NovelToon NovelToon

Dinikahi Pak Guru

Bab 1

"Mama mau apa? Katakan saja ma, aku janji akan menuruti semua keinginan mama," ucap Rama yang berprofesi sebagai guru matematika di sebuah sekolah menengah atas di ibu kota.

Usianya saat ini baru dua puluh sembilan tahun. Sebenarnya kedua orang tua Rama adalah seorang pengusaha sukses, namun Rama yang sama sekali tidak tertarik di bagian bisnis memilih untuk mengambil profesi menjadi tenaga pengajar.

Rama sendiri memiliki wajah yang tampan. Kulitnya tidak terlalu putih dan tidak terlalu hitam. Dua lesung pipi yang selalu menghiasi senyumannya membuat hampir semua murid perempuan yang ada di sekolah tempat dia mengajar tergila-gila.

"Rama, mama mau kamu menikah nak," jawab Yuli membuat Rama terkejut.

Jangankan untuk menikah, bahkan saat ini saja Rama tidak memiliki pacar sama sekali.

"Me.. Me.. Menikah? Aku mau menikah dengan siapa ma? Mama kan tau sendiri jika aku tidak pernah dekat dengan wanita manapun," jawab Rama menolak permintaan mamanya secara halus.

"Kalau masalah dengan siapanya, kamu tidak perlu khawatir Rama. Mama sudah memiliki calon yang cantik untuk kamu," balas Ibu Yuli dengan suara yang lemah.

"Siapa ma?" tanya Rama lagi.

"Siapa pun itu, kamu tenang saja Rama. Yang terpenting dia cantik, baik dan juga berasal dari keluarga yang baik-baik," jawab Yuli semakin lemah.

"Hhhhhh, Baiklah. Asal mama bahagia, aku pun juga akan bahagia," ucap Rama yang tidak mau berdebat dengan mamanya itu.

Bagi Rama saat ini adalah kesembuhan sang mama.

"Terima kasih Rama. Mama tau kamu adalah anak yang penurut. Ya sudah, kalau begitu kalian akan menikah hari ini juga," balas Yuli membuat bola mata Rama terbelalak.

"Apa? Ha.. Hari ini juga? Tapi bagaimana caranya ma? Mama saat ini masih sakit dan masih di rawat di rumah sakit. Setidaknya tunggulah sampai mama keluar dari rumah sakit ini dulu," ucap Rama mencoba menunda pernikahannya.

"Tidak bisa nak. Umur mama ini tidak akan panjang lagi. Maka dari itu, mama mau kamu menikah hari ini juga," balas Yuli lemah.

"Tapi ma....," ucap Rama terputus.

"Sudah Rama sudah. Ikuti saja permintaan mama mu itu. Mama mu pasti tau mana yang terbaik untuk dirimu dan juga masa depan mu Rama," ucap Tyo yang merupakan suami dari Yuli dan papa dari Rama.

"Jangan bicara seperti itu pa. Kita harus yakin jika mama pasti akan sembuh," ujar Rama yang masih berharap banyak kepada mamanya itu.

"Rama, kamu tidak lihat kondisi mama mu seperti apa? Hmmmm? Lebih baik kamu turuti saja permintaan mama mu dari pada kamu menyesal nantinya," ucap Tyo terus membujuk putranya itu.

"Hhhhhhhh, baiklah pa, ma. Aku bersedia," jawab Rama pasrah.

"Alhamdulillah. Ya sudah, kalau begitu papa akan menghubungi kelurga calon istri mu itu dulu," ucap Tyo mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi keluarga yang sebentar lagi akan menjadi besannya.

Sementara itu, di sebuah rumah, Rahman baru saja mendapatkan kabar dari Tyo jika keadaan Yuli kembali memburuk.

Ia juga menyampaikan kepada Rahman agar membawa anaknya ke rumah sakit saat ini juga untuk dinikahkan dengan putranya Rama.

"Siapa pa?" tanya Lasmi kepada suaminya itu.

"Tyo ma, dia baru saja memberi tahukan jika keadaan Yuli kembali drop. Ia juga meminta agar kita segera membawa Gisel ke rumah sakit untuk dinikahkan dengan putranya Rama," jawab Rahman lalu meminum kopinya yang mulai dingin.

"Astaga, kasian sekali Yuli. Tapi pa, bagaimana jika Gisel menolak pernikahan ini?" tanya Lasmi bingung.

"Hmmmmm, bagaimana kalau kita diam-diam saja. Kita bawa Gisel ke rumah sakit, lalu sementara aku menikahkannya di dalam ruang rawat Yuli. Setelah acara ijab kabulnya selesai, barulah kamu dan Gisel masuk ke dalam. Dengan begitu, Gisel tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi," usul Rahman yang di balas dengan anggukan oleh Lasmi.

"Baiklah pa. Mama akan hubungi Gisel dan memintanya segera pulang ke rumah," balas Lasmi lalu menghubungi putrinya yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas itu.

"Halo.. Iya ma kenapa?" jawab Gisel yang tidak tau apa-apa.

"Gisel kamu dimana sayang? Mama sama papa mau kamu pulang sekarang juga," suruh Lasmi dalam panggilan telepon tersebut.

"Pulang? Yah ma, baru juga aku dan teman-teman ku baru nyampe cafe tempat biasa kita nongkrong, sekarang kok malah di suruh pulang sih ma," keluh Gisel merasa berat.

"Sudah, kamu nongkrongnya lain kali saja ya sayang. Ini sangat penting sekali soalnya," jawab Lasmi lagi.

"Tapi ma, ada apa sih sebenarnya?" tanya Gisel lagi.

"Nanti kamu juga bakalan tau. Sekarang tidak ada tapi-tapian lagi. Kamu pulang sekarang juga. Mama sama papa tunggu di rumah," jawab Lasmi lalu menutup panggilan teleponnya.

"Ada apa Sel?" tanya Serly, teman satu kelasnya.

"Ini, gue di suruh sama nyokap dan bokap gue pulang sekarang juga. Maaf ya, gue nggak bisa ikut nongkrong sama kalian semua," jawab Gisel memberitahukan permasalahannya.

"Yah, kok gitu sih Sel? Kita kan baru aja nyampe. Belum juga mesan makan, masak lo udah pulang gitu aja sih?" keluh Serly sahabat Gisel.

"Ya maaf ya. Lain kali gue janji sama kalian semua, kita bakalan nongkrong lagi. Dan gue janji, gue akan traktir kalian semua," ujar Gisel membujuk teman-temannya itu.

"Bener ya Sel. Awas, jangan bohong lo," ucap Dewi, salah satu temannya juga.

"Iya.. Iya.. Gue janji. Ya sudah, gue duluan ya," pamit Gisel lalu bergegas meninggalkan cafe tersebut.

"Gisel, lo mau kemana?" tanya Bryan yang kebetulan berpapasan dengan Gisel.

Bryan sendiri adalah teman satu kelasnya Gisel. Tak hanya itu, Bryan sudah lama sekali menaruh hati kepada gadis cantik yang sedikit bandel itu.

Di sekolah, Bryan juga merupakan seorang ketua osis dan juga ketua basket. Hal itu lantas membuatnya banyak di sukai oleh cewek-cewek yang ada di sekolahnya itu.

Namun, hal itu tak lantas membuat posisi Gisel di hati Bryan jadi bergeser.

"Gue mau pulang dulu. Gue duluan ya," jawab Gisel yang memang tergesa-gesa menuju mobilnya.

Meskipun Gisel tau jika Bryan sudah suka kepadanya sejak lama, namun Gisel sama sekali tidak mau membalas cinta dari ketua osis tersebut. Hal tersebut lantaran ia menyukai Xavier, sahabat Bryan sendiri.

Gisel pun melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Untung saja jalanan ibu kota tidak terlalu padat menuju rumahnya saat ini. Maka dari itu, ia bisa sampai dengan sedikit cepat.

Tak butuh waktu lama, mobil Gisel pun sudah terparkir di depan rumahnya.

Ia kemudian bergegas masuk ke dalam rumah dan menemui mama dan juga papanya.

Bab 2

Gisel pun melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Untung saja jalanan ibu kota tidak terlalu padat menuju rumahnya saat ini. Maka dari itu, ia bisa sampai dengan sedikit cepat.

Tak butuh waktu lama, mobil Gisel pun sudah terparkir di depan rumahnya.

Ia kemudian bergegas masuk ke dalam rumah dan menemui mama dan juga papanya.

***

"Ma, pa, ada apa? Kenapa mama sama papa memintaku untuk segera pulang?" tanya Gisel sembari mencium tangan kedua orang tuanya itu.

"Gisel, syukurlah kamu sudah pulang. Sekarang juga ganti pakaian mu dengan kebaya ini. Kita akan pergi ke suatu tempat sekarang juga. Buruan ya nak, kita tidak punya banyak waktu," ucap Lasmi memberikan sebuah kebaya putih lengkap lengkap kepada putri semata wayangnya itu.

"Tapi buat apa ma? Memang kita mau kemana?" tanya Gisel yang sama sekali tidak memiliki pikiran jika ia akan menikah hari ini juga.

"Sudah pasang saja. Nanti kamu juga bakalan akan mengetahuinya. Kita akan menghadiri pertemuan penting. Kita tidak punya banyak waktu. Sekarang ganti pakaian mu. Kamu tidak usah mandi dulu. Buruan, mama tunggu disini," jawab Lasmi yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk menemui sahabatnya Yuli. Sementara Rahman, langsung masuk ke kamarnya setelah bertemu putrinya satu-satunya itu.

Akhirnya dengan banyak tanda tanya di benaknya, Gisel pun langsung masuk ke kamarnya dan menuruti kemauan sang mama. Ia hanya mencuci muka dan menyiram tubuhnya sebentar. Selanjutnya Gisel langsung berganti pakaian dan berdandan minimalis.

Gisel begitu cantik mengenakan kebaya putih itu. Dengan rambut yang di sanggul, Gisel pun turun dari lantai dua rumahnya lalu menemui mamanya yang sudah menunggu di ruangan keluarga bersama suaminya.

"Ma, Pa, Gisel susah siap," ucap Gisel membuat mata Lasmi dan juga Rahman tidak dapat berkedip. Ia tak menyangka jika sebentar lagi putri cantiknya itu akan menjadi istri orang. Tepatnya istri guru matematika di sekolahnya.

"Kamu cantik sekali sayang. Ya sudah, kita berangkat sekarang. Ayo pa," ucap Lasmi lalu membimbing tangan putrinya itu keluar rumah.

"Pa, ma, sebenarnya kita mau kemana sih? Kenapa aku harus menggunakan pakaian kebaya ini?" tanya Gisel lagi.

Kedua orang tua Gisel bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan yang di ajukan oleh putrinya itu. Jika mereka bilang akan menikahkan putrinya, mereka yakin sekali jika Gisel pasti akan menolaknya mentah-mentah.

"Kita akan ke rumah sakit sayang," jawab Rahman sembari fokus mengemudikan mobilnya.

"Ke rumah sakit? Ngapain pa? Siapa yang sakit? Lagi pula, kenapa aku harus mengenakan kebaya jika memang kita ke rumah sakit?" tanya Gisel yang masih sangat-sangat penasaran dengan tujuan dan maksud kedua orang tuanya itu.

"Sudah, nanti kamu juga bakalan tau. Kita akan ma mampir ke rumah sakit dulu, baru setelahnya kita pergi ke tempat tujuan kita yang sebenarnya.

"Oke.. Oke.. Tapi janji ya pa, ma jangan aneh-aneh," ucap Gisel akhirnya memilih untuk diam.

Beberapa saat kemudian, mobil yang di kendarai oleh Rahman itu masuk ke dalam area rumah sakit.

Setelah memarkirkan mobilnya, mereka pun bergegas masuk menuju ruang rawat Yuli.

"Ma, Gisel, kalian tunggu di luar sini sebentar ya. Papa akan menyelesaikan urusan papa di dalam sebentar," ucap Rahman meminta anak dan istrinya untuk menunggu di kursi tunggu depan pintu kamar VIP tempat Yuli di rawat.

Setelah mendapatkan izin dari putri dan juga istrinya, Rahman pun langsung masuk ke dalam ruagan tersebut.

Semua orang yang ada di dalam sana tampak lega, kecuali Rama yang tidak mengenal sosok Rahman sebelumnya.

"Bagaimana. Rahman? Apa putrimu bersedia menikah dengan putraku Rama?" tanya Yuli dengan suara lemah.

"Kamu tenang saja ya Yul. Putriku pasti akan menerimanya seiring berjalannya waktu. Tapi, kita harus melangsungkan ijab kabulnya tanpa sepengetahuan putriku dulu. Nanti, setelah anak mu dan anakku sah, baru aku akan memintanya masuk ke dalam ruangan ini," jawab Rahman membuat Yuli merasa lega.

Sudah sedari dulu Yuli ingin sekaki mengambil Gisel sebagai menantunya. Bahkan semenjak Gisel masih kanak-kanak.

"Baiklah, kalau begitu kita mulai saja ijab kabulnya sekarang. Kasihan Gisel dan juga Lasmi menunggu lama diluar sana," ucap Yuli dengan suara lemahnya meminta untuk segera dilaksanakan ijab kabul antara putranya dan juga Gisel.

"Baiklah. Bagaimana Rama? Apa kamu siap?" tanya Tyo yang juga sudah tidak sabar untuk melihat putranya melangsungkan ijab kabul.

"Hhhhh siap nggak siap pa," jawab Rama ambigu.

Ia masih penasaran siapa wanita yang akan menjadi istrinya sebentar lagi.

"Baiklah. Kalau begitu kita langsung saja," ucap penghulu yang sudah hadir sedari tadi.

"Baiklah nak Rama, dengarkan ucapan saya ini baik-baik, Rama, aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak kandungku Gisel Amanda binti Rahman ramadan dengan mas kawin uang tunai sebesar dua ratus lima puluh ribu dibayar tunai," ucap Rahman yang langsung di sambung oleh Rama dengan cepat.

"Saya terima nikah dan kawinnya Gisel Amanda binti Rahman Ramadan dengan mas kawin uang tunai sebesar dua ratus lima luluh ribu rupiah di bayar tunai," ucap Rama dengan satu tarikan nafasnya.

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu tersebut kepada dua orang petugas rumah sakit tersebut yang bertindak sebagai saksi pernikahan antara Rama dan juga Gisel.

"Sah.. Alhamdulillah," ucap semua orang yang ada di sana, termasuk Yuli yang terlihat sangat senang sekali.

'Gisel Amanda, sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Tapi dimana ya?' batin Rama bertanya-tanya.

"Hmmmmm Rama, apa kamu siap bertemu dengan istrimu?" tanya Rahman kepada laki-laki yang saat ini telah sah menjadi menantunya itu.

"Hhhhhhh bismillah. Siap Om," jawab Rama menganggukkan kepalanya.

"Panggil saja papa. Karena mulai saat ini kamu adalah menantuku," ucap Rahman lalu pamit keluar untuk membawa Gisel dan juga Lasmi masuk ke dalam ruangan VIP tersebut.

"Bagaimana pa? Apa semuanya berjalan lancar?" tanya Lasmi yang sedari tadi sudah sangat-sangat penasaran.

"Alhamdulillah ma. Sekarang ayo kita masuk ke dalam," jawab Rahman menuntun Gisel dan juga Lasmi istrinya masuk ke dalam ruang rawat tersebut.

Saat melihat Gisel masuk menggunakan pakaian kebaya, Rama sangat terkejut sekali. Ia yakin, jika wanita yang ada di hadapannya itu adalah istrinya.

'Ja.. Ja.. Jadi.. Jadi dia Gisel Amanda? Salah satu murid yang terkenal bandel dan sering bolos di sekolah tempatku mengajar. Tapi. Tapi dia kan masih sekolah, bagaimana mungkin bisa menjadi istriku,' batin Rama tak henti-hentinya menatap Gisel.

Begitu juga dengan Gisel, ia terkejut saat melihat Rama yang mengenakan stelan jas menatap dirinya tanpa berkedip.

"Pak.. Pak Rama," gumam Gisel spontan.

"Gisel, ayo beri salam kepada semuanya," bisik Lasmi di telinga putrinya itu.

Bagaikan kerbau ditusuk hidungnya, Gisel pun menyalami Tyo, Rama dan yang terakhir wanita paruh paya yang terbaring pucat di atas ranjang rumah sakit.

"Ma, ada apa ini? Kenapa ada Pak Rama disini?" tanya Gisel penasaran.

Bab 3

"Pak.. Pak Rama," gumam Gisel spontan.

"Gisel, ayo beri salam kepada semuanya," bisik Lasmi di telinga putrinya itu.

Bagaikan kerbau ditusuk hidungnya, Gisel pun menyalami Tyo, Rama dan yang terakhir wanita paruh paya yang terbaring pucat di atas ranjang rumah sakit.

"Ma, ada apa ini? Kenapa ada Pak Rama disini?" tanya Gisel penasaran.

***

"Gisel, kesini lah nak," panggil Yuli dengan lemah.

Gisel pun langsung menghampiri Yuli yang tengah terbaring itu.

Yuli pun meraih tangan Gisel lalu menggenggamnya. Tak hanya tangan Gisel, sesaat kemudian, Yuli juga meraih tangan putranya Rama, selanjutnya ia menyatukan tangan mereka berdua.

Sontak hal ini membuat Gisel terkejut, tetapi tidak dengan Rama yang telah mengetahui semuanya.

"Ma.. Maaf Tante, Tante ini siapa? Kenapa Tante menyatukan tangan saya dengan tangan Pak Rama?" tanya Gisel penasaran.

"Kenalkan, saya Yuli, mama mertua mu. Mulai hari ini, panggil saya dengan sebutan mama, karena beberapa saat yang lalu, kamu dan Rama, anak mama sudah resmi menikah," jawab Yuli dengan senyuman bahagianya.

Deg

Jantung Gisel seakan berhenti berdetak saat mendengarkan apa yang baru saja di ucapkan oleh wanita paruh baya itu.

Ia kemudian beralih menatap kedua orang tuanya bergantian, guna meminta jawaban atas semua yang dikatakan oleh ibu-ibu yang mengaku sebagai mama mertuanya.

Namun bukan jawaban yang Gisel dapatkan, kedua orang tuanya hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Mereka sendiri bingung bagaimana caranya untuk menjelaskan kepada sang anak tercinta dengan apa yang baru saja terjadi.

"Mak.. Mak.. Maksud Tante, eh mama apa? Aku benar-benar sama sekali tidak mengerti," jawab Gisel heran.

"Gisel sayang, mama tau ini semua begitu dadakan. Tapi mama minta, jangan salahkan kedua orang tua mu nanti. Salahkan saja mama. Mama lah yang meminta kedua orang tua mu untuk menikahkan kamu dengan Rama, anak mama.

Mama tau, cuma kamu lah wanita yang terbaik dan yang pantas untuk Rama. Mama tau kamu masih duduk di bangku sekolah. Tapi, karena umur mama yang akan segera berakhir, mama memohon kepada kedua orang tuamu untuk segera menikahkan kalian. Rama adalah anak mama satu-satunya. Maka dari itu, mama sangat ingin sekali melihat Rama mengucapkan ijab kabul di hadapan mama sayang. Mama mohon, mulai saat ini, tolong terima Rama sebagai suami mu," ucap Yuli tersendat-sendat.

Gisel hanya bisa diam. Ia tidak tau harus berkata apalagi saat ini. Semua yang ingin ia tanyakan, sudah di jawab oleh wanita yang saat ini sudah menjadi ibu mertuanya.

"Dan buat kamu Rama, tolong jaga Gisel. Terima dia sebagai istrimu. Gisel adalah wanita yang tepat dan pantas untuk menjadi istrimu. Sekarang mama sudah tenang. Mama bisa pergi dengan bahagia," ucap Yuli yang akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Saat Yuli dinyatakan meninggal oleh dokter, tangis Rama pecah. Ia benar-benar kehilangan sosok wanita yang sangat berarti dalam hidupnya. Tak hanya Rama, Lasmi yang merupakan sahabat Yuli dari kecil juga merasakan luka kehilangan yang sangat mendalam. Ia tidak menyangka jika Yuli akan pergi lebih dulu dari dirinya.

Sementara Gisel, tanpa terasa air matanya juga menetes begitu saja. Meskipun baru saja bertemu den mengenal Yuli, tetapi Gisel juga merasakan kehilangan.

Dari ucapan-ucapan Yuli baru saja, Gisel bisa merasakan ketulusan dari perkataannya.

Beberapa jam kemudian, jenazah Yulia pun sudah selesai di kebumikan.

Kini kedua orang tua Gisel beserta dirinya tengah duduk di ruang tengah rumah Yuli.

Semua pelayat sudah mulai kembali ke rumah mereka masing-masing.

"Tyo, sekali lagi saya dan istri saya turut berduka cita atas meninggalnya Yuli. Kami berdua benar-benar merasakan kehilangan yang teramat sangat," ucap Rahman memeluk sahabatnya itu.

"Terima kasih Rahman. Terima kasih sekali. Saya sudah ikhlas melepaskan kepergian Yuli. Dengan begini, Yuli tidak lagi merasakan kesakitan lagi," jawab Tyo di dalam pelukan teman masa kecilnya itu.

"Amin, semoga saja. Ya sudah, kalau begitu, saya dan istri pulang dulu ya. Kamu jaga diri baik-baik," pamit Rahman mewakili istrinya.

"Baik.. Baik.. Hati-hati di jalan Rahman, Lasmi," balas Tyo menyempatkan untuk tersenyum.

"Rama, papa sama mama mau pulang dulu. Kamu yang kuat ya nak," ucap Rahman kepada menantunya itu.

"Baik Pa. Terima kasih," jawab Rama menyalami tangan Rahman dan juga Lasmi bergantian.

"Ayo pa, kita pulang sekarang," ucap Gisel kepada papanya.

"Gisel sayang, kamu lupa ya jika saat ini kamu sudah menjadi istrinya Rama. Dengan begitu, mulai saat ini kamu tinggal disini, di rumah suami mu," ucap Lasmi mengusap kepala putrinya itu.

"Apa ma? Aku tinggal di rumah Pak Rama? Aku nggak mau ma. Aku takut," jawab Gisel segera memeluk mamanya.

"Loh? Kenapa takut sayang? Rama itu adalah suami mu saat ini. Jadi kamu tidak perlu takut," jawab Lasmi lagi mencoba menangkan putrinya.

"Apa yang dikatakan oleh mamamu itu benar Gisel. Rama adalah suami mu. Ini adalah rumah mu saat ini. Kamu jangan takut. Ada Rama dan juga papa yang akan menjagamu," jawab Tyo meyakinkan menantunya itu.

"Tapi, bagaimana dengan pakaianku? Bagaimana dengan sekolah dan pakaian sekolah ku? Aku tidak mau putus sekolah Pa, ma," tanya Gisel khawatir.

"Kamu tenang saja. Semua pakaian mu sudah dibawa oleh supir tadi sore. Termasuk pakaian sekolah mu. Papa sudah menaruhnya di kamar Rama.

Untuk masalah sekolah, kamu tenang. Kamu akan tetap bersekolah seperti biasa. Di sekolah, anggap saja hubungan kamu dan Rama itu hanya sebatas guru dan murid," jawab Tyo membuat Gisel merasa sedikit lega. Ya, hanya sedikit, pasalnya tadi Tyo bilang jika ia telah menaruh semua pakaiannya di kamar Rama.

"Tunggu, pakaian ku, kenapa harus di kamar Pak Rama? Apa tidak ada kamar lain lagi?" tanya Gisel keberatan.

"Kamar disini masih banyak yang kosong. Tapi masalahnya, saat ini kamu adalah istrinya Rama, jadi kalian harus tidur satu kamar," jawab Tyi tersenyum.

"Tapi pa," ucap Gisel yang hendak protes lagi.

"Sudah.. Sudah.. Kasihan mertuamu jika kamu selalu saja memprotesnya. Papa sama mama mau pulang dulu. Kamu jaga diri baik-baik ya nak," sela Rahman lalu berdiri dan meninggalkan rumah besannya tersebut.

Sebenarnya ingin sekali Gisel ikut dengan kedua orang tuanya. Ia benar-benar canggung sekali saat ini. Apalagi ia harus berhadapan dengan Rama, guru killer yang selalu memarahinya.

"Ya sudah, Gisel, kamu boleh istirahat sekarang. Besok kamu bisa masuk sekolah seperti biasa. Itu di lantai dua sebelah kiri adalah kamarnya Rama dan juga kamarmu. Papa juga mau istirahat sebentar," ucap Tyo lalu meninggalkan Bagas dan juga Gisel berdua saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!