Jessica William mengambil nafas dalam saat dia duduk di sebuah sofa tepat di samping Brian William, saudara kembarnya. Jessica tahu bahwa Papa mereka akan mengatakan suatu berita buruk kepada mereka berdua. Jessica lantas melihat kearah Brian yang terlihat menggelengkan kepalanya. Wajah Brian tak kalah terkejutnya sama seperti Jessica, saat Sang Papa memanggil mereka dari kamar mereka masing-masing.
Papa mereka duduk di sebuah sofa yang ada di depan mereka dengan wajah yang tampak begitu serius. Raut wajah Papa mereka menyiratkan kesedihan dan juga ketidakberdayaan. Jessica sebenarnya tidak mau mendengar apa yang akan dikatakan Sang Papa selanjutnya, karena dia takut jika dia tidak bisa menerima hal itu. Tapi dia tahu benar bahwa dia tidak punya pilihan lain selain untuk mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Sang Papa. Dia melihat ke arah jam yang menempel di dinding yang terdengar terus berdetik, saat dia menunggu Papanya untuk mulai bicara.
"Brian, Jessica, ini tidak mudah untuk Papa katakan kepada kalian." Ucap Papa mereka. "Papa bangkrut." Lanjut Papa mereka.
"Apa?" Ucap Jessica yang tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar nya itu.
"Bisnis Papa bangkrut." Ucap Papa mereka lagi." Papa tidak punya uang lagi dan tabungan Papa tidak cukup untuk menutup kerugian yang Papa alami."
Jessica membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengerti bagaimana bisa bisnis Papanya menjadi bangkrut padahal Papanya baru saja mendapat keuntungan yang besar pada awal tahun ini.
Sang Papa kemudian melihat kearah Brian dan berkata kepadanya.
"Setidaknya kau masih punya pekerjaanmu di kampus dan tabungan untuk melanjutkan kuliahmu itu dengan baik."
Jessica tahu bahwa Brian menemukan sedikit solusi dalam hal itu. Brian tentu saja tidak mau melihat bisnis Papa mereka gagal lagi dan hal itu sama seperti apa yang dirasakan oleh Jessica.
"Aku bisa membantu Papa lagi." Ucap Brian. "Kita bisa menemukan cara untuk membuat bisnis Papa bangkit dan berjalan kembali." Lanjut Brian.
Papa mereka menggelengkan kepalanya.
"Papa menghargai tawaran mu nak, tapi reputasi Papa sudah rusak di kota ini. Papa tidak tahu kenapa dan bagaimana itu bisa terjadi. Tapi semua itu sudah terjadi dan Papa tidak bisa menghindarinya. Dengan kondisi Papa yang seperti ini, tidak akan ada yang mau melakukan bisnis dengan Papa ataupun bekerjasama dengan Papa." Ucap Papa mereka lalu melihat kearah Jessica.
"Jessica, Papa harus memastikan bahwa masa depanmu bisa tetap aman. Dan Papa sudah mengatur sebuah pernikahan antara dirimu dan juga Leo Milton. Dia adalah pria yang kaya dan akan membuat masa depanmu menjadi cerah."
Jessica tampak begitu panik.
"Kenapa Papa melakukan hal itu? Apa Papa tahu bahwa aku baru saja menerima lamaran dari Harry." Ucap Jessica dengan raut wajah kesal.
"Papa minta maaf Jessica. Papa tahu bahwa kau sudah berhubungan lama dengan Harry, tapi Papanya tidak mau dia menikah denganmu kecuali Papa bisa membuktikan kepada mereka bahwa maskawin yang mereka berikan kepada keluarga kita nantinya pantas untuk dirimu dan Papa tidak bisa melakukan hal itu karena sekarang Papa kita sudah bangkrut. Papa harus menemukan seseorang yang tepat untukmu secepat mungkin. Papa akan kehilangan rumah ini minggu depan, jadi Papa tidak punya waktu untuk menunggu. Papa sudah mendiskusikan masalah ini dengan Om dari Leo dan semuanya sudah diatur. Kau akan menikah dengan Leo hari sabtu depan." Ucap Sang Papa.
Dunia Jessica terasa berputar. Papa nya memutuskan untuk menikahkan dirinya dengan seseorang dalam waktu kurang dari tiga hari lagi.
"Tapi...tapi itu 3 hari dari sekarang." Ucap Jessica berusaha membuat Papanya merubah keputusannya.
"Papa tahu ini sangat mengejutkan." Ucap Papa mereka seraya mengalah napas. "Papa berharap jika ada cara yang lain yang bisa Papa lakukan. Tapi Papa harus memastikan bahwa kau bisa hidup dengan cara yang sama dengan hidup yang biasa Papa berikan kepadamu." Ujar Sang Papa.
"Tidak, Papa tidak perlu melakukan hal itu." Ucap Jessica yang putus asa mencoba untuk mencari solusi lain. "Aku bisa hidup tanpa kekayaan yang kita punya. Aku bisa mencari pekerjaan ada banyak wanita di kota kita yang bekerja."
"Bahkan jika kita melakukan hal itu, tidak akan mungkin Harry akan menerima dirimu sebagai istrinya. Papanya sudah menekankan bahwa Harry harus menikahi wanita muda yang kaya. Dan di samping itu, jika kau bekerja maka kata yang akan keluar untuk dirimu adalah kau tidak punya uang dan tidak akan ada pria yang mau menikah dengan seorang wanita berusia 24 tahun tanpa uang." Ucap Sang Papa lagi.
"Biarkan aku bekerja." Ucap Jessica keras kepala. "Aku akan melakukan yang terbaik. Aku sudah mendapatkan pendidikan yang baik untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Tentu saja hanya karena aku seorang wanita, itu tidak berarti bahwa aku tidak bisa menemukan pekerjaan yang cocok untukku. Aku tidak perduli jika orang mengetahui apa yang sudah terjadi kepada kita. Aku hanya tidak bisa menikah dengan seorang pria yang aku sangat tidak mengenalnya." Ujar Jessica.
"Kau tidak akan bisa jauh lebih bahagia jika tidak bersama dia." Balas Sang Papa.
"Akulah orang yang seharusnya memutuskan hal itu." Ucap Jessica.
Papa mereka menghela napas.
"Papa tidak mau tahu jika kau menolak pernikahan ini karena Papa sudah membuat keputusan dengan Om dari Leo. Leo memang tengah mencari seorang istri yang mempunyai reputasi yang baik. Berita bangkrut nya bisnis Papa nantinya akan disembunyikan. Jadi tidak akan ada orang yang mengetahui kebenarannya. Tidak juga Papa Leo dan Papa juga berharap bahwa orang-orang tidak akan mengetahui alasan dari pernikahan yang secara tiba-tiba ini. Papa dan Om dari Leo sudah setuju dengan pernikahan ini karena Leo memang sudah berencana bahwa di usianya yang sudah ke 25 tahun dia harus menikah." Ujar Papa mereka panjang lebar.
Mendengar ucapan Sang Papa, Jessica lantas menatap kearah Brian yang terlihat bingung. Brian seolah merasakan seperti apa yang dirasakan Jessica. Tapi setidaknya Brian bukanlah orang yang dipaksa untuk harus menikah dengan seseorang yang dia pikir lebih membosankan dibandingkan dengan melihat rumput yang tumbuh tinggi. Brian akhirnya bicara dengan menatap Jessica.
"Kau tahu bahwa Leo dan aku adalah sahabat. Aku rasa pernikahan di antara kalian berdua akan menjadi hal yang sangat baik." Ucap Brian.
"Leo adalah pria yang baik." Tambah Papa mereka. "Dia akan membuatmu bahagia."
"Kenapa dia setuju untuk menikah denganku?" Ucap Jessica. "Kami bahkan tidak mengenal satu sama lain." Lanjut Jessica.
"Dia sepertinya memang menyukaimu." Ucap Brian.
"Aku sangat sulit mempercayai hal itu." Balas Jessica.
Bersambung....
Mengenai sosok Leo Milton, pria yang akan menikahinya itu, Jessica tidak begitu mengenalnya. Jessica hanya sekedar mengenal Leo karena dia berteman dengan Brian, selebihnya Jessica tidak tahu dan memang dia tidak pernah mau tahu.
Jessica bisa mengingat dengan jelas berapa kali dia bertemu dengan Leo. Dia tahu bahwa Leo sering menghadiri sebuah pesta yang juga dihadiri olehnya. Jessica sendiri beberapa kali pernah menyapa Leo karena Leo memang berteman dengan Brian. Tapi itu hanya sekedar sapaan saja dan Jessica tidak pernah mengobrol dengan Leo lebih lanjut.
Jessica sering melihat Leo mengobrol dengan Brian saudara kembarnya dan topik pembicaraan mereka tidak jauh dari pekerjaan dan juga bisnis. Jessica tidak yakin bahwa Leo tahu bagaimana cara untuk berbicara tentang hal lainnya selain bisnis. Jessica tidak bisa membayangkan jika mereka berdua akan menikah. Maka hidupnya akan sangat membosankan karena harus mempunyai suami yang hanya bisa membahas tentang bisnis saja. Jessica merasa bahwa dia dan Harry jauh lebih cocok satu sama lain. Dan bagi Jessica, hanya sosok Harry lah yang pantas dijadikan suami olehnya.
Sang Papa kembali melihat kearah Jessica dengan wajah yang tampak sedih. Sebenarnya, Sang Papa tidak pernah mau memaksakan kehendaknya pada Jessica maupun Brian. Tapi baginya, dia melakukan semua ini demi kebaikan Jessica.
Selama ini, Jessica selalu hidup dalam kemewahan yang diberikan Sang Papa. Tapi karena kebangkrutan yang dia alami, maka hidup kedua anaknya akan berubah. Jadi dia tidak ingin Jessica hidup dalam kemiskinan dan memutuskan untuk mengamankan kehidupan putrinya itu dengan menikah dengan seorang pria kaya.
Selain itu, dia cukup mengenal baik sosok Leo, calon menantunya itu dan begitu juga dengan keluarganya. Baginya, Leo merupakan sosok pria yang paling pantas untuk menjadi menantunya, menjadi penopang hidup bagi puteri yang amat dicintainya itu.
"Jessica, Papa sebenarnya tidak mau mengatur tentang kehidupan pribadi mu. Tapi jika tidak seperti ini, kau akan menjadi wanita yang kesepian dan hidup penuh dengan kesedihan. Papa sudah membuat keputusan yang terbaik untukmu." Ucap Sang Papa terus berusaha meyakinkan puteri nya itu.
Jessica terdiam, dia tidak tahu harus mengatakan apalagi. Brian lalu menatap kearah Jessica. Dia tahu bahwa Jessica bukanlah sosok orang yang suka dipaksa, apalagi menyangkut dengan masa depannya. Tapi, Brian tahu benar bahwa sosok Leo adalah laki-laki yang sangat tepat untuk menjadi pendamping saudari kembarnya itu.
Lagipula, Brian tidak akan mungkin menjerumuskan saudari nya itu ke arah yang salah. Jika Leo memang orang yang tidak baik, maka dia tidak akan mungkin mau setuju dengan keputusan Sang Papa yang menginginkan Jessica menikah dengan Leo.
"Leo adalah pria yang menyenangkan. Kau harus memberikan sebuah kesempatan kepada nya. Dia mempunyai selera humor yang bagus. Aku berkata seperti ini tentu saja karena aku sudah mengenalnya dengan baik. Lagipula, aku tidak akan mungkin menyetujui rencana Papa ini, jika Leo memang tidak pantas untukmu. Tapi percayalah, dia benar-benar yang terbaik untukmu." Ucap Brian berusaha meyakinkan saudari kembarnya itu.
"Hanya kepada seseorang yang mengerti dengan lelucon tentang bisnis yang akan mengerti dirinya." Balas Jessica. "Dia juga orang yang sangat aneh dan dia juga memberikan analogi yang paling buruk yang pernah aku dengar. Dia lebih cocok dibandingkan seperti seekor keledai yang besar dibandingkan dengan seekor kuda yang hebat." Lanjut Jessica.
"Dia memang bukan seorang pembicara yang lembut seperti Harry mu itu. Tapi dia adalah teman yang baik. Kau hanya belum mengenalnya dengan baik. Dia itu bisa berbicara tentang hal lainnya selain bisnis." Ucap Brian.
Dimata Brian, Leo adalah sosok teman yang baik. Orang lain tidak akan bisa melihat bahwa dia adalah tipe orang yang humoris karena orang lain hanya melihat Leo sekilas dan tidak mengenalnya lebih jauh. Dan hal itu sama seperti yang dianggap oleh Jessica tentangnya.
"Kapan?" Ucap Jessica yang mulai terlihat kesal.
"Dia sering kali melakukannya. Kau hanya tidak pernah memperhatikan dia." Ujar Brian.
"Alasan utama dia menerima pernikahan ini adalah karena dia ingin kalian berdua bisa dekat." Ucap Sang Papa menyela pembicaraan kedua saudara kembar itu. "Leo lebih baik dari Harry. Harry mungkin memang terlihat lebih mengagumkan tapi dia itu seorang pria yang egois. Dia hanya memperdulikan dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan. Dan mungkin saja dia memang menginginkanmu saat ini. Tapi siapa yang bisa menjamin apa yang dia inginkan di masa depan nanti." Lanjut Sang Papa.
Sang Papa bisa melihat dengan jelas bagaimana sifat asli dari sosok pria bernama Harry yang selama ini menjalin hubungan cinta dengan putrinya itu. Bagi Sang Papa, Harry tidak pernah tulus pada Jessica. Apalagi jika dilihat bagaimana sikap orang tua Harry yang memang selalu mementingkan status sosial dibandingkan dengan yang lainnya.
Dan apa yang dipikirkan Sang Papa saat ini adalah, jika Harry dan keluarganya tahu bahwa keluarga mereka sekarang sudah bangkrut, bisa dipastikan bahwa Harry akan meninggalkan Jessica. Dan hal itulah yang tak ingin dilihat Sang Papa. Dimana dia harus melihat wajah sedih Sang Puteri apalagi sampai harus menangisi seorang pria yang memang sangat tidak pantas untuknya itu.
"Pernikahan adalah sebuah komitmen dan itu adalah pilihan yang kita buat. Tapi di sana harus ada cinta juga." Ucap Jessica.
"Cinta adalah sebuah keputusan yang dibuat seseorang dan Leo menyadari hal itu. Dia adalah tipe seseorang yang akan menjadi suami yang sangat baik untuk mu." Ucap Sang Papa.
"Papa menikahkan aku dengannya. Itu artinya Papa membiarkan aku hidup dalam kebosanan seumur hidupku." Balas Jessica semakin kesal.
"Papa akan mengatur waktu untuk kalian bisa bertemu. Jadi kalian berdua bisa mempunyai kesempatan untuk mengobrol. Mungkin dengan mengobrol berdua, kau akan menemukan bahwa dia bukanlah orang seperti yang kau takut kan." Ucap Sang Papa lagi.
Perut Jessica terasa sakit. Seluruh dunianya seolah berputar ke bawah di sekelilingnya dan dia merasa bahwa dia tidak bisa melihat hal itu akan berhenti secepatnya.
Jessica begitu tak bisa menerima apa yang diinginkan Sang Papa untuk dia lakukan. Bagaimana mungkin dia bisa menikah dengan seseorang yang tidak dia cintai. Bahkan mengenalnya saja tidak. Apalagi sosok pria yang akan menikah dengannya itu terlihat membosankan.
Bagi Jessica tidak ada pria yang sesempurna Harry dimatanya. Harry pria yang romantis dan bisa menjadi teman mengobrol yang asyik. Dibandingkan dengan Leo, Jessica jadi membayangkan bahwa hidupnya akan monoton dan begitu membosankan. Mengingat sosok Leo yang diketahuinya adalah pria yang serius, tidak bisa diajak mengobrol hal lainnya selain tentang pekerjaan dan bisnis.
'Oh ya Tuhan, tolong bantu aku.' ucap Jessica dalam hati.
Bersambung....
Jessica berusaha menahan tangis yang ada di matanya agar tidak terjatuh ke pipinya.
"Bolehkah aku pergi sekarang?" Tanya Jessica.
"Iya kau boleh pergi." Ucap Sang Papa.
Jessica lalu berjalan ke arah kamarnya dan menutup pintu di belakangnya. Jadi tidak akan ada orang yang bisa mendengar dia menangis.
Semua hal yang dikatakan Sang Papa kepadanya, itu adalah hal terakhir yang diharapkan Jessica untuk dia dengar. Dia lalu melihat kearah gaun elegannya yang begitu banyak, ada rok dan pakaian yang menggantung di dalam lemarinya yang besar itu. Terdapat banyak koleksi sepatu dan juga tas branded yang terpajang rapi di dalam lemari etalase.
Dia juga memiliki tempat tidur yang begitu besar dengan bed cover yang berwarna ungu dan lampu tidur yang menggantung di sana yang tampak indah. Ada juga kotak perhiasan yang berisi banyak sekali perhiasan mewah di dalamnya.
Jessica sangat menyukai semua hal itu. Dia memang sangat senang dengan benda-benda mahal yang indah yang bisa dia beli dengan uangnya yang banyak. Tapi itu dulu, sekarang dia tidak mencintai hal itu lagi terlebih apalagi dia harus menikah dengan Leo.
Jessica lebih memilih untuk hidup menyedihkan daripada harus menikah dengan Leo.
'Apa salahnya menjalani hidup yang menyedihkan hanya karena tidak punya harta?' pikir Jessica.
Dia tidak bisa membayangkan bahwa Leo tidak akan mengatakan hal yang menarik kepada dirinya saat mereka resmi menikah nanti.
Jessica duduk di tempat tidurnya dan mengusap bed covernya yang berwarna ungu dan terasa sangat lembut itu. Dia sudah terbiasa merasa sangat nyaman di kamarnya. Tapi saat dia perlahan membayangkan apa yang akan terjadi padanya setelah menikah dengan Leo, dia tidak bisa menemukan ketenangan di dalam hatinya lagi.
Dia benci pada faktanya dimana dia tidak bisa memutuskan sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri.
'Kenapa aku harus mengikuti keinginan Papa?' Ucap Jessica dalam hati seraya mengusap air matanya.
Dia lantas menatap bayangan dirinya yang ada di dalam cermin yang ada di hadapannya itu. Dia tahu bahwa dia bukanlah wanita yang begitu menarik untuk dilihat, di mana dia tidak pernah menerima lebih dari satu tawaran untuk suatu hubungan percintaan.
Rambutnya yang berwarna hitam sedikit bergelombang itu jatuh ke pundaknya. Tubuhnya juga tidak seksi, tidak pula gemuk. Dia malah Dia merasa bahwa dirinya hanya seorang wanita biasa. Tidak heran bahwa Papa nya merasa bahwa dia harus mengatur sebuah pernikahan untuk dirinya.
Setelah Jessica menangis, untuk beberapa saat dia pun merasa kelelahan dan tertidur.
...****************...
Keesokan harinya.....
Dia menolak untuk sarapan atau makan siang hari berikutnya. Dia tetap berada di dalam kamarnya, mengurung dirinya.
Dan hari itu adalah hari kamis, dua hari lagi dia akan menjadi Nyonya Leo Milton. Jessica menggelengkan kepalanya memikirkan semua hal itu. Sebuah ketukan di pintu kamarnya membuat dia tersadar dari dalam pikiran terdalam nya.
"Jessica, bisakah aku bicara denganmu?" Tanya Brian kepadanya.
Bria berdiri di depan pintu kamar Jessica, dan berharap bahwa Jessica akan membuka pintu untuknya.
Jessica menghela napas dan memutuskan untuk membuka pintu. Dia merasa lega karena melihat bahwa saudara kembarnya itu hanya sendirian. Dia tidak mau melihat Sang Papa yang telah memutuskan sebuah pernikahan mengerikan untuk dirinya.
Brian lalu menutup pintu di belakangnya dan duduk di sebuah kursi yang ada di depan tempat tidur di mana Jessica tengah duduk.
"Kenapa pikiran tentang menikah dengan Leo membuatmu merasa sangat tidak senang?" Tanya Brian tanpa basa-basi.
"Kau tahu kenapa?" Ucap Jessica dengan raut wajah kesal. "Karena aku tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana aku bisa berbicara dengannya? Bagaimana aku bisa memikirkan untuk menikah dengannya. Kau memang sangat menikmati obrolan kalian berdua tentang investasi membosankan kalian dan juga bisnis itu dengan sangat natural. Kau lah orang yang terlihat sangat senang dengan dia menikah denganku." Lanjut Jessica.
"Dia tidak hanya membicarakan tentang investasi. Dia juga punya pembicaraan tentang hal menarik lainnya. Dia sangat suka teater, pesta makan malam, binatang dan juga pantai. Kau dan dia mempunyai mimpi yang sama dan juga latar belakang finansial yang juga sama." Ujar Brian kepada Jessica.
"Uang tidak akan bisa membuat semuanya lebih baik bagiku sekarang. Jika Papa masih memiliki beberapa uang, aku yakin bahwa aku pasti tidak akan dipaksa untuk menikah dengannya. Kau mungkin berpikir bahwa dia orang yang menyenangkan. Tapi aku sama sekali tidak. Harry adalah pria yang jauh lebih menyenangkan." Balas Jessica.
"Kau baru saja berbicara dua kali dengan Harry, kau bahkan belum resmi bertunangan dengannya." Ucap Brian.
"Memang benar, tapi aku sangat senang mengobrol dengan nya." Balas Jessica lagi.
"Berikan Leo sebuah kesempatan, mungkin dalam satu bulan kau bisa lupakan semuanya dan merasa senang untuk bicara dengan Leo sama seperti kau bicara dengan Herry." Ucap Brian lagi berusaha meyakinkan Jessica agar dia menerima pernikahan dirinya dengan Leo sahabatnya itu.
"Terserah kau saja, tapi aku tidak akan pernah setuju dengan pernikahan ini." Ucap Jessica.
"Aku yakin bahwa dia akan memperlakukan mu jauh lebih baik dari yang dilakukan Harry." Ujar Brian.
"Sangat mudah untukmu mengatakan hal itu, karena bukan kaulah orang yang akan diminta menikah dengannya." Ucap Jessica.
"Aku adalah saudaramu dan tentu aku ingin kau bahagia." Balas Brian.
Jessica tahu apa yang dimaksudkan oleh Brian baik, tapi Brian tidak bisa menghargai situasi dirinya saat ini karena Brian tidak berada di dalam situasi seperti itu. Brian tidak perlu menikah dengan seseorang. Dia mempunyai kemampuan untuk bisa bekerja. Dia adalah seorang pria dan dia bebas untuk menikah dengan siapapun yang dia inginkan dan kapanpun dia ingin menikah.
Tapi wanita tidak memiliki kesempatan seperti itu. Kadang-kadang Jessica menyayangkan fakta bahwa dia terlahir sebagai seorang wanita. Andai saja jika dia dilahirkan sebagai seorang lelaki dia pasti akan bisa bebas.
"Aku mendapat kesempatan untuk bicara dengan Leo hari ini." Ucap Brian mulai bicara lagi. "Dan dia memang setuju untuk menikah denganmu." Ucap Brian.
Jessica benar-benar tidak menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Leo.
"Kenapa? Dia bahkan tidak mengenal aku." Ucap Jessica.
"Memang tidak, tapi dia tahu siapa aku. Dia mengerti akan reputasi dirimu di kota ini dan hadapi itu. Kau adalah orang yang sangat baik. Kau melakukan banyak hal baik untuk orang lain. Dia mengetahui bahwa kau akan menjadi seorang istri yang baik dan juga ibu yang baik bagi anak-anak kalian teladan dia adalah pria yang sangat hebat dengan reputasi yang baik juga dan hal itu sama seperti dirimu kalian berdua akan menjadi pasangan yang serasi, baik itu di hadapan publik ataupun secara pribadi." ujar Brian panjang lebar.
"Itu semua hanyalah sebuah opini saja." Ucap Jessica.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!