dan perasaan hancur.
"Dih, dasar orang kaya sombong. Main lempar-lempar aja. Tapi, tidak masalah si sepertinya jumlah uang ini lebih banyak dari yang seharusnya." Senyum ibu tersebut lalu memungut uang tersebut dengan perasaan senang.
Flash back and.
David memgusap wajahnya kasar. Ini bukan kali pertamanya dia berakhir di tempat itu dengan harapan bahwa dia akan bertemu dengan wanita pujaan hati yang telah dia cintai selama 2 tahun lamanya.
"Kenapa sulit sekali melupakan kamu, Tere? Apa sedalam itu rasa cinta saya sama kamu?" Gumamnya menarik napas panjang lalu menghembuskan'nya secara perlahan.
Dreeet ... Dreeet ... Dreeet ....
Suara ponsel yang bergetar seketika membuyarkan lamunan panjangnya. David pun menatap layar ponsel lalu mengangkat telpon.
📞 "Halo, ada apa?" Tanya David dengan nada suara malas.
📞 "Ada apa gimana maksudnya? Kamu dimana Pak bos? Ini sudah siang lho, apa anda lupa kalau ada meeting penting hari ini? Pak bos juga harus ngehadiri pembukaan cabang kita di desa terpencil. Ini acara penting lho." Tanya Anggita sang sekertaris nan jauh di sana.
📞 "Astaga, kenapa saya bisa lupa? Saya ke kantor sekarang juga." Ucap David menutup sambungan telpon dan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
'Saya harap saya bisa ketemu lagi sama kamu, Tere,' (batin David.)
♥️♥️
Trok ... Trok ... Trok ....
"Teresia, BANGUUUUN ... ASTAGA SUDAH JAM BERAPA INI?" Teriak Larisa sang Kaka mengetuk pintu kasar.
Ceklek ....
Tere pun membuka pintu kamar dengan wajah yang terlihat masih menahan rasa kantuk.
"Iya, kak. Aku bangun. Huaaaa ...'' Lemahnya seraya menguap.
"Baju kakak yang semalam kamu setrika di simpan dimana? Pagi ini mau kakak pakai, apa jangan-jangan kamu sembunyikan di kamar ya?"
"Ada di kamar kakak dong, buat apa aku nyembunyiin baju kurang bahan kayak gitu di sini?''
"Di kamar gak ada, Tere. Coba kamu ambil sendiri sana."
"Kakak yang mau pake kenapa aku yang harus ambilin?"
Greeep ....
Tiba-tiba saja Larisa menarik kasar rambut Tere membuatnya seketika meringis kesakitan.
"Arrghh ... Sakit, kak. Iya-iya aku ambilin." Ringis Tere memegangi kepalanya.
"Buruan sekarang, kebiasaan banget ya. Mulut kamu ini harus di kasih pelajaran biar gak jawab terus kalau aku lagi ngomong."
"Hehehe ..." Tere hanya menanggapi dengan tersenyum cengengesan.
Ya ....
Teresia hanya menanggapi ocehan bahkan sikap kasar sang kakak dengan tersenyum cengengesan seolah sudah terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu dari kakak tirinya di rumahnya sendiri.
Semenjak sang ayah tiada 10 tahun yang lalu, dia memang tinggal bersama Larisa kakak tirinya. Sementara sang ibu tiri sudah berpulang dua tahun yang lalu, dan itulah yang membuatnya meninggalkan pekerjaannya di kota dan memilih menetap di kampung demi menemani sang kakak.
Tere pun melenggang keluar dari dalam kamar menuju kamar Larisa untuk mencari pakaian yang dia setrika tadi malam.
Ceklek ....
Pintu kamar sang Kaka pun di buka. Tere masuk ke dalamnya lalu berjalan ke arah lemari.
"Semalam aku gantung di dalam lemari, kak?" Ucapnya menatap lemari kayu berukuran besar itu.
"Ya udah ambil."
'Dih, emang dia gak punya tangan apa? Masa ambil baju begitu aja minta di ambilin,' (batin Tere merasa kesal.)
Tere pun membuka pintu lemari lalu meraih baju yang dimaksudkan.
"Nih, ada 'kan? Makannya cari dulu baru marah-marah," celetuk Tere menyerahkan dress berwarna hitam kepada sang kakak.
"Hari ini kakak mau melamar kerjaan di perusahaan baru, kamu diam di rumah dan beres-beres seperti biasanya."
"Hmm ....'' Tere hanya menjawab dengan bergumam.
"Kalau jawab yang bener dong, hmm apa?"
"Iya kakak, sayang.'' Jawab Tere dengan nada suara malas.
Dia pun berlalu hendak meninggalkan kamar, akan tetapi Tere tiba-tiba saja menghentikan langkah kakinya lalu menoleh dan menatap wajah kakak tirinya itu.
"Kak, apa aku juga boleh melamar kerja di sana?" Tanya Tere penuh harap.
"Dimana?"
"Di perusahaan baru yang kakak katakan itu?''
"Nggak, tugas kamu itu ngurus rumah. Apa kamu lupa pesan Mommy sebelum beliau meninggal dua tahun yang lalu? Kamu harus menjaga kakak dan ngurus rumah ini juga."
"Dih emangnya Kaka bayi harus di jaga segala.'' Celetuk Tere dengan suara pelan.
"Hah? Kamu bilang apa barusan?"
"Nggak, ko. Aku gak bilang apa-apa. Hanya saja, aku juga butuh uang, kak. Kalau aku cuma tinggal dan ngurus rumah juga darimana aku bisa memenuhi kehidupan aku sehari-hari. Emangnya kakak mau kasih uang bulanan buat aku?"
Larisa terdiam sejenak seperti sedang berfikir.
'Iya juga ya. Mana sudi aku kasih dia uang bulanan, enak aja.' (batin Larisa.)
"Gimana, kak? Kakak mau nggak kasih aku uang jajan tiap bulannya?" Tanya Tere lagi dengan wajah polos memelas.
"Ya udah iya.''
"Iya apa? Iya kakak mau kasih uang jajan buat aku?"
"Dih enak aja, kakak yang kerja masa kamu yang enak. Kamu boleh melamar kerja di sana. Tapi, sebelum kamu kerja, itu juga kalau kamu keterima si. Sebelum kamu berangkat kerja kamu harus selesaikan dulu pekerjaan di rumah. Jangan sampai pekerjaan rumah terbengkalai gara-gara kamu sibuk kerja di luar." Tegas sang kakak akhirnya mengijinkan.
"Beneran, kak?" Tere tersenyum sumringah.
"Iya, buruan keluar. Kakak mau ganti baju ini."
Grep ....
Tere seketika langsung memeluk tubuh kakak tirinya itu meluapkan rasa senang.
"Makasih, kak Larisa. Makasih banget."
"Ikh ... Apaan si, biasa aja kali. Kamu itu bau belum mandi." Ketus Larisa menghempaskan tubuh Tere kasar hingga dia hampir saja tersungkur.
"Iya-iya, aku mandi dulu kalau gitu."
"Eit ... Selesaikan dulu pekerjaan rumah."
"Iya ..." Jawab Tere lalu benar-benar keluar dari dalam kamar.
♥️♥️
Suara riuh tepuk tangan nampak terdengar menggema saat David menggunting pita sebagai simbol bahwa cabang perusahaannya telah resmi di buka. Dia pun tersenyum sumringah menatap semua yang hadir di sana.
Akhirnya, dia bisa mengembangkan perusahaan miliknya dan tentu saja menciptakan lapangan pekerjaan. Acara pun akhirnya selesai di adakan. David hendak kembali ke hotel dimana tempatnya menginap sekarang.
Dia pun berjalan bersama beberapa staf perusahaan menuju mobilnya. Akan tetapi tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang dan membuatnya tersungkur di atas tanah.
"Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja." Ucap wanita tersebut membuat David seketika tercengang dengan bibir yang membisu.
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
"Maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja." Ucap Tere saat dirinya dengan tidak senang menabrak tubuh David hingga membuat pemuda itu bersungkur di atas tanah begitupun dengan dirinya kini.
"Kamu ini apa-apaan sih? Kalau jalan itu liat-liat dong." Ketus salah satu staf yang berjalan bersama David.
David pun hendak memuntahkan rasa kesalnya. Namun, tiba-tiba saja dia mengurungkan niatnya itu saat menatap wajah Tere dengan perasaan tidak percaya dan mulut yang sedikit terbuka namun, tidak mampu berkata-kata.
Tere masih belum menyadari juga belum sempat menoleh ke arah David. Dia hanya membungkukan tubuhnya dalam-dalam lalu segera berlari karena dirinya telah terlambat untuk melamar pekerjaan di perusahaan yang baru saja di resmikan hari ini.
Sesaat, David hanya diam mematung dengan mata yang menatap punggung wanita itu benar-benar seperti orang yang hilang akal. Baru sedetik kemudian, dia pun akhirnya menyadari bahwa wanita itu adalah wanita yang selama ini dia cari.
"Te-teresia An-nindya putri? Dia-- hahahaha ... Apa saya salah lihat?" Gumamnya mengusap wajahnya kasar lalu menatap kembali ke arah dimana Tere berlari dan seketika terkejut karena wanita itu sudah tidak terlihat lagi kini.
Dengan perasaan berkecamuk, David berlari kesana-kemari mencari sosok wanita bernama Teresia tersebut, membuat semua staf yang ada di sana pun merasa kebingungan.
"Maaf, Pak bos. Anda kenapa?" Tanya Bara Assisten pribadi yang selalu ikut kemanapun dia pergi.
"Kamu lihat wanita yang tadi itu?"
"Iya saya lihat. Dasar wanita tidak tau diri, udah nabrak malah langsung kabur gitu aja. Apa perlu saya cari dan beri dia hukuman, Pak Bos?"
"Ngomong apa kamu? Awas saja kalau kamu berani nyakitin dia. Saya pecat kamu nanti."
"Hah?" Bara seketika menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak merasa gatal sama sekali merasa heran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan bosnya tersebut.
''Bantu saya cari dia. Tapi ingat, bukan untuk di hukum, oke?''
Bara mengangguk samar masih merasa tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Cepaaaaat ... Malah bengong lagi."
"Iya-iya Pak bos. Saya cari dia sekarang juga. Tapi, Pak bos?"
"Tapi apa lagi, Astaga?" Tanya David kesal seraya mengusap wajahnya kasar.
"Eu ... Anu, Pak bos. Gimana saya bisa cari dia kalau saya sendiri gak tau nama wanita itu siapa? Wajahnya saja saya gak lihat jelas tadi."
"Namanya TERESIA ANINDYA PUTRI, ingat jangan sampe lupa. TERESIA ..." Tegas David penuh penekanan.
"Namanya panjang amat, Pak bos."
"Hah? Apa? Kamu bilang apa barusan?"
"Nggak, Pak bos. Saya akan cari dia sekarang juga."
"Saya kasih kamu waktu 20 menit untuk mencari dia. Kalau sampai kamu tidak kembali dalam waktu 20 menit, saya bakalan potong gaji kamu sebesar 20%, oke?"
Bara seketika berlari untuk mencari wanita yang bernama Teresia Anindya Putri.
❤️❤️
Sementara itu, dengan napas yang tersengal-sengal Tere akhirnya sampai di ruangan dimana para pelamar pekerjaan sedang duduk menanti giliran untuk di interview.
Larisa sang kakak pun nampak sudah berada di barisan paling depan dan sepertinya dia pun masih menunggu giliran. Dengan tersenyum senang, Tere pun berjalan menghampiri kakak tirinya itu yang saat ini hanya menatapnya dengan tatapan datar bahkan cenderung sinis.
"Ikh ... Apaan sih, sana duduknya yang juah.'' Usir Larisa dengan wajah jutek sedikit mendorong tubuh Tere kasar.
Tere tidak terlalu mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh kakaknya itu, dengan wajah polosnya dia pun menjauh lalu duduk di kursi dengan tersenyum lebar.
'Mudah-mudahan aku bisa diterima bekerja di sini. Bisa jamuran aku kalau setiap hari cuma ngerjain pekerjaan rumah,' (batin Tere penuh harap.)
Di pun mematap satu-persatu orang yang ada di sana dengan senyuman ramah, sampai akhirnya Bara masuk ke ruangan tersebut dengan napas yang terengah-engah.
"APA DI SINI ADA YANG BERNAMA 'TERESIA ANINDYA PUTRI?' " Tanya-nya dengan helaan napas yang tidak beraturan.
Tere pun seketika berdiri dengan perasaan heran. Dia baru saja sampai di tempat itu dan langsung mendapatkan giliran, membuatnya seketika menatap orang tersebut seraya mengerutkan kening merasa heran.
"Eu ... Saya Tere, Mas. Apa sekarang giliran saya yang di panggil? Saya baru aja sampai lho?" jawab Tere seraya mengangkat tangannya ke udara.
Bara tidak mengatakan apapun lagi, dia segera menghampiri Tere dan menggenggam pergelangan tangannya begitu saja menariknya keluar dari dalam ruangan tersebut.
"Saya mau di bawa kemana, Mas?" Protes Tere membulatkan bola matanya merasa terkejut.
Bara tidak menjawab pertanyaan Tere, dia hanya di beri waktu selama 20 menit untuk membawa wanita itu ke hadapan David.
Tere dengan langkah kaki lebar mencoba menyesuaikan langkah laki-laki yang saat ini membawanya keluar dari ruangan tersebut dan menuju halaman luas dimana seseorang sudah menantinya dengan memunggunginya sekarang.
"PAK BOS, SAYA BERHASIL MENEMUKAN WANITA BERNAMA TERESIA." Teriak Bara berteriak dari arah kejauhan.
'Bukannya dia laki-laki yang tadi sempat aku tabrak? Apa dia akan memarahi aku?' (batin Tere.)
Mereka berdua pun berjalan mendekat ke arah David dan berdiri tepat di belakangnya kini.
"Saya datang tepat waktu 'kan, Pak bos? Gak lebih dari 20 menit 'kan?" Tanya Bara dengan napas yang tersengal-sengal.
"Kamu boleh pergi sekarang." Singkat David masih memunggungi mereka berdua.
"Baik, Pak bos. Gaji saya gak jadi di potong 'kan?"
"Saya kasih bonus buat kamu."
Bara seketika tersenyum lebar.
"Makasih, Pak bos. Makasih ...'' ucap Bara kemudian segera pergi meninggalkan mereka berdua.
"Maaf, Pak bos. Saya tidak sengaja menabrak anda tadi." Lirih Tere dengan perasaan gugup juga tubuh yang sedikit gemetar.
'Tere, kamu benar-benar Teresia Anindya Putri, wanita yang sudah selama dua tahun ini saya cari,' (batin David mulai memutar badan.)
"Ka-mu?" Tere seketika termenung mencoba mengingat wajah laki-laki yang sepertinya sudah tidak asing lagi.
Grep ....
David tiba-tiba saja memeluk tubuh Tere membuatnya seketika merasa terkejut.
"Akhirnya saya bisa menemukan kamu, Teresia. Apa kamu tau kalau saya telah mencari kamu selama dua tahun lamanya?" Ucap David mendekap erat tubuh wanita bernama Teresia Anindya Putri.
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!