Semua kebutuhan untuk pernikahan antara Bima dan Kiara telah selesai. Hanya saja baru persiapan pernikahan, Mamah Bima terlalu banyak aturan.
"Dana yang sudah ada harus pas loh ya, jangan sampai kurang. Jika kurang itu tanggungan pihak orang tua Kiara," ucap Mamah Nindi.
"Iya, mah. Aku sudah bicarakan semuanya dengan Kiara," ucap Bima.
Mamah Nindi mengharapkan pernikahan yang mewah, tetapi ia tak mau Bima mengeluarkan banyak uang. Padahal Kiara bukan dari kalangan anak orang kaya. Kondisi orang tuanya pas-pasan. Bahkan mereka juga masih harus menanggung sekolah si bungsu Riko yang bulan ini akan masuk ke jenjang SLTA.
"Kiara, ayah dan ibu tidak punya banyak uang untuk bisa menopang pernikahan yang akan di adakan mewah. Apa kamu sudah bicarakan pada Bima tentang hal ini? supaya pernikahan biasa saja?" tanya Ayah Darwo.
"Sudah Ayah, tapi pihak Mas Bima nggak mau tahu katanya sudah menyebar banyak undangan. Malu jika pernikahan hanya sederhana saja," ucap Kiara.
"Lantas bagaimana, Kiara?" tanya Ibu Darti ikut bingung.
"Nah itu, aku juga bingung. Begini saja, biar aku bicarakan lagi dengan Mas Bima toh pernikahan satu bulan lagi. Pasti mereka belum sebar undangan, hanya omongan Mamah Mas Bima mungkin,' ucap Kiara tak tega.
Saat itu juga Kiara melajukan motornya menuju ke rumah mewah milik Bima. Tepatnya rumah peninggalan almarhum papahnya.
"Tante, Mas Bimanya ada?" tanya Kiara sopan.
"Ada sayang, yuk masuk. Kamu datang sendirian, seharusnya kasih kabar ke Bima supaya di jemput, masa iya calon manten kok naik motor panas-panasan."
Mamah Nindi merangkul calon menantunya.
"Sayang, kok nggak kasih kabar mau kesini. Duduklah, ada apa?" tanya Bima.
Kiara menceritakan tentang rasa keberatan untuk pernikahan mewah yang akan di adakan satu bulan mendatang. Mendengar akan hal itu, Mamah Nindi sebenarnya ingin marah tetapi ia mencoba menahannya.
"Hem, ya sudah mau bagaimana lagi. Pernikahan terpaksa tak usah mewah jika begini. Kamu itu salah Bima, masa iya seorang direktur utama sebuah perusahaan besar menikahi karyawan biasa. Tapi mamah sudah terlanjur setuju."
Tiba-tiba Mamah Nindi mengatakan hak yang menyinggung perasaan Kiara.
Bima sejenak diam, sebenarnya ia bisa memberikan uang lebih banyak hanya saja ia di larang oleh mamahnya.
Hingga akhirnya pernikahan pun di laksanakan sederhana saja, hanya mengundang kerabat, sahabat dekat.
Sesuai pernikahan, ada hal yang membuat Kiara menggeleng kepala. Pada saat dirinya dan Bima sedang asik membuka setiap amplop pemberian dari para tamu undangan. Tiba-tiba semua amplop di ambil oleh Mamah Nindi.
"Mah, itu kan milik kami. Hasil dari kami dapatkan sendiri, mamah kan juga dapat dari teman-teman mamah kan? masa iya milik kami di rampas juga?" protes Bima.
"Diam kamu, Bima! mau jadi anak durhaka hah! selama ini siapa yang telah membesarkan kamu dan menyekolahkan kamu hingga tinggi!"
Secepat kilat Mamah Nindi keluar dari kamar Bima.
"Sayang, aku minta maaf ya. Kamu jangan marah ya, nanti kalau aku kerja kan uangnya untukmu semua," ucap Bima mencoba menghibur Kiara.
"Iya, mas. Aku tidak apa-apa kok."
Walaupun sebenarnya di dalam hati Kiara ada rasa kesal dengan tingkah mamah mertuanya itu.
Pagi menjelang, pada saat Bima dan Kiara akan pergi honeymoon. Tiba-tiba di hadang oleh Mamah Nindi.
"Kalian mau kemana bawa koper besar seperti itu?" tanyanya menyelidik.
"Kami mau honeymoon ke Bali, mah. Aku sudah membeli tiket pesawat untuk kesana," ucap Bima antusias.
"Nggak, mamah nggak izinkan kalian pergi. Buang-buang uang saja, pake acara honeymoon. Dulu saja mamah nggak pernah pake acara seperti itu! sudah nikah ya sudah! pemborosan saja!" bentak Mamah Nindi.
"Mah, tapi kan sayang sudah membeli tiket pesawat," ucap Bima.
"Kamu pikir Mamah ini bodoh, kalau kamu nggak jadi pergi kan uangnya bisa dikembalikan walaupun cuma setengah ya nggak apa-apa. Nanti biar mamah yang urus hal itu kamu kasih tahu aja lewat aplikasi apa kamu memesan tiketnya," ucap Mamah Nindi ketus.
Dengan sangat terpaksa Bima pun kembali ke kamarnya dengan menyeret kopernya dan menggandeng tangan Kiara.
Kiara, lagi-lagi harus kecewa karena ulah Mamah mertuanya tersebut.
"Padahal aku pikir sifat Mamah mertuaku tidak seperti ini pada saat aku masih berpacaran dengan Mas Bima. Kenapa setelah aku menikah malah sifatnya berubah drastis seperti ini ya," batin Kiara kecewa.
"Sayang, aku minta maaf lagi ya atas ulah mamahku," ucap Bima.
"Mas, apa kamu nggak bisa mengambil setiap keputusan itu tanpa harus meminta persetujuan Mamah? yang sekiranya itu untuk kepentingan kita berdua masa iya hanya sekedar honeymoon saja dilarang. Waktu akan pernikahan pun seperti itu banyak sekali aturannya lantas bagaimana kedepannya rumah tangga kita?" ucap Kiara.
"Iya sayang, ke depannya aku tidak akan seperti ini lagi. Sebenarnya ini kan hanya masalah kecil jadi untuk apa di perbesar," protes Bima.
*******
Tak terasa pernikahan mereka telah berjalan satu bulan lamanya dan saat inilah Bima ingin memberikan jatah bulanan pada istrinya.
Namun kembali lagi Mamah Nindi melakukan hal yang membuat Kiara sangat kecewa.
"Sayang, ini jatah bulanan pertama untuk dirimu."
Pada saat Bima memberikan amplop berisikan uang pada Kiara, dengan cepatnya Mamah Nindi merebut amplop tersebut.
"Kiara, biar mamah yang atur jatah bulananmu. Lagi pula kamu kan kerja, pasti kan punya uang," ucap Mamah Nindi.
"Mah, gajiku kan untuk kebutuhan orang tuaku dan adikku yang akan masuk SLTA," ucap Kiara.
"Enak banget ya jadi kamu! Duit kamu utuh untuk kebutuhan pribadimu, dan kamu minta duit milik Bima!" bentak Mamah Nindi.
"Mah, aku ini bukan orang lain. Aku ini istri dari Mas Bima, dan sudah menjadi kewajiban Mas Bima untuk menafkahi istri," ucap Kiara.
"Apa kamu lupa hah? aku ini mamahnya yang lebih berjasa. Jika tidak ada aku yah tak ada Bima, ingat itu! apa kamu ingin mengajari Bima untuk menjadi anak yang durhaka pada seorang ibu!" bentak Mamah Nindi.
"Mah, sudahlah nggak usah ribut. Kiara, aku mohon kamu juga jangan terus menjawab perkataan mamah jadi nggak berlarut-larut," lerai Bima.
"Mas, kok aku yang di salahkan seperti ini? kembali lagi kamu seperti ini kan? kamu nggak bisa memberikan keputusan yang tepat. Aku minta biar adil, gajimu di bagi dua. Masa iya aku sudah menjadi istri tidak di nafkahi? percuma kalau kita menikah," protes Kiara.
"Bima, jadi seperti ini wanita yang kamu jadikan sebagai istri? tahu seperti ini mamah nggak mau memberikan restu pada kalian!" cibir Mamah Nindi.
Mendengar ocehan dari Mamah Nindi, sebenarnya Kiara sangat kesal. Apa lagi Bima hanya diam bagai patung tak bergeming sama sekali.
Kiara memutuskan untuk berlalu pergi dari hadapan Mamah Nindi. Dan Bima tak tinggal diam, ia pun mengejar kepergian Istrinya ke arah kamar.
"Sayang, aku....
"Apa? maaf bukan? hanya itu yang kamu bisa katakan tanpa ada pergerakan sama sekali," ucap Kiara sudah tak bisa menahan rasa amarahnya.
"Sayang, memang selama ini aku selalu memberikan uang pada mamah," ucap Bima ia bingung mau berkata seperti apa pada Kiara apa lagi melihat sorot wajah Kiara yang penuh dengan amarah.
"Ya aku tahu, tetapi seharusnya kamu itu pintar sedikitlah. Jika kamu mau memberikan jatah bulanan padaku setidaknya jangan di hadapan mamah."
"Atur kek bagaimana caranya supaya adil. Begini saja, kamu transfer ke nomor rekening aku apa nggak bisa, mas? nggak perlu menonjolkan bahwa kamu memberikan jatah bulanan padaku di depan mamah!"
"Pokoknya mulai sekarang kamu transferin saja ke nomor rekeningku hingga tak terjadi lagi hal seperti ini. Mas iya kita baru menikah satu bulan tapi sudah tak karuan seperti ini karena ulah mamahmu, mas?"
"Tegas sedikit kamu nggak bisa sama, mamah? selalu saja kamu diam dan diam."
Mendengar apa yang dikatakan oleh Kiara, sejenak Bima hanya diam dan beberapa detik kemudian ia pun berkata.
"Baiklah, mulai bulan depan aku akan transfer jatah bulanan ke nomor rekeningmu. Sudah ya sayang, kamu jangan marah lagi seperti ini nanti lekas tua."
Untuk sementara, amarah Kiara mereda dengan kata-kata Bima barusan. Akhirnya Kiara pun mengikhlaskan tidak mendapatkan jatah bulanan yang pertama dari suaminya.
Semua uang di pegang oleh Mamah Nindi, tetapi pada saat Kiara akan makan ia kembali di buat kesal oleh tingkah mamah mertuanya tersebut.
"Eits...tarok daging ayamnya! kamu nggak boleh makan!ini hanya khusus untuk Bima dan mamah, toh Bima yang memberi uang untuk belanja sementara kamu apa? hanya bisanya menjadi benalu di rumah ini!"
Ucapan Mamah Nindi benar-benar sangat menyakitkan hati Kiara. Tetapi ia bukanlah wanita yang cengeng yang gampang di tindak.
"Mah, apa aku nggak salah dengar dengan apa yang barusan mamah katakan padaku?" tanya Kiara seraya sengaja menjatuhkan sendok dan garpunya di piringnya.
'Hello, telingamu masih waras dan nggak tuli bukan? apa perlu aku ulang lagi? kamu ini cuma benalu, parasit di rumah ini!" ejek Mamah Nindi.
"Mah, aku ini istri dari anakmu! anak kesayangmu itu! masa iya aku di katakan benalu? sudah tua itu seharusnya mamah perbanyak amal dan ibadah, bukan perbanyak dosa seperti ini."
Setelah mengucap kata seperti itu, Kiara bangkit berdiri dan meninggalkan ruang makan tesebut. Kembali lagi, Bima hanya diam bagai sebuah boneka yang tak bisa apa-apa.
"Kamu lihat kan, seperti itu wanita yang kamu nikahi? sama sekali tak menghormati mamah sebagai ibu yang telah melahirkanmu," ucap Mamah Nindi.
"Lagi pula itu kan salah mamah sendiri, masa iya Kiara mau makan daging ayam saja nggak boleh? Sebenarnya Kiara itu benar loh, mah. Ia kan istriku, kenapa pula mamah mengatakan bahwa ia benalu dan parasit di rumah ini?"
Mendengar apa yang dikatakan oleh Bima, langsung saja Mamah Nindi menghentikan aktifitas sarapannya. Dan ia mulai berakting dengan menitikkan air mata buayanya.
"Tega kamu mengatakan hal ini pada mamah? baru satu bulan kamu menikah dengan Kiara, tetapi sejak itu juga kamu selalu membelanya dan membangkang mamah. Apa kamu ingin menjadi anak yang durhaka?"
"Mah, kok malah menangis? aku minta maaf jika membuat mamah sedih seperti ini. Aku hanya ingin menengahi, mah. Di sini aku tidak membela siapa-siapa. Aku hanya ingin mamah dan Kiara akur, itu saja."
"Padahal saat aku masih pacaran dengan Kiara, mamah juga selalu baik padanya bukan? kenapa setelah kami menikah malah seperti ini? bagai anjing dan kucing saja?"
Mamah Nindi mengusap air matanya, ia semakin kesal mendengar apa yang dikatakan oleh Bima.
"Kurang ajar, masa mamah ini di samakan dengan binatang? pokoknya mulai bulan depan semua pendapatan kantor, kamu serahkan untuk mamah! mulai bulan depan, bukan hanya jatah bulanan saja, tetapi semua uang dari hasil perusahaan kamu serahkan pada Mamah?" bentak Mamah Nindi.
"Mamah tidak bisa seenaknya seperti itu dong, urusan kantor jangan di campur adukkan dengan urusan rumah. Jika semua uang kantor di pegang oleh mamah, aku pasti akan bingung mengelolanya."
"Bagaimana dengan gaji karyawan dan lain sebagainya. Masa iya setiap aku melakukan transaksi harus minta sama mamah dan laporan?"
"Tolong mamah jangan keterlaluan seperti ini. Bukannya sebelumnya juga tidak di pegang oleh mamah?"
Mamah Nindi sejenak menghela napas panjang.
"Memang sebelumnya mamah percaya sepenuhnya padamu. Tapi sekarang mamah sudah tak percaya lagi sejak kamu menikah dengan Kiara. Mamah nggak ingin ya, diam-diam kamu ambil uang perusahaan dan diberikan pada Kiara."
"Apa lagi mamah tahu jika Kiara anak orang miskin, bisa saja tanpa sepengetahuan mamah kamu memberikan uang pada orang tuanya."
Bima menggelengkan kepalanya mendengar segala yang di katakan oleh Mamah Nindi.
'Kenapa nggak mamah sekalian yang mengurus semua urusan di kantor. Dan biarkan aku di rumah saja duduk diam," ucap Bima ketus.
Pyang....pyang....
Mamah Nindi melemparkan dua piring ke lantai tanda ia sudah tidak bisa menahan rasa amarahnya.
"Dasar anak durhaka!" bentak Mamah Nindi
Jika sudah seperti ini barulah Bima ketakutan. Dan ia pun minta maaf dan berjanji akan melakukan apapun yang mamahnya inginkan.
Bunyi piring dan ocehan Mamah Nindi terdengar hingga ke kamar Kiara. Ia hanya diam saja dan mempercepat diri supaya segera pergi dari rumah itu menuju ke kantornya.
"Hem, nggak pernah aku bermimpi sebelumnya jika aku akan memiliki seorang ibu mertua yang seperti ini. Dan aku juga tidak pernah menyangka punya suami seperti boneka di hadapan ibunya tidak bisa berbuat apa-apa."
"Entahlah, bagaimana kehidupan rumah tangga aku kedepannya seperti apa setelah melihat perangai ibu mertuaku juga sifat suamiku yang monoton dan kaku bagai patung."
Gumam Kiara dan melangkahkan kaki keluar dari kamarnya. Ia pun melangkah ke ruang makan di mana masih ada suami dan ibu mertuanya.
"Mas, aku minta maaf ya. Aku berangkat terlebih dahulu karena akan ada meeting seluruh devisi karyawan kantor. Jadi aku harus berangkat lebih awal."
Kiara mencium punggung tangan suaminya.
"Halah pegawai biasa saja, gayanya seperti seorang manajer atau direktur utama," ejek Mamah Nindi.
Kiara tak merespon, ia hanya melirik sinis ke arah mertuanya.
Tak berapa lama, Kiara telah sampai di kantor. Tetapi ia merasakan perutnya masih terasa lapar.
"Duh, perutku lapar sekali."
Batinnya seraya mengusap perutnya sendiri.
Karena pada saat sarapan terganggu oleh Mamah Nindi hingga ia pun mengurungkan sarapannya. Tetapi memang pagi ini akan ada meeting ada presiden direktur dari perusahaan tempatnya bekerja. Hingga ia tidak berani untuk memesan makan sepagi itu.
Semua orang sudah berkumpul di ruangan meeting, untuk menunggu presiden direktur perusahaan tersebut memimpin meeting tersebut.
Kasak kusuk mulai terdengar, dimana para pegawai wanita membicarakan presiden direktur tersebut.
"Kiara, sayang sekali kamu sudah menikah ya? kalau tidak kamu masih ada kesempatan untuk bisa mendapatkan cinta Presdir kita," bisik Mita.
"Apa maksudmu?" tanya Kiara lirih.
"Secara di kantor ini yang paling cantik dan sangat menggoda itu cuma kamu, sementara Presdir kita itu pria tampan dan rupawan status masih lajang pula,"
bisik Mita terkekeh pelan.
Kiara hanya tersenyum kecil seraya menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan hal itu. Saat ini yang ia pikirkan, meeting cepat di lakukan supaya ia bisa lekas membeli makanan untuk sarapan.
"Ihhh.... nggak disiplin banget sih! katanya Presdir dan tak mengizinkan semua karyawan telat datang di acara meeting ini. Sendirinya lambat, apa karena mentang-mentang ia itu seorang Presdir jadi seenaknya sendiri ya?" batin Kiara kesal karena harus menahan laparnya lebih lama lagi.
Hingga tak berselsng lama, pintu ruangan tersebut di buka oleh seorang asisten pribadi dari Presdir tersebut. Dan terlihatlah seorang pria tampan melangkah dengan senyuman manisnya menyapa semua para karyawan dan karyawati.
Hampir semua karyawati menatap tak berkedip, akan tetapi tidak dengan Kiara. Ia tak sadar dengan kedatangan sang Presdir karena ia terus saja tertunduk seraya tiada hentinya mengusap perutnya. Hingga Mita menyikut lengannya sebagai kode bahwa Presdir telah datang. Kiara pun mendongakkan kepalanya, tetapi ia sama sekali tidak tertarik dengan Presdir tersebut.
Bahkan ia memicingkan alisnya, seolah mengenal pria yang ada di depan matanya tersebut.
"Astaga...jadi dia Presdir di perusahaan ini? kok aku sama sekali tidak tahu ya?" batin Kiara heran.
Pria tampan yang menjadi Presdir tersebut adalah pria yang pernah menjadi kakak kelasnya di kampus dimana dulu ia kuliah. Dan pria ini pula yang selalu mengejek dirinya gadis cupu berkacamata.
"Hem, pria ini ternyata! kenapa aku harus bertemu dengannya lagi? aku jadi ingat pada saat dulu ia hina aku karena penampilan aku. Bahkan aku di katakan Bety Lafea," batin Kiara kesal pada saat ingat masa lalunya.
Pada saat Presdir tersebut menjelaskan materi meeting kali ini, ia pun matanya terus menatap sekeliling semua karyawan dan karyawati. Pada saat ia menatap ke arah Kiara, dirinya sejenak menghentikan perkataannya.
"Astaga, gadis itu sepertinya aku pernah bertemu dengannya tapi aku lupa dimana ya, mungkin cuma perasaanku saja," batin Presdir tersebut.
Dia pun fokus lagi menerangkan semua materi meeting kepada para karyawan dan karyawati serta direktur yang ada di perusahaan tersebut.
Pada akhirnya satu jam berlalu meeting di tutup. Hati Kiara bisa bernapas lega karena ia akan segera bisa untuk membeli makanan guna sarapan.
Presdir tersebut keluar dari ruangan meeting tetapi ia membisikkan sesuatu kepada asisten pribadinya.
Karyawan dan karyawati perusahaan tersebut termasuk Kiara segera kembali ke ruang kerjanya masing-masing, akan tetapi pada saat Kiara akan melangkah ke ruang kerjanya, langkahnya terhenti oleh asisten pribadi presdir tersebut.
"Nona, mari ikut saya ke ruangan Presdir karena beliau ingin bicara dengan anda," ajak asisten pribadi presdir.
"Baiklah, pak."
"Aduh, kenapa hari ini aku apes sekali? padahal sudah senang meeting selesai, tetapi malah aku harus menghadap Presdir, ada apa sebenarnya ya?" batin Kiara penuh tanda tanya.
Setelah sampai di ruangan Presdir, Kiara langsung duduk di kursi di hadapan Presdir. Presdir memerintah asisten pribadinya untuk segera keluar ruangan karena ia ingin berbicara dengan Kiara empat mata saja.
"Halo, kamu masih ingat aku nggak? kakak kelas kamu yang selalu membuly kamu dengan penampilan cupumu dahulu. Ternyata usahaku berhasil juga ya, membuatmu menjadi berubah lebih baik," ucapnya menyunggingkan senyumnya pada Kiara.
"Maaf Tuan Arya yang terhormat, apakah anda hanya ingin mengajak saya bicara mengenang masa lalu di mana anda sering menghina saya dengan mengatakan si cupu kacamata?" ucap Kiara berani.
"Hei-hei-hei, kenapa kamu berkata seperti itu? di sini akulah pemimpin, jika kamu lancang seperti tadi aku bisa saja langsung memecatmu saat ini juga," ucap Arya.
"Bukan begitu maksud saya, Tuan."
Kiara sedikit meringis karena merasakan maghnya kumat dan ia tak bisa lagi menahan perutnya yang lapar hingga berbunyi di hadapan Arya.
"Astaga, apakah kamu merasakan lapar hingga perutmu bunyi seperti itu, memangnya sebelum berangkat ke kantor kamu tidak sarapan dulu?" tanya Arya merasa iba.
"Maafkan saya Tuan Arya, karena saya lancang tiba-tiba perut saya berbunyi. Karena suatu hal, saya tidak sempat sarapan," ucap Kiara tertunduk malu.
"Hem, kasihan sekali kamu. Ya sudah, kamu tak usah risau. Duduk manis saja nanti aku akan meminta asistenku membelikan makanan dan obat magh untukmu," ucap Arya.
"Tidak usah repot-repot, Tuan. Saya minta izin saja keluar dari sini jika sudah tidak ada lagi yang ingin anda bicarakan dengan saya," ucap Kiara dengan beraninya.
"Aku memintamu duduk saja itu karena masih banyak yang ingin aku bicarakan denganmu, jadi menurut saja jika tidak ingin aku pecat kamu sekarang juga," ucap Arya mengancam Kiara.
Hingga pada akhirnya Kiara pun diam saja, ia tak berani berkata-kata lagi. Sementara Arya dengan cekatan ia langsung menelpon salah satu asisten pribadinya untuk mencarikan makanan dan obat pereda sakit maag.
Tak butuh waktu lama datanglah asisten pribadi Arya dengan membawa makanan serta obat untuk Kiara.
"Minumlah obat maag ini dulu, setelah itu kamu secepat makan. Sembari makan aku ingin mengajakmu bercengkrama sejenak."
Dengan rasa sungkan, Kiara menuruti kemauan Arya. Walaupun sebenarnya ia malas berhadapan dengan pria yang dulu terus saja menghina penampilan dirinya.
"Kiara, apa kamu sudah bersuami?" tanya Arya menyelidik.
"Sudah, Tuan Arya. Saya baru menikah satu bulan yang lalu," ucapnya seraya sesekali menyantap makanan di hadapannya.
"Hem, berarti sedang indah-indahnya ya? hingga kamu telat makan seperti ini, pasti kamu bangun kesiangan ya?"
"Uhuk uhuk"
Perkataan Arya membuat Kiara sejenak tersedak. Secara tidak langsung ia jadi teringat akan mamah mertuanta yang sangat menyebalkan sekali.
Arya lekas meraih Aqua gelas dan memberikannya pada Kiara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!